Jumat, 28 November 2014

Profesi Guru dan Kinerja

Profesionalisme Guru dan Tuntutan Kinerja Oleh : Nelson Sihaloho Abstrak Guru sebagai pendidik profesional bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi. Guru wajib mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan profesionalnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsionalnya, karena pendidikan masa depan menuntut keterampilan profesi pendidikan yang berkualitas. Dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial. Guru merupakan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mendayagunakan kriteria tersebut, maka para guru akan menunjukkan performansi yang baik. Program sertifikasi guru akan menjadi kontrol yang mendorong para penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan profesionalismenya dan memberikan layanan maksimal kepada para stakeholders. Program sertifikasi merupakan implikasi dari Undang-undang Guru dan Dosen sebagaimana termaktub dalam UU.RI. No. 14 Tahun 2005. Kata kunci: Profesi, Guru dan Kinerja. Pendahuluan Pendidikan bermutu saat ini menuntut adanya paradigma baru dalam manajemen pendidikan yang difokuskan pada empat pilar yaitu mutu, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi. Ciri-ciri mutu sebagai bentuk pelayanan kepada pelanggan ditandai dengan; ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan (unsur menyenangkan pelanggan), bertanggung jawab atas segala keluhan (complain) pelanggan, kelengkapan pelayanan, kemudahan mendapatkan pelayanan, variasi layanan, pelayanan pribadi, kenyamanan serta ketersediaan atribut pendukung.(Slamet, 1999). Demikian halnya dengan tugas guru, dimana guru yang profesional harus selalu kreatif dan produktif dalam melakukan inovasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk menyiapkan guru yang inovatif merupakan kendala yang sangat sulit, apabila dikaitkan dengan sistem kesejahteraan terhadap tenaga guru di Indonesia yang jauh dari memadai. (Surya, 2005:5). Lebih lanjut Raths (dalam Sukmadinata, 2002:192) mengemukakan bahwa untuk menjadi guru yang profesional dan berkualitas dituntut untuk memiliki 12 kemampuan. Kemampuan itu yakni; (1) explaining, informing, showing how, (2) initiating, directing, administering, (3) unifying the group, (4) giving security, (5) clarifying attitudes, beliefs, problems, (6) diagnosing learning problems, (7) Making curriculum materials, (8) evaluating, recording, reporting, (9) enrichment community activities, (10) organizing and arranging classroom, (11) participating in professional and civic life, and (12) participating in school activities. Program peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga harus memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan khususnya para orangtua. Kepuasan dan kebanggaan dari para orangtua sebagai penerima manfaat layanan pendidikan terutama anak-anaknya harus menjadi acuan terhadap program peningkatan mutu layanan pendidikan. Guru sebagai ujung tonggak dan terdepan dalam memberikan layanan pendidikan tatkala mereka mengajar dan mentransfer ilmu pengetahuan di kelas atau di luar kelas (outbond) dituntut untuk mengedepankan tugas profesionalismenya. Masalahnya sekarang apakah guru telah menunjukkan kinerjanya sesuai dengan sertifikat “guru profesional” yang disandangnya sebagaiman tersurat dalam sertifikat yang diperolehnya?. Upaya dan Solusi Untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru dalam suatu institusi pendidikan, diperlukan berbagai upaya berupa peningkatan motivasi kerja, kinerja atau produktivitas kerja, pemberian berbagai jenis dan bentuk pelatihan pendidikan profesional serta berbagai kegiatan profesional lainnya. Balitbang Depdikbud (dalam Fattah, 2000:59) mengemukakan bahwa ada lima upaya dalam meningkatkan kualitas guruyaitu; meningkatkan kemampuan profesional, upaya profesional, kesesuaian waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional, kesesuaian antara keahlian dengan pekerjaannya serta kesejahteraan yang memadai. Sweeney dan McFarlin, 2002:83) menyimpulkan bahwa motivasi merupakan “The Big Issue, … the most important issue in organizational behavior”. Kinerja guru tidak hanya ditunjukkan berupa hasil kerja, akan tetapi termasuk perilaku kerja. Murphy dan Cleveland (1991:92) menyatakan bahwa: “Job Performance should be defined in term of behavior or in term of the results of behavior”. Stoner dan Wankel, 1993:159) menyatakan bahwa “kinerja ialah hasil kerja secara nyata yang ditunjukkan oleh individu”. LAN (1993:3) menyebut performansi sebagai kinerja yaitu “gambaran tentang tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran. Harley (dalam Siagian, 1996:14) menyebut kinerja sebagai upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan untuk menghasilkan keluaran dalam periode tertentu. Fattah (2004:19) mengartikan performansi sebagai “ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Kinerja guru dipengaruhi oleh beberapa faktor dan merupakan permasalahan, yaitu faktor kualifikasi standar guru dan relevansi antara bidang keahlian guru dengan tugas mengajar, (Taufik, 2002:244). Gibson et al. (1985:51-53) mengemukakan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja individu, yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis individu. Cascio (dalam Sukmalana, 2003:21) menyatakan bahwa abilitas dan motivasi merupakan faktor-faktor yang berinteraksi dengan kinerja, motivasi berprestasi berhubungan dengan kinerja, profesionalisme berhubungan dengan kinerja serta motivasi berprestasi berhubungan dengan profesionalisme dan kinerja. Pendapat tersebut dikuatkan oleh (Abdullah, 2002:39) serta Cahyono (Hasanah, 2003:102) yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang tidak langsung mempengaruhi kinerja ialah manusia, modal, metode, produksi, lingkungan organisasi, lingkungan negara, lingkungan regional serta dan umpan balik. Karena itu guru harus profesional dan berkinerja tinggi, menguasai sejumlah standar kompetensi dan penjabaran berbagai sub kompetensi dan pengalaman belajar yang terkandung dalam kompetensi pedagogik, profesionalisme, sosial, dan kepribadian sesuai rumusan yang dihasilkan oleh Asosiasi LPTKI Indonesia pada tahun 2006 itu. Guru harus mampu menunjukkan profilnya sebagai guru berkualitas sesuai tuntutan era globalisasi. Guru yang profesional dan berkinerja tinggi juga dituntut untuk mampu merencanakan karirnya dengan tepat waktu sebagaimana tuntutan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) maupun penilaian kinerja guru (PKG). Kini guru dan pengawas pendidikan dihadapkan pada tuntutan profesionalisme. Untuk Guru aturan kenaikan pangkat dan angka kreditnya diatur dalam PERMEN PANRB No. 16 Tahun 2009 dan PERMENDIKBUD No. 35 Tahun 2010. Sedangkan Pengawas Pendidikan diatur dalan PERMEN PANRB No. 21 Tahun 2010 termasuk sanksinya sebagaimana tertera pada pasal 34 itu apabila pengawas tidak mampu naik pangkat 5 tahun akan dibebaskantugaskan sementara dari jabatan pengawas. Pemerintah Harus Tegas Selain tuntutan kinerja, guru dan pengawas juga dituntut untuk melakukan publikasi ilmiah. Sebab sulit bagi guru dan pengawas untuk beranjak dari jabatan sekarang. Sangat ironis selama hampir 20 tahun tidak ada usaha pemerintah melakukan tindakan tegas terhadap para guru dan pengawas yang berkinerja rendah. Tidak ada secarik kertas pun berupa sanksi yang diberikan kepada guru ataupun pengawas yang kinerjanya rendah tersebut. Dugaan pembiaran atas kebijakan yang “setengah hati” itu seakan identik dengan opini umum “jangan-jangan sudah mendapat restu dari pimpinan”. Wajar saja ada anggapan irrasional itu jika para kepala daerah juga membiarkan kebijakan dan peraturan yang nyata-nyata dengan tegas telah diundangkan tidak menjalankan aturan itu dengan baik. Ironis memang dinegara ini, guru dan pengawas tidak pernah menulis dan melakukan publikasi ilmiah malah diberikan tugas menatar dan mendiklat guru untuk bidang materi “menyusun karya ilmiah dan publikasi ilmiah”. Banyak kerancuan lainnya yang terjadi dilapangan seperti “pengawas meski lebih rendah pangkatnya dari pada orang yang diawasinya diduga berperilaku “petantang-petenteng”. Apabila hal tersebut terus dibiarkan akan menimbulkan preseden buruk dinegeri ini terutama dalam menciptakan pemerintahan yang baik termasuk aturan kepegawaian sebagai aparatur negara. Kini sudah saatnya para guru dan pengawas bangkit dengan memulai menjalankan profesionalime dengan baik sesuai tugas pokok masing-masing melakukan publikiasi ilmiah atau karya inovatif. Jangan sampai “guru profesional” sebagaimana tersurat dalam sertifikat pendidik itu menjadi pajangan dan “saksi bisu” ketidakmampuan guru dan pengawas dalam mengembangkan profesinya. Selain itu tindakan tegas dari pemerintah untuk menerapkan setiap peraturan dengan baik harus diimplementasikan bahwa kinerja harus terukur serta berbasis bukti. Semoga. (penulis ada;ah pemerhati pendidikan, tinggal di kota Jambi).