Jumat, 14 Januari 2011

PENDIDIKAN

Difusi Inovasi Pelayanan Konseling dan Paradigma Pendidikan
Oleh : NELSON SIHALOHO
Pendahuluan
Difusi inovasi menurut Rogers, 1962 adalah sebuah proses dimana inovasi difusi dikomunikasikan dalam kurun waktu tertentu, pada anggota sistem sosial tertentu suatu tata hubungan antara inividu dengan individu lain. Tingkatan adopsi yang dijelaskan lebih terperinci oleh Rogers yaitu inovator, early adopters, early majority, late majority dan Laggards/avoiders,
Inovator, adalah seseorang yang menyukai hal-hal baru senang bereksperimen, biasanya inovator memiliki kedudukan penting dalam masyarakat atau biasanya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Sekitar 2,5 persen individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Ciri-cirinya adalah petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
Sedangkan early adopters adalah seseorang yang cepat menerima suatu inovasi, cerdas. Ia merupakan seseorang yang selalu mempertimbangkan sebuah keputusannya berfikir kritis setelah ia telah memutuskan suatu keputusannya maka keputusan tersebut sudah benar-benar diyakini dan mantap untuk segera diaplikasikan. Early adopter ini merupakan seseorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab penuh atas semua keputusannya karena hal ini dapat berpangaruh pada pengikutnya, sebanyak 13,5 persen yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Ciri-cirinya adalah para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.
Early Majority adalah seseorang yang cerdas, terbuka terhadap hal- hal yang baru tetapi tidak terlalu berfikir kritis dan mempertimbangkan. Segala sesuatunya ia hanya berfikir sisi positifnya saja/dapat dikatakan selalu mengikuti trend terbaru. Type manusia yang demikian adalah bukan seorang pemimpin tetapi pengikut yang senang dengan hal-hal baru, sebesar 34 persen yang menjadi pera pengikut awal. Ciri-cirinya adalah penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
Late Majority, adalah deseorang yang selalu diikuti dengan rasa curiga/skeptics, serlalu memikirkan kesulitan–kesulitan sesuatu inovasi, mereka tergolong orang-orang yang telat terhadap munculnya suatu inovasi, jika sudah banyak masyarakat menggunaan inovasi tersebut dan terbukti baik dan aman untuk digunakan maka akhirnya ia baru ikut menggunakan inovasi tersebut.Sebesar 34 persen yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Ciri-cirinya skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan sosial, terlalu hati-hati.
Laggards/avoiders, adalah sesorang yang bersikap tertutup terhadap hal-hal yang baru. Dapat dikatakan seseorang yang fanatik terhadap cara-cara yang sudah ada sebelumnya (cara lama) senang dengan cara-cara lama, terlalu kritis terhadap hal-hal baru, tidak antusias menggunakan teknologi yang baru, dan ia akan menggunakan/mengikuti sebuah inovasi jika adanya suatu tekanan dan semua orang sudah lama menggunakannya. Sebesar 16 persen terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Ciri-cirinya adalah tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas.
Pada saat ini terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli.
Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal sekolah/ madrasah lainnya (pimpinan sekolah/madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter).
Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di sekolah/madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat, merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan dating., mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya serta mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk, mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri, menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya dan mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
Fakta-fakta juga menunjukkan sering terjadi konflik disuatu sekolah. Konflik dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dihadapkan dengan motif, keyakinan, nilai dan tujuan yang saling bertentangan. Konflik bisa dialami oleh siapapun dan di manapun, termasuk oleh komunitas di sekolah. Siswa, guru, atau pun kepala sekolah dalam waktu-waktu tertentu sangat mungkin dihadapkan dengan konflik.Konflik yang dialami individu di sekolah dapat hadir dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Misalnya, seorang guru berhadapan seorang guru, seorang guru berhadapan dengan sekelompok guru, sekelompok guru tertentu berhadapan dengan sekelompok guru lainnya., dan sejenisnya. Konflik yang terjadi diantara mereka bisa bersifat tertutup, terbuka atau bahkan menjadi konfrontasi. Apabila konflik yang terjadi di sekolah tidak terkelola dan bersifat destruktif, maka selain dapat mengganggu kesehatan dan kualitas kehidupan seseorang, juga dapat mengganggu terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah secara keseluruhan.
Terkait dengan upaya mengelola konflik di sekolah, Daniel Robin (2004) dalam sebuah artikelnya menawarkan tujuh sikap yang diperlukan untuk mencairkan konflik.Ke tujuh solusi itu adalah, define what the conflict is about, It’s not you versus me; it’s you and me versus the problem, identify your shared concerns against your one shared separation, sort out interpretations from facts, develop a sense of forgiveness, learn to listen actively and purify your heart.
Define what the conflict is about,didefinisikan secara jelas konflik apa yang sedang berkembang. Tanyakan pada setiap orang “Ada issue apa?”, lalu tanyakan juga “Apa kepedulian Anda di sini? atau “Apa yang kamu rasakan dan manfaat dari pertengkaran ini”. Secara berkala tanyakan pula “Apa yang ingin Anda capai dan bagamana kita harus mengerjakannya?”.
It’s not you versus me; it’s you and me versus the problem adalah memiliki keyakinan bahwa “Ini bukanlah pertentangan antara anda dengan saya, tetapi ini adalah saya bersama anda melawan masalah itu”. Masalah yang sebenarnya adalah masalah itu sendiri, yang harsus diselesaikan, bukan terletak pada orangnya. Adalah hal yang amat bodoh, jika Anda mencoba mengalahkan salah satu dari antara pihak yang berkonflik, karena suatu saat setelah mereka dikalahkan, meraka akan kembali melakukan pertempuran ulang (rematch) yang terus-menerus, yang mungkin dengan daya tembak yang lebih kuat. Jangan paksa orang untuk bertekuk lutut!.
Identify your shared concerns against your one shared separation adalah melakukan identifikasi orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama dengan Anda dan orang–orang yang justru berseberangan dengan Anda. Jika dihadapkan pada suatu konflik, buatlah semacam kesepakatan dengan kelompok yang memiliki hubungan paling kuat (dimana Anda menyetujuinya), tidak dengan kelompok yang paling lemah. Ini akan lebih mudah dan juga lebih efektif, apabila Anda hendak mengalihkan hal-hal yang disetujui maupun tidak disetujui. Pahami sudut pandang mereka dan berikan penghargaan atas perbedaaan yang ada.
Sort out interpretations from facts yaitu memilah interpretasi berdasarkan fakta. Jangan meminta suatu pendapat dari orang yang sedang berkonflik, karena hanya akan memperoleh pendapat dan penafsiran versi mereka. Tetapi sebaiknya ungkapkan “Apa yang telah kamu lakukan atau katakan?” pertanyaan semacam ini akan lebih menggiring pada fakta, yang selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi pemecahan konflik.
Develop a sense of forgiveness adalah mengembangkan rasa untuk memaafkan. Tidak mungkin terjadi rekonsiliasi tanpa belajar memaafkan kesalahan orang lain. Banyak orang melakukan perdamaian tetapi tidak bisa mengubur kejadian yang sudah-sudah sehingga pada hari kemudian memunculkan lagi pertengkaran. Oleh karena itu, setiap orang penting untuk dibelajarkan mau memaafkan orang lain secara tulus. Yang lalu biar berlalu, hari ini kenyataan dan esok hari adalah harapan!
Learn to listen actively yaitu belajar mendengar secara aktif. Putarlah paradigma dari ungkapan “ Ketika saya bicara, orang lain mendengarkan” menjadi “Ketika saya mendengarkan, orang lain berbicara kepada saya”. Mendengarkan dengan tujuan untuk memahami, bukan untuk menjawab Mulailah dengan berusaha memahami, kemudian menjadi dipahami. Setidaknya dengan cara ini, akan membantu melepaskan ego atau uneg-uneg yang bersangkutan (katarsis).
Purify your heart adalah terakhir, berusaha mensucikan hati. Hati yang bersih merupakan benteng utama dari berbagai serangan dari luar dan juga akan pembimbing kita dalam setiap tindakan. Anda tidak akan mendapatkan konflik atau kekerasan dari orang lain, jika dalam hati dan jiwa Anda bersemayam kebajikan. Rasa benci, iri dan dengki yang bercokol di hati kerapkali menjadi pemicu terjadinya konflik
Pembaharuan Pendidikan
Pada saat ini perlu diusahakan pembaharuan yang menyeluruh dalam institusi pendidikan. Pertama adalah usaha restrukturisasi yaitu proses pelembagaan keyakinan, nilai dan norma baru tentang fungsi dasar, proses dan struktur suatu lembaga untuk menjamin kepastian, keadilan, dan pemanfaatan usaha pendidikan itu sendiri. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sangat mendukung usaha restrukturisasi ini, asal dilaksanakan dengan baik dan tepat. Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu bentuk dari restrukturisasi. Kedua adalah rekulturisasi: yaitu proses pembudayaan perilaku seseorang atau kelompok atas keyakinan, nilai dan norma baru yang diharapkan. Pembudayaan nilai kreativitas, otonomi/kemandirian, dan relevansi pendidikan merupakan kunci rekulturasi.
UNESCO ( dalam Theo Riyanto, 2004) merekomendasikan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran yang amat menunjang proses ini, pada lima konsep pokok paradigma pembelajaran dan pendidikan, yaitu Learning to know, Learning to do, . Learning to live together, Learning to be, Learning throughout life.
Learning to know, guru hendaknya mampu menjadi fasilitator bagi peserta didiknya. Information supplier (ceramah, putar pita kaset) sudah tidak jamannya lagi. Peserta didik dimotivasi sehingga timbul kebutuhan dari dirinya sendiri untuk memperoleh informasi, keterampilan hidup (income generating skills), dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya.
Learning to do, peserta didik dilatih untuk secara sadar mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah pengetahuan, perasaan dan penghendakan. Peserta didik dilatih untuk aktif-positif daripada aktif-negatif. Pengajaran yang hanya menekankan aspek intelektual saja sudah usang.
Learning to live together, adalah tanggapan nyata terhadap arus deras spesialisme dan individualisme. Nilai baru seperti kompetisi, efisiensi, keefektifan, kecepatan, telah diterapkan secara keliru dalam dunia pendidikan. Sebagai misal, sebenarnya kompetisi hanya akan bersifat adil kalau berada dalam paying kooperatif dan didasarkan pada kesamaan kemampuan, kesempatan, lingkup, sarana, tanpa itu semua hanyalah merupakan kompetisi yang akan mengakibatkan yang “kalah” akan selalu “kalah”. Sekolah sebagai suatu masyarakat mini seharusnya mengajarkan “cooperatif learning”, kerjasama dan bersama-sama, dan bukannya pertandingan intelektualistik semata-mata, yang hanya akan menjadikan manusia pandai tetapi termakan oleh kepandaiannya sendiri dan juga membodohi orang lain. Sekolah menjadi suatu paguyuban penuh kekeluargaan dan mengembangkan daya cipta, rasa dan karsa, atau aspek-aspek kemanusiaan manusia. Learning to be, dihayati dan dikembangkan untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Setiap peserta didik memiliki harga diri berdasarkan diri yang senyatanya. Peserta didik dikondisikan dalam suasana yang dipercaya, dihargai, dan dihormati sebagai pribadi yang unik, merdeka, berkemampuan, adanya kebebasan untuk mengekspresikan diri, sehingga terus menerus dapat menemukan jati dirinya. Subyek didik diberikan suasana dan sistem yang kondusif untuk menjadi dirinya sendiri.
Learning throughout life yaitu bahwa pembelajaran tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Pembelajaran dan pendidikan berlangsung seumur hidup. Pelaku pendidikan formal hendaknya berorientasi pada proses dan bukan pada hasil atau produk semata.
Ketiga adalah refigurasi yaitu proses perekayasaan figur atau tokoh sebagai model atau teladan (kepala sekolah, guru, pamong, orang tua) agar yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kesanggupan melembagakan dan membudayakan keyakinan, nilai dan norma baru pendidikan yang diharapkan. Pelaku pendidikan hendaknya menuntut dirinya untuk menjadi figur, model panutan, teladan bagi peserta didik. Kita sekarang ini lagi menderita kemiskinan idola pendidik.
Proses pendidikan sebenarnya juga merupakan proses mempengaruhi orang lain. Pendidik memberikan pengaruhnya kepada para peserta didik. Pendidik menyediakan diri sebagai teladan yang patut diteladani dan menjadi kebanggaan bagi peserta didik, terutama kepribadiannya secara menyeluruh. Pendidik hendaknya sadar bahwa dirinya merupakan teladan kedewasaan, kematangan perasaan, efektivitas dan integritas pribadinya. Maka kualitas kepribadian pendidik sangat menentukan dalam proses pendidikan. Namun yang lebih penting lagi adalah mutu dan tanggungjawab relasi dan komunikasi pribadi yang dibangunnya dengan seluruh anggota komunitas sekolah.
Pendidikan pada era teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada intinya Era teknologi informasi & komunikasi menyebabkan ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan siswa dan masa depan, Penguasaan teknologi informasi & komunikasi menjadi literasi dasar (di samping baca-tulis-hitung), Sekolah/ pendidikan bukan lagi sebagai satu-satunya pangkalan ilmu pengetahuan, Proses pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke arah multi sumber, Kesenjangan antara school knoledge dan out of school knowledge semakin lebar. Sepuluh Mega Trend belajar menurut Endang Abutarya, 2007 yang perlu dipraktekkan adalah, belajar melalui kehidupan kita, belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan, belajar berfokus pada kebutuhan nyata, belajar dengan seluruh kemampuan otak, belajar bersama, belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya, belajar langsung dari berpikir, belajar melalui Pengajaran/pembelajaran, belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat?) untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar serta belajar bagaimana belajar.
Lebih lanjut Endang Abutarya, 2007 mengatakan praktek belajar yang sebenarnya adalah, Anda belajar berbicara dengan berbicara, Anda belajar berjalan dengan berjalan, Anda belajar stir mobil dengan berkendara, Anda belajar mengetik dengan mengetik, Anda belajar paling baik adalah dengan mempraktikkan, Anda belajar memecahkan masalah dengan mempraktikkan memecahkan masalah, Anda belajar menulis, dengan anda mempraktikan menulis.(Dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber).

PENDIDIKAN

Difusi Inovasi Pelayanan Konseling dan Paradigma Pendidikan
Oleh : NELSON SIHALOHO
Pendahuluan
Difusi inovasi menurut Rogers, 1962 adalah sebuah proses dimana inovasi difusi dikomunikasikan dalam kurun waktu tertentu, pada anggota sistem sosial tertentu suatu tata hubungan antara inividu dengan individu lain. Tingkatan adopsi yang dijelaskan lebih terperinci oleh Rogers yaitu inovator, early adopters, early majority, late majority dan Laggards/avoiders,
Inovator, adalah seseorang yang menyukai hal-hal baru senang bereksperimen, biasanya inovator memiliki kedudukan penting dalam masyarakat atau biasanya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Sekitar 2,5 persen individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Ciri-cirinya adalah petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
Sedangkan early adopters adalah seseorang yang cepat menerima suatu inovasi, cerdas. Ia merupakan seseorang yang selalu mempertimbangkan sebuah keputusannya berfikir kritis setelah ia telah memutuskan suatu keputusannya maka keputusan tersebut sudah benar-benar diyakini dan mantap untuk segera diaplikasikan. Early adopter ini merupakan seseorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab penuh atas semua keputusannya karena hal ini dapat berpangaruh pada pengikutnya, sebanyak 13,5 persen yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Ciri-cirinya adalah para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.
Early Majority adalah seseorang yang cerdas, terbuka terhadap hal- hal yang baru tetapi tidak terlalu berfikir kritis dan mempertimbangkan. Segala sesuatunya ia hanya berfikir sisi positifnya saja/dapat dikatakan selalu mengikuti trend terbaru. Type manusia yang demikian adalah bukan seorang pemimpin tetapi pengikut yang senang dengan hal-hal baru, sebesar 34 persen yang menjadi pera pengikut awal. Ciri-cirinya adalah penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
Late Majority, adalah deseorang yang selalu diikuti dengan rasa curiga/skeptics, serlalu memikirkan kesulitan–kesulitan sesuatu inovasi, mereka tergolong orang-orang yang telat terhadap munculnya suatu inovasi, jika sudah banyak masyarakat menggunaan inovasi tersebut dan terbukti baik dan aman untuk digunakan maka akhirnya ia baru ikut menggunakan inovasi tersebut.Sebesar 34 persen yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Ciri-cirinya skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan sosial, terlalu hati-hati.
Laggards/avoiders, adalah sesorang yang bersikap tertutup terhadap hal-hal yang baru. Dapat dikatakan seseorang yang fanatik terhadap cara-cara yang sudah ada sebelumnya (cara lama) senang dengan cara-cara lama, terlalu kritis terhadap hal-hal baru, tidak antusias menggunakan teknologi yang baru, dan ia akan menggunakan/mengikuti sebuah inovasi jika adanya suatu tekanan dan semua orang sudah lama menggunakannya. Sebesar 16 persen terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Ciri-cirinya adalah tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas.
Pada saat ini terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli.
Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal sekolah/ madrasah lainnya (pimpinan sekolah/madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter).
Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di sekolah/madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat, merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan dating., mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya serta mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk, mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri, menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya dan mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
Fakta-fakta juga menunjukkan sering terjadi konflik disuatu sekolah. Konflik dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dihadapkan dengan motif, keyakinan, nilai dan tujuan yang saling bertentangan. Konflik bisa dialami oleh siapapun dan di manapun, termasuk oleh komunitas di sekolah. Siswa, guru, atau pun kepala sekolah dalam waktu-waktu tertentu sangat mungkin dihadapkan dengan konflik.Konflik yang dialami individu di sekolah dapat hadir dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Misalnya, seorang guru berhadapan seorang guru, seorang guru berhadapan dengan sekelompok guru, sekelompok guru tertentu berhadapan dengan sekelompok guru lainnya., dan sejenisnya. Konflik yang terjadi diantara mereka bisa bersifat tertutup, terbuka atau bahkan menjadi konfrontasi. Apabila konflik yang terjadi di sekolah tidak terkelola dan bersifat destruktif, maka selain dapat mengganggu kesehatan dan kualitas kehidupan seseorang, juga dapat mengganggu terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah secara keseluruhan.
Terkait dengan upaya mengelola konflik di sekolah, Daniel Robin (2004) dalam sebuah artikelnya menawarkan tujuh sikap yang diperlukan untuk mencairkan konflik.Ke tujuh solusi itu adalah, define what the conflict is about, It’s not you versus me; it’s you and me versus the problem, identify your shared concerns against your one shared separation, sort out interpretations from facts, develop a sense of forgiveness, learn to listen actively and purify your heart.
Define what the conflict is about,didefinisikan secara jelas konflik apa yang sedang berkembang. Tanyakan pada setiap orang “Ada issue apa?”, lalu tanyakan juga “Apa kepedulian Anda di sini? atau “Apa yang kamu rasakan dan manfaat dari pertengkaran ini”. Secara berkala tanyakan pula “Apa yang ingin Anda capai dan bagamana kita harus mengerjakannya?”.
It’s not you versus me; it’s you and me versus the problem adalah memiliki keyakinan bahwa “Ini bukanlah pertentangan antara anda dengan saya, tetapi ini adalah saya bersama anda melawan masalah itu”. Masalah yang sebenarnya adalah masalah itu sendiri, yang harsus diselesaikan, bukan terletak pada orangnya. Adalah hal yang amat bodoh, jika Anda mencoba mengalahkan salah satu dari antara pihak yang berkonflik, karena suatu saat setelah mereka dikalahkan, meraka akan kembali melakukan pertempuran ulang (rematch) yang terus-menerus, yang mungkin dengan daya tembak yang lebih kuat. Jangan paksa orang untuk bertekuk lutut!.
Identify your shared concerns against your one shared separation adalah melakukan identifikasi orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama dengan Anda dan orang–orang yang justru berseberangan dengan Anda. Jika dihadapkan pada suatu konflik, buatlah semacam kesepakatan dengan kelompok yang memiliki hubungan paling kuat (dimana Anda menyetujuinya), tidak dengan kelompok yang paling lemah. Ini akan lebih mudah dan juga lebih efektif, apabila Anda hendak mengalihkan hal-hal yang disetujui maupun tidak disetujui. Pahami sudut pandang mereka dan berikan penghargaan atas perbedaaan yang ada.
Sort out interpretations from facts yaitu memilah interpretasi berdasarkan fakta. Jangan meminta suatu pendapat dari orang yang sedang berkonflik, karena hanya akan memperoleh pendapat dan penafsiran versi mereka. Tetapi sebaiknya ungkapkan “Apa yang telah kamu lakukan atau katakan?” pertanyaan semacam ini akan lebih menggiring pada fakta, yang selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi pemecahan konflik.
Develop a sense of forgiveness adalah mengembangkan rasa untuk memaafkan. Tidak mungkin terjadi rekonsiliasi tanpa belajar memaafkan kesalahan orang lain. Banyak orang melakukan perdamaian tetapi tidak bisa mengubur kejadian yang sudah-sudah sehingga pada hari kemudian memunculkan lagi pertengkaran. Oleh karena itu, setiap orang penting untuk dibelajarkan mau memaafkan orang lain secara tulus. Yang lalu biar berlalu, hari ini kenyataan dan esok hari adalah harapan!
Learn to listen actively yaitu belajar mendengar secara aktif. Putarlah paradigma dari ungkapan “ Ketika saya bicara, orang lain mendengarkan” menjadi “Ketika saya mendengarkan, orang lain berbicara kepada saya”. Mendengarkan dengan tujuan untuk memahami, bukan untuk menjawab Mulailah dengan berusaha memahami, kemudian menjadi dipahami. Setidaknya dengan cara ini, akan membantu melepaskan ego atau uneg-uneg yang bersangkutan (katarsis).
Purify your heart adalah terakhir, berusaha mensucikan hati. Hati yang bersih merupakan benteng utama dari berbagai serangan dari luar dan juga akan pembimbing kita dalam setiap tindakan. Anda tidak akan mendapatkan konflik atau kekerasan dari orang lain, jika dalam hati dan jiwa Anda bersemayam kebajikan. Rasa benci, iri dan dengki yang bercokol di hati kerapkali menjadi pemicu terjadinya konflik
Pembaharuan Pendidikan
Pada saat ini perlu diusahakan pembaharuan yang menyeluruh dalam institusi pendidikan. Pertama adalah usaha restrukturisasi yaitu proses pelembagaan keyakinan, nilai dan norma baru tentang fungsi dasar, proses dan struktur suatu lembaga untuk menjamin kepastian, keadilan, dan pemanfaatan usaha pendidikan itu sendiri. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sangat mendukung usaha restrukturisasi ini, asal dilaksanakan dengan baik dan tepat. Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu bentuk dari restrukturisasi. Kedua adalah rekulturisasi: yaitu proses pembudayaan perilaku seseorang atau kelompok atas keyakinan, nilai dan norma baru yang diharapkan. Pembudayaan nilai kreativitas, otonomi/kemandirian, dan relevansi pendidikan merupakan kunci rekulturasi.
UNESCO ( dalam Theo Riyanto, 2004) merekomendasikan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran yang amat menunjang proses ini, pada lima konsep pokok paradigma pembelajaran dan pendidikan, yaitu Learning to know, Learning to do, . Learning to live together, Learning to be, Learning throughout life.
Learning to know, guru hendaknya mampu menjadi fasilitator bagi peserta didiknya. Information supplier (ceramah, putar pita kaset) sudah tidak jamannya lagi. Peserta didik dimotivasi sehingga timbul kebutuhan dari dirinya sendiri untuk memperoleh informasi, keterampilan hidup (income generating skills), dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya.
Learning to do, peserta didik dilatih untuk secara sadar mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah pengetahuan, perasaan dan penghendakan. Peserta didik dilatih untuk aktif-positif daripada aktif-negatif. Pengajaran yang hanya menekankan aspek intelektual saja sudah usang.
Learning to live together, adalah tanggapan nyata terhadap arus deras spesialisme dan individualisme. Nilai baru seperti kompetisi, efisiensi, keefektifan, kecepatan, telah diterapkan secara keliru dalam dunia pendidikan. Sebagai misal, sebenarnya kompetisi hanya akan bersifat adil kalau berada dalam paying kooperatif dan didasarkan pada kesamaan kemampuan, kesempatan, lingkup, sarana, tanpa itu semua hanyalah merupakan kompetisi yang akan mengakibatkan yang “kalah” akan selalu “kalah”. Sekolah sebagai suatu masyarakat mini seharusnya mengajarkan “cooperatif learning”, kerjasama dan bersama-sama, dan bukannya pertandingan intelektualistik semata-mata, yang hanya akan menjadikan manusia pandai tetapi termakan oleh kepandaiannya sendiri dan juga membodohi orang lain. Sekolah menjadi suatu paguyuban penuh kekeluargaan dan mengembangkan daya cipta, rasa dan karsa, atau aspek-aspek kemanusiaan manusia. Learning to be, dihayati dan dikembangkan untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Setiap peserta didik memiliki harga diri berdasarkan diri yang senyatanya. Peserta didik dikondisikan dalam suasana yang dipercaya, dihargai, dan dihormati sebagai pribadi yang unik, merdeka, berkemampuan, adanya kebebasan untuk mengekspresikan diri, sehingga terus menerus dapat menemukan jati dirinya. Subyek didik diberikan suasana dan sistem yang kondusif untuk menjadi dirinya sendiri.
Learning throughout life yaitu bahwa pembelajaran tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Pembelajaran dan pendidikan berlangsung seumur hidup. Pelaku pendidikan formal hendaknya berorientasi pada proses dan bukan pada hasil atau produk semata.
Ketiga adalah refigurasi yaitu proses perekayasaan figur atau tokoh sebagai model atau teladan (kepala sekolah, guru, pamong, orang tua) agar yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kesanggupan melembagakan dan membudayakan keyakinan, nilai dan norma baru pendidikan yang diharapkan. Pelaku pendidikan hendaknya menuntut dirinya untuk menjadi figur, model panutan, teladan bagi peserta didik. Kita sekarang ini lagi menderita kemiskinan idola pendidik.
Proses pendidikan sebenarnya juga merupakan proses mempengaruhi orang lain. Pendidik memberikan pengaruhnya kepada para peserta didik. Pendidik menyediakan diri sebagai teladan yang patut diteladani dan menjadi kebanggaan bagi peserta didik, terutama kepribadiannya secara menyeluruh. Pendidik hendaknya sadar bahwa dirinya merupakan teladan kedewasaan, kematangan perasaan, efektivitas dan integritas pribadinya. Maka kualitas kepribadian pendidik sangat menentukan dalam proses pendidikan. Namun yang lebih penting lagi adalah mutu dan tanggungjawab relasi dan komunikasi pribadi yang dibangunnya dengan seluruh anggota komunitas sekolah.
Pendidikan pada era teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada intinya Era teknologi informasi & komunikasi menyebabkan ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan siswa dan masa depan, Penguasaan teknologi informasi & komunikasi menjadi literasi dasar (di samping baca-tulis-hitung), Sekolah/ pendidikan bukan lagi sebagai satu-satunya pangkalan ilmu pengetahuan, Proses pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke arah multi sumber, Kesenjangan antara school knoledge dan out of school knowledge semakin lebar. Sepuluh Mega Trend belajar menurut Endang Abutarya, 2007 yang perlu dipraktekkan adalah, belajar melalui kehidupan kita, belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan, belajar berfokus pada kebutuhan nyata, belajar dengan seluruh kemampuan otak, belajar bersama, belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya, belajar langsung dari berpikir, belajar melalui Pengajaran/pembelajaran, belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat?) untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar serta belajar bagaimana belajar.
Lebih lanjut Endang Abutarya, 2007 mengatakan praktek belajar yang sebenarnya adalah, Anda belajar berbicara dengan berbicara, Anda belajar berjalan dengan berjalan, Anda belajar stir mobil dengan berkendara, Anda belajar mengetik dengan mengetik, Anda belajar paling baik adalah dengan mempraktikkan, Anda belajar memecahkan masalah dengan mempraktikkan memecahkan masalah, Anda belajar menulis, dengan anda mempraktikan menulis