Pendidikan di Era Teknologi dan Informasi Komunikasi
Oleh: Nelson Sihaloho
Banyak tulisan yang diulas para ahli-ahli pendidikan khususnya pendidikan di era teknologi dan informasi komunikasi. Berbicara tentang pendidikan pada era teknologi dan informaso komunikasi maka dapat kita bayangkan betapa akan membuka tabir dan jurang yang lebar antara kawasan pedesaan dengan perkotaan. Meski demikian teknologi yang terus mengalami kemajuan begitu pesat akan selalu mengakibatkan kemajuan disatu pihak dan ketertinggalan dikawasan pedesaan khususnya kawasan-kawasan terisolir.
Demikian halnya dengan pendidikan kita, setiap tahun terus diterpa berbagai masalah mulai dari dugaan bocornya kunci jawaban Ujian Nasional (UN) yang disebarkan melalui teknologi informasi komunikasi (internet) hingga dugaan kunci jawaban yang diedarkan melalui SMS oleh Tim Sukses UN. Belum lagi masalah-masalah lainnya seperti sertifikasi guru, gedung-gedung reyot, guru tidak naik pangkat hingga puluhan tahun, anggaran biaya pendidikan sebesar 20 % dari APBN justeru lebih banyak digelontorkan untuk belanja dan pembangunan sarana fisik hingga belanja pelatihan peningkatan mutu pendidikan.
Terlepas dari itu semua kita patut melakukan terobosan-terobosan baru bagaimana agar pendidikan kita yang terus tertinggal dengan negara-negara maju mampu secara bertahap mengejar ketertinggalan kita dengan bangsa lain. Era teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan siswa bahkan untuk kebutuhan akan masa depan. Penguasaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi literasi dasar dimana sekolah/ pendidikan bukan lagi sebagai satu-satunya lumbung ilmu pengetahuan.
Selain itu proses pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke arah multi sumber, terjadinya kesenjangan antara school knowledge dan out of school knowledge yang semakin lebar. Persoalan lainnya adalah apakah para guru bisa menjadi manajer pembelajaran dengan menempatkan siswa menjadi klien, sama seperti klien pengacara atau profesi lain. Mengacu pada prinsip-prinsip pembelajaran yang seharusnya merefleksikan tentang apa yang kita ketahui tentang bagaimana terjadinya proses belajar. Belajar merupakan proses interaktif dan sistem yang kompleks, pemusatan belajar dapat menjadi luas dan interdisipliner, kurikulum memberi ruang kepada sikap, persepsi, dan kebiasaan mental dalam memfasilitasi belajar.
Pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa serta menggunakan pengetahuan dan reasoning yang kompleks lebih bermakna dari pada membebani siswa dengan menghafal informasi. Banyak kalangan pelajar menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan. Tercerabutnya kegairahan belajar, selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis, juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang menyekat ruang-pengajar-dan-pelajar dan membatasi kemampuan otak manusia. Paradigma ini sering berimplikasi pada hilangnya kepercayaan diri siswa ketika berhadapan dengan materi-materi pelajaran yang seolah-olah sulit, karena siswa dianggap mempunyai otak yang terbatas. Satu sisi selain itu mereka tidak dianggap sebagai pusat kreasi yang dapat menjalin kemitraan dengan pengajar mengakibatkan terjadinya sekat struktural antara pengajar dan siswa. Pada titik kronis pengajar seolah-olah memegang otoritas mutlak ilmu, sehingga kritik adalah suatu hal yang bertentangan. Suasana batin paradigma ini akan berpengaruh secara luas pada metode belajar-mengajar yang tidak kondusif terhadap perkembangan rohani peserta didik. Metode belajar- mengajar yang diterapkan hanya mengakomodasi karakter umum pelajar dalam menyerap pelajaran, sehingga kecenderungan-kecenderungan spesifik siswa dalam menyerap pelajaran diabaikan. Buku Bobbi Deporter dan Mike Hernacki yang berjudul asli Quantum Learning: Unleashing The Genius in You yang menunjukkan gagasan baru dan dalam metodologi belajar-mengajar yang diterangkannya secara gamblang dan sederhana. Dengan merujuk rumus fisika kuantum E = mc2, DePorter menyodorkan gagasan yang mengadopsi teori quantum sebagai paradigma dalam pendidikan. Paradigma ini menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap manusia dan memperlihatkan suatu kenyataan bahwa proses belajar atau bahkan proses hidup adalah aktivitas untuk meraih sebanyak mungkin cahaya. Melalui interaksinya dengan cahaya, manusia dapat mencipta sebanyak mungkin energi. Otak manusia sebagai pusat seluruh proses penyerapannya adalah materi yang apabila berinteraksi secara intensif dengan cahaya akan menghasilkan energi yang luar biasa. Metode belajar quantum bermula dari upaya Gergori Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai suggestology atau suggestopedia. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti memberikan hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Beberapa teknik yang digunakan dalam metode belajar quantum adalah menciptakan sekondusif mungkin ruang belajar untuk membangun sugesti, seperti memasang musik latar di dalam kelas, mendudukkan pelajar secara nyaman, meningkatkan partisipasi individu, dan menyediakan guru-guru yang terlatih dengan baik dalam seni pengajaran sugesti. Dalam belajar dengan metode quantum, sekat struktural antara pengajar dan siswa dihilangkan semaksimal mungkin. Penciptaan suasana yang menjalin saling pengertian antara pengajar dan pelajar merupakan suatu hal yang penting. Teori Neurolingustik (NLP) yang mempelajari bagaimana otak mengatur informasi diaplikasi dalam metode belajar ini. Dengan pengetahuan NLP guru dapat mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan yang positif dan jalinan kebersamaan yang erat antara siswa dan guru. Selain itu, pensuasanaan dan kesiapan para peserta didik menjadi perhatian yang menonjol dalam metode quantum. Suasana ruang belajar ditata semenarik mungkin agar mampu menciptakan keadaan yang gembira dari awal pelajaran dimulai hingga proses belajar berakhir. Pelajaran dimulai dengan melakukan aktivitas fisik selama beberapa menit untuk melemaskan otot-otot. Kemudian, relaksasi tubuh dan revisualisasi positif dari keberhasilan sebelumnya menempatkan siswa dalam mental yang prima dan perhatian yang relaks terhadap apa saja yang terjadi di kelas. Suasana eksternal yang kondusif dan keadaan internal yang segar menjadi prioritas utama dalam belajar dengan metode quantum. Pengembangan Model Belajar Ada beberapa model belajar yang terus dikembangkan oleh para pakar pendidikan dewasa ini. Bahkan model-model belajar akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Demikian halnya dengan teknologi pembelajaran selain tersedianya jaringan teknologi informasi (internet) kini model-model pembelajaran dikembangkan secara praktis oleh para ahli-ahli pendidikan. Dari berbagai model yang ada seperti pengembangan peta pikiran yang diprakarsai oleh Buzan. Menurut (1993) bahwa otak manusia bekerja mengolah informasi melalui mengamati, membaca, atau mendengar tentang sesuatu hal berbentuk hubungan fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak parsial terpisah satu sama lain dan tidak dalam bentuk narasi kalimat lengkap. Buzan mengemukakan bahwa cara belajar siswa yang alami (natural) adalah sesuai dengan cara kerja otak seperti di atas berupa pikiran. Buzan mengemukakan bahwa kemampuan otak manusia dapat memproses informasi berupa bahasa sebanyak 600 – 800 kata permenit. Dengan kemampuan otak seperti itu dibandingkan dengan kemampuan komputer sangat tinggi. Jika benar-benar dimanfaatkan secara optimal, setiap kesempatan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran diri dalam segala hal. Hanya sayang banyak orang yang mengabaikannya atau digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri, misalnya berangan-angan, menonton, mengobrol atau bercanda tanpa makna. Goldman (2005) mengemukakan bahwa struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan. Kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow) antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan banyak. Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat bahwa metakognitrif dapat dimanfaatkan untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi. Kemampuan metakognitif setiap individu akan berlainan, tergantung dari variabel meta kognitif, yaitu kondisi individu, kompleksitas, pengetahuan, pengalaman, manfaat, dan strategi berpikir. Holler, dkk. (2002) mengemukakan bahwa aktivitas metakognitif tergantung pada kesadaran individu, monitoring, dan regulasi. Komponen meta kognitif menurut Sharples & Mathew ada tujuh yaitu refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler berpendapat tentang komponen metakognitif adalah kesadaran, monitoring, dan regulasi. Hasil penelitian Jack Canfield (1992) mengungkapkan bahwa seorang anak yang masih polos-natural, setiap hari biasa menerima 460 komentar negatif dan 75 komentar positif dari orang yang lebih tua dalam kehidupannya. Akibatnya sungguh mengejutkan, anak yang pada awalnya secara alami penuh keyakinan, keberanian, suka tantangan, ingin mencoba, ingin tahu dengan pengaruh komunikasi negatif yang lebih dominant dari orang sekelilingnya, ternyata lama kelamaan keyakinannya terguncang dan rasa percaya dirinya menurun, sehingga dia tumbuh menjadi penakut, pemalu, ragu-ragu, menghindar, membiarkan, dan cemas. Vernon A Madnesen (1983) dan Peter Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana belajar. Jika belajar hanya dngan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10 persen dari mendengar 20 persen dari melihat 30 persen mendengar dan melihat 50 persen mengatakan-komunikasikan mencapai 70 persen dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai 90 persen. Dalam paradigma pembelajaran guru dituntut untuk menyajikan persoalan dan mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur, menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Model belajar saat ini yang banyak mendapatkan perhatian dari para pendidik adalah model koperatif (Cooperative Leraning), Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning), Realistik (RME, Realistic Mathematics Education), Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization. Kemudian Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning), Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL, Problem Based Learning), Problem Posing, Problem Terbuka (OE, Open Ended), Probing-Prompting, Pembelajaran Bersiklus (cycle learning), Reciprocal Learning, SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy), TGT (Teams Games Tournament), VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic), AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition), TAI (Team Assisted Individualy), STAD (Student Teams Achievement Division). Kemudian ada NHT (Numbered Head Together), Jigsaw, TPS (Think Pairs Share), GI (Group Investigation), MEA (Means-Ends Analysis), CPS (Creative Problem Solving), TTW (Think Talk Write), TS-TS (Two Stay – Two Stray), CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending), SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review), SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review), MID (Meaningful Instructionnal Design), KUASAI, CRI (Certainly of Response Index), DLPS (Double Loop Problem Solving), DMR (Diskursus Multy Reprecentacy). Model lainnya adalah CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition), IOC (Inside Outside Circle), Tari Bambu, Artikulasi, Debat, Role Playing, Talking Stick, Snowball Throwing, Student Facilitator and Explaining, Course Review Horay, Demonstration, Explicit Instruction, Scramble, Pair Checks, Make-A Match, Mind Mapping, Examples Non Examples, Picture and Picture, Cooperative Script, LAPS-Heuristik, Improve, Generatif, Circuit Learning, Complete Sentence, Concept Sentence, Time Token, Take and Give, Superitem, Hibrid, Treffinger, Kumon dan Quantum. Multimedia Pembelajaran Dalam konteks teknologi informasi, multimedia dipandang sebagai revolusi ketiga, setelah komputasi (otomatisasi) dan internet (jaringan). Otomatisasi yang difasilitasi oleh komputer sebagai revolusi pertama, mampu melakukan analisis dan penyimpanan data digital, memudahkan manusia melakukan pekerjaan rutin, rumit dan berat. Sebagai revolusi kedua, internet sangat berjasa dalam memperkaya sumber daya informasi sehingga interaksi dan kualitas pengambilan keputusan dalam menjalani kehidupan, sehingga menjadi lebih cerdas. Multimedia berkontribusi menginteraksikan unsur estetika dengan kedua revolusi sebelumnya, sehingga memungkinkan terciptanyan keterlibatan ekspresi diri ke dalam teknologi digital dalam bentuk komunikasi visual. Kemampuan ini menghasilkan fungsi layanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Dalam catatan sejarah setidak-tidaknya telah terjadi empat revolusi besar pada bidang teknologi pembelajaran.Pertama, terjadi ketika orang tua menitipkan anak kepada seorang guru untuk mendapatkan pendidikan. Kedua terjadi ketika manusia mengenal tulisan. Tulisan merupakan lambang-lambang yang disepakati bersama guna menyampaikan suatu pesan. Perkembangan budaya tulis semakin pesat saat memasuki revolusi ketiga, yaitu ditemukannya mesin cetak. Mesin cetak membawa efek yang sangat luas dalam komunikasi tulisan, yang semula buku ditulis dan disalin oleh orang perorang, maka setelah ditemukannya mesin cetak, tulisan dapat diterbitkan secara masal. Dipenghujung abad 20 terjadi revolusi yang sangat menakjubkan, yakni revolusi elektronik. Revolusi elektronik pada bidang teknologi pembelajaran dimulai sejak ditemukannya citra bergerak (motion picture) tahun 1910, siaran radio (1930), televisi pendidikan (1950), serta komputer dan internet (1980). Pada awal abad 21 merupakan kelanjutan dari revolusi elektronik. Pada masa ini, dikenal berbagai istilah berkaitan dengan pembelajaran elektronik atau sering disebut elearning. Konsep elearning sendiri mencakup terminologi yang sangat luas, dari mulai pembelajaran plus elektronik hingga electronic based learning. Saat ini di sekolah telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikaksi (TIK). Pendayagunaan TIK dalam pendidikan pada dasarnya adalah suatu kelanjutan proses revolusi pembelajaran yang masih belum selesai. Bahkan akan terus berlanjut hingga ditemukannya sistem teknologi baru yaitu education learning news. Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan media dalam pembelajaran akan mendukung efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Penelitian Francis M. Dwyer membuktikan bahwa setelah lebih dari tiga hari pada umumnya manusia dapat mengingat pesan yang disampaikan melalui tulisan sebesar 10 persen, pesan audio 10 persen, visual 30 persen, audio visual 50 persen dan melakukan maka akan mencapai 80 persen. Masalahnya adalah tidak semua materi pelajaran dapat dilakukan sendiri secara nyata. Multimedia mengalami perkembangan konsep sejalan dengan berkembangnya teknologi pembelajaran. Faktor yang Mempengaruhi Teknologi pembelajaran dapat dilihat sebagai bidang yang mempunyai perhatian khusus terhadap aplikasi, meskipun prinsip dan prosedurnya berdasar pada teori. Kawasan bidang ini telah melalui pergulatan antara pengaruh nilai, penelitian,dan pengalaman praktisi, khususnya pengalaman dengan teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Bidang ini kemudian berkembang tidak hanya berupa pengetahuan teoritik tetapi juga pengetahuan praktis. Teknologi Pembelajaran telah dipengaruhi oleh teori dari berbagai bidang kajian. Akar teori ini dapat ditemui dalam berbagai disiplin, termasuk bidang psikologi, rekayasa, komunikasi, ilmu komputer, bisnis, dan pendidikan secara umum. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap teknologi pembelajaran adalah desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan maupun penilaian. Teori dan penelitian tentang Belajar-Mengajar memiliki pengaruh terhadap desain, baik dalam penentuan tugas-tugas belajar, penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, penentuan materi pembelajaran dan sebagainya. Studi yang dilakukan Flemming (1987) menyimpulkan tentang karakteristik-karakteristik persepsi yang relevan untuk perancangan, meliputi pengorganisasian, perbandingan dan kontras, warna kemiripan, nilai dan informasi yang disajikan. Teori Shannon dan Weaver (1949) tentang proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Berikutnya, pemikiran Belo tentang Model SMCR (Sender, Massage, Channel, Receiver), dan beberapa teori lainnya dalam bidang komunikasi secara umum telah menjadi landasan dalam proses pengembangan. Menurut Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Molenda dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci seni yang digunakan dalam perancangan visual, yaitu pengaturan, keseimbangan dan kesatuan. Teori dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum, prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan teknologi elektronik yang canggih. Rogers (1962) mengeksplorasi tentang gejala difusi inovasi. Menurut Rogers, terdapat empat elemen utama yang beroperasi dalam proses difusi, yaitu bentuk atau karakter inovasi itu sendiri, saluran komunikasi yang ada, waktu, dan sistem sosial yang berlaku. Studi Havelock (1971) tentang model pengembangan dan penyebaran dan interaksi sosial, lebih menekankan pada usaha-usaha menghubungkan para pemakai dengan sumber pengetahuan baru. Studi Lazarfield (1944) mengungkapkan tentang informasi yang sampai kepada para tokoh yang berpengaruh (opnion leaders), yang pada awalnya berupa transfer informasi sederhana, kemudian informasi itu diteruskan kepada para pengikutnya. Dari berbagai pengalaman kegagalan inovasi teknologi pada skala besar, telah mendorong perlunya perencanaan dan perubahan keorganisasian, administratif dan individu (Cuban, 1986). Teknologi Pembelajaran muncul akibat pengaruh aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanisme dalam komunikasi, motivasi, dan produktivitas. Metodologi dan teori pengelolaan telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang pengelolaan sumber dan proyek, termasuk pengelolaan perubahan. Akhir-akhir ini mulai tumbuh perhatian mengenai efektivitas pembiayaan, sehingga kerangka teori ekonomi pun mulai digunakan dalam teknologi pembelajaran, seperti penggunaan teori ekonomi pengelolaan sumber yang dikembangkan oleh Henderson dan Quandt (1980). Masuknya pandangan kognitivisme dan konstruktivisme dalam desain pembelajaran, telah membawa implikasi terhadap proses analisis kebutuhan dengan cakupan yang lebih luas. Teknologi pembelajaran menurut Striebel (1991) mengemukakan pendapatnya bahwa komputer bukanlah hanya sekedar bentuk sistem penyampaian, tetapi sebagai suatu lingkungan yang memiliki nilai-nilai tertentu dengan segala kecenderungannya. Bowers (1988) juga memberikan suatu tantangan yang meragukan bahwa teknologi betul-betul bersifat netral dan dapat dibentuk untuk memenuhi segala tujuan yang diinginkan. Gerakan teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga mengajukan perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Kekuatan teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri. Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek munculnya stimulus yang realistik, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang cepat, menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak antara pengajar dan pembelajar. Perancang yang terampil dan kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam mengintegrasikan media, menyelenggarakan pengendalian atas pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas, dan bahkan mampu mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang dan lingkungan kerja setiap individu. Teknologi, selain mampu menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media pembelajaran yang lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di lapangan dengan digunakannya sarana berbasis komputer untuk menunjang tugas perancangan teknologi pembelajaran.(*Dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber-sumber relevan). . |