Jumat, 25 Maret 2011

PENDIDIKAN

Pendidikan dan Industrialisasi
Oleh: Nelson Sihaloho
Menurut Bezuidenhout dalam pembangunan industri ada tiga aspek penting yaitu struktur, strategi, dan kebijak industri. Struktur industri di suatu negara akan sangat berhubungan dengan sektor dominan dalam sistem ekonomi negara baik itu hubungan antara negara dan pasar serta dengan cara mengatur fungsi produksi dan reproduksi.
Strategi industri adalah bagaimana suatu negara mengubah struktur industri untuk memfasilitasi pembangunan industrinya. Tujuan strategi industri adalah mengarahkan atau menstruktur industri untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi, seperti menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan.
Ketika kita berbicara masalah pembangunan industri apalagi dengan adanya penempatan industri pada suatu kawasan maka sumber daya manusia (SDM) terampillah yang kelak akan menyelesaikan pembangunan kawasan industri tersebut. Perekruitan SDM-SDM andal mulai dari pekerjaan awal proyek hingga finishing dengan sistem rancang bangun struktur modern akan menjadi out come betapa SDM-SDM terampil yang ditempa di dunia pendidikan itulah pada akhirnya yang mampu menjawab tentang pembangunan industri. Apalagi jika industri-industri yang telah dibangun itu beroperasi dan menghasilkan berbagai barang produk unggulan bernilai ekonomi tinggi dengan pangsa pasar yang cukup luas maka sektor pendidikan sebenarnya merupakan garda terdepan dalam pembangunan SDM andal.
Namun apabila berbicara dari sisi ekonomi, sektor pendidikan yang sering diidentikkan dengan “human investmen” itu pada akhirnya sering “di anaktirikan” oleh para pelaku ekonomi dan industri. Hal itu bisa dibuktikan dengan “minimnya” penghargaan terhadap para pelaku pendidikan khususnya guru sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”.
Lebih ironis, kendati perusahaan-perusahaan berskala besar, multi nasional termasuk perusahaan industri “go public” terus mendapatkan profit keuntungan yang berlipat ganda mereka seakan-akan lupa bahwa SDM-SDM yang mampu memberikan keuntungan besarterhadap perusahaan merupakan produk pendidikan.
Kebijakan industri saat ini dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing global dengan mendorong value chain yang identik dengan peningkatan nilai (value).
Mengutip pendapat Porter (1998) mengidentifikasi satu rangkaian aktivitas yang umum ada pada perusahaan yaitu barang masuk (inbound logistic), operasi, barang keluar (outbound logistic), pemasaran dan penjualan, dan layanan (service). Botchway juga mengedepankan perlunya suatu lembaga pengembangan ekonomi local yang disebut dengan “LEDA” yaitu local economy development agencies melalaui konsep 4-E yaitu employment, employability, enterprise dan environment (ekonomi).
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, kementerian terkait, pihak swasta, dan Pemerintah Daerah misalanya secara bersama-sama telah melakukan “kick off” (dimulainya) Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Penyusunan masterplan ini merupakan tindak lanjut dari direktif Presiden yang disampaikan pada retreat Bogor pada 30 Desember 2010 dan Raker Presiden di JCC tanggal 10 Januari 2011. Pengembangan Masterplan ini diharapkan dapat diselesaikan pada akhir Maret, dan hasilnya akan diluncurkan oleh Presiden bersamaan dengan peresmian proyek-proyek tertentu pada awal April, 2011.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan masterplan ini diharapkan akan menjadi pelaku sejarah, karena pengembangan masterplan ini merupakan langkah awal untuk mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 10 besar dunia di tahun 2025, dan 6 besar dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mencapai hal tersebut, pertumbuhan ekonomi riil harus sekitar 7%-8% per tahun secara berkelanjutan. Sektor pendidikan sebagai penyedia SDM dihadapkan pada tuntutan tentang SDM-SDM andal dan bermutu yang mampu bersaing di era global. Globalisasi di sektor pendidikan dengan segala kompeksitas permasalahan yang melilitnya membutuhkan suatu komitmen tinggi agar pemerintah membiayai seluruh dana operasional pendidikan yang ada dinegeri ini dengan memadai. Anggaran selalu tidak signifikan dengan tuntutan mutu karena tenaga pendidik di negeri ini kompetensi dan profesionalismenya tidak dihargai setara dengan pengabdiannya. Salah satu contoh kecil adalah prinsip pengembangan kurikulum yang menuntut guru harus mengenbangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang tepat. Prinsip pengembangan itu mencakup prinsip relevansi, efektivitas dan fleksibilitas.
Prinsip relevansi merupakan prinsip yang paling mendasar dalam sebuah kurikulum. Prinsip ini juga bisa dikatakan sebagai nafas sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya, kurikulum menjadi tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, relevan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat (dunia kerja).
Prinsip efesiensi dan efektivitas terkait dengan cost yang akan digunakan dan hasil yang akan dicapai dalam implementasi kurikulum. Sebuah kurikulum dikatakan memenuhi prinsip efesiensi apabila kurikulum tersebut memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak terlalu besar. Prinsip fleksibilitas terkait dengan keluwesan dalam tahap implementasi kurikulum. Penerapan prinsip fleksibilitas dalam kurikulum adalah bahwa suatu kurikulum harus dirancang secara fleksibel/luwes sehingga pada saat diimplementasikan memungkinkan untuk dilakukan perubahan untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat kurikulum tersebut dirancang
Tingkatkan SDM
Sumberdaya manusia (human resources) menurut Amstrong (1990) sumberdaya manusia merupakan harta yang paling penting dalam suatu organisasi, oleh sebab itu sumberdaya manusia harus mendapatkan perhatian yang sangat serius agar sasaran organisasi sesuai dengan harapan. Supaya SDM dapat meningkat, maka perlu pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumberdaya manusia berhubungan dengan memberikan individu pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang perlu supaya mereka dapat melaksanakan peranan dan tanggung jawab yang lebih besar dan lebih menuntut kemampuan mereka. Pengembangan SDM merupakan hal yang sangat mendasar. Hubungan antara kinerja ditingkat organisasi dan tingkat nasional, serta investasi dibidang pengembangan SDM adalah hal yang nyata dan persuasif.
Mengutip pendapat Christoper Huhne yang menyatakan bahwa pengadaan tenaga kerja yang berkompeten paling menentukan nasib negara maju dibanding faktor lainnya. Cristtoper Huhne membandingkan kemajuan kebijakan pelatihan nasional di Inggris, Francis dan Jerman. Cristoper Huhne menggambarkan grafik perbedaan kritis dalam kuantitas dan kualitas dari investasi jangka panjang di Inggris dibidang Pendidikan, pelatihan dan pengembangan. Meskipun akhir-akhir ini ada usaha Inggris untuk meningkatkannya, ternyata masih jauh terbelakang dibandingkan negara-negara saingan utamanya. Sebagai perbandingan historis yang dilakukan Cristoper Huhne menyatakan antara jumlah mahasiswa di Inggris dan Jerman sangat mengejutkan. Hasil ini mempersulit usaha untuk berkompetisi dengan jumlah orang-orang Perancis dan Jerman yang terlatih dan berkompeten selama beberapa tahun terakhir ini.
Untuk mencapai SDM yang berkualitas tinggi sesuai standar yang diharapkan dan mampu mengelola sekaligus mempertahankan sumber daya alam yang dimiliki ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian. Manusia merupakan unsur utama dari seluruh kepentingan pembangunan yang menempatkan posisinya pada dua peran yaitu sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek pembangunan.
Paradigma baru pembangunan manusia merupakan proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (inlarging choices of people) untuk mengukur pilihan-pilihan tersebut digunakan indext komposit berdasarkan 3 dimensi parameter. Ke tiga parameter itu adalah derajad kesehatan dan usia hidup (longetivity) yang diukur dengan angka harapan hidup (life expectancy rate), pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kombinasi antara melek huruf dan rata-rata lama sekolah serta standar hidup layak (decent living) penduduk dilihat dari daya beli masyarakat (purchasing power parity) dimana dalam perhitungannya menggunakan ukuran GDP (Gross Domestic Product) riil perkapita yang tidak disesuaikan (adjusted GDP real per capita).
Sementara itu bicara pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil, mandiri dan memilikirasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisplin dan berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan, keahlian dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan.
Usaha peningkatan kualitas penduduk dapat dilakukan melalui tiga jalur strategik sasaran, yaitu usaha perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat, peningkatan pendidikan dalam arti luas, serta meningkatkan partisipasi penduduk dalam pekerjaan (labor participation ratio) dan mengurangi tingkat ketergantungan penduduk non produktif (dependency ratio).
Mutu atau kualitas suatu sekolah memiliki banyak makna. Menurut Zamroni (2009) kualitas sekolah memiliki berbagai makna, bisa berupa suatu konsensus tidak tertulis atas kondisi-kondisi sekolah, yang kemudian menjurus sekolah favorit di satu ujung dan dan sekolah “terlihat” di ujung lain, kualitas input yang ada, kualitas proses yang terjadi, kualitas kurikulum yang tercermin dalam kegiatan sekolah sehari-hari, kualitas output, baik dalam bentuk pencapaian ataupun dalam bentuk “gain score” serta value added, dalam, arti sejauh mana sekolah secara totalitas mengalami peningkatan.
Makna mutu hanya diartikan sebagai kemampuan penguasaan pengetahuan merupakan suatu realitas. Secara sadar dan terencana kondisi ini harus diubah. Perubahan dalam kaitan dengan mutu ini merupakan keharusan, khususnya apabila dikaitkan dengan masa depan, era baru abad 21. Mereka yang tidak mau berubah akan menjadi terasing dan tertinggal zaman. Mengutip pendapat puitis, Eric Hoffer (1971) pemikir berkebangsaan Amerika Serikat menyatakan “In times of change, learners inherit the Earth, while the learned find themselves beautifully equipped to deal with a world that no longer.”
Pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan generasi baru mampu hidup dan sukses menjalani kehidupan di masa depan, maka sekolah harus memahami dan mengidentifikasi kompetensi apa yang diperlukan untuk masa depan itu. Jose J. Soto (2005) mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan dalam era globalisasi adalah memiliki integritas pribadi yang kokoh dengan memegang teguh etika bertanggung jawab bagi kemajuan masyarakatnya dan memegang teguh etika dalam perilaku pribadi dan profesionalnya, menjadi a learning person, senantiasa memperluas dan memperdalam pengetahuan dan skills yang dimiliki.
Memiliki kemampuan berkerjasama dengan segala perbedaan yang dimiliki, menguasai dan memanfaatkan ITC serta mampu mengambil keputusan yang senantiasa berlandaskan kepentingan masyarakat luas. UNESCO menekankan pada empat pilar sebagai kemampuan dasar yang harus dihasilkan oleh dunia pendidikan. Keempat pilar tersebut adalah learning to do (solve daily problems), learning to know (keep learning), learning to be (ethically responsible) and learning to live together (the ability to respect and work with others).
Lebih lanjut Kay (2008) menganalisis perkembangan yang akan terjadi di abad 21 dan mengidentifikasi kompetensi apa yang diperlukan dan menjadi tugas pendidikan untuk mempersiapkan warga negara dengan kompetensi itu. Terdapat 5 kondisi atau konteks baru dalam kehidupan berbangsa, yang masing-masing memerlukan kompetensi tertentu. Kelima kondisi itu adalah kondisi kompetisi global (perlu kesadaran global dan kemandirian), kondisi kerjasama global (perlu kesadaran global, kemampuan bekerjasama, penguasaan ITC), pertumbuhan informasi (perlu melek teknologi, critiacal thinking&pemecahan masalah), perkembangan kerja dan karier (perlu Critical Thinking &pemecahan masalah, innovasi&penyempurnaan dan fleksibel & adaptable) serta perkembangan ekonomi berbasis pelayanan jasa, knowledge economy (perlu Melek informasi, Critical Thinking dan pemecahan masalah).
Bahkan Departemen Pendidikan New Zealand melakukan reformasi kurikulum dengan menekankan bahwa para siswa harus menguasai lima kemampuan dasar yakni kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah (critical thinking dan problem solving), kemampuan mempergunakan bahasa, symbol-simbol dan teks, kemampuan mengendalikan diri sendiri (mampu memotivasi diri sendiri, memiliki sikap “bisa mengerjakan” “a can-do attitude”, mampu merencanakan masa depan), kemampuan berhubungan dan bekerjasama (kemampuan untuk mendengarkan, kemampuan mengenali perbedaan pendapat, kemampuan bernegosiasi, kemampuan berpikir bersama) serta kemampuan berpartisipasi dan berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakatnya (kemampuan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, kemampuan berkontribusi, kemampuan menciptakan peluang). (dihimpun dari berbagai sumber)

Senin, 21 Maret 2011

PENDIDIKAN

ENOMENA SULITNYA GURU MEMENUHI
KARYA PENGEMBANGAN PROFESI
Oleh : NELSON SIHALOHO

Pendahuluan
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (2005) telah ditegaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dikatakan profesional apabila pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi atau seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugasnya. Seorang guru diakui sebagai tenaga profesional apabila memiliki sertifikat pendidik. Bahkan pemerintah telah menargetkan program sertifikasi guru dalam jabatan akan tuntas pada tahun 2014. Penuntasan program sertifikasi guru menghadapi tantangan besar karena masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 atau D4. Menurut Baedhowi (2008) hingga tahun 2008 jumlah guru yang sudah lulus sertifikasi baru 370 ribu dan masih tercatat sekitar 1,6 juta guru yang belum lulus S-1.
Data dari sumber lainnya (2008) Baedhowi menyatakan bahwa jumlah guru yang belum lulus S1 dan D4 masih sekitar 40 %. Kuota sertifikasi guru tahun 2008 sebanyak 200 ribu belum semua terserap karena hanya 196 ribu guru yang mendaftar. Dari jumlah tersebut, guru yang berhasil melengkapi dokumen portofolio hanya 175 ribu orang.
Hasil penilaian dokumen portofolio UNY tahun 2007 menunjukkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio sebanyak 1563 atau 34,01% dari 4585 peserta. Jumlah peserta yang harus melengkapi dokumen portofolio sebanyak 12 orang dan sisanya sebanyak 1551 orang mengikuti diklat PLPG. Hasil penelitian Studi Pengembangan Model Uji Kompetensi Guru SMP (Balitbang, 2007) 61 persen responden menyetujui komponen karya pengembangan profesi menjadi persyaratan dalam penilaian dokumen portofolio. Permendiknas nomor 10 tahun 2009 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan ada 10 komponen dokumen portofolio yang dinilai untuk memberi pengakuan atas pengalaman profesional guru yaitu kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Karya pengembangan profesi adalah komponen ke 7 dari 10 komponen dokumen portofolio yang harus disiapkan guru. Dalam Pedoman Penyusunan Portofolio (2009) dijelaskan yang dimaksud karya pengembangan profesi adalah suatu karya yang menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Komponen ini meliputi buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional, artikel yang dimuat dalam media jurnal/majalah yang tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional, reviewer buku, penyunting buku, penyunting jurnal, penulis soal EBTANAS/UN/UASDA, modul/diktat cetak lokal yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1 (satu) semester. Kemudian media/alat pembelajaran dalam bidangnya, laporan penelitian di bidang pendidikan (individu/kelompok) dan karya teknologi (teknologi tepat guna) dan karya seni (patung, kriya, lukis, sastra, musik, tari, suara, dan karya seni lainnya) yang relevan dengan bidang tugasnya.
Dari 10 komponen penilaian portofolio, komponen yang sulit dipenuhi oleh guru adalah karya pengembangan profesi. Kesulitan serupa juga dihadapi guru pada saat akan mengajukan kenaikan pangkat dari golongan IVa ke atas karena terdapat persyaratan yang sama. Peraturan kenaikan pangkat saat itu menetapkan guru harus memenuhi unsur karya pengembangan profesi minimal 12 point apabila akan naik pangkat dari golongan IVa ke Vb. Pendalaman kasus guru yang mengalami hambatan kenaikan pangkat antara lain karena tidak memiliki karya pengembangan profesi. Beberapa guru yang sudah memiliki karya pengembangan profesipun mengalami hambatan karena tidak ada kriteria penilaian yang jelas. Tim penilai angka kredit tidak memiliki kesepakatan dalam penilaian karya pengembangan profesi. Namun saat ini, penilaian karya pengembangan profesi guru saat ini sudah semakin baik dan memiliki kriteria yang jelas.
Guru dikatakan profesional apabila menguasai karakteristik peserta didik yang dilayani secara mendalam dengan berbagai variasi karakter dan cara pendekatannya, menguasai bidang ilmu atau sumber (bahan ajar) dari segi disclipinary content maupun pedagogical content, menguasai pendekatan pembelajaran yang mendidik serta mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan (Rakajoni, 2008). Penguasaan dimensi konsep akademik yang berhubungan dengan layanan ahli keguruan tersebut serta pengalaman mengaplikasikan dalam profesinya sebagai guru, secara berkelanjutan akan menimbulkan nurturant effects pada kemampuan sosial dan kemampuan personal yang pada gilirannya akan berkontribusi pada kepribadian guru secara makro. Budiarso (2008) menyatakan ada lima unjuk kerja guru yang profesional, yaitu keinginan selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, meningkatkan dan memelihara profesi, keinginan selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi, mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi serta kebanggaan terhadap profesi.
Lebih lanjut Mungin (2003) menyatakan guru dan dosen yang profesional memiliki ciri-ciri yaitu memiliki kepribadian matang dan berkembang, memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat serta memiliki sikap profesional yang berkembang secara berkesinambungan.
Permasalahan yang paling urgensial dikedepankan saat ini adalah mengapa sebagian besar guru sulit memenuhi karya pengembangan profesi baik itu dalam memenuhi dokumen portofolio maupun dalam pengusulan kepangkatan dari golongan IV/a ke atas?. Bagaimana solusi yang harus ditempuh oleh guru supaya mampu memenuhi unsur karya pengembangan profesi dalam mengembangkan sikap profesionalismenya sebagai guru. Benarkah dalam pembuatan karya pengembangan profesi khususnya penelitian tindakan kelas (PTK) dan Karya Tulis Ilmiah (KTI) membutuhkan biaya yang mahal?.
Karya Pengembangan Profesi
Dalam penilaian dokumen portofolio ditetapkan penentuan batas minimal kelulusan seorang pendidik dengan passing grade pada skor 850 yang dikumpulkan dari 10 komponen portofolio. Sepuluh komponen portofolio itu kemudian dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok A berisi unsur kualifikasi dan tugas pokok; kelompok B berisi unsur pengembangan profesi dan kelompok C berisi unsur pendukung profesi. Masing-masing kelompok juga memiliki batas minimal kelulusan sendiri-sendiri.
Unsur kualifikasi dan tugas pokok terdiri atas tiga komponen, yaitu kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan total skor unsur A minimal 340 dan skor komponen perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran minimal 120. Untuk komponen unsur Pengembangan Profesi terdiri atas empat komponen, yaitu pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi dengan total skor minimal 300, khusus guru yang ditugaskan pada daerah khusus skor minimal 200 dan penilaian dari atasan dan pengawas minimal 35. Selanjutnya adalah unsur pendukung profesi meliputi keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Adapun cara yang bisa digunakan dalam menyiapkan karya pengembangan profesi menurut Budiarso (2008) adalah guru memiliki keinginan untuk selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi serta mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi. Berbagai cara yang bisa dilakukan oleh guru dalam menyiapkan karya pengembangan profesi adalah memotivasi diri sendiri untuk selalu meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang di masyarakat, berjiwa entrepreneurship, selalu mencari dan mengembangkan ide-ide baru yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan, mengutamakan mutu pekerjaan untuk meraih kepercayaan dari orang lain, menuangkan ide dalam bentuk karya tulis yang bisa dipahami orang lain, berusaha mencari sponsor dan mempublikasikan hasil karyanya melalui berbagai media informasi serta mau dan mampu bersaing dengan teman seprofesinya.
Sementara itu untuk kenaikan pangkat golongan Pembina IV/a keatas bahkan saat ini telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) Nomor 16 Tahun 2009 tugas guru semakin berat. Namun penulis percaya pemerintah tidak berniat untuk mempersulit kenaikan pangkat guru namun didasarkan pada keinginan pemerintah untuk menghargai profesi guru sesuai dengan etika profesionalisme.
Dalam sistem kenaikan pangkat tahun 1989 telah ditegaskan unsur pengembangan profesi (PP) yang menjadi syarat kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke atas dengan minimal guru memperoleh angka kredit 12,5 point. Saat ini guru diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan karya pengembangan profesi seperti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) serta menuangkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah (KTI) yang berbobot. Bobot KTI sangat penting karena pada bobot itulah terletak kunci sukses karya penegmbangan profesi guru akan mendapatkan nilai yang setara.
Penelitian yang dilakukan oleh guru dikelas sering disebut dengan penelitian tindakan kelas (PTK) istilah bahasa asing disebut dengan “classroom action research”. O'Brien (2001) menyatakan penelitian tindakan kelas dilakukan ketika sekelompok orang (siswa) diidentifikasi permasalahannya, kemudian peneliti (guru) menetapkan suatu tindakan untuk mengatasinya. Selama tindakan berlangsung, peneliti melakukan pengamatan kesuksesan atau kegagalannya. Banyak buku pedoman tentang PTK yang bisa menjadi rujukan seperti karya Suharsimi Arikunto. Penelitian tindakan mempunyai karakteristik umum yaitu peneliti turut berpartisipasi dalam proses penelitian, tema penelitian diangkat dari pengetahuan, model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan media pembelajaran baru yang sedang popular, penelitian difokuskan untuk tujuan pemberdayaan, peningkatan mutu pembelajaran dan peningkatan kemampuan.
Action research berasumsi bahwa pengetahuan dapat dibangun dari pengalaman, khususnya pengalaman yang diperoleh melalui tindakan (action). Dengan asumsi tersebut, orang yang tidak mampu mempunyai kemungkinan untuk ditingkatkan kemampuannya melalui tindakan penelitian.
PTK juga memiliki 7 karakteristik. Karakteritik itu adalah; situasional, self-evaluative dan self reflective, paket kegiatan terbagi menjadi beberapa putaran (ssiklus), keberhasillan penelitian tindakan diketahui dari perubahan yang terjadi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, kolaboratif, partisipatoris dan sampel terbatas.
Situasional adalah tema penelitian diangkat dari permasalahan sehari-hari yang dihadapi guru atau siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Self-evaluative dan self reflective, penelitian tindakan berbasis pada hasil evaluasi diri guru dan pengambilan tindakan diputuskan berdasarkan refleksi diri.
Paket kegiatan terbagi menjadi beberapa putaran (siklus) dimana kegiatan penelitian tindakan diakhiri sampai permasalahan yang dihadapi dapat diatasi bukan pada satuan kegiatan telah selesai dilakukan. Keberhasillan penelitian tindakan diketahui dari perubahan yang terjadi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan tindakan. Apabila terjadi peningkatan nilai atau perbaikan situasi, maka secara umum tindakan dinyatakan berhasil. Kolaboratif, kegiatan penelitian bersifat kolaboratif antara guru, peneliti dan siswa. Kegiatan yang bersifat kolaboratif mengandung pengertian bahwa masing-masing individu yang terlibat dalam penelitian mempunyai tugas, tanggung jawab dan kepentingan yang berbeda tetapi tujuannya sama yaitu memecahkan masalah untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Partisipatoris, kegiatan penelitian membutuhkan partisipasi guru atau peneliti sehingga proses pengambilan data tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Selama proses penelitian berlangsung, guru bertindak sebagai pelaksana tindakan sekaligus sebagai pengamat perubahan perilaku siswa. Sampel terbatas, penelitian tindakan mengambil sampel spesifik pada kelas atau sekolah dengan sasaran kelompok siswa, kelompok guru atau manajemen sekolah yang mengalami permasalahan.
PTK dilakukan dengan tujuan meningkatkan mutu isi, proses dan hasil pembelajaran di kelas, meningkatkan kemampuan dan sikap profesional guru, menumbuhkan budaya akademik sehingga tercipa sikap proaktif dalam perbaikan mutu pembelajaran. Penelitian tindakan kelas hanya menggunakan satu kelas. Indikator keberhasilan diukur dari peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran. Penelitian dinyatakan berhasil apabila tindakan dapat membuat orang yang sebelumnya kurang berdaya menjadi lebih berdaya. Banyak model tindakan yang bisa dilakukan/diadopsi oleh guru dalam mengembangkan karya pengembangan profesinya tergantung kepada guru apakah memiliki niat baik untuk memenuhi unsur-unsur ataupun indikator-indikator/kriteria-kriteria sebagaimana yang dipersyaratkan dengan catatan harus memenuhi unsur “APIK” yaitu Asli, Penting, Ilmiah dan Konsisten. Intinya Guru bisa mengadopsi model tindakan namun tidak boleh mengadopsi karya orang lain menjadi PTK-nya. Ciri PTK juga berbeda dengan skripsi dimana perbedaannya yang sangat khas/spesifik terletak pada tindakan (siklus) dan hasil.
Suatu masalah dikatakan layak untuk diteliti apabila memiliki beberapa persyaratan seperti masih berada di dalam lingkup kompetensi keahlian bidang studi peneliti, pemecahan masalah masih terjangkau dari sisi dana, waktu, dan tenaga serta masalah menjadi skala prioritas yang ditetapkan lembaga (sekolah). Supaya biaya PTK murah dan bermutu guru hendaknya jauh-jauh hari sudah menyiapkan proposal PTK kepada Kepala Sekolah, membuat kisi-kisi angket/kusioner/wawancara serta model tindakan yang kelak akan dilakukan pada tugas pokok dan fungsi guru (Tupoksi). Anggapan bahwa melakukan PTK hingga menuangkan laporan PTK dalam bentuk karya tulis ilmiah (KTI) membutuhkan biaya yang besar dan mahal adalah keliru. Penulis telah membuktikan hal itu meskipun penulis pernah merasakan pahit getirnya memenuhi unsur karya pengembangan profesi itu.
Intinya fenomena bahwa sulitnya guru memenuhi unsur karya pengembangan profesi bukan terletak pada kesulitannya, namun berdasarkan hasil pengamatan penulis diberbagai sekolah khususnya guru yang tidak naik pangkat hingga lebih 10 tahun adalah karena malas, tidak mau belajar, tidak mau berkarya, sibuk dengan urusannya, tidak mau berkompetisi secara sehat dengan guru-guru lain, merasa lebih senior (khusus guru-guru senior). Pemerintah perlu melakukan tindakan tegas terhadap para guru yang tidak mampu memenuhi unsur karya pengembangan profesinya dengan mengurangi jam wajib guru hingga menurunkan setingkat lebih rendah kepangkatannya dari yang sekarang. Tanpa ada tindakan dan sanksi yang tegas dari pemerintah terhadap guru dan pengawas dalam memenuhi unsur karya pengembangan profesi akan menimbulkan akibat negatif terhadap profesionalisme guru. Semoga.
( Dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan).

PENDIDIKAN

FENOMENA SULITNYA GURU MEMENUHI
KARYA PENGEMBANGAN PROFESI
Oleh : NELSON SIHALOHO

Pendahuluan
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (2005) telah ditegaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dikatakan profesional apabila pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi atau seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugasnya. Seorang guru diakui sebagai tenaga profesional apabila memiliki sertifikat pendidik. Bahkan pemerintah telah menargetkan program sertifikasi guru dalam jabatan akan tuntas pada tahun 2014. Penuntasan program sertifikasi guru menghadapi tantangan besar karena masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 atau D4. Menurut Baedhowi (2008) hingga tahun 2008 jumlah guru yang sudah lulus sertifikasi baru 370 ribu dan masih tercatat sekitar 1,6 juta guru yang belum lulus S-1.
Data dari sumber lainnya (2008) Baedhowi menyatakan bahwa jumlah guru yang belum lulus S1 dan D4 masih sekitar 40 %. Kuota sertifikasi guru tahun 2008 sebanyak 200 ribu belum semua terserap karena hanya 196 ribu guru yang mendaftar. Dari jumlah tersebut, guru yang berhasil melengkapi dokumen portofolio hanya 175 ribu orang.
Hasil penilaian dokumen portofolio UNY tahun 2007 menunjukkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio sebanyak 1563 atau 34,01% dari 4585 peserta. Jumlah peserta yang harus melengkapi dokumen portofolio sebanyak 12 orang dan sisanya sebanyak 1551 orang mengikuti diklat PLPG. Hasil penelitian Studi Pengembangan Model Uji Kompetensi Guru SMP (Balitbang, 2007) 61 persen responden menyetujui komponen karya pengembangan profesi menjadi persyaratan dalam penilaian dokumen portofolio. Permendiknas nomor 10 tahun 2009 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan ada 10 komponen dokumen portofolio yang dinilai untuk memberi pengakuan atas pengalaman profesional guru yaitu kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Karya pengembangan profesi adalah komponen ke 7 dari 10 komponen dokumen portofolio yang harus disiapkan guru. Dalam Pedoman Penyusunan Portofolio (2009) dijelaskan yang dimaksud karya pengembangan profesi adalah suatu karya yang menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Komponen ini meliputi buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional, artikel yang dimuat dalam media jurnal/majalah yang tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional, reviewer buku, penyunting buku, penyunting jurnal, penulis soal EBTANAS/UN/UASDA, modul/diktat cetak lokal yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1 (satu) semester. Kemudian media/alat pembelajaran dalam bidangnya, laporan penelitian di bidang pendidikan (individu/kelompok) dan karya teknologi (teknologi tepat guna) dan karya seni (patung, kriya, lukis, sastra, musik, tari, suara, dan karya seni lainnya) yang relevan dengan bidang tugasnya.
Dari 10 komponen penilaian portofolio, komponen yang sulit dipenuhi oleh guru adalah karya pengembangan profesi. Kesulitan serupa juga dihadapi guru pada saat akan mengajukan kenaikan pangkat dari golongan IVa ke atas karena terdapat persyaratan yang sama. Peraturan kenaikan pangkat saat itu menetapkan guru harus memenuhi unsur karya pengembangan profesi minimal 12 point apabila akan naik pangkat dari golongan IVa ke Vb. Pendalaman kasus guru yang mengalami hambatan kenaikan pangkat antara lain karena tidak memiliki karya pengembangan profesi. Beberapa guru yang sudah memiliki karya pengembangan profesipun mengalami hambatan karena tidak ada kriteria penilaian yang jelas. Tim penilai angka kredit tidak memiliki kesepakatan dalam penilaian karya pengembangan profesi. Namun saat ini, penilaian karya pengembangan profesi guru saat ini sudah semakin baik dan memiliki kriteria yang jelas.
Guru dikatakan profesional apabila menguasai karakteristik peserta didik yang dilayani secara mendalam dengan berbagai variasi karakter dan cara pendekatannya, menguasai bidang ilmu atau sumber (bahan ajar) dari segi disclipinary content maupun pedagogical content, menguasai pendekatan pembelajaran yang mendidik serta mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan (Rakajoni, 2008). Penguasaan dimensi konsep akademik yang berhubungan dengan layanan ahli keguruan tersebut serta pengalaman mengaplikasikan dalam profesinya sebagai guru, secara berkelanjutan akan menimbulkan nurturant effects pada kemampuan sosial dan kemampuan personal yang pada gilirannya akan berkontribusi pada kepribadian guru secara makro. Budiarso (2008) menyatakan ada lima unjuk kerja guru yang profesional, yaitu keinginan selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, meningkatkan dan memelihara profesi, keinginan selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi, mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi serta kebanggaan terhadap profesi.
Lebih lanjut Mungin (2003) menyatakan guru dan dosen yang profesional emiliki ciri-ciri yaitu memiliki kepribadian matang dan berkembang, memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat serta memiliki sikap profesional yang berkembang secara berkesinambungan.
Permasalahan yang paling urgensial dikedepankan saat ini adalah mengapa sebagian besar guru sulit memenuhi karya pengembangan profesi baik itu dalam memenuhi dokumen portofolio maupun dalam pengusulan kepangkatan dari golongan IV/a ke atas?. Bagaimana solusi yang harus ditempuh oleh guru supaya mampu memenuhi unsur karya pengembangan profesi dalam mengembangkan sikap profesionalismenya sebagai guru. Benarkah dalam pembuatan karya pengembangan profesi khususnya penelitian tindakan kelas (PTK) dan Karya Tulis Ilmiah (KTI) membutuhkan biaya yang mahal?.
Karya Pengembangan Profesi
Dalam penilaian dokumen portofolio ditetapkan penentuan batas minimal kelulusan seorang pendidik dengan passing grade pada skor 850 yang dikumpulkan dari 10 komponen portofolio. Sepuluh komponen portofolio itu kemudian dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok A berisi unsur kualifikasi dan tugas pokok; kelompok B berisi unsur pengembangan profesi dan kelompok C berisi unsur pendukung profesi. Masing-masing kelompok juga memiliki batas minimal kelulusan sendiri-sendiri.
Unsur kualifikasi dan tugas pokok terdiri atas tiga komponen, yaitu kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan total skor unsur A minimal 340 dan skor komponen perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran minimal 120. Untuk komponen unsur Pengembangan Profesi terdiri atas empat komponen, yaitu pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi dengan total skor minimal 300, khusus guru yang ditugaskan pada daerah khusus skor minimal 200 dan penilaian dari atasan dan pengawas minimal 35. Selanjutnya adalah unsur pendukung profesi meliputi keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Adapun cara yang bisa digunakan dalam menyiapkan karya pengembangan profesi menurut Budiarso (2008) adalah guru memiliki keinginan untuk selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi serta mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi. Berbagai cara yang bisa dilakukan oleh guru dalam menyiapkan karya pengembangan profesi adalah memotivasi diri sendiri untuk selalu meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang di masyarakat, berjiwa entrepreneurship, selalu mencari dan mengembangkan ide-ide baru yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan, mengutamakan mutu pekerjaan untuk meraih kepercayaan dari orang lain, menuangkan ide dalam bentuk karya tulis yang bisa dipahami orang lain, berusaha mencari sponsor dan mempublikasikan hasil karyanya melalui berbagai media informasi serta mau dan mampu bersaing dengan teman seprofesinya.
Sementara itu untuk kenaikan pangkat golongan Pembina IV/a keatas bahkan saat ini telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) Nomor 16 Tahun 2009 tugas guru semakin berat. Namun penulis percaya pemerintah tidak berniat untuk mempersulit kenaikan pangkat guru namun didasarkan pada keinginan pemerintah untuk menghargai profesi guru sesuai dengan etika profesionalisme.
Dalam sistem kenaikan pangkat tahun 1989 telah ditegaskan unsur pengembangan profesi (PP) yang menjadi syarat kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke atas dengan minimal guru memperoleh angka kredit 12,5 point. Saat ini guru diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan karya pengembangan profesi seperti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) serta menuangkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah (KTI) yang berbobot. Bobot KTI sangat penting karena pada bobot itulah terletak kunci sukses karya penegmbangan profesi guru akan mendapatkan nilai yang setara.
Penelitian yang dilakukan oleh guru dikelas sering disebut dengan penelitian tindakan kelas (PTK) istilah bahasa asing disebut dengan “classroom action research”. O'Brien (2001) menyatakan penelitian tindakan kelas dilakukan ketika sekelompok orang (siswa) diidentifikasi permasalahannya, kemudian peneliti (guru) menetapkan suatu tindakan untuk mengatasinya. Selama tindakan berlangsung, peneliti melakukan pengamatan kesuksesan atau kegagalannya. Banyak buku pedoman tentang PTK yang bisa menjadi rujukan seperti karya Suharsimi Arikunto. Penelitian tindakan mempunyai karakteristik umum yaitu peneliti turut berpartisipasi dalam proses penelitian, tema penelitian diangkat dari pengetahuan, model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan media pembelajaran baru yang sedang popular, penelitian difokuskan untuk tujuan pemberdayaan, peningkatan mutu pembelajaran dan peningkatan kemampuan.
Action research berasumsi bahwa pengetahuan dapat dibangun dari pengalaman, khususnya pengalaman yang diperoleh melalui tindakan (action). Dengan asumsi tersebut, orang yang tidak mampu mempunyai kemungkinan untuk ditingkatkan kemampuannya melalui tindakan penelitian.
PTK juga memiliki 7 karakteristik. Karakteritik itu adalah; situasional, self-evaluative dan self reflective, paket kegiatan terbagi menjadi beberapa putaran (ssiklus), keberhasillan penelitian tindakan diketahui dari perubahan yang terjadi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, kolaboratif, partisipatoris dan sampel terbatas.
Situasional adalah tema penelitian diangkat dari permasalahan sehari-hari yang dihadapi guru atau siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Self-evaluative dan self reflective, penelitian tindakan berbasis pada hasil evaluasi diri guru dan pengambilan tindakan diputuskan berdasarkan refleksi diri.
Paket kegiatan terbagi menjadi beberapa putaran (siklus) dimana kegiatan penelitian tindakan diakhiri sampai permasalahan yang dihadapi dapat diatasi bukan pada satuan kegiatan telah selesai dilakukan. Keberhasillan penelitian tindakan diketahui dari perubahan yang terjadi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan tindakan. Apabila terjadi peningkatan nilai atau perbaikan situasi, maka secara umum tindakan dinyatakan berhasil. Kolaboratif, kegiatan penelitian bersifat kolaboratif antara guru, peneliti dan siswa. Kegiatan yang bersifat kolaboratif mengandung pengertian bahwa masing-masing individu yang terlibat dalam penelitian mempunyai tugas, tanggung jawab dan kepentingan yang berbeda tetapi tujuannya sama yaitu memecahkan masalah untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Partisipatoris, kegiatan penelitian membutuhkan partisipasi guru atau peneliti sehingga proses pengambilan data tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Selama proses penelitian berlangsung, guru bertindak sebagai pelaksana tindakan sekaligus sebagai pengamat perubahan perilaku siswa. Sampel terbatas, penelitian tindakan mengambil sampel spesifik pada kelas atau sekolah dengan sasaran kelompok siswa, kelompok guru atau manajemen sekolah yang mengalami permasalahan.
PTK dilakukan dengan tujuan meningkatkan mutu isi, proses dan hasil pembelajaran di kelas, meningkatkan kemampuan dan sikap profesional guru, menumbuhkan budaya akademik sehingga tercipa sikap proaktif dalam perbaikan mutu pembelajaran. Penelitian tindakan kelas hanya menggunakan satu kelas. Indikator keberhasilan diukur dari peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran. Penelitian dinyatakan berhasil apabila tindakan dapat membuat orang yang sebelumnya kurang berdaya menjadi lebih berdaya. Banyak model tindakan yang bisa dilakukan/diadopsi oleh guru dalam mengembangkan karya pengembangan profesinya tergantung kepada guru apakah memiliki niat baik untuk memenuhi unsur-unsur ataupun indikator-indikator/kriteria-kriteria sebagaimana yang dipersyaratkan dengan catatan harus memenuhi unsur “APIK” yaitu Asli, Penting, Ilmiah dan Konsisten. Intinya Guru bisa mengadopsi model tindakan namun tidak boleh mengadopsi karya orang lain menjadi PTK-nya. Ciri PTK juga berbeda dengan skripsi dimana perbedaannya yang sangat khas/spesifik terletak pada tindakan (siklus) dan hasil.
Suatu masalah dikatakan layak untuk diteliti apabila memiliki beberapa persyaratan seperti masih berada di dalam lingkup kompetensi keahlian bidang studi peneliti, pemecahan masalah masih terjangkau dari sisi dana, waktu, dan tenaga serta masalah menjadi skala prioritas yang ditetapkan lembaga (sekolah). Supaya biaya PTK murah dan bermutu guru hendaknya jauh-jauh hari sudah menyiapkan proposal PTK kepada Kepala Sekolah, membuat kisi-kisi angket/kusioner/wawancara serta model tindakan yang kelak akan dilakukan pada tugas pokok dan fungsi guru (Tupoksi). Anggapan bahwa melakukan PTK hingga menuangkan laporan PTK dalam bentuk karya tulis ilmiah (KTI) membutuhkan biaya yang besar dan mahal adalah keliru. Penulis telah membuktikan hal itu meskipun penulis pernah merasakan pahit getirnya memenuhi unsur karya pengembangan profesi itu.
Intinya fenomena bahwa sulitnya guru memenuhi unsur karya pengembangan profesi bukan terletak pada kesulitannya, namun berdasarkan hasil pengamatan penulis diberbagai sekolah khususnya guru yang tidak naik pangkat hingga lebih 10 tahun adalah karena malas, tidak mau belajar, tidak mau berkarya, sibuk dengan urusannya, tidak mau berkompetisi secara sehat dengan guru-guru lain, merasa lebih senior (khusus guru-guru senior). Pemerintah perlu melakukan tindakan tegas terhadap para guru yang tidak mampu memenuhi unsur karya pengembangan profesinya dengan mengurangi jam wajib guru hingga menurunkan setingkat lebih rendah kepangkatannya dari yang sekarang. Tanpa ada tindakan dan sanksi yang tegas dari pemerintah terhadap guru dan pengawas dalam memenuhi unsur karya pengembangan profesi akan menimbulkan akibat negatif terhadap profesionalisme guru. Semoga.
( Dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan)