Rabu, 30 Mei 2012

REFORMASI DAN PENILAIAN KINERJA GURU, OLEH : Nelson Sihaloho

Saat ini banyak perubahan mendasar yang dilakukan oleh pemerintah khususnya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menata kualitas guru. Standar kompetensi gurupun mulai mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Mulai dari dikeluarkannya Undang-undang guru dan dosen, sertifikasi guru, Permen PAN RB dan Penilaian Kinerja Guru (PKG) secara berkelanjutan. Adanya kebijakan itu sebenarnya membawa konsekuensi bahwa profesi guru saat ini bahkan dimasa depan akan menjadi ujung tonggak dalam penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas khususnya dalam mendidik para peserta didik. Ihwal reformasi guru dan penilaian kinerja guru itu jugalah yang melandasi dilakukannya perubahan dalam sertifikasi gru dalam jabatan mulai dari pola pemberian sertifikasi langsung, portofolio, pendidikan latihan pendidikan guru (PLPG) dan yang terbaru adalah Ujian Kompetensi Awal (UKA). Sejak pemerintah memberlakukan uji sertifikasi terhadap guru diduga banyak penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya sehingga setiap kali dilakukan uji sertifikasi model dan bentuknya pun diubah. Pada akibatnya berimbas pada guru-guru atau peserta kuota baru dimana pelaksanaannya semakin diperketat. Pada hal apabila dianalisis dan dikaji secara mendalam praktik-praktik tidak fair yang dilakukan oleh oknum-oknum guru termasuk Tim Panitia Sertifikasi Guru dalam uji sertifikasi hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang konkrit apakah mutu dan kualitas guru yang telah disertifikasi bahkan mendapatkan tunjangan profesi satu kali dari gaji pokok itu sudah meningkat atau sebaliknya?. Ihwal inilah yang terus menjadi sorotan publik mengapa masih banyak guru-guru yang telah lulus sertifikasi kinerjanya tidak meningkat. Sudah sejauh mana evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam menilai kinerja guru. Apakah kelak melalui PKG pemerintah mampu memetakan kualitas guru secara fair dan objektif. Suatu bukti awal bahwa PKG semestinya harus mampu memberikan penilaian objektif terhadap mutu dan kualitas guru baik itu kinerja, profesionalisme serta kemampuan guru merencanakan karir termasuk kepangkatannya untuk tepat waktu. Sesuai dengan Permen PAN RB dan PKG diprediksikan seorang guru akan lebih sulit naik pangkat dan akan memaksimalkan kemampuan kinerja guru untuk berbuat lebih baik menuju profesionalisme yang andal sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Karena itu tugas guru sebagai jabatan profesional sudah semestinya memberikan yang terbaik pada peserta didik dan mempertanggungjawabkan semua tugas-tugas profesionalisme secara akuntabel. Praktik-praktik tidak fair yang diduga selama ini menjadi celah bagi para guru untuk “mengakali” bahkan melakukan penyimpangan terhadap jabatan profesionalismenya akan dihadapkan dengan semakin ketatnya aturan dan pemenuhan beban kerja guru. Karena itu guru harus memiliki strategi yang andal dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya dengan benar, terukur, terencana dan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Bahkan guru harus siap mengikuti semua perubahan-perubahan yang terjadi dalam konteks era global dan reformasi khususnya dalam peningkatan mutu dan kualitas profesionalismenya. PKG dan Jam Wajib Guru dengan tugas profesionalismenya dituntut untuk mampu memenuhi standar. Standar merupakan kriteria yang telah ditetapkan bahkan sekolah pun wajib melakukannya sehingga kinerja guru dapat terukur sesuai dengan instrumen pengukuran. Peningkatan kinerja professional guru akan mendukung karir guru secara kolektif pada suatu sekolah dan akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru secara nasional. Sebab PKG yang dilakukan berlaku secara nasional dan memiliki standar nasional. Hal itu dilakukan oleh pemerintah untuk menyamakan persepsi satu visi, penilaian yang seragam terhadap guru dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Mengutip hasil studi Teaching and Learning International Survey (TALIS), OECD (2009) terhadap 70.000 guru di 23 negara menyatakan bahwa sistem penilaian kinerja dan penyerapan umpan balik berpengaruh baik terhadap peningkatan mutu pelaksanaan pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif. Intinya PKG merupakan program yang strategis dalam peningkatan mutu pendidikan. Untuk peningkatan mutu guru, pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui penerbitan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menggantikan Kepmen PAN No.84 itu. Penilaian Kinerja Guru (PKG) merupakan serangkaian proses kegiatan menghimpun, mengolah dan menafsirkan data mengenai kemampuan guru untuk menampilkan atau melaksanakan kegiatan pembelajaran. PKG merupakan penilaian (Performance Appraisal) yang difokuskan pada kinerja individu, mengidentifikasi kemampuan guru dalam mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas. Intinya PKG memiliki dua fungsi utama yaitu, menilai kemampuan guru dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mendeskripsikan profil kinerjanya dan mengkonversikan hasil penilaian sebagai dasar perhitungan angka kredit dalam pengembangan karirnya. Pelaksanaan kegiatan penilaian kinerja guru (PKG) akan berlaku secara efektif mulai tahun 2013. Pemerintah telah nmemberikan waktu sosialisasi sejak tahun 2010. Tujuan PKG adalah, menghimpun informasi yang akurat tentang kinerja guru, menetapkan kategori kualitas kinerja berdasarkan strandar kinerja, menghimpun informasi sebagai dasar peningkatan mutu pembelajran dan bimbingan. Meningkatkan penjaminan peserta didik memperoleh pelayanan belajar yang berkualitas, meningkatkan motivasi guru dalam rangka memperkuat komitmen untuk melaksanakan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara professional serta meningkatkan citra, harkat, martabat profesi guru, meningkatkan penghormatan dan kebanggaan terhadap guru. Adapun manfaat PKG adalah, sebagai dasar pengambilan keputusan kepala sekolah untuk mengusulkan kenaikan pangkat, sebagai bahan kajian dan dasar pertimbangan dalam meningkatkan mutu kinerja guru secara berkalanjutan melalui program Pengembangan Kerprofesian Berkelanjuran (PKB). Sebagai dasar penyusunan kurikulum pelatihan serta sebagai bukti penjaminan bahwa guru memiliki motivasi kerja, kesadaran, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, dan komitmen pengabdian dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik. Sementara itu untuk kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional dimana terdapat 14 kompetensi guru (mata pelajaran) dan 17 kompetensi untuk guru bimbingan konseling. Pelaksanaan PKG didasarkan pada prinsip, mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu Permenegpan nomor 16 tahun 2009, pelaksanaan harus valid, adil, transparan, dapat diverifikasi dan dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Berfungsi sebagai pengembang karir guru dan terintegrasi pada program Pengembangan Keprofesional Berkelanjutan (PKB) dan program Pengelolaan Kinerja Rendah (PKR). Penilaian berdasarkan kinerja yang dapat diobservasi dengan memperhatikan sampel yang valid dari pelaksanaan tugas guru sehari-hari. Pelaksanaan penilaian harus memenuhi syarat valitidas, reliabelitas, dan praktis, pengelola PKG wajib memahami seluruh dokumen penilaian. Semua guru wajib mengikuti penilaian kinerja dalam waktu yang sama untuk keperluan kenaikan jenjang jabatan/pangkat serta penilaian dilaksanakan secara objektif, adil, akuntabel, membangun, transparan, praktis. berorientasi pada tujuan, berkelanjutan, dan rahasia. Semua guru, baik yang telah bersertifikat maupun yang belum bersertifikat harus memenuhi jam wajib mengajar minimal, yakni 24 jam. Pemenuhan jam wajib mengajar terkait erat dengan pengajuan PAK (yang baru) yang akan diberlakukan tahun 2013. Khusus untuk yang mendapat tugas tambahan, pemenuhan jam disesuaikan dengan PP 74 Tahun 2008. Khusus untuk ketentuan guru yang telah mengikuti kegiatan sertifikasi, jam minimal wajib mengajar adalah minimal 24 jam-maksimal 40 jam atau sesuai dengan jam kerja PNS 37,5 jam. Guru yang mengajar pada Kejar Paket A, B, atau C tidak bisa diperhitungkan jam mengajarnya. Guru Mapel SMP (selain Penjasorkes dan Agama) tidak boleh mengajar di SD, karena guru SD pada dasarnya adalah guru kelas Penambahan jam pada struktur kurikulum paling banyak 4 jam per minggu berdasarkan standar isi KTSP. Program pengayaan atau remedial teaching tidak diperhitungkan jam mengajarnya. Pembelajaran ekstrakurikuler tidak diperhitungkan jam mengajarnya, meskipun sesuai dengan sertifikasi mata pelajaran. Pembelajaran Team teaching tidak diperbolehkan kecuali untuk mata pelajaran Produktif di SMK. Guru Bahasa Indonesia yang mengajar Bahasa Jawa, jam mengajar Bahasa Jawanya tidak diperhitungkan. Mata Pelajaran yang serumpun adalah IPA dan IPS dan hanya boleh untuk tingkat SMP. Pengembangan diri siswa tidak diperhitungkan jam mengajarnya Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 akan efektif berlaku tanggal 1 Januari 2013. Peraturan ini mengatur tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam peraturan ini guru dinilai kinerjanya secara teratur setiap tahun melalui Penilaian Kinerja Guru (PKG). Disamping itu, guru wajib mengiktui Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) setiap tahun. PKB terdiri atas Pengembangan Diri (PD) serta Publikasi Ilmiah (PI) dan/atau Karya Inovatif (KI). PKB dalam bentuk PD harus dilakukan guru sejak golongan III/a, dan mulai golongan III/b sampai ke IV/e selain melakukan PD juga harus melakukan PI dan/atau KI. Selain melakukan PD, PI dan/atau KI, untuk golongan IV/c ke IV/d juga harus melakukan Presentase Ilmiah di depan Tim Penilai. Kegiatan PKG dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah atau Asesor yaitu guru senior yang telah melalui dan lulus pelatihan PKG. Adapun domain yang menjadi sasaran kegiatan PKG adalah 4 (empat) kompetensi guru, yaitu pedagogik, kepribadian, social kompetensi profesional. Sedangkan langkah-langkah PKG adalah sebelum melakukan PKG sebaiknya Kepala Sekolah/Asesor melakukan langkah-langkah yaitu Kepala Sekolah/Asesor mempersiapkan instrumen PKG, Kepala Sekolah/Asesor berkoordinasi dengan guru ternilai menyampaikan rencana PKG terhadap dirinya meliputi 4 kompetensi seorang guru dan memastikan guru yang bersangkutan tidak perlu terganggu dan tetap melakukan proses pembelajaran sebagaimana mestinya di kelas, artinya tidak perlu ada rekayasa oleh guru dalam mengajar. Kepala Sekolah/Asesor menilai kinerja guru menggunakan instrumen yang ada. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pengamatan langsung di kelas dan/atau memeriksa dokumen-dokumen guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Kegiatan ini dikenal sebagai PKG formatif untuk mengetahui profil kinerja guru dan menjadidasar penyusunan progarm PKB guru. Menganalisis/menghitung perolehan hasil Kinerja Guru yang dinilai menggunakan tabel konversi sesuai Permeneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 dan/atau tabel lainnya yang telah dimodifikasi oleh penilai untuk memudahkan proses penghitungan, mengidentifikasi kinerja guru berdasarkan beberapa indikator yang nilainya di bawah standar untuk dijadikan dasar dalam kegiatan PKB guru yang bersangkutan. Pada kegiatan ini Kepala Sekolah/Asesor bersama guru ternilai mendiskusikan indikator-indikator yang nilainya di bawah standar dan menyepakati hasil yang ada dan tindak lanjut peningkatannya melalui program PKB, baik PKB yang bersifat informal dan/atau formal. Memerintahkan koordinator PKB yang telah ditunjuk untuk menyusun rencana/jadwal dan pelaksanaan PKB bagi guru. Pada kegiatan ini diharapkan setelah guru mengikuti PKB kinerjanya dapat meningkat dari yang sebelumnya. epala Sekolah/Asesor melakukan PKG sumatif dan hasilnya dijadikan dasar perhitungan perolehan Angka Kredit guru yang dinilai dalam 1 (satu) tahun. Kepala Sekolah mengusulkan DUPAK guru kepada Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya di tingkat Kabupaten/kota. Berkarya dan Inovatif Diberlakukannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya merupakan penyempurnaan Keputusan Menpan No. 84/1993. Penyempurnaan sebagaimana dalam Permen PAN-RB itu memperhatikan Usul Menteri Pendidikan Nasional dengan surat Nomor 175/MPN/KP/2007 tanggal 15 November 2007, Pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara dengan surat Nomor K 26-30/V 165-1/93 tanggal 23 Desember 2008. Sebanyak 10 item perlu dipahami oleh Guru tentang Permen PAN RB yaitu jabatan fungsional guru, guru adalah pendidik professional, kegiatan pembelajaran, kegiatan bimbingan, pengembangan keprofesian berkelanjutan, tim penilai Jabatan Fungsional Guru adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dan bertugas menilai prestasi kerja Guru, angka kredit, penilaian kinerja , Daerah Khusus serta program induksi adalah kegiatan orientasi, pelatihan di tempat kerja, pembimbingan, dan praktik pemecahan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Guru. Karya Inovatif yakni menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya. Adapun penunjang tugas Guru, meliputi memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya, memperoleh penghargaan/tanda jasa, melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas Guru, antara lain membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ ekstrakurikuler dan sejenisnya, menjadi organisasi profesi/kepramukaan, menjadi tim penilai angka kredit dan/aatau menjadi tutor/pelatih/instruktur. Jenjang Jabatan Fungsional Guru sesuai dengan Permen No. 16 Tahun 2009 dari yang terendah sampai dengan tertinggi, Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya dan Guru Utama. Guru Pertama, Penata Muda, golongan ruang III/a dan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b. Guru Muda, Penata, golongan ruang III/c dan Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. Guru Madya, Pembina, golongan ruang IV/a, Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b dan Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c. Guru Utama, Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d dan Pembina Utama, golongan ruang IV/e. Sedangkan jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh setiap Pegawai Negeri Sipil untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat Guru pun berubah. Jika sebelumnya 80 % unsur utama dan 20 % unsur penunjang maka, kini menjadi 90 % unsur utama dan 10 % unsur penunjang. Guru harus terus lebih giat berkarya dan berinovasi, sesulit apapun sistem yang dibuat jika guru memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan tugasnya Permen PAN RB itu akan mampu dilampaui oleh guru-guru yang professional. Kita patut mendukung sepenuhnya tujuan pemerintah untuk meningkatkan mutu profesionalisme guru di negeri ini. Karena itu kunci utama guru mampu memenuhi semua tuntutan dalam PKG maupun PKG adalah melaksanakan karya-karya inovatif. Karya-karya guru yang bermutu akan mendapatkan penghargaan setara dengan hasil kinerjanya. Intinya reformasi guru bukanlah mereformasi total seluruh sistem yang ada tetapi guru harus mampu mereformasi dirinya untuk memenuhi semua ketentuan sebagaimana dipersyaratkan oleh pemerintah. Tidak ada kata sulit untuk melaksanakan PKG maupun PKB sepanjang guru memiliki komitmen yang tinggi untuk terus belajar dan belajar. (disarikan dan dihimpun dari berbagai sumber).

CATATAN PEMBINAAN KESISWAAN

Catatan pengembangan bidang kesiswaan di sekolah LPIR AAJANG MENGASAH KEMAMPUAN SISWA MENELITI Oleh : Nelson Sihaloho Abstrak: Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam mengembangkan potensi, watak dan peradaban bangsa. Peningkatan kualitas SDM khususnya dilingkungan sekolah dapat dilakukan dengan melakukan penelitian dibidang IPA, IPS maupun bidang teknologi. Melalui penelitian diharapkan bakat, minat dan kemampuahn siswa akan semakin terasah serta mampu menjadikan sekolah sebagai garda terdepan dalam melakukan riset-riset ataupun penelitian. Berbagai moment dan agenda penting yang telah menjadi kalender of event dilakukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) seperti OSN,FO2SLN maupun Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) merupakan suatu kompetisi untuk meningkatkan mutu dan kualitas SDM. Sekolah yang mampu menunjukkan prestasi apabila lolos menjadi finalis dan berhasil meraih juara akan menjadi bahan penilaian khusus pada standar nasional pendidikan (SNP) oleh instansi terkait khususnya pada indikator kinerja kunci tambahan (IKKT). Intinya dapat disimpulkan bahwa kegiatan LPIR yang merupakan salah satu agenda penting Kemdikbud dan rutin dilakukan setiap tahun secara signifikan akan mengasah kemampuan siswa dalam bidang penelitian ataupun riset-riset. Kata kunci: Lomba, Penelitian, Ilmiah dan Remaja. Pendahuluan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) tingkat SD, SMP dan SMA diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjenmandikdasmen). Khusus untuk SMP diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan SMP merupakan suatu ajang kompetisi karya ilmiah remaja yang diperuntukkan untuk siswa di seluruh Indonesia. Kegiatan ini merupakan suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama memotivasi siswa, guru dan sekolah untuk berperan mengikuti perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Peran serta siswa, guru dan sekolah secara signifikan cukup baik terbukti dnegan jumlah naskah karya ilmiah yang diterima oleh panitian setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Kemdikbud (2011) pada tahun 2006 naskah yang masuk sebanyak 754 naskah, tahun 2007 sebanyak 1134 naskah, tahun 2008 sebanyak 1051 naskah, tahun 2009 sebanyak 1332 naskah, tahun 2010 sebanyak 1105 naskah serta tahun 2011 sebanyak 1113 naskah. Sebagaimana sumber Kemdikbud (2011) menjelaskan bahwa dengan jumlah naskah yang masuk ke pihak panitia terus mengalami peningkatan itu merupakan indikasi positif dalam upaya peningkatan mutu pendidikan terutama adanya peningkatan motivasi sekolah dan guru untuk memfasilitasi siswanya mengikuti lomba penelitian ilmiah remaja. Fasilitasi yang dilaksanakan oleh pihak sekolah dan guru kepada siswa diharapkan menjadi salah satu pendukung pilar peningkatan mutu pendidikan yang sedang dilaksanakan oleh Kemdikbud sebagai visi dan misinya dalam pembangunan pendidikan nasional. Meski demikian banyak hambatan yang dihadapi oleh suatu sekolah dalam mengasah bakat dan kemampuan siswa khususnya dalam bidang penelitian. Masalah yang dihadapi diantaranya khususnya sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang jadwalnya cukup padat. Jadwal belajar yangdimulai pada pukul 07.15 akan berakhir dengan pukul 15.30 WIB. Berbeda dengan sekolah reguler dan sekolah standar nasional (SSN) dengan jadwal sekolah dimulai pada pukul 07.15-14.00 WIB memiliki banyak peluang dan waktu untuk mempersiapkan siswanya untuk melakukan penelitian. Namun permasalahan yang muncul dilapangan bukan hanya pada masalah waktu, tetapi masalah lainnya adalah seperti biaya, sarana dan prasarana pendukung penelitian ditambah dengan berbagai faktor penghambat lainnya akan menjadikan sekolah khususnya para guru pendamping siswa sering mengalami kewalahan dalam mempersiapkan siswa untuk LPIR. Pengalaman penulis selama membimbing siswa dalam LPIR banyak hambatan dan kesulitan yang harus disingkirkan agar karya penelitian siswa bisa lolos menjadi finalis. Tahun 2006 misalnya dalam lomba lingkungan hidup tingkat SMP yang dilaksanakan oleh Dirjen Mandikdasmen, Kemdinas di pusatkan di Ciawi Bogor sangat terasa bahwa karya yang lolos benar-benar qualified. Tapi dalam presentase karya ilmiah tersebut banyak yang harus diperbaiki khususnya dalam mengkaji hasil-hasil penelitian maupun dalam memaparkan hasil-hasil penelitian. Tiga tahun kemudian pada tahun 2009 bertempat di Grand Hotel Jakarta juga demikian, hasil karya penelitian siswa yang lolos masuk finalis dipresentasekan dihadapan dewan juri penulis akui masih banyak kekurangannya. Tahun 2011 bertempat di Hotel Solo Paragon, Surakarta, Semarang Jawa Tengah sebanyak 2 naskah karya siswa bimbingan penulis lolos masuk finalis bidang IPA dan IPS. Tatkala dipresentasekan dihadapan dewan juri ternyata setelah dilakukan pemaparan penulis mengakui masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki baik dalam metode penelitian maupun dalam memaparkan hasil-hasil penelitian. Berbagai permasalahan sebagaimana diuraikan diatas mengindikasikan bahwa karya penelitian yang bisa masuk finalis adalah karya-karya yang berbobot, bermutu dan memang layak masuk finalis sesuai dengan kriteria penilaian yang dilakukan oleh Tim Pusat. Tujuan dan Hasil yang Diharapkan Sebagaimana data Kemdikbud tahun 2011 bahwa tujuan diadakannya LPIR adalah meningkatkan apresiasi siswa terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kesadaran siswa secara dini terhadap peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan serta menumbuhkan rasa ingin tahun, kreativitas dan inovasi para remaja melalui kegiatan penelitian. Kemudian memberikan ajang komunikasi kelompok ilmiah remaja (KIR), menumbuhkembangkan suasana kompetitif yang sehat di bidang penelitian, mengembangkan iklim yang akademis untuk meningkatkan kreativitas siswa serta mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara ilmiah. Sedangkan hasil yang diharapkan dalam kegiatan LPIR adalah terwujudnya suasana iklim akademis disekolah melalui peningkatan kreativitas, kemampuan berkomunikasi secara ilmiah dan kepedulian terhadap permasalahan yang berkembang di masyarakat serta terpilihnya karya ilmiah siswa terbaik dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Keterangan Foto: Salah satu siswa bidang lomba IPS sebelum mepresentasekan karya iliah dihadapan dewan juri di hotel Solo Paragon. Penulis ketika sedang mengikuti kegiatan “Tour Education” di Candi Borobudur yang merupakan suatu rangkaian kegiatan LPIR tahun 2011. Pembahasan Membimbing siswa dalam karya tulis ilmiah khususnya karya ilmiah remaja termasuk salah satu kegiatan yang paling sulit bagi setiap siswa maupun guru apalagi lolos finalis. Berdasarkan pengalaman penulis sebagus apapun karya-karya yang dibuat oleh siswa apabila tidak pernah dilombakan ataupun dinilai oleh orang lain dapat dibuktikan bahwa karya-karya yang dikerjakan belum tentu bermutu. Untuk membuktikan bahwa karya-karya siswa dan guru dikatakan profesional adalah melalui kompetisi dan lomba. Sekolah bermutu dan favorit adalah sekolah yang benar-benar menciptakan iklim belajar yang menyenangkan dan kondusif dalam lingkungan sekolah. “Learning is fun atau belajar menyenangkan merupakan “atmosfir keberhasilan awal” dalam melakukan riset-riset ataupun penelitian dilingkungan sekolah. Penelitian-penelitian yang bemutu akan lahir dari lingkungan suatu sekolah apabila pihak sekolah mengimplementasikan budaya meneliti. Dengan menanamkan semangat keberhasilan dan “berpikir bisa” semua berbagai bentuk dan ragam hasil-hasil penelitian akan berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Keterangan foto: Penulis bersama Diyah Budi Avriani, Juliyanti usai melapor ke pihak panitia di Hotel Solo Paragon berfoto ditempat gedung utama tempat berlangsungnya acara pembukaan LPIR tahun 2011. (foto/ist). Belajar ataupun bekerja pada bidang-bidang yang diminati terlebih lagi didukung dengan bakat serta talenta yang sesuai, akan memberi semangat dalam mempelajari atau menjalaninya. Namun seringkali remaja memilih suatu bidang ekstra kurikuler yaitu bidang yang sedang popular, tanpa sempat mencerna terlebih dahulu dan memahami bidang yang akan dipelajari. Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Menurut John Holland, minat adalah aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan perasaan ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan. Minat dapat menjadi indikator dari kekuatan seseorang di area tertentu dimana siswa akan termotivasi untuk mempelajarinya dan menunjukkan kinerja yang tinggi. Bakat akan sulit berkembang dengan baik apabila tidak diawali dengan adanya minat pada bidang yang akan ditekuni. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Dalam mengembangkan kompetensinya remaja tetap membutuhkan bimbingan dari orang tua dan lingkungan rumah maupun sekolah. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru untuk mengambangkan bakat dan minat siswa yaitusejak usia dini cernati berbagai kelebihan, ketrampilan dan kemampuan yang tampak menonjol pada anak, membantu anak dalam meyakini dan fokus pada kelebihan dirinya. Mengembangkan konsep diri positif pada anak, perkaya anak dengan berbagai wawasan, pengetahuan, serta pengalaman di berbagai bidang. Mengusahakan berbagai cara untuk meningkatkan minat anak untuk belajar dan menekuni bidang-bidang yang menjadi kelebihannya, meningkatkan motivasi anak dan melatih kemampuannya, stimulasi anak untuk meluaskan kemampuannya dari satu bakat ke bakat yang lain. Memberikan penghargaan dan pujian untuk setiap usaha yang dilakukan anak, menyediakan fasilitas atau sarana untuk mengembangkan bakat anak, mendukung anak untuk mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan bakatnya. Sejalan dengan peningkatan mutu sumberdaya manusia, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (Direktorat PSMP), Ditjen Mandikdasmen, telah melakukan berbagai upaya, baik pengembangan mutu pembelajaran, pengadaan sarana dan prasarana, perbaikan manajemen kelembagaan sekolah, maupun pembinaan kegiatan kesiswaan. Peningkatan mutu diarahkan kepada guru sebagai tenaga kependidikan yang berperan sentral dan strategis dalam memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik di sekolah. Peningkatan mutu guru merupakan upaya mediasi dalam rangka pembinaan kesiswaan. Dalam pembinaan kesiswaan terlingkup program kegiatan yang langsung melibatkan peserta didik (siswa) sebagai sasaran, termasuk program yang melibatkan guru sebagai mediasi atau sasaran antara (tidak langsung). Sasaran akhir dari kinerja pembinaan kesiswaan adalah perkembangan siswa yang optimal, sesuai dengan karakteristik pribadi, tugas perkembangan, kebutuhan, bakat, minat dan kreativitasnya. Pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung jawab semua tenaga kependidikan. Setiap guru sebagai pendidik seyogianya memahami, menguasai, dan menerapkan kompetensi bidang pembinaan kesiswaan. Fungsi dan tujuan akhir pembinaan kesiswaan secara umum sama dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; sebagaimana tercantum dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. Sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi program pembinaan kesiswaan tersebut di atas, maka strategi yang digunakan meliputi pelatihan (terintegrasi dan distrik), lokakarya, kunjungan sekolah (school visit), dan perlombaan/ pertandingan (bersifat kompetisi). Penggunaan jenis strategi harus bersifat fleksibel, artinya dapat digunakan satu strategi untuk program tertentu dan atau beberapa strategi dikombinasikan dalam pelaksanaan satu atau beberapa program, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pelaksanaan. Penutup Pembinaan kesiswaan berkaitan erat dengan bagaimana kita mempersiapkan siswa untuk mampu mengembangkan potensi, minat, bakatnya dengan optimal. LPIR merupakan salah satu kegiatan dalam bidang pembinaan kesiswaan dimana siswa difokuskan untuk melakukan penelitian sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Meskipun kegiatan penelitian terasa sulit namun apabila dilakukan secara berkelanjutan siswa akan mampu menjadi peneliti-peneliti muda yang berprestasi. Menciptakan iklim dan kompetisi yang sehat pada lingkungan sekolah melalui berbasis penelitian dan riset akan melahirkan siswa-siswa yang andal. Perlu dicermati bahwa dengan membudayakan iklim penelitian sejak dini pada lingkungan sekolah maka potensi bakat dan minat siswa akan tersalurkan. Bidang kesiswaan harus mendapatkan perhatian yang serius dari pihak sekolah termasuk pengembangan kurikulum bidang pembinaan kesiswaan sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan bakat, minat dan potensi siswa. (* dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan). TULISAN INI TELAH DIMUAT PADA NAJALAH TEGAS

PENDIDIKAN

Kurikulum Bermutu dan Deep Learning Oleh: Nelson Sihaloho Abstrak: Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) diberlakukan untuk memberikan kewenangan kepada guru ataupun sekolah untuk menyusun sendiri kurikulum dengan tetap mengacu pada standar nasional pendidikan (KTSP). Kurikulum bermutu akan melahirkan siswa bermutu. Kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat harus dimanfaatkan oleh semua pihak khususnya para guru untuk membuktikan kompetensi profesionalismenya. Selain itu kurikulum yang disusun akan menggambarkan suatu kedalam isi (SI), kompetensi dasar (KD) sehingga standar kelulusan siswa (SKL) akan dapat terukur, akuntabel dan berbanding lurus dengan prestasi anak didik. Kurikulum yang disusun hendaknya mampu menciptakan suasanan belajar yang mendalam (deep learning) sehingga inovasi kurikulum yang berkelanjutan akan memberikan kontribusi terhadap pendidikan bermutu. Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa kurikulum bermutu dan deep learning ada hubungan yang signifikan antara keduanya. Kata kunci : kurikulum, deep learning. Pendahuluan Pembaharuan sistem pendidikan kita memasuki era baru. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang diberlakukan sejak beberapa tahun silam memberikan pencerahan maupun suasana yang beru terhadap para pendidik untuk menyusun sendiri kurikulum yang menjadi bidang tugas pokoknya. Meski demikian pembaharuan kurikulum sering dikaitkan adanya perubahan sistem politik. Berbagai kepentingan yang termasuk masuk di dalamnya menimbulkan lebih banyak ”penolakan” terhadap adanya perubahan itu. Mengutip pendapat Fullan (2001) ”The New Meaning of Educational Charge” mengatakan bahwa akan timbul perbedaan persepsi antara pemegang kebijakan dan pelaku kebijakan untuk setiap perubahan pada sektor pendidikan. Dari sisi pemegang kebijakan, terdapat asumsi dasar bahwa guru cenderung kurang menyukai adanya perubahan. Umumnya pemegang kebijakan kurang memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi pada saat dilaksanakannya proses pembelajaran. Bennie dan Newstead (1999) juga menguraikan ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kendala dalam implementasi kebijakan pendidikan apabila dikaitkan dengan kurikulum. Beberapa faktor itu adalah waktu, harapan-harapan dari pihak orangtua, minimnya buku-buku pelajaran pada saat implementasi kurikulum baru dilaksanakan serta kurang jelasnya konsep kurikulum dan pengetahuan. Charles dan Jones (1973) juga mengungkapkan bahwa, setiap perubahan pada sektor pendidikan seharusnya diikuti dengan upaya mengamati berbagai bentuk operasional dilapangan sebagai tindak lanjut dan implementasi dari kebijakan. Banyak kendala yang harus diantisipasi agar tidak menimbulkan masalah yang besar dan kompleks khususnya dalam bidang pendidikan itu sendiri. Hargreaves ( 1995) juga menyatakan seringkali terjadi bahwa implementasi suatu kurikulum baru tidak diikuti dengan pengimbangan kemampuan guru dan tindakan bagaimana meningkatkan guru-guru sebagai ujung tombak dalam impelemtasi kurikulum. Hal tersebut juga didukung oleh Fennema dan Franke (1992) bahwa kemampuan baik secara keterampilan dan pengetahuan seorang guru akan mempengaruhi prose pembelajaran di kelas dan menentukan sejauh mana kurikulum dapat diterapkan. Studi yang dilakukan oleh Taylor dan Vinjevold (1999) mengungkapkan bahwa kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh rendahnya pengetahuan konseptual guru, kurang penguasaan terhadap topik yang diajarkan dan kesalahan interpretasi dari apa yang tertulis dalam dokumen kurikulum. Menurut Middleton (1999) juga menyatakan bahwa, berhasil tidaknya implementasi kurikulum yang diperbarui cenderung ditentukan oleh persepsi atau keyakinan yang dimiliki oleh tenaga pengajar atau guru. Bennie dan Newstead (1999) menyarankan untuk diadakannya penataran bagi guru secara intensif untuk dapat memahami filosofi dan substansi dari kurikulum yang baru. Laporan UNDP tahun 2006 menunjukkan Human development Indeks (HDI) Indonesia berada pada posisi 108 dari 109 negara bahkan disinyalir Indonesia sudah berada dibawah negara Vietnam. Untuk menjawab tantangan peningkatan mutu pendidikan diperlukan inovasi kurikulum yaitu kurikulum bermutu. Inovasi kurikulum dilakukan untuk menjadikan siswa sebagai subjek dan siswa didorong untuk menemukan sendiri apa yang mereka pelajari. Dalam kondisi inilah deep learning (belajar mendalam) akan dialami oleh siswa sebagai bentuk implementasi siswa sebagai subjek. Maka usaha yang perlu dilakukan adalah perbaikan kurikulum (inovasi kurikulum) melalui inovasi dokumen, inovasi pengembangan dan inovasi praktek kurikulum di dalam kelas. Seperti perubahan pola pembelajaran di dalam kelas dari traditional rote learning menjadi inquiry based learning. Sebagaimana menurut Joyce & Weil, 1991:198, inquiry adalah “designed to bring students directly into scientific process through exercise that compress the scientific process into small periods of time” . Inquiry adalah pola dan pendekatan pembelajaran dengan meletakkan siswa sebagai subjek dan harus didorong menemukan sendiri apa yang sedang mereka pelajari. Inquiry based learning, dikenal ada level dalam proses pemebelajaran, yaitu surface learning (belajar dangkal) dan deep learning (belajar mendalam). Inquiry based learning akan berkorelasi dengan Deep learning . Menurut Marton&Saljo (1976) mengidentifikasi dua level proses belajar yang dinamakan “surface process” dan “deep process”. Lebih lanjut kedua ahli menyimpulkan surface level process ditandai bila siswa hanya belajar text itu sendiri atau hanya melalui proses menghafal. Deep level process siswa belajar menangkap arti dari materi yang sedang dipelajari, belajar untuk mengerti dan mengidentifikasi hubungan antar konsep dan variable-variabel yang dipalajari. Brown&Atkin (1991) juga membedakan proses belajar siswa atas dua yaitu “surface learning” dan “deep learning”. Deep learning ditandai oleh proses keaktifan siswa untuk mmenemukan arti dan pengertian terhadap materi yang sedang dipelajari, sedangkan surface learning ditandai oleh proses menghafal materi yang sedang dipelajari. Biggs (1988: 130) menegaskan “ deep learning is used by many the more successful students in high school and university, they search for structure and meaning and do so while organizing their time and context optimally”. Artinya deepapproach to learning sangat penting dilakukan untuk meningkatkan keterlibatan siswa secara fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Keterlibatan mental siswa secara mendalam dalam operasi berfikir, menganalisa, mensintesa hingga pada tahap menemukan apa yang dituntut oleh tujuan pembelajaran kompetens/ materi yang sedang dipelajari akan meningkatkan pengauasaan materi pelajaran secara tingkat tinggi. Ryan (1974) mengatakan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran tingkat tinggi (higer involvement) adalah suatu yang sangat penting untuk mewujudkan hasil belajar yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan pendekatan belajar mendalam (deep learning approach) harus melakukan proses pembelajaran berbasis riset. Menurut Gay, 1992:7, riset (research) “ is the formal, systematic application of scientific methods to the study of problems”. Belajar dengan melakukan penelitian atau setidak-tidaknya memakai pola pemikiran riset dalam pembelajaran akan membawa anak didik ke dalam proses belajar mendalam. Untuk melaksanakan pola pembejalaran berbasis riset maka, minimal ada lima langkah yang harus ditempuh dalam proses pembelajaran. Ke lima langkah itu adala, ada masalah yang merupakan masalah penelitian, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data melalui prosedur dan tehnik yang tepat, mengolah data dengan tehnik yang tepat serta menguji hipotesis untuk mengambil kesimpulan. Menurut Bari Djamarah (1994:21) belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. James O. Wittaker menyatakan belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedangkan Cronbach menyatakan belajar yang efektif adalah melalui penglaman. Lebih lanjut Howard L. Kingsley menyatakan belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan sebagaimana dikutip (dalam Dalyono, 2006: 104). Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan 2 unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan sebagai hasil dari proses belajar. Sehingga dilihat dari pengertian prestasi dan belajar tersebut maka dapat diambil kesimpulan prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan. Bentuk perubahan dari hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah Benjamin S. Bloom Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Benjamin S. Bloom itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu ranah proses berfikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap (affective domain) serta ranah keterampilan (psychomotor domain). Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek itu adalah pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis) serta penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation). Menurut Taksonomi Bloom (Sax ,1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu receiving, responding, valuing, organization and characterization by evalue or calue complex. Menurut Andersen (1981:4) menyatakan bahwa pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Beberapa ahli banyak menjelaskan penilaian hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung. Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja. Kurikulum Bermutu Webster’s (1857), mendefenisikan kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh para siswa untuk dapat naik kelas atau mendapat ijazah. Robert Zais (1976) mengatakan kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau untuk memperoleh ijazah. William B. Ragan (1963), Beauchamp (1964), dan Harold B. Alberti Cs. (1965) mendefinisikan kurikulum menekankan pada aspek pengalaman dan kegiatan belajar siswa. Intinya kurikulum adalah semua pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan oleh (guru) sekolah dan dialami siswa, baik itu yang dilaksanakan di kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah sekalipun. Pengertian kurikulum yang lebih luas dan komprehensif dikemukakan oleh J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller (1973) dan Alice Miel (1945). Ketiga ahli tersebut melihat kurikulum bukan hanya berkenaan dengan mata pelajaran dan kegiatan belajar, tetapi juga menyangkut sarana prasarana, metode, waktu, sistem evaluasi, dan administrasi supervisi. Simpulannya kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu kurikulum sebagai sebuah dokumen yang berisi rencana pengalaman-pengalaman belajar yang akan dipelajari dan dikuasai oleh para siswa dalam rentang waktu tertentu atau disebut dengan kurikulum tertulis (written curriculum), dan kurikulum sebagai pengalaman dan kegiatan belajar yang dialami siswa secara nyata atau yang disebut dengan kurikulum nyata (real curriculum). Untuk mengembangkan kurikulum nyata diperlukan sejumlah faktor pendukung mulai dari bahan ajar, sarana prasarana, media/sumber belajar, metode, dan sistem evaluasi. Ada sejumlah prinsip pengembangan kurikulum yang perlu diperhatikan agar kurikulum dapat dinilai bermutu yaitu prinsip relevansi, efektivitas, efesiensi serta fleksibilitas. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan dengan mengacu kepada sejumlah aturan perundangan mulai dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Permendiknas No. 24/2006 dan No. 6/2007 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006. Saat ini kita dihadapkan pada tantangan era globalisasi. Era globalsiasi ditandai dengan perubahan dalam konsep ruang dan waktu, pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). Kemudian terjadinya peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan serta meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain. Secara lebih khusus, ciri-ciri globalisasi ditandai dengan berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional, penyebaran prinsip multi kebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya. Berkembangnya turisme dan pariwisata, semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain, berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain serta bertambah banyaknya event-event berskala global. Untuk menciptakan pendidikan guru yang berkualitas, berdasarkan beberapa hasil penelitian Darling-Hammond. dan Bransford (Ed.) (2005: 394) menyatakan bahwa minimal ada tiga elemen penting dalam desain program pendidikan guru yang harus diperbaiki. Ketiga elemen tersebut adalah konten pendidikan guru, proses pembelajaran yang berkenaan dengan penyusunan kurikulum serta konteks pembelajaran, yang berkenaan dengan penciptaan proses pembelajaran kontekstual. Lang dan Evans (2006: 3) secara lebih gamblang menyatakan bahwa penciptaan program pendidikan bermutu dapat didasarkan atas esensi-esensi program pendidikan guru diantaranya keberartian teori disertai pengalaman praktisnya, kerja sama antara perguruan tinggi dengan komunitas pendidikan lainnya, teori dan praktis dalam keterampilan generic dan refleksi serta diskusi tentang efektivitas keterampilan tersebut. Memberikan penekanan proses pada bagaimana cara mahasiswa belajar untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis, kemampuan untuk mengorganisasikan pembelajaran,penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, penerapan alternatif asesmen dan teori motivasi serta membangun profesionalisme berbasis penelitian Minimal ada lima kapabilitas yang harus terus menerus dibangun guru dalam rangka mengembangkan kualitasnya (Darling-Hammond. et.al. ,1999; Nicholss, G., 2002, dan Lang dan Evans, 2006). Kelima kapabilitas itu adalah konten pengetahuan yang diajarkan, tingkat konseptualisasi, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, komunikasi interpersonal dan kapabilitas ego. Kapabilitas ego berhubungan dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun responsibilitas diri terhadap lingkungan. Aspek lain yang penting dalam rangka membangun kualitas guru adalah usaha mewujudkan guru sebagai peneliti. Pelaksanaan penelitian di dalam kelas merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya akan memberi kontribusi positif ganda. Kontribusi itu adalah peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata, peningkatan kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Peningkatan keprofesionalan pendidik, penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian. (****). (Dihimpun dari berbagai sumber dan rujukan : Darling-Hammond. (Ed.).1999. Teaching as the Learning Profession. San Francisco: Jossey-Bass Publishing, License to Teach. San Francisco: Jossey-Bass Publishing, Preparing Teachers for a Changing World. San Francisco: Jossey-Bass Publishing, 2005, Powerful Teacher Education. San Francisco: Jossey-Bass Publishing, 2006, etc)