Sabtu, 27 Desember 2014

EKONOMI GLOBAL

Indonesia dan Ekonomi Global 2015 Oleh: Nelson Sihaloh0 Abstrak Sepanjang tahun 2014 berbagai kejadian dan peristiwa telah dilalui Indonesia dengan menyisakan masalah diantaranya bencana alam disejumlah daerah. Sukses Pilpres 2014 menghantarkan Joko Widodo-M. Jusuf Kalla ke kusi R1-R2. Dalam perjalanan kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla rupiah sempat melemah terhadap kurs dollar AS hingga mencapai Rp. 13.200. Indonesia pada tahun 2015 akan dihadapkan pada kondisi ekonomi global yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan serta risiko pelemahan yang cukup signifikan. Realita kondisi ekonomi global, Indonesia harus melakukan berbagai penguatan struktur ekonomi unggulan dengan memperbaiki sistim yang andal serta tidak mudah diguncang resesi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan dengan terus melakukan pengurangan terhadap utang luar negeri yang kini terus membengkak setiap tahun. Apabila Indonesia mampu mencapai surplus neraca keuangan selama 3 tahun ke depan diprediksikan Indonesia akan mampu menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi di dunia. Potensi sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang besar Indonesia harus mampu menunjukkan komitmennya untuk mengurangi ketergantungan subsidi BBM termasuk efesiensi anggaran disejumlah Kementrian. Diperlukan sinerginitas ekstra dengan prinsip kehati-hatian terhadap kebijakan sehingga Indonesia tetap mampu bertahan dalam guncangan ekonomi global. Pendahuluan Tahun 2014 Indonesia sukses melaksanakan demokrasi mula dari pemilihan legislatif hingga Pemilu Presiden yang menghantarkan Joko Widodo-M. Jusuf Kalla sebagai R1-R2 yang akan memimpin negeri ini selama 5 tahun ke depan. Berbagai peristiwa bencana alam seperti banjir, longsor hingga pemulangan tenaga kerja indonesia (TKI) yang jumlahnya 1,8 juta orang mengindikasikan bahwa Indonesia perlu melakukan terobosan baru dalam menangani masalah ketenagakerjaan. Sejumlah badan ekonomi dunia memprediksikan bahwa pemulihan ekonomi AS terjadi sangat cepat melampaui prediksi para analis sepanjang 2014. Meski terjadi pelemahan di kuartal pertama, tapi AS berhasil bangkit dengan cepat pada dua kuartal berikutnya. Sementara pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang melambat lantaran anjloknya harga minyak global.(sumber:laporan QNB Research,2014). Menurut laporan QNB Research,et. Beberapa hal yang perlu diwaspadai dalam tatanan ekonomi global khususnya tahunn 2015 diantaranya The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya pada 2015. Kemudian resesi Eropa, dimana Zona euro akan memasuki deflasi dan resesi lain. Penurunan tajam harga minyak akan mendorong zona euro masuk ke era deflasi pada 2015 dengan sejumlah upaya dari Bank Sentral Eropa untuk menghindari berbagai kerugian. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan melambat di tengah kuatnya arus deflasi. Penurunan harga rumah dan harga komoditas global yang melemah akan terus menekan permintaan domestik dan menciptakan tekanan disinflasi yang sangat kuat. Pemerintah Tiongkok akan mencoba melakukan stimulus lebih jauh pada perekonomiannya meski tak akan cukup untuk menghindarkan negaranya dari perlambatan pertumbuhan ekonomi. Krisis minyak dunia masih akan menghantui pada tahun 2015 dimana beberapa negara berkembang yang mengekspor minyak akan terjerumus pada krisis neraca pembayaran. Penurunan harga minyak dunia akan mendorong negara-negara seperti Rusia dan Venezuela gagal membayar utangnya yang sudah jatuh tempo. Kondisi demikian diprediksikan akan menular ke negara berkembang lain dan mendorong lembaga internasional untuk campur tangan. Selain itu harga komoditas dan terjadinya pelemahan ekonomi global akan membawa efek pada pertumbuhan ekonomi negara-negara pengekspor minyak. Bahkan penurunan harga minyak akan mendorong perlambatan program investasi infrastruktur di beberapa negara besar. Sebagaimana proyeksi IMF World Economic Outlook pada Oktober, ekonomi global akan tumbuh dari 3,3 persen ke level 3,8 persen pada 2015. Ditengah kondisi ekonomi global bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dunia. Apakah telah semua anggota parlemen yang duduk menjadi anggota legilslatif telah menyetop segala bentuk perseteruan di tubuh DPR-RI?. Apakah para pakar ekonomi dan ilmuwan ekonomi Indonesi telah mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara ini? Stabilitas Ekonomi dan Politik Stabilitas ekonomi dan politik yang sehat akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam menghadapi ekonomi global. Suatu negara apabila tidak mampu menjaga stabilitas ekonomi dan politik akan menuai berrbagai persoalan. Partai-partai politik yang selalu “berseteru” akibat terjadinya dualisme kepemimpinan dalam partai bisa menggangu keberadaan angotanya yang duduk di parlemen. Semua parpol harus tunduk kepada negara dan peraturan negara yang mengatur tentang hak-hak untuk berkumpul dan berserikat. Namun apabila sudah terjadi “perpecahan” dan dualisme kepemimpinan dalam partai maka bisa membawa akibat yang kurang baik pada anggota dewan yang duduk di parlemen. Keberadaannya sebagai anggota dewan bisa dipertanyakan oleh rakyat maupun oleh beragai kalangan. Parpol-parpol “gaduh” yang kepengurusannya “tandingan” diduga sering membuat “keresahan” dalam masyarakat. Akibatnya kepercayaan publik terhadap parpol yang memiliki kepengurusan “tandingan” citranya rusak ditengah masyarakat bahkan menimbulkan citra negatif dalam iklim demokrasi. Demokrasi yang berlangsung secara fair menjadi salah satu indikator yang paling penting dalam mengukur nilai-nilai demokrasi pada suatu negara. Keutuhan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) harus menjadi pilar utama dalam meningkatkan pembangunan ekonomi disegala bidang. Wilayah Darat, Laut dan Udara harus benar-benar dijaga kedaulatannya sebagai suatu kesatuan dari NKRI. Semua sumber-suber kekayaan yang terdapat didalamnya haus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun dalam implementasinya sering terjadi sumber-sumber kekayaan alam yang menguasaai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh para “konglomerat-konglomerat”. Akhirnya disejumlah wilayah terjadi “pengkavlingan” usaha produktif hingga mencapai usia penguasaan lahan hingga 100 tahun. Penguasaan lahan hingga mencapai lebih dari ratusan ribu hektar oleh perusahaan swasta sering berbenturan dengan kepentingan masyarakat. Selain itu diduga perusahaan-perusahaan swasta skala besar tidak membayar pajak sesuai dengan nilai aset lahan yang dikuasainya baik itu hak guna usaha (HGU), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penghasilan (PPh) hingga pajak lainnya. Unruk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap seluruh perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia apakah telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Penyimpangan dan penyelewengan jabatan dengan diberlakukannya “Petahana” juga akan semakin menumbuhkan kepercayaan publik dalam memberantas KKN terutama dalam pemilihan kepala daerah dan akan mempersempit ruang bagi keluarga serta kerabat kepala daerah untuk mengusulkan keluarganya menjadi Bupati/Walikota. Berkaitan dengan itu dana moneter internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 mencapai 5,1 persen. Prediksi itu jauh berada di bawah perkiraan pemerintah yang mematok akselerasi output ekonomi tahun depan sebesar 5,8 persen hingga 7 persen. Jangkar dan fundamental ekonomi yang kokoh skenarionya harus disiapkan dalam menghadapi ekonomi global pada tahun 2015. Perlu dilakukan keseimbangan dan tindakan terhadap pasar dimana selama ini kebijakan kenaikan harga-harga dipasaran selalu mendahului kebijakan resmi pemerintah. Pemerintah harus memiliki kekuatan mencegah spekulasi pasar ataupun pelaku ekonomi sebelum ada kebijakan dari pemerintah harga-harga di pasaran tidak boleh naik atau dinaikkan sepihak oleh pelaku ekonomi. Sungguh ironis kenaikan gaji PNS misalnya salah satu peluang yang paling rentan dimanfaatkan oleh pelaku pasar/ekonimi untuk menaikkan harga barang seenaknya. Bahkan harga barang-barang dipasaran mencapai 20 persen hingga 25 persen. Padahal kenaikan gaji PNS memiliki limit waktu/periodenya baru bisa kenaikan gaji itu dinikmati oleh para PNS diseluruh tanah air tidak sampai 10 persen. Apabila pemerintah tidak mampu membuat payung hukum tentang kebijakan kenaikan harga maka seringkali pemerintah dituding “ompong” dalam menindak para pelaku pasar yang “seenak perutnya” menaikkan harga-harga di pasaran. Dalam hal inflasi juga pemerintah dituntut untuk transparan, apakah kenaikan harga BBM atau barang dipasaran 20 persen-25 persen laju inflasi hanya 1-2 persen? Teori ekonomi manakah yang digunakan hingga laju inflasi hanya sebesar itu sedangkan harga barang kenaikannya diatas 20 persen? Ahli-ahli dan pakar-pakar ekonomi di negeri ini harus menjelaskan dengan benar kepada rakyat tentang laju inflasi tiap tahun hanya sebesar 1-2 persen dari mana sumber dan asalnya?. Masyarakat kalangan miskin dinegeri ini masih jutaan orang jumlahnya dan para ahli ekonomi diminta pemikiran dan sumbangsihnya bagaimana mengatasi dan menekan jumlah angka masyarakat miskin di negeri ini. Langkah nyata itulah yang dituntut oleh negara dan rakyat kepada pakar-pakar ekonomi serta ahli-ahli ekonomi dinegeri ini untuk membuat terobosan nyata. Simpulan Tahun 2015 merupakan tantang berat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tatanan dunia global. Diperlukan jangkar dan langkah fubamental yang kokoh agar Indonesia kelak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 5,8 – 7 persen. Sektor ekonomi produktif yang berpihak kepada rakyat harus lebih diutamakan sehingga menjadi menjadi kekuatan yang kokoh dalam menyokong pertumbuhan ekonomi yang ideal. Partai-partai yang suka membuat “kegaduhan” dengan kepengurusan “ganda” atau tandingan harus ditindak oleh pemerintah dan harus tunduk kepada peraturan negara sebagai bentuk implementasi bahwa berkumpul dan berserikat diatur serta dilindungi oleh undang-undang. Penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan asli suatu negara harus dioptimalkan dan dilakukan diversifikasi penerimaan pajak seiring dengan perkembangan IPTEK. Pembangunan infrastruktur yang andal sebagai moda transportasi serta perputaran arus barang dan orang secara bertahap harus ditingkatkan sehingga berbanding lurus dengan iklim investasi maupun tuntutan dunia global. (Penulis: tinggal di kota Jambi).

Jumat, 28 November 2014

Profesi Guru dan Kinerja

Profesionalisme Guru dan Tuntutan Kinerja Oleh : Nelson Sihaloho Abstrak Guru sebagai pendidik profesional bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi. Guru wajib mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan profesionalnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsionalnya, karena pendidikan masa depan menuntut keterampilan profesi pendidikan yang berkualitas. Dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial. Guru merupakan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mendayagunakan kriteria tersebut, maka para guru akan menunjukkan performansi yang baik. Program sertifikasi guru akan menjadi kontrol yang mendorong para penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan profesionalismenya dan memberikan layanan maksimal kepada para stakeholders. Program sertifikasi merupakan implikasi dari Undang-undang Guru dan Dosen sebagaimana termaktub dalam UU.RI. No. 14 Tahun 2005. Kata kunci: Profesi, Guru dan Kinerja. Pendahuluan Pendidikan bermutu saat ini menuntut adanya paradigma baru dalam manajemen pendidikan yang difokuskan pada empat pilar yaitu mutu, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi. Ciri-ciri mutu sebagai bentuk pelayanan kepada pelanggan ditandai dengan; ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan (unsur menyenangkan pelanggan), bertanggung jawab atas segala keluhan (complain) pelanggan, kelengkapan pelayanan, kemudahan mendapatkan pelayanan, variasi layanan, pelayanan pribadi, kenyamanan serta ketersediaan atribut pendukung.(Slamet, 1999). Demikian halnya dengan tugas guru, dimana guru yang profesional harus selalu kreatif dan produktif dalam melakukan inovasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk menyiapkan guru yang inovatif merupakan kendala yang sangat sulit, apabila dikaitkan dengan sistem kesejahteraan terhadap tenaga guru di Indonesia yang jauh dari memadai. (Surya, 2005:5). Lebih lanjut Raths (dalam Sukmadinata, 2002:192) mengemukakan bahwa untuk menjadi guru yang profesional dan berkualitas dituntut untuk memiliki 12 kemampuan. Kemampuan itu yakni; (1) explaining, informing, showing how, (2) initiating, directing, administering, (3) unifying the group, (4) giving security, (5) clarifying attitudes, beliefs, problems, (6) diagnosing learning problems, (7) Making curriculum materials, (8) evaluating, recording, reporting, (9) enrichment community activities, (10) organizing and arranging classroom, (11) participating in professional and civic life, and (12) participating in school activities. Program peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga harus memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan khususnya para orangtua. Kepuasan dan kebanggaan dari para orangtua sebagai penerima manfaat layanan pendidikan terutama anak-anaknya harus menjadi acuan terhadap program peningkatan mutu layanan pendidikan. Guru sebagai ujung tonggak dan terdepan dalam memberikan layanan pendidikan tatkala mereka mengajar dan mentransfer ilmu pengetahuan di kelas atau di luar kelas (outbond) dituntut untuk mengedepankan tugas profesionalismenya. Masalahnya sekarang apakah guru telah menunjukkan kinerjanya sesuai dengan sertifikat “guru profesional” yang disandangnya sebagaiman tersurat dalam sertifikat yang diperolehnya?. Upaya dan Solusi Untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru dalam suatu institusi pendidikan, diperlukan berbagai upaya berupa peningkatan motivasi kerja, kinerja atau produktivitas kerja, pemberian berbagai jenis dan bentuk pelatihan pendidikan profesional serta berbagai kegiatan profesional lainnya. Balitbang Depdikbud (dalam Fattah, 2000:59) mengemukakan bahwa ada lima upaya dalam meningkatkan kualitas guruyaitu; meningkatkan kemampuan profesional, upaya profesional, kesesuaian waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional, kesesuaian antara keahlian dengan pekerjaannya serta kesejahteraan yang memadai. Sweeney dan McFarlin, 2002:83) menyimpulkan bahwa motivasi merupakan “The Big Issue, … the most important issue in organizational behavior”. Kinerja guru tidak hanya ditunjukkan berupa hasil kerja, akan tetapi termasuk perilaku kerja. Murphy dan Cleveland (1991:92) menyatakan bahwa: “Job Performance should be defined in term of behavior or in term of the results of behavior”. Stoner dan Wankel, 1993:159) menyatakan bahwa “kinerja ialah hasil kerja secara nyata yang ditunjukkan oleh individu”. LAN (1993:3) menyebut performansi sebagai kinerja yaitu “gambaran tentang tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran. Harley (dalam Siagian, 1996:14) menyebut kinerja sebagai upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan untuk menghasilkan keluaran dalam periode tertentu. Fattah (2004:19) mengartikan performansi sebagai “ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Kinerja guru dipengaruhi oleh beberapa faktor dan merupakan permasalahan, yaitu faktor kualifikasi standar guru dan relevansi antara bidang keahlian guru dengan tugas mengajar, (Taufik, 2002:244). Gibson et al. (1985:51-53) mengemukakan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja individu, yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis individu. Cascio (dalam Sukmalana, 2003:21) menyatakan bahwa abilitas dan motivasi merupakan faktor-faktor yang berinteraksi dengan kinerja, motivasi berprestasi berhubungan dengan kinerja, profesionalisme berhubungan dengan kinerja serta motivasi berprestasi berhubungan dengan profesionalisme dan kinerja. Pendapat tersebut dikuatkan oleh (Abdullah, 2002:39) serta Cahyono (Hasanah, 2003:102) yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang tidak langsung mempengaruhi kinerja ialah manusia, modal, metode, produksi, lingkungan organisasi, lingkungan negara, lingkungan regional serta dan umpan balik. Karena itu guru harus profesional dan berkinerja tinggi, menguasai sejumlah standar kompetensi dan penjabaran berbagai sub kompetensi dan pengalaman belajar yang terkandung dalam kompetensi pedagogik, profesionalisme, sosial, dan kepribadian sesuai rumusan yang dihasilkan oleh Asosiasi LPTKI Indonesia pada tahun 2006 itu. Guru harus mampu menunjukkan profilnya sebagai guru berkualitas sesuai tuntutan era globalisasi. Guru yang profesional dan berkinerja tinggi juga dituntut untuk mampu merencanakan karirnya dengan tepat waktu sebagaimana tuntutan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) maupun penilaian kinerja guru (PKG). Kini guru dan pengawas pendidikan dihadapkan pada tuntutan profesionalisme. Untuk Guru aturan kenaikan pangkat dan angka kreditnya diatur dalam PERMEN PANRB No. 16 Tahun 2009 dan PERMENDIKBUD No. 35 Tahun 2010. Sedangkan Pengawas Pendidikan diatur dalan PERMEN PANRB No. 21 Tahun 2010 termasuk sanksinya sebagaimana tertera pada pasal 34 itu apabila pengawas tidak mampu naik pangkat 5 tahun akan dibebaskantugaskan sementara dari jabatan pengawas. Pemerintah Harus Tegas Selain tuntutan kinerja, guru dan pengawas juga dituntut untuk melakukan publikasi ilmiah. Sebab sulit bagi guru dan pengawas untuk beranjak dari jabatan sekarang. Sangat ironis selama hampir 20 tahun tidak ada usaha pemerintah melakukan tindakan tegas terhadap para guru dan pengawas yang berkinerja rendah. Tidak ada secarik kertas pun berupa sanksi yang diberikan kepada guru ataupun pengawas yang kinerjanya rendah tersebut. Dugaan pembiaran atas kebijakan yang “setengah hati” itu seakan identik dengan opini umum “jangan-jangan sudah mendapat restu dari pimpinan”. Wajar saja ada anggapan irrasional itu jika para kepala daerah juga membiarkan kebijakan dan peraturan yang nyata-nyata dengan tegas telah diundangkan tidak menjalankan aturan itu dengan baik. Ironis memang dinegara ini, guru dan pengawas tidak pernah menulis dan melakukan publikasi ilmiah malah diberikan tugas menatar dan mendiklat guru untuk bidang materi “menyusun karya ilmiah dan publikasi ilmiah”. Banyak kerancuan lainnya yang terjadi dilapangan seperti “pengawas meski lebih rendah pangkatnya dari pada orang yang diawasinya diduga berperilaku “petantang-petenteng”. Apabila hal tersebut terus dibiarkan akan menimbulkan preseden buruk dinegeri ini terutama dalam menciptakan pemerintahan yang baik termasuk aturan kepegawaian sebagai aparatur negara. Kini sudah saatnya para guru dan pengawas bangkit dengan memulai menjalankan profesionalime dengan baik sesuai tugas pokok masing-masing melakukan publikiasi ilmiah atau karya inovatif. Jangan sampai “guru profesional” sebagaimana tersurat dalam sertifikat pendidik itu menjadi pajangan dan “saksi bisu” ketidakmampuan guru dan pengawas dalam mengembangkan profesinya. Selain itu tindakan tegas dari pemerintah untuk menerapkan setiap peraturan dengan baik harus diimplementasikan bahwa kinerja harus terukur serta berbasis bukti. Semoga. (penulis ada;ah pemerhati pendidikan, tinggal di kota Jambi).

Minggu, 09 November 2014

PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan Karakter dan Era Globalisasi Oleh: Nelson Sihaloho Mengutip pendapat Akhmed (2011:3) memaparkan “ dewasa ini telah terjadi pergeseran nilai etika dan budaya di berbagai kalangan, khususnya para remaja. Pergeseran ditadai dengan maraknya pergaulan bebas dan ancaman pornografi, kekerasan, dan kerusuhan yang berujung pada tindak anarkis, hingga adanya hegemoni suatu kelompok”. Masih banyak lagi bentuk-bentuk tindakan anarkis, mulai dari tawuran antar pelajar, mahasiswa bahkan kisruh-kisruh di elit DPR saat sidang paripurna. Era globalisasi telah membentuk manusia serba instan dan berpikir praktis untuk mencapai tujuan. Ketidakmampuan mengikuti zaman akan menjadikan manusia mudah frustasi dan melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai termasuk dalam pendidikan” (Kamilun, 2010:18). Pendidikan diharapkan mampu membendung berbagai kemungkinan-kemungkinan negatif yang secara perlahan akan menghilangkan budaya bangsa ini. Penguatan pendidikan karakter menekankan pada dimensi etis spiritual dalam proses pembentukan pribadi. Menurut Hasan (2011:3) mengungkapkan, “ untuk membentengi generasi muda agar terhindar dari pergeseran nilai etika dan budaya, diperlukan pembangunan karakter”. Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Sardiman (2010:1) mengatakan, Bung Karno pernah berpesan kepada kita bangsa Indonesia, bahwa tugas berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila pembangunan karakter bangsa ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli (H. Soemarno Soedarsono, 2009). Pernyataan Bung Karno ini menunjukkan pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter demi tegak dan kokohnya jati diri bangsa agar mampu bersaing dalam tatanan dunia global. Karakter Simbol “Jati Diri” Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Imam Ghazali karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.(Shintawati, 2010). Terminologi ”karakter” memuat dua hal yaitu values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. Karakter yang baik pada gilirannya adalah suatu penampakan dari nilai yang baik dimiliki oleh orang atau sesuatu, di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar kamuflase. Pendidikan karakter berkenaan dengan psikis individu, diantaranya segi keinginan/nafsu, motif, dan dorongan berbuat. Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Heri (2010) menyatakan bahwa pendidikan berbasis karakter dapat mengintegrasikan informasi yang diperolehnya selama dalam pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup yang berguna bagi upaya penanggulangan persoalan hidupnya. Di dalam era globalisasi salah satu masalah yang menonjol ialah kedudukan negara-bangsa (nation-state). Samuel P. Huntington, sudah mengkhawatirkan terjadinya erosi dari peranan nation-state di dalam era globalisasi. Tidak mengherankan apabila Huntington dalam The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order memprediksikan hapusnya negara-negara dan lahirnya kelompok-kelompok budaya yang besar. Nanang Fatah, menyatakan globalisasi dampaknya terasa memasuki berbagai aspek kehidupan. Disadari atau tidak semua pihak dan kalangan perlu menyikapinya dengan baik. Untuk sektor pendidikan dituntut untuk lebih arif dan bijak dalam menghadapi tantangan global pendidikan. Menurut Gudmund Hernes (2003:7) sedikitnya ada tujuh tantangan global yang dihadapi oleh pendidikan. Tantangan itu adalah pertama, reducing inequelities, poverty, marginalization and exclusion, kedua, establishing better link between education and the local economy, and between education and the globalizating world of work. Ketiga, preventing the growing role of market-driven research and education from widening the technology and knowledge gaps between industrialized and devoleping countries. Keempat, ensuring that the research requirement of devoleping countries receive the necessary attention and can be addressed by their own scientist and scholar, kelima, reducing negative impact of the brain from the poor to the rich countries and from backward to advantaged regions as the market for students is also becoming globalized, keenam, addressing the impact of market principles and the changing role of the state on education and their bearing on the planning and the changing role of the state oneducation and their bearing on the planning and management of education. Ketujuh adalah, using the education system it self not just to transmit the general body of science wichh can be used in all places, but also to preserve variety and the richness of the world heritages, languages, artistic expressions, lifestyle-in world becoming more homogeneous. Permasalahan berat pendidikan yang dihadapi dewasa ini sebenarnya telah disinyalir oleh Coombs (1968), yang mengemukakan bahwa krisis yang melanda dunia pendidikan karena muncul ketidakseimbangan peran. Bahwa krisis pendidikan disebabkan oleh empat faktor. Pertama, the increase in popular aspirations for education, yang ditandai oleh tumbuh kembangnya sekolah-sekolah dan universitas di mana-mana. Kedua, the acute scarsity of the resources, yang ditandai oleh kurang responsifnya system pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat secara menyeluruh, Ketiga, the inherent inertia of educational system, yang ditandai oleh mengapa pendidikan selalu terlambat berantsipasi untuk menyesuaikan diri terhadap hal-hal di luar dunia pendidikan serta keempat, the inertia of societies themselves, hal-hal seperti sikap tradisional, prestige and incentive pattern menghalangi meningkatkan tenaga kerja pembangunan. Berkelanjutan Beberapa alasan yang mendasar bahwa pendidikan berbasis karakter diperlukan seperti yang terjadi di USA pada saat memasuki abad 21. Diantaranya, there is a clear and urgent need, transmitting values is and always has been the work of civilisation, the school’s role as moral educator becomes more vital at a time when millions of children get little moral teaching from their parents and when value-centered influence such as church or temple are also absent from their lives. Selanjutnya adalah there is a common ethical ground even in our values-conflicted society, democracies have a special need for moral education, there is no such thing as value-free education. Moral questions are among the great question facing both the individuals and human race and there is a broad-based, growing support for values education in the schools. Pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argument adanya kebutuhan nyata dan mendesak dimana proses demokasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang semakin kuat dan beragam disatu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan tinggi yang lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan. Menurut mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2013) memandang perlunya pembangunan karakter saat ini. Pembangunan karakter (character building) amat penting. Untuk itu perlu dicari jalan terbaik untuk membangun dan mengembangkan karkater manusia dan bangsa Indonesia agar memiliki krakter yang baik, unggul dan mulia. Upaya yang tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi mental. Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu pembentukan dan pengembangan. Potensi pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Perbaikan dan Penguatan, pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karaker manusia dan warga Negara Indoneisa yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri dan sejahtera. Penyaring, pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat. Dalam dunia pendidikan, keberhasilan pendidikan bukan diukur dari tercapainya target akademis siswa, tetapi lebih kepada proses pembelajaran sehingga dapat memberikan perubahan sikap dan perilaku kepada siswa. Masih banyak guru-guru yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis siswa, karena sebagian mereka mengajar dengan orientasi bahwa siswa harus mendapatkan nilai yang bagus sehingga dapat dianggap siswa atau guru itu telah berhasil melaksanakan pendidikan. Apabila tidak ada pembelajaran dalam pendidikan, maka hasilnya akan stagnan. Kita menginginkan adanya proses pembelajaran yang dapat memberikan perubahan positif pada perilaku dan sikap pelajar kita sehingga mereka tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan secara akademik tetapi mereka dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya. Dalam menghadapi era globalisasi yang semakin pesat, karakter bangsa yang kuat sangat diperlukan, maka dituntut peran penting dari generasi muda, khususnya perannya sebagai character enabler, character builders dan character engineer. Tiga peran itu adalah sebagai pembangun kembali karakter bangsa (character builder). Di tengah derasnya arus globalisasi, peran ini tentunya sangat berat, namun esensinya adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda untuk menjunjung nilai-nilai moral untuk menginternalisasikannya pada aktifitas sehari-hari. Sebagai pemberdaya karakter (character enabler). Peran ini juga tidak kalah beratnya, selain kemauan kuat dan kesadaran kolektif dengan kohesivitas tinggi, masih dibutuhkan adanya kekuatan untuk terlibat dalam masyarakat maupun di tempat asing. Sebagai perekayasa karakter (character engineer). Peran ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran, adanya modifikasi dan rekayasa yang tepat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Peran generasi muda sangat diharapkan oleh bangsa, karena ditangan merekalah proses pembelajaran adaptif dapat berlangsung dalam kondisi yang paling produktif. Menghadapi globalisasi, karakter generasi muda harus lebih meningkatkan pembangunan budi pekerti dan sikap menghormati dan harus mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengutip pendapat mantan Mendikbud, Mohammad Nuh menegaskan, bahwa “tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menyusun dan menyistemasikan, sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya”. Semoga. (Disarikan dari berbagai sumber: penulis adalah Guru SMPN 11 Kota Jambi, email:sihaloho11@yahoo.com).

Senin, 22 September 2014

PENINGKATAN MUTU DAN PENGAWASAN

Era Joko Widodo Peningkatan Mutu Pendidikan- Penegakan Peraturan Mendesak Dilakukan Oleh : NELSON SIHALOHO Pendahuluan Joko Widodo dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1961 di Surakarta Jawa Tengah merupakan alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Sebagai kader partai pada tahun 2005 berhasil menjadi Walikota Solo hingga jabatan itupun dipegangnya untuk kedua kalinya pada tahun 2010 dan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berpasangan dengan Basuki Tjahaya Purnama (BTP, Ahok-red) berhasil mengungguli calon incumbent Fauzi Bowo. Dengan masa kepemimpinan yang singkat jabatan Gubernur DKI Jakartapun ditinggalkan oleh Joko Widodo dan maju sebagai calon Presiden pada tahun 2014 berpasangan denganM. Jusuf Kalla dan akan dilantik pada Oktober 2014 ini juga. Kepemimpinan Joko Widodo-M.Jusuf Kalla diharapkan membawa perubahan yang signfikan terhadap peningkatan pembangunan maupun kesejahteraan rakyat selama lima tahun ke depan 2014-2019. Masa lima tahun adalah masa yang singkat untuk seorang pemimpin dalam mewujudkan serta merealisasikan berbagai program yang telah diketahui oleh rakyat. Diantara berbagai program itu yang telah disaksikan oleh rakyat salah satunya adalah program pendidikan. Berdasarkan berbagai sumber riwayat pendidikan Joko Widodo dimulai dari SD Negeri 111 Tirtoyoso, SMP Negeri 1 Surakarta, SMA Negeri 6 Surakarta serta Universitas Gajah Mada Yogyakarta (Fakultas Kehutanan). Kini Joko Widodo akan menjabat sebagai Presiden RI yang 7 dan kita berharap banyak terhadap kinerja pembantunya (kabinet-red) khususnya yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan dan pengawasan pendidikan di negeri ini. Suatu langkah maju apabila Joko Widodo mampu melakukan berbagai terobosan yang fundamental di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dimana banyak peraturan yang belum dilaksanakan dengan maksimal. Salah satu contohnya adalah sanksi terhadap para pengawas pendidikan (pengawas sekolah-red). Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN RB) nomor 21 tahun 2010 tentang Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Negara Nomor 91/KEP/M.PAN/10/2001 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan profesi dan tuntutan kompetensi Pengawas Sekolah. Dalam BAB XI pasal 34 dinyatakan bahwa Pembebasan Sementara pada pasal (1) Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak menduduki jenjang jabatan/pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. (2) Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun sejak menduduki jabatan/pangkatnya tidak dapat mengumpulkan paling kurang 25 (dua puluh lima) angka kredit dari kegiatan tugas pokok. Pengangkatan Kembali Pasal 35(1) Pengawas Sekolah yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) apabila telah mengumpulkan angka kredit yang ditentukan, diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah.(2) Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf a dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah paling kurang 1(satu) tahun setelah pembebasan sementara. Menyikapi sekelumit persoalan diatas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus menjadi garda terdepan dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM) khususnya dibidang peningkatan mutu pendidikan dan penegakan peraturan yang barkaitan dengan kinerja pengawas di daerah maupun jajaran kinerja Dinas Pendidikan. Diduga selama ini banyak Kepala Dinas yang tidak patuh dan taat dalam menjalankan aturan khususnya dalam implementasi peraturan yang berkaitan dengan sanksi terhadap pengawas. Selain itu pengangkatan kabid-kabid yang kental dengan unsur politis meskipun kurang “layak” dilingkup Dinas Pendidikan perlu ditinjau ulang agar praktik-praktik “kurang sehat” itu benar-benar disinkronkan dengan kinerja Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) antara pusat dan daerah. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Indikator Menghadapi era global yang ketat dengan persaingan di berbagai bidang termasuk dunia kerja yang semakin kompetitif menuntut peningkatkan kualitas sumber daya manusia yang hanya bisa dilakukan melalui upaya peningkatan mutu pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Kurikulum 2013 diharapkan mampu menjawab tantangan dalam peningkatan mutu pendidikan di tanah air. Adler (1982) dalam bukunya menyatakan bahwa guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Guru senantiasa dituntut untuk memiliki kemampuan dan keahlian, mengatur, membimbing, dan mengarahkan anak didiknya agar berhasil. Rice dan Bishprick menyebutkan bahwa guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Profesionalisasi guru dipandang sebagai salah satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang. Glickman (1981) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Glickman,et.al juga menegaskan sesuai dengan pemikirannya di atas, seseorang guru dapat dikatakan profesional apabila memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment). Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya (Soetjipto dan Kosasi, 2000: 42). Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang baik itu ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dari kepuasan dan moral, keselamatan kerja serta peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Peningkatan mutu pendidikan seabagai salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan bersifat global ini mendapat perhatian utama Joko Widodo. Keberhasilan pembangunan suatu masyarakat, dilihat dari indikator ekonomi, ditentukan oleh mutu SDM bukan ditentukan oleh kekayaan sumber alam. SDM bermutu hanya bisa diperoleh melalui suatu proses pendidikan, yang pelaksanaannya juga harus bermutu tinggi. Menurut Lundvall sebagaimana dikutip Mansell dalam laporan untuk UNSCTD (1998:11) menyatakan bahwa kunci pembangunan ekonomi terletak pada pengetahuan, dan karena itu proses yang terpenting dalam pembangunan ekonomi adalah belajar. Belajar sifatnya interaktif dan terjalin dalam proses di masyarakat dimana belajar itu merupakan inti dari pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Istilah mutu mengandung banyak pengertian dan rujukan dimana ada ahli yang berpendapat bahwa mutu atau kualitas adalah sesuatu yang baik, dan ada yang berpendapat bahwa mutu adalah sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Secara umum adalah kesesuaian dengan standar dimana standar sendiri dapat dibedakan dalam satu rentangan dengan “ambang” (threshold) atau standar minimal pada ujung yang satu, dan baku-mutu (benchmarck) pada ujung rentangan yang lain. Seringkali masyarakat berpendapat bahwa mutu selalu berkaitan dengan biaya, yaitu mutu yang tinggi selalu berarti dengan biaya yang tinggi. Padahal biaya yang tinggi tidak selalu menjamin mutu yang baik, dimana era saat ini sedang terjadi gejala komersialisasi pendidikan, yang berorientasi kepada sekolah yang “menjual citra dan ijazah”. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan SDM sebagai prioritas pembangunan nasional, maka kedudukan dan peran guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan SDM berkualitas. Sertifikasi guru setidaknya memiliki tiga tujuan utama, yakni sertifikasi merupakan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, peningkatan proses dan mutu hasil pendidikan serta sertifikasi pendidik diharapkan mampu meningkatkan mutu guru disertai peningkatan kesejahteraan guru, sehingga ujungnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Apreiasi tinggi pada profesi guru itu merupakan bagian dari tuntuan dunia internasional. ILO dan UNESCO sebagai organisasi di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), misalnya, mengakui staus profesi guru pada tempat tersendiri. Kata “status” yang digunakan di dalam rekomendasi ILO/UNESCO mengenai Status Guru (The Status of Teachers) tahun 1966, bermakna bahwa kedudukan dan penghormatan yang diberikan kepada guru harus sesuai. Hal itu dibuktikan dengan tingkat penghargaan akan pentingnya fungsi dan kemampuannya melaksanakan fungsi, kondisi kerja, pengupahan dan keuntungan-keuntungan material lain yang diberikan kepada mereka dibandingkan dengan kelompok-kelompok profesi lain. ILO/UNESCO merekomendasikan bahwa status guru hendaklah sebanding dengan kebutuhan dan tuntutan akan maksud dan tujuan pendidikan, serta harus diakui bahwa status guru yang tepat dan penghormatan umum bagi profesi pengajaran sangat penting untuk mewujudkan maksud dan tujuan pendidikan seutuhnya. Peningkatan Mutu Pengawas Sekolah Standarisasi merupakan hal penting untuk menjamin kualitas pendidikan dari segi input, output, dan out come, dalam rangka pertanggungjawaban moral kepada masyarakat. Untuk mewujudkan sekolah yang memiliki standar SNP perlu dilakukan penguatan program standarisai pendidikan dan audit mutu internal kepada pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru. Persoalan kinerja pengawas sekolah yang dinilai belum baik, bukan hanya dari segi kompetensi yang memang ternyata rendah dimana proses rekrutmen pengawas juga disoroti karena ada yang tidak melalui proses pemilihan dan pelatihan. Keberadaan pengawas sekolah juga sering dikeluhkan, karena dinilai justru sering mencari-cari kesalahan daripada mendukung sekolah dan para guru yang punya ide untuk melakukan terobosan. Para guru menjadi terhambat untuk bisa mengembangkan ide-ide kreatif atau berimprovisasi sebab indikator penilaian yang dibuat pengawas tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Informasi dari berbagai sumber pengawas sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 23.000 orang dan setiap pengawas bertugas mengawasi 10-15 sekolah atau setara 60 guru. Pengawas yang efektif dapat mendorong performa sekolah. Pengawas yang profesional dapat mendorong sekolah memberikan layanan pendidikan bermutu pada siswa. Prestasi kerja pengawas sekolah dalam menunaikan tugas pokoknya perlu mendapat penilaian. Untuk melaksanakan penilaian kinerja pengawas sekolah, diperlukan pedoman penilaian kinerja. Berkenaan dengan itu, Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan SDMP dan PMP Kementerian Pendidikan Nasional memandang perlu menyusun Pedoman Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah sebagai panduan semua pihak yang terkait untuk menghimpun data kinerja pengawas sebagai dasar untuk mengembangkan fungsi pengawasan pendidikan dan pengembangan karir pengawas. Penilaian kinerja pengawas sekolah/madrasah bertujuan untuk memperoleh informasi kinerja pengawas berdasarkan hasil evaluasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan diri pengawas dalam melaksanakan tugas-tugas kepengawasan. Mendeskripsikan kinerja pengawas secara kolektif dalam siklus tahunan sehingga dapat diperoleh gambaran umum kinerja pengawas pada tingkat kabupaten kota/provinsi sebagai dasar untuk menentukan mutu kinerja pengawas secara nasional. Selain itu menghimpun data kinerja sebagai dasar untuk menentukan kebutuhan program pembinaan kompetensi mewujudkan pengawas yang bermartabat dalam rangka meningkatkan penjaminan mutu pendidikan nasional. Pengawas yang bermartabat ditunjukkan dengan tingkat penguasaan kompetensi supervisi akademik, supervisi manajerial, evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Namun kenyataan dilapangan seringkali para pengawas kinerjanya kurang menggembirakan. Selain tidak berkompeten diduga kepangkatannya juga lebih rendah dari guru. Dengan kondisi seperti itu para pengawas tidak layak lagi menduduki jabatan apalagi dikaitkan dengan PERMEN PAN RB Nomor 21 Tahun 2010 itu. Para Kepala Daerah, Kepala Dinas harus memahami semua peraaturan yang berkaitan dengan aturan yang berlaku di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hukuman dan sanksi terhadap pengawas apalagi sejak diangkat menjadi pengawas lebih dari 10 tahun tidak naik pangkat sudah layak dicopot jabatannya dan dikembalikan menjadi guru biasa. Pengawas yang kembali ingin menjabat sebagai Kepala Sekolah termasuk oknum yang merendahkan martabat dan kinerja jabatan pengawasnya. Menghadapi tantangan yang semakin komplek itu Presiden Joko Widodo harus mengangkat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengerti, memahami tentang pelaksanaan aturan yang berlaku dalam melakukan penegkan peraturan terhadap aparatur negara. Kepala Dinas, Kabid, Pengawas Pendidikan hingga para guru PNS adalah aparatur negara berarti harus tunduk kepada peraturan pendayagunaan aparatur negara. Ke depan tidak ada lagi yang namanya perpanjangan usia pensiun, jika sudah pensiun maka aparatur negara jelas purnabakti. Selain hal diatas perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap anggaran pendidikan baik itu Bantuan Operasional Sekolah (BOS) buku dan biaya operasional lainnya khususnya ditingkat SMP hingga SMA yang sering dianggap menjadi “lahan basah” untuk dikorupsi oleh para kepala sekolah. Wajar saja jika Pengawas dan Guru sering “diakali dan dipermainkan” oleh Kepala Sekolah karena pengawas dan guru tidak “memegang uang”. Hal inilah yang selalu menjadi rebutan para Kepala Sekolah karena ada unsur “memegang uang” padahal tugasnya mereka adalah tugas tambahan. Ke depan tidak boleh lagi Kabid dan Pengawas lebih rendah kepangkatannya dengan guru. Jika itu terjadi sudah sangat “memalukan” institusin pendidikan. Semoga pada era kepemimpoinan Joko Widodo-M.Jusuf Kalla peningkatan terhadap mutu pendidikan dan penegakan peraturan terhadap para pengawas pendidikan dapat berjalan dengan optimal. Semoga. (* Penulis adalah pemerhtai masalah pendidikan tinggal di kota Jambi).

Senin, 19 Mei 2014

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU

Pengembangan Kompetensi Guru dan Tuntutan Profesi Oleh : Nelson Sihaloho Abstrak: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menjadi dasar utama guru untuk selalu mengembangkan kompetensinya. Pengembangan kompetensi guru berkaitan erat dengan tuntutan profesi. Guru yang kurang mampu mengembangkan kmpetensinya lambat laun akan tersingkir. Pada pasal 2, dinyatakan bahwa : Guru yang tidak dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan, padahal yang bersangkutan telah diikutsertakan dalam pembinaan pengembangan keprofesian, beban kerjanya dikurangi sehingga kurang dari 24 (dua puluh empat) jam tatap muka atau dianggap melaksanakan beban kerja kurang dari 24 (dua puluh empat) jam tatap muka. Guru yang mempunyai kinerja rendah wajib mengikuti pembinaan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila telah dapat menunjukkan kinerja baik, diberi beban kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mulai berlaku efektif 1 Januari 2013. Kata kunci: Pengembangan, Kompetensi, Guru dan Profesi Pendahuluan Saat ini tuntutan terhadap pendidikan yang berkualitas dan bermutu menjadi syarat mutlak agar sebuah negara mampu berkompetisi secara fair dan kompetitif dengan berbagai negara di dunia. Kualitas sumber daya manusia (SDM) berada ditangan guru sebagai pelaksana utama pada unit terkecil (sekolah) dilapangan. Tugas guru sebagai profesi telah diakomodasi pemerintah dengan mengalokasikan anggaran untuk tunjangan profesi (sertifikasi). Namun fakta dilapangan seringkali tunjangan profesi itu tidak dibarengi dengan pengembangan kompetensi oleh sebagian para guru. Bahkan ada sebagian guru yang berangapan bahwa dengan lulus sertifikasi tunjangan profesi akan berlaku secara otomatis seumur hidup tanpa diimbangi dengan peningkatan kinerja maupun peningkatan profesionalisme guru. Anggapan demikian perlu diluruskan bahwa pemberian tujangan profesi harus dibarengi dengan peningkatan kineja. Kondisi guru diberbagai daerah kini menjadi sorotan, bahkan banyak guru yang tidak mampu menjalankan tugas-tugas profesionalismenya sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Korupsi waktu dan korupsi jam (beban kerja) seringkali menjadi “ajang” atau “lahan basah” untuk diakali agar beban kerja guru benar-benar 24 jam tatap muka. Kondisi ini menjadi beban bagi pemerintah karena bisa “mempreteli dan “membobol keuangan negara” dan berakibat terjadinya “korupsi berjamaah” dalam lingkungan sekolah. Menurut Hanafi (2007), kompetensi terkait strategi organisasi dimana kompetensi dapat dipadukan dengan soft skill, hard skill, social skill, dan mental skill . Soft skill meliputi intuisi dan kepekaan SDM, hard skill meliputi pengetahuan dan keterampilan fisik SDM serta social skill meliputi keterampilan dan hubungan sosial SDM. Mitrani, et.al, 1992 menyatakan bahwa kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu di dalam pekerjaannya. Berangkat dari definisi ini kompetensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya mencakup motif, konsep diri, sifat, pengetahuan, dan keahlian yang dapat digunakan untuk memprediksi kinerjanya. Sedangkan Spencer dan Spencer, (1993), membagi kompetensi atas dua kategori yaitu threshold competencies dan differentiating competencies. Kompetensi pada dasarnya menggambarkan apa yang seharusnya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku, dan hasilnya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Dalam melakukan pekerjaannya, seseorang harus memiliki kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) serta keterampilan (skill) sesuai dengan bidang pekerjaannya. Depdiknas (2008) mengatakan bahwa kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru untuk memangku jabatannya sebagai profesi. Sedangkan Suyanto dan Hisyam (2000) mengemukakan tentang tiga jenis kompetensi guru yaitu kompetensi profesional, kompetensi kemasyarakatan dan kompetensi personal. Berkaitan dengan itu Ubrodiyanto (2007) menyumbangkan beberapa pemikiran tentang program dan perencanaan untuk pengembangan kualitas SDM pendidikan. Diantaranya melakukan pembinaan guru secara terus-menerus serta berkesinambungan. Menyusun sistem remunerasi sehingga mendorong guru untuk merasa nyaman dan sejahtera di dalam bekerja. Selanjutnya adalah melakukan up-grade kemampuan akademik guru, dari minimal Sarjana (S1) ke jenjang Magister (S2) dan Doktor (S3) serta meningkatkan soft skill guru menyangkut sikap mental, karakter, dan kepribadian sehingga guru dapat memberikan teladan bagi siswa. Menciptakan kondisi serta lingkungan kerja yang kondusif terhadap pengembangan kemkemampuan guru, sekaligus menumbuhkan kepuasan kerja. Berkaitan dengan hal itu apa yang harus dilakukan oleh pihak sekolah agar guru mampu mengembangkan kompetensinya?. Bagaimana bentuk program dan pengembangan kompetensi yang dilakukan terhadap guru agar guru mampu menentukan arah, karir, penelolaan kinerja guru sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya?.Relevankah pengembangan kompetensi guru dengan tuntutan rofesionalisme? Mutlak Dikembangkan Menurut Hanafi (2007) ada beberapa manfaat yang dapat diterima dengan dilakukannya peta kompetensi guru disekolah. Diantaranya sekolah dapat mengetahui guru mana yang siap mengisi posisi tertentu yang sesuai dengan kompetensi yang dituntut serta bagaimana cara untuk menarik atau menyeleksi calon guru, baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah. Sekolah dapat mengetahui arah pengembangan guru, bukan hanya sekedar ikut trend pengembangan guru yang ada, tetapi benar-benar mengembangkan guru sesuai dengan kebutuhan kompetensinya. Sekolah dapat lebih adil dalam memberikan kompensasi guru, sekolah dapat menyusun perencanaan karier yang lebih pasti terhadap gurunya serta sekolah dapat menilai kinerja guru secara lebih adil. Sergiovanni et al. (1987) yang menyatakan bahwa “perbedaan yang paling kritis antara sekolah dengan organisasi lainnya adalah intensitas manusia yang mendasari pekerjaannya. Sekolah adalah organisasi kemanusiaan, produknya adalah manusia serta prosesnya memerlukan sosialiasi manusia”. Karena itu sekolah berhak untuk mengembangkan jalur karir guru. Sebagaimana diketahui ada 5 tahapan dalam mengembangkan karier guru yaitu tahap pertumbuhan, di mana guru baru mengembangkan konsep dirinya dengan cara mengidentifikasikan diri serta berinteraksi dengan keluarga, teman, dan sesama guru. Kemudian tahap penjelajahan, di mana guru serius menjelajahi berbagai alternatif kedudukan serta berusaha mencocokan berbagai alternatif tersebut dengan minat dan kemampuannya. Selanjutnya adalah tahap penetapan, di mana guru mengharapkan satu kedudukan yang layak diperolehnya dan kepala sekolah melibatkan diri di dalam kegiatan-kegiatan tersebut serta membantunya untuk memperoleh satu kedudukan yang tetap. Tahap pemeliharaan, di mana guru mengamankan tempatnya di dalam dunia kerja. Kepala sekolah akan berusaha untuk memelihara tempat tersebut serta tahap kemerosotan, di mana guru menghadapi berkurangnya tingkat kekuasaan dan tanggung jawab serta belajar untuk menerima dan mengembangkan peran baru sebagai mentor dan mempercayakan tugas-tugas sebelum nya kepada guru yang lebih muda. Menurut Edgar Schein, perencanaan suksesi karier merupakan suatu proses penemuan yang berkesinambungan atau proses di mana seseorang secara perlahan-lahan mengembangkan konsep diri tentang pekerjaan yang lebih jelas jika dilihat dari bakat, kemampuan, motif, kebutuhan, sikap, dan nilai-nilainya. Ada empat langkah penting dalam perencanaan suksesi karir guru, yaitu mengidentifikasi langkah karier guru Kepala sekolah harus mempunyai wawasan yang luas tentang apa yang diinginkan dari karir guru, bakat dan keterbatasan guru, serta nilai-nilai yang dimiliki oleh guru dan bagaimana nilai- nilai tersebut cocok dengan alternatif yang dikembangkan. Mengidentifikasi orientasi pekerjaan guru. Mengutip pendapat John Holland menemukan enam tipe atau orientasi kepribadian dasar, yaitu orientasi realistik, orientasi penyelidikan, orientasi sosial, orientasi konvensional, orientasi kewiraswastaan, dan orientasi artistik. Mengidentifikasi keterampilan guru dimana kesuksesan karier guru tidak hanya tergantung dari motivasi, tetapi juga kemampuan. Dua faktor penting yang mempengaruhi kemampuan guru, yaitu keterampilan kedudukan (keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil dalam menduduki posisi guru) maupun kecerdasan (kemampuan bawaan guru yang mencakup intelegensia, kecerdasan numerik, pemahaman mekanik, ketangkasan manual, juga berbagai bakat seperti kemampuan artistik, teatrik, atau musik yang memainkan peran penting dalam pemilihan karier guru). Menyusul kemudian mengidentifikasi jangkar karier guru Jangkar karier guru merupakan suatu poros yang di sekelilingnya karier guru akan berputar. Ada lima jangkar karier guru, yaitu jangkar karir fungsional/teknik, jangkar karir kompetensi manajerial, jangkar karier kreativitas, jangkar karir otonomi dan kemandirian, dan jangkar karier keamanan. Karena itu para Kepala Sekolah (leadership) menghadapi tantangan kompetitif berkaitan dengan globalisasi, peningkatan profitabilitas melalui pertumbuhan, modal intelektual, teknologi, dan perubahan secara kontinu (Ulrich, 1996). Menghadapi berbagai tantangan itu, maka sekolah harus mengembangkan keunggulan intangible atau keunggulan bersaing yang tidak mudah diimitasi oleh pesaing. Menurut Hill dan Jones, (1998) menyatakan bahwa keeunggulan bersaing diciptakan melalui efisiensi, kualitas produk, dan inovasi. Walker (1994) menyebutkan bahwa ada empat karakteristik utama yang harus dipenuhi oleh fungsi SDM agar dapat mendukung keunggulan bersaing, yang dapat diterapkan ke dalam dunia pendidikan. Mengintegrasikan kegiatan SDM pendidikan dengan strategi organisasi sekolah, mengintegrasikan proses SDM pendidikan dengan proses manajemen SDM sekolah, mengintegrasikan fungsi SDM pendidikan dengan organisasi sekolah serta mengintegrasikan cara pengukuran SDM pendidikan dengan cara pengukuran organisasi sekolah secara keseluruhan. Sekolah bisa mengadopsi strategi bersaing Michael Porter bahwa untuk mencapai keunggulan bersaing, ada tiga macam alternatif strategi yang dapat digunakan. Strategi inovasi pendidikan, yaitu strategi pengembangan produk pendidikan yang unik dibandingkan produk yang dihasilkan sekolah pesaingnya. Strategi kualitas pendidikan, yaitu strategi penciptaan produk pendidikan yang lebih berkualitas dibandingkan produk sekolah pesaingnya serta strategi pengurangan biaya pendidikan, ditekankan pada upaya menekan biaya pendidikan serendah mungkin sehingga harga jasa pendidikan yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan pesaingnya. Profesionalisme Guru Guru sebagai pendidik profesional harus memiliki kualitas bukan hanya mampu menyiapkan perangkat pembelajaran sebagai perencaaan untuk melakukan kegiatan pembelajaran ataupun penilaian tetapi mampu mengukur target kompetensi profesionalismenya. Menjalankan tugas profesional perlu dibarengi dengan peningkatan kompetensi profesional seperti melakukan penelitian dan pengembangan profesionalisme berkelanjutan berupa publikasi ilmiah ataupun pengembangan diri. Guru meski telah lulus sertifikasi dan dikatakan “Guru Profesional” dalam sertifikatnya apabila tidak secara terus menerus mengembangkan kualitas profesionalismenya bukanlah guru profesional. Semangat profesionalisme guru harus benar-benar dikembangkan sesuai dengan tuntutan kinerja professional. Mengutip pendapat John Goodlad, Ketua Asosiasi Kepala Sekolah di Amerika Serikat pernah berkata “Manakala guru sudah masuk ke ruang kelas dan menutup pintu kelas itu, dialah yang akan menentukan apakah proses belajar hari itu berjalan dengan baik atau tidak, dapat mencapai tujuan atau tidak”. Guru dikatakan termasuk dalam kategori professional apabila ada peningkatan yang signifikan antara pengetahuan tersistem dan berkelanjutan. Menurut Suyanto (2013) menyatakan bahwa guru yang baik perlu mendapat insentif untuk pindah ke daerah yang mereka kehendaki, sehingga mereka perlu mendapatkan kesempatan untuk melakukan mobilitas secara horizontal. Menurut Longman (1987) profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional. Intinya tuntutan profesionalisme tuntutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Seorang guru dapat diukur profesionaismenya melalui proses evolusi dengan menggunakan pendekatan organisasi dan sistematis dalam mengembangkan profesi ke arah yang lebih baik. Menurut Gilley dan Eggland (1989), standar professional dapat diketahui dengan empat perspektif pendekatan. Pendekatan itu adalah pendekatan berorientasi filosofi, pendekatan orientasi perkembangan, pendekatan orientasi karakteristik serta pendekatan orientas non-tradisional. Mengacu pada hal itu pengembangan kompetensi guru berkaitan erat dengan tuntutan profesionalisme guru sebagaimana diamanatkan dala undang-undang baik itu tentang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) maupun Penilaian Kineja Guru (PKG). PKB menuntut adanya pengembangan secara terus menerus sehingga guru akan selalu belajar dan belajar memperbaiki kompetensi yang dimilikinya terutama kompetensi profesionalisme sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan kompetensi yang dipersyaratkan. Kelak pemerintah akan melakukan penilaian ulang (regulasi) terhadap sertifikasi guru sebagai wujud penilaian terhadap profesionalisme guru.(tulisan ini dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber-sumber relevan).

Rabu, 14 Mei 2014

PEMUTAKHIRAN PROFESI GURU

KURIKULUM 2013 DAN PEMUTAKHIRAN PROFESI GURU Oleh : NELSON SIHALOHO Abstraksi Imlpelemntasi pelaksanaan Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013/2014 memasuki tahun kedua. Banyak persoalan yang mengemuka berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum 2013. Selain itu guru dituntut untuk memutakhirkan profesinya sebagai guru profesional. Apabila guru tidak memutakhirkan profesinya akan banyak menghadapi kendala dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Diantaranya adalah adanya keengganan mengikuti tuntutan pelaksanaan kurikulum 2013, tidak peduli dengan tuntutan dan perubahan. Bahkan guru akan dihadapkan pada suatu kondisi dilematis dimana perubahan zaman yang bergerak secara dinamis mengglobal mau tidak mau guru wajib memutakhirkan profesinya. Pemutakhiran profesi guru akan menjadikan guru lebih profesional sesuai dengan tuntutan empat ranah kompetensi pedagogi, kepribadian, sosial dan profesional. Untuk guru mata pelajaran wajib memenuhi persyaratan sebanyak 14 kompetensi, sedangkan untuk guru Bimbingan dan Konseling sebanyak 17 kompetesi. Itulah sebabnya saat ini peta regulasi guru kini diatur dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, SKB Kementrian dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan/Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kata Kunci: Kurikulum. Mutakhir dn Profesi Guru Pendahahuluan Sebagaimana kita ketahui bahwa Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) lebih dulu diimplementasikan sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN RB) nomor 16 tahun 2009. PKB merupakan pembaruan secara sadar akan pengetahuan dan peningkatan kompetensi guru sepanjang kehidupan kerjanya. PKB dilaksanakan dalam upaya mewujudkan guru yang profesional, bermatabat dan sejahtera; sehingga guru dapat berpartisipasi aktif untuk membentuk insan Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur dan berkepribadian. PKB untuk guru memiliki tujuan umum yaitu meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Adapun tujuan khusus PKB adalah memfasiltasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan, memfasilitasi guru untuk terus memutakhirkan kompetensi yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya. Memotivasi guru-guru untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional serta mengangkat citra, harkat, martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru. Tugas pokok fungsi guru adalah menjalankan tugas-tugas profesionalismenya dilingkungan mana guru ditugaskan. Dalam menjalankan tugasnya guru dituntut untuk melaksanakan kurikulum sebagaimana aturan pemerintah. Guru dalam menjalankan tugasnya wajib melaksanakan kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah sebagai payung hukum dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismeya. Kenyataan dan fakta dilapangan perubahan kurikulum sering membuat guru “resah” bahkan berujung “penolakan” terhadap pelaksanaan kurikuum yang baru. Implementasi Kurikulum 2013 yang telah diberlakukan dengan memberikan kesempatan kepada pihak sekolah sebagai “sekolah percontohan” implementasi Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013/2014 output atau produknya baru akan terlihat pada tahun pelajaran 2015/2016. Konsekuensinya akan ada perubahan tentang sistem penilaian terutama Ujian Nasional yang akan dilaksanakan pada pertengan tahun 2016 khusus pada sekolah yang menjadi sekolah percontohan Kurnas 2013. Produk dan output mutu lulusan inilah kelak yang menjadi penilaian awal terhadap guru-guru di tanah air khususnya dalam pemutakhiran profesi guru. Pemutakhiran profesi guru mutlak dilakukan sehingga “rekam jejak guru” dapat dinilai secara terus menerus dan berkelanjutan oleh pemangku kebijakan “stakeholders” Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemdikbud sebagai instansi pembina Jabatan Fungsional Guru tentunya telah memiliki jangkauan ke depan bagaimana agar guru secara terus menerus mampu mengembangkan tugas-tugas profesionalismenya sesuai dengan tuntutan zaman dan perubahan global. Masalahnya sekarang apakah guru mampu menjalankan aturan dan mekanisme pelaksanaan PKB untuk memutakhirkan profesionalismenya? Bagaimana hambatan dan solusi yang harus dilakukan oleh guru dalam memutakhirkan yuhas profesionalismenya? Mekanisme Pelaksanaan PKB Pemutakhiran profesi guru diawali dengan pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Mekanismenya ada 9 tahap diawali dengan Guru mengevaluasi diri menjelang akhir tahun ajaran (Format-1), Guru melalui proses Penilaian Kinerja, Koordinator PKB dan Guru membuat perencanan PKB, Guru menyetujui rencana kegiatan PKB (Format-2), Guru menerima rencana final kegiatan PKB(Format-2). Tahap selanjutnya Guru menjalankan program PKB sepanjang tahun, Koordinator PKB melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) kegiatan PKB, Guru menerima perkiraan angka kredit dari kegiatan PKB serta Guru melakukan refleksi kegiatan PKB.(Format-3). Khusus Guru dengan nilai penilaian kinerja guru (PK Guru) di bawah standar kompetensi profesi, maka pelaksanaan PKB nya diorientasikan untuk mencapai standar tersebut, dengan mekanisme khusus berbeda dengan PKB reguler yang mencakup tahapan informal dan formal. Pada tahapan informal ini, guru yang bersangkutan bersama koordinator PKB atau Kepala sekolah, menganalisis hasil penilaian kinerjanya dan menetapkan solusi untuk mengatasinya. Selanjutya Guru kemudian diberikan kesempatan selama 4–6 minggu sebelum pelaksanaan observasi ulang ke-satu untuk meningkatkan kompetensi-nya secara individu melalui belajar mandiri atau bersama kelompok dimana semua hal yang dilakukan guru selama tahap ini harus sesuai dengan recana kegiatan guru yang telah diketahui oleh koordinator PKB. Sedangkan pada tahap formal apabila guru tidak/belum menunjukkan peningkatan kompetensi pada penilaian/pelaksanaan pengamatan kemajuan ke-satu setelah mengikuti tahap informal, koordinator PKB dapat menentukan proses peningkatan selanjutnya yang harus dilakukan oleh guru yang dinilai. Pada tahapan formal ini Guru melakukan peningkatan kompetensi di sekolah. Intinya guru harus bekerja sama dengan seorang guru pendamping yang akan memberikan dukungan untuk melakukan kegiatan pengembangan dalam kompetensi pedagogik atau profesional termasuk melakukan pengamatan dan memberikan masukan dalam proses pembelajaran di kelas. Selama 4 – 6 minggu, guru pendamping akan melakukan pembimbingan secara intensif untuk meningkatkan kompetensi yang masih belum dikuasai oleh guru sebelum dilakukan penilaian/observasi kemajuan ke-dua. Untuk peningkatan kompetensi yang spesifik yang tidak dapat diatasi oleh sekolah, guru dapat melakukan peningkatan kompetensi di luar sekolah. Diantaranya guru mengikuti pelatihan melalui service provider yang ditetapkan bersama oleh koordinator PKB dan Kepala Sekolah, misalnya melalui diklat di PPPPTK atau LPMP atau LPTK sejenis dalam kurun waktu 4 – 6 minggu sebelum dilakukan penilaian/observasi kemajuan ke-dua. Koordinator PKB dan/atau kepala sekolah hendaknya dapat memonitor keikutsertaan guru dalam kegiatan ini. (sumber Kemdikbud, 2013). Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan PKB. Khususnya tingkat pusat-Kemdikbud menyusun Pedoman dan instrumen PKB, mensyeleksi dan melatih instruktur tim inti PKG tingkat pusat, melakukan pemantauan dan evaluasi. Tingkat provinsi, Dinas Pendidikan provinsi-LPMP tugasnya adalah melaksanakan pemetaan data profil keinerja guru, pendampingan, pembimbingan, dan konsultasi pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, pelaporan untuk menjamin pelaksanaan PKB yang berkualitas. Pada level wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tugasnya adalah mengelola PKB tingkat Kabupaten/Kota untuk menjamin PKG dilaksanakan secara efektif, efisien, objektif, adil, akuntabel, dan lain sebagainya, serta membantu dan memonitor pelaksanaan PKB di sekolah dan Gugus. Tingkat kecamatan , KKG/MGMP kecamatan/gugus tugasnya adalah merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan kegiatan PKB di gugus serta membantu dan membimbing pelaksanaan PKB di sekolah. Tingkat sekolah/madrasah tugasnya adalah merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan kegiatan PKB di sekolah serta Kordinator PKB tugasnya adalah menjamin bahwa guru menerima dukungan untuk meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesiannya sesuai dengan profil kinerjanya di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota dimana dalam pelaksanaannya dilengkapi dengan Laporan Kendali Kinerja Guru. Pada intinya pemutakhiran profesi guru adalah guru wajib mengupdate pengetahuannya sesuai dengan tuntutan profesionalisme guru saat ini dan masa yang akan datang. Guru yang tidak mampu mengupdate pengetahuannya akan terbentur pada pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) maupun dalam penilaian kinerja guru (PKG). Tuntutan akan pemutakhiran pengetahuan guru secara signifikan akan mampu meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan termasuk implementasi kurikulum 2013 yang memiliki jangkauan 32 tahun ke depan. Regulasi Sertifkat Guru Pemerintah mengkaji kemungkinan regulasi mengenai pembatasan masa berlaku sertifikat profesi guru sebagai bagian upaya terus menerus meningkatkan kompetensi guru. Tunjangan profesionalisme bukan gaji, tapi tunjangan kinerja. Pemberlakuan pembatasan masa berlaku sertifikat profesi guru itu seperti halnya surat izin mengemudi (SIM) yang memiliki masa kedaluwarsa. Surya Darma (2013) menyatakan bahwa pengembangan profesi guru secara berkelanjutan sebagai kebutuhan penting untuk kemajuan pendidikan nasional. Guru, harus terus dilatih dan memposisikan pengembangan profesi secara berkelanjutan sebagai bagian dari upaya pengembangan karier guru termasuk berkaitran dengan sertifikasi guru. Surya Darma, et.el mengatakan hasil uji kompetensi guru sebelumnya sebagai masih menunjukkan keprihatinan. Peningkatan kualitas tenaga pendidik harus dilakukan terus melalui berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Niat awal program sertifikasi adalah untuk meningkatkan kinerja guru dan dosen. Program ini sudah berjalan hampir lima tahun dan diperkirakan akan selesai tahun 2014. Selain pemantapan proses administrasi tenaga kependidikan, program sertifikasi disertai dengan peningkatan insentif untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dibuat oleh pemerintah. Mengingat program sertifikasi sangat penting akan berimplikasi pada pendanaan untuk kesejahteraan tenaga pendidik dan program sertifikasi mesti menghasilkan suatu kondisi kemajuan di segala bidang, baik peningkatan aktivitas guru dan dosen dalam mempersiapkan pembelajaran, pengembangan diri hingga menghasilkan karya akademik. Banyak guru yang belum paham apa yang harus diperbaiki melalui sertifikasi guru dan dosen. Padahal, dari sisi absensi, jika guru dan dosen tidak di tempat sewaktu jam mengajar, terjadilah inefisiensi, termasuk keterlambatan datang dan ketidaksiapan dalam proses belajar-mengajar. Selain itu, guru dan dosen dituntut untuk semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai pendidik. Korupsi di bidang absesni guru, menjadi pertanyaan besar bagi Esther Duflo et al dalam jurnal di American Economic Review, tahun 2012. Pertanyaan paling mendasar dalam studi itu adalah bagaimana program insentif untuk meningkatkan kehadiran guru di sekolah. Hasil menunjukkan, terjadi penurunan absensi pada sekolah yang mendapat insentif 21 persen poin relatif dibandingkan sekolah kontrol, dan saat bersamaan ternyata insentif juga meningkatkan indeks capaian anak murid sebesar 0,17 poin dan masih menjadi pertanyaan jika proses peningkatan insentif tidak disertai peningkatan kapasitas guru, termasuk supervisi akan efektivitas sekolah. Agar dampak insentif dan regulasi baru optimal, perlu perbaikan antara lain masa berlaku sertifikasi harus ada batasnya, insentif juga dapat menjadi instrumen untuk memastikan kembali berjalannya penempatan dan penugasan guru, baik dari segi fungsionalisasi mata pelajaran maupun distribusi guru berdasarkan lokasi atau unit satuan pendidikan. Begitu banyaknya penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidangnya membuat sertifikasi tidak banyak artinya untuk peningkatan kualitas pendidikan. Selain itu umumnya sekolah gagal meningkatkan mutu karena kemampuan dasar guru tidak terpenuhi. Intinya proses sertifikasi sebaiknya menetapkan penjenjangan guru dan melahirkan pemetaan akan stok guru berdasarkan kapasitas yang dimiliki. Sejak tahun 2013 guru ditantang oleh pemerintah untuk lebih professional lagi. Dalam urusan kenaikan pangkat bagi seorang guru telah mengalami perubahan yang sangat drastis dibandingkan dengan kenaikan pangkat tahun-tahun sebelumnya. Jika dibandingkan antara guru yang mendapatkan tunjangan sertifikasi dengan yang belum, penilaian kinerjanya “belum signifikan”. Diberlakukannya aturan yang lebih ketat, bertujuan meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru sebagai tenaga profesional yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Jumlah beban mengajar guru adalah antara 24 jam-40 jam tatap muka/minggu atau bagi guru BK, membimbing 150-250 siswa/tahun. Apabila pada penilaian angka kredit sebelumnya tidak ada kewajiban untuk melaksanakan kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), maka pada model perhitungan angka kredit yang baru ini, seorang guru wajib mengikuti kegiatan PKB terdiri dari kegiatan Pengembangan Diri (PD) dan Publikasi Ilmiah dan/atau Karya Inovatif (PI) sesuai dengan jenjang kepangkatan guru yang bersangkutan. Semakin besar golongan dan jabatan seorang guru, maka semakin besar angka kredit yang wajib diperoleh dari kegiatan PKB serta Publikasi Ilmiah / Karya Inovatif. Terbitnya peraturan baru ini bisa saja guru akan semakin terpacu untuk menyiapkan diri semaksimal mungkin. Sebaliknya kemungkinan besar banyak guru-guru memilih pasrah dengan pangkat/golongan yang diterima saat ini. Dengan berharap cemas menunggu keputusan sanksi yang akan diberikan. Bagi seorang guru yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam beberapa kurun waktu tertentu dalam pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya akan dikenakan sanksi berupa pencabutan tunjangan profesi serta tunjangan fungsionalnya. Karena itu guru wajib mengupdaate pengetahuan pengetahuannya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru wajib mengembangkan profesionalismenya secara berkelanjutan, terus menerus tanpa henti. Semoga,!!!.

Jumat, 28 Februari 2014

KURIKULUM 2013 DAN IMPLEMENTASINYA

Implementasi Kurikulum 2013 Akankah Berjalan Baik? Oleh: Nelson Sihaloho Perdebatan mengenai Kurikulum 2013 pada tataran politik berakhir pada tanggal 27 Mei 2013 lalu. Rencana pelaksanaan Kurikulum 2013, yang kontroversial selama beberapa bulan menjelang dimulainya tahun ajaran 2013/2014 diputuskan tetap jalan terus dan anggaran senilai Rp 829 miliar. Kini anggarannya telah dinikmati oleh sejumlah sekolah termasuk para stakeholders yang terkait dalam implementasi Kurikulum 2013. Pendahuluan Implementasi Kurikulum 2013 merujuk pada Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) nomor: 0128/MPK/KR/2013 tertanggal 5 Juni 2013 yang ditujukan kepada para Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Intinya Kurikulum 2013 telah disepakati untuk diimplementasikan secara bertahap dan terbatas mulai Tahun Pelajaran 201312014. Implementasi Kurikulum 2013 pada tahun pertama ini mencakup sebanyak 6.325 sekolah sasaran yang tersebar di seluruh provinsi dan 295 kabupaten/kota. Merujuk pada surat Kemdikbud itu Kemdikbud membuka kesempatan terhadap sekolah yang tidak termasuk sekolah sasaran untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 mulai Tahun Pelajaran 201312014 secara mandiri dibawah koordinasi Dinas Pendidikan setempat. Kemdikbud juga memohon dalam suratnya kepada Dinas Pendidikan dapat melakukan pendaftaran terhadap sekolah-sekolah yang berminat. Perlu diperhatikan tentang kesiapan sekolah dalam mengimplementasi Kurikulum 2013 seperti ketersediaan guru, akreditasi serta waktu persiapan yang memadai. Selain itu menyediakan anggaran untuk pengadaan buku bagi sejumlah siswa dan guru sesuai dengan jumlah buku yang harus disiapkan menurut jenjang pendidikan dan buku buku harus sudah siap pada awal Tahun Pelajaran 201312014. Menyiapkan guru untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Mengingat keterbatasan anggaran yang tersedia, jumlah guru yang dapat dilatih melalui anggaran Kemdikbud adalah sangat terbatas dan diberikan secara proporsional kepada kabupaten/kota yang mengajukan serta menyelenggarakan pelatihan guru secara mandiri dengan anggaran sendiri dan berkoordinasi dengan Kemdikbud untuk penyediaan instruktur yang diperlukan. Implementasi Kurikum 2013 yang sudah dilaksanakan dengan harapan terjadi perubahan terhadap dunia pendidikan kita kelak akan menghadapi banyak hambatan yang datang dari para pelaksana kurikulum di sekolah. Implementasi Kurikulum 2013 jika merujuk pada fakta dan kenyataan seakan-akan kurikulum pendidikan di Indonesia adalah satu-satunya sumber dari keberhasilan pendidikan yang harus terus dibenahi, tanpa melihat unsur lain dalam pendidikan seperti peserta didik, guru, orang tua maupun sarana prasarana yang mendukung juga perlu dibenahi. Padahal pembenahan kurikulum di Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1947. M. Nuh (2013) mengungkapkan “Tema pengembangan kurikulum 2013” adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Banyak kalangan menyangsikan kesiapan pemerintah melaksanakan kurikulum 2013 seperti seminar dan soasialisasi. Namun dilapangan kenyataannya akan berbeda implementasinya terutama para guru dan sekolah sebagai pelaksana akan kelimpungan mengimplementasikan Kurikulum 2013. Tuntutan impelementasi Kurikulum 2013 itu sangat berat. M. Nuh (2013) menyatakan bahwa, pengembangan kurikulum¬¬ 2013, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pa¬da kurikulum 2006, bertujuan ju¬ga untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan meng¬omunikasikan (mempresentasikan), apa yang di¬ per¬oleh atau diketahui setelah siswa menerima materi pembelaj¬aran. Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Lebh lanjut M. Nuh (2013) menyatakan bahwa sedikitnya ada dua faktor besar dalam ke¬ berhasilan kurikulum 2013. Pertama, penen¬tu, yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependi¬dik¬an (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Kedua, faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur; (i) ketersediaan buku sebagai ba¬han ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pem¬bentuk kurikulum; (ii) penguatan peran pemerintah da¬am pembinaan dan penga¬wasan; dan (iii) penguatan ma¬naj¬emen dan budaya sekolah. Bahkan Kemdikbud sudah mende¬sain¬¬ strategi penyiapan guru yang mel¬ibatkan tim pengembang kurikulum di tingkat pusat, instruktur diklat terdiri atas unsur dinas pendidikan, dosen, widya¬swara, guru inti, pengawas, ke¬¬pala sekolah, guru uta¬ma meliputi guru inti, penga¬was, dan kepala sekolah dan guru mereka terdiri atas guru kelas, guru mata pelajaran SD, SMP, SMA, SMK. M. Nuh,et.al menyatakan sedikitnya ada empat aspek yang harus di¬beri perhatian khusus dalam rencana implementasi dan ke¬terlaksanaan kurikulum 2013, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi akademik (keilmuan), kompetensi social, dan kompetensi manajerial atau kepemimpinan. Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum, diharapkan bisa menyiapkan dan membuka diri terhadap beberapa kemung¬kinan terjadinya perubahan. Kesiapan guru lebih penting¬ daripada pengembangan kuri¬kulum 2013, sebab kurikulum 2013 bertujuan mendorong peserta didik, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar,¬ dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), terhadap apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah mene¬rima materi pembelajaran. Melalui empat tujuan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Pada posisi ini guru berperan be¬sar di dalam mengimplementa¬sikan tiap proses pembelajaran pada kurikulum 2013. Guru ke depan dituntut tidak hanya cer¬das tapi juga adaptip terhadap perubahan. Akankah implementasi kurikulum 2013 sejalan dengan teori kurikulum sebagaimana digambarkan oleh Anita Lie, 2012?. Banyak Hambatan Anita Lie (2012) menyatakan bahwa keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum, termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran. Pendidikan memegang peran penting dalam era globalisasi. Anthony Giddens dalam bukunya yang berjudul “The Global Third Way Debate” mengatakan bahwa kemakmuran ekonomi jangka panjang suatu bangsa berkaitan dengan kemampuannya dalam kapasitas inovasi, pendidikan, dan riset (seperti yang ditunjukkan oleh Jepang, China, dan Korea Selatan). Pemikiran Giddens adalah sangat relevan jika kita melihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini yang mengalami penurunan. Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada semua sektor kehidupan, termasuk pada sektor pendidikan. Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Menurut Kuntowijoyo (2001) dalam era globalisasi kelak akan terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu negara, dari keunggulan komparatif (comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage) dimana keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sedangkan keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut Suyanto (2007) “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun funfsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu dan ditiru”. Kini kurikulum 2013 telah berjalan selama satu semester meskipun banyak pihak menilai memiliki banyak tantangan. Satu sisi Kemendikbud mengklaim bahwa implementasi kurikulum mendapatkan respon positif dari masyarakat dimana memerlukan kajian yang lebih komprehensif terhadap pihak-pihak yang menolak implementasi kurikulum 2013 tersebut. Penolakan dan dukungan terhadap kurikulum 2013 lebih merujuk pada sudut pandang sektoral. Meski kurikulum berubah guru merupakan kunci utama keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Itulah sebabnya keberhasilan pendidikan sering dibebankan pada guru. Fakta dilapangan masih banyak guru yang belum selesai dengan urusannya sendiri. Masih sibuk untuk hal-hal yang di luar konteks menciptakan pembelajaran yang efektif. Substansi suatu kurikulum adalah program pendidikan yang bertujuan membentuk siswa berkarakter, bertanggung jawab, pantang menyerah, dan tertanam jiwa nasionalisme. Penerapan kurikulum 2013 menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru untuk mewujudkan cita-cita pendidikan. Tenaga pendidikan dan kependidikan ditantang untuk menjembatani kondisi ideal dan kondisi nyata dunia pendidikan. Guru secara pribadi harus termotivasi dan tak segan mengeluarkan biaya untuk pengembangan potensi diri. Studi banding penting untuk memperoleh patokan atas apa yang telah dilakukan dan apa-apa saja yang dilakukan oleh sekolah lain. Guru juga perlu menambah durasi membaca buku atau hasil-hasil penelitian tentang pembelajaran dan pendidikan. Sekolah hendaknya dapat memiliki majalah pendidikan dan media komunikasi bagi guru yang idealnya menjadi sarana penyebarluasan informasi dan berbagi pengalaman. M. Nuh (2013) menyatakan dari tiga juta guru yang tercatat, baru 70.000 guru yang menjalani pelatihan dimana pemerintah akan kembali memberikan pelatihan kepada 80.000 guru untuk dijadikan instruktur nasional. M. Nuh,et.el menyatakan ada enam perubahan sebagai implementasi pelaksanaan kurikulum 2013. Pertama, tentang penataan sistem perbukuan yang harganya dapat ditekan semurah mungkin. Kedua, penataan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam penyiapan dan pengadaan guru. Ketiga, penataan atas pola pelatihan guru. Keempat, memperkuat budaya sekolah. Kelima, memperkuat NKRI, dan keenam, memperkuat integrasi pengetahuan-bahasa dan budaya. Praktisi pendidikan Romo Benny Susetyo (2013) berpendapat, penerapan kurikulum baru yang tidak dibarengi dengan sosialisasi dan pelatihan yang mencukupi tidak akan memberikan manfaat bagi peserta didik. Idealnya para guru akan paham tentang kurikulum baru jika dilatih selama tiga hingga lima pekan setiap tahunnya secara rutin. Intinya masalah pendidikan kita bukan pada kurikulum, melainkan guru, peningkatan kualitas gurulah yang mesti diubah, bukan kurikulumnya. Diklat Guru Meresahkan KBM Implementasi Kurikulum 2013 membawa perubahan sekaligus membawa keresahan pada level sekolah. Adanya beberapa guru yang ditunjuk menjadi guru sasaran, guru pendamping menambah persoalan baru dalam lingkup sekolah. Sistem pelatihan yang “amburadul” dengan tidak mengacu pada kalender pendidikan menjadikan sekolah sering terganggu dengan ulah “diklat-diklat atau pelatihan-pelatihan”. Belum lagi undangan “seminar-seminar” dari berbagai instansi ke lingkup sekolah ikut manambah daftar panjang keresahan dalam proses belajar mengajar. Apalagi dengan keterbatasan jumlah guru dalam lingkup sekolah siapakah yang berhak menggantikan dan mengisi jam mereka jika guru mengikuti pelatihan/seminar?. Belum lagi disiplin guru yan rendah bahkan sering mengabaikan tugas pokoknya sebagai guru menambah daftar panjang keresahan dalam kegiatan belajar mengajar. Ironisnya implementasi Kurikulum 2013 sebagaian ada guru yang menjadi guru sasaran dan guru pendampng yang akan melakukan pemodelan. Layakkah guru dijadikan model jika dalam menjalankan tugas pokok fungsinya saja “amburadul”?. Mampukah Kurikulum 2013 menjawab tantangan Generasi Emas 2045?. Karena itu pemerintah perlu melakukan pengkajian secara matang perihal diklat atau pelatihan terhadap guru khususnya dalam pelatihan kurikulum. Diupayakan agar sekolah tdak sampai terganggu dengan kegiatan diklat/pelatihan. Solusi terbaik pelatihan dilakukan sewaktu libur. Sebab saat ini banyak kegiatan pelatihan-pelatihan dari Kemdikbud selain Diklat Kurikulum 2013, diklat peningkatan kompetensi guru, diklat penulisan karya ilmiah bagi guru, diklat pengembangan profesi berkelanjutan (PKB) dan penilaian kinerja guru (PKG). Bahkan implementasi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN RB) No,. 16 tahun 2009 khusus untuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan belum berjalan dengan optimal. Terbaik Kurikulum 2013 diharapkan mampu memperkuat jati diri bangsa dalam menghadapi berbagai kompleksitas, tantangan baik secara internal maupun eksternal serta dapat mempersiapkan sumber daya manusia yang maju dan kompetitif. Kurikulum merupakan instrumen strategis untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum harus mampu memperkuat jati diri bangsa dalam konteks dinamika perkembangan global. Kesiapan sekolah juga dipertaruhkan. Bila dirunut pada tahapannya dimana pada level birokrasi, perubahan kurikulum sampai kurikulum 2013 dilakukan melalui empat tahap. Pertama Kemendikbud mengembangkan kurikulum dengan melibatkan para pakar pendidikan, kebudayaan, sampai ilmuwan. Kedua, presentasi di depan Wakil Presiden RI Boediono pada (13/11/2012. Ketiga, uji publik selama tiga minggu untuk menghimpun berbagai masukan masyarakat. Keempat, memformulasi ulang masukan masyarakat. Landasan digunakannya kurikulum 2013 menggantikan kurikulum sebelumnya (KTSP) adalah pertama landasan filosofi mencakup filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dan kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi. Kedua lansadan yuridis tertuang dalam RPJMN 2010-2014 Sektor Pendidikan,perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum. Ketiga Inpres No.1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional mengenai penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing karakter bangsa. Keempat landasan konseptual mencakup relevansi,model kurikulum berbasis bompetensi,kurikulum lebih dari sekedar dokumen,proses pembelajaran (aktivitas belajar, output belajar, outcome belajar) dan penilaian hasil belajar. Kurikulum 2013 arahnya sangat jelas, yaitu adanya keseimbangan kompetensi antara sikap (attitude), ketrampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Keseimbangan diperlukan karena kita merasa dirisaukan oleh pesereta didik yang tidak hanya memiliki kompetensi kognitif saja, tetapi juga harus memiliki kompetensi sikap, dan ketrampilan. Ke 4 kompetensi ini didukung oleh 4 pilar yaitu produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Inovatif merupakan gabungan dari sifat produktif dan kreatif. M. Nuh (2013) menyatakan “seseorang produktif dan kreatif, bukan berarti menjadi inovatif, tapi inovatif ini hanya bisa dibentuk kalau ada dua hal tersebut. Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaik yang dikembangkan oleh pemerintah dan merupakan kurikulum hasil koreksi dari kurikulum-kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum yang dikembangkan berbasis penguatan penalaran, bukan hafalan semata. Kurikulum pendidikan di Indonesia dipandang perlu disesuaikan dengan tuntutan zaman. Pola pembelajaran harus diarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu dan mengobservasi, bukan diberi tahu. Kurikulum 2013 sudah dilakukan uji publik, meskipun kurikulum-kurikulum sebelumnya tidak pernah dilakukan uji publik. Saatnya guru berinovasi mengimplemtasikan kurikulum 2013. Selamat Hari Guru Tahun 2013, Jadilah Guru Yang Profesional Sebagaimana Tertulis Pada Sertifikasi Anda,” GURU PROFESIONAL”. Semoga:!

Sabtu, 22 Februari 2014

REVOLUSI BELAJAR DAN PERUBAHAN KURIKULUM

Revolusi Belajar dan Perubahan Kurikulum Oleh: Nelson Sihaloho Saat ini tuntutan terhadap perubahan khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) khususnya dibidang pendidikan mutlak dilakukan. Sistem pendidikan yang dirancang oleh pemerintah diharapkan mampu mengantisipasi tuntutan perkembangan dunia global yang terus bergerak secara dinamis menuju tatanan dunia baru. Era globalisasi dengan segala bentuk kompleksitasnya memerlukan suatu desain kurikulum baru termasuk tentang revolusi belajar. Desain kurikulum pendidikan global melalui perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ke kurikulum 2013 diharapkan mampu membekali para siswa untuk mampu berkompetisi pada era global. Kurikulum pendidikan yang dirancang dalam perspektif global tidak terlepas dari nilai-nilai yang diakui secara universal. Nilai-nilai universal ini hendaknya diajarkan kepada anak didik bahwa kondisi dan perkembangan ilmu dan teknologi saat ini dan masa mendatang tidak terlepas dari perkembangan IPTEK masa lalu. Dalam konteks ini semua perubahan yang terjadi mengajarkan kita untuk lebih bijaksana dalam menjalankan aturan kurikulum yang telah dilaksanakan sejak tahun pelajaran 2013/2014 yaitu Kurikulum 2013. Dalam perjalanan awalnya implementasi Kurikulum 2013 banyak menghadapi kendala dalam pelaksanaannya dilapangan. Termasuk adanya tuntutan perubahan akan sistem rekruitmen guru yang kelak akan kembali diurus oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Hal ini mengindikasikan dan memunculkan adanya opini yang berkembang pada masyarakat bahwa mutu dan kualitas pendidikan kita masih dikategorikan dibawah negara-negara lainnya. Dengan kondisi itu perubahan kurikulum harus sejalan dengan pelaksanaan revolusi belajar bagaimana sesunguhnya sistim pembelajaran yang dilakukan dalam lingkungan pendidikan agar bermutu dan berkualitas. Perbaikan iklim terhadap suatu sekolah setidaknya berkaitan dengan pergantian kepala sekolah, penerimaan siswa baru, pendekatan dengan lingkungan sosial di sekitar sekolah, pergantian karyawan, dan penghargaan pada siswa. Sejalan dengan itu pelaksanaan kurikulum 2013 menuntut suatu konsekuensi bahwa tantangan nyata dalam pelaksanaannya akan lebih banyak muncul dilapangan pada guru yang dibebani dengan berbagai bentuk implementasinya. Diantaranya yang mencuat kepermukaan adalah rumitnya sistem penilaian serta membebani guru dengan dokumen-dokumen panjang dan berjibun. Selain itu munculnya mata pelajaran baru seperti “Prakarya” mengharuskan pemerintah untuk benar-benar menenmpatkan guru-guru yang memiliki spesialisasi “Prakarya” dan harus berlabel “S1 Prakarya” atau Sarjana Pendidikan Prakarya. Penyimpangan yang terjadi selama ini seperti Sarjana Teknologi Komunikasi yang bergelar Sarjana Komputer (S.Kom) perlu ditinjau ulang apakah benar para sarajana-sarjana komputer itu telah mampu menciptakan komputer. Adanya guru yang berpindah mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannnya (ke ilmuannya) juga perlu diteliti ulang legalitasnya. Perubahan jam mata pelajaran olah raga di SD menjadi kegiatan ekstra kurikuler perlu diikuti pada jenjang SMP. Dengan sekelumt persoalan tentang pendidikan bagaimanakan kita menyikapi revolusi belajar dan perubahan kurikulum?. Bagaimana lingkungan sekolah melakukan sistem mekanisme kerja dalam memberdayakan seluruh jajarannya menjalankan kurikulum 2013? Bagaimana pihak sekolah mempersiapkan iklim inovasi pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata saat ini? Materi Global Hess dan Torney (1967 menyatakan bahwa di Amerika Serikat anak berusia 8-12 belas tahun memiliki keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan tentang kultur dan sudut pandang lain yang ada di dunia dan mampu untuk menginternalisasikannya hingga pada tingkatan tertentu. Penelitian Benham dan Tye (1979) tentang evaluasi efektifitas materi kurikulum pendidikan global, mengungkapkan bahwa menurut laporan guru-guru di sekolah, siswa memiliki minat yang tinggi terhadap materi dan pelajaran yang berkaitan dengan masalah-masalah global. Hal tersebut didasarkan pada penelitian tindakan kelas yang dilakukan guru-guru di kelas mereka masing-masing. Sedangkan revolusi cara belajar merupakan sebuah paradigma untuk mengubah dan memperbaiki cara-cara kita belajar seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di seluruh dunia. Hal tersebut diyakini akan dapat mempercepat pemahaman siswa untuk menyerap ilmu yang lebih banyak dan bermanfaat dalam waktu yang relatif singkat. Dalam buku The Learning Revolution karya Gordon Dryden & DR. Jeannette Vos (2001) mengatakan bahwa “Belajar akan efektif bila dilaksanakan dalam keadaan fun”. Menurut Gordon,et.al ada delapan keyakinan utama yang menjadi dasar dalam revolusi belajar. Ke delapan keyakinan itu adalah, dunia bergerak dengan sangat cepat melalui titik-balik sejarah yang amat menentukan, kita hidup di tengah revolusi yang mengubah cara hidup kita, berkomunikasi, berpikir, dan mencapai kesejahteraan. Revolusi ini akan menentukan cara kita dan anak-anak kita bekerja, mencari nafkah, dan menikmati hidup secara keseluruhan, untuk pertama kalinya dalam sejarah, hampir segala hal mungkin dilakukan, sayangnya, di setiap negara mungkin hanya ada satu dari setiap lima orang yang tahu benar cara memanfaatkan gelombang perubahan ini dengan cerdik-bahkan di negara maju sekalipun. Jika kita tidak mampu mencari alternatif penyelesaian atas persoalan tersebut, 20% elit akan menikmati 60% pendapatan nasional, sedangkan 20% yang termiskin hanya mengecap 2%, karena itu, kita membutuhkan revolusi belajar untuk mengimbangi revolusi informasi, agar semua orang dapat menikmati keuntungan bersama-sama dari potensi sumber daya manusia yang luar biasa serta revolusi membantu kita mempelajari segala hal secara lebih cepat dan lebih baik juga berjalan semakin cepat. Gordon, et.al juga menyatakan tentang masa depan ada 16 kecenderungan utama yang akan membentuk dunia di masa depan. Ke 16 kecenderungan itu adalah zaman komunikasi instan, dunia tanpa batas-batas ekonomi, empat lompatan menuju dunia tunggal, perdagangan dan pembelajaran melalui internet dan masyarakat layanan baru. Kemudian penyatuan yang besar dengan yang kecil, era baru kesenangan, perubahan bentuk kerja, perempuan sebagai pemimpin dan penemuan terbaru tentang otak. Nasionalisme budaya, kelas bawah yang semakin besar, semakin besarnya jumlah manula, ledakan praktik-mandiri, perusahaan kooperatif serta kemenangan individu. Menurut Dryden dan Vos (2001) dalam buku Revolusi Belajar terjemahan Mizan, untuk mendukung pendidikan di era global ada lima hal yang perlu diperhatikan adalah Esensialisme; yaitu yang berkenaan dengan memberikan mata pelajaran inti yang dibutuhkan bagi pendidikan yang baik. Ensiklopedisme; mata pelajaran dasar dengan cakupan yang lebih luas dan terbuka bagi semua orang. Model pendidikan awal yang berbasis indra; Aristoteles mengemukakan bahwa pengetahuan berawal dari penyerapan melalui panca indera kita. Gerakan pragmatis yang berorientasi pada anak; John Dewey yang merintis aliran ini di Amerika, sekarang ada dua aliran utama, yang pertama berorientasi pada anak sebagai pribadi, sedangkan yang kedua pada rekonstruksi masyarakat serta pendekatan akal sehat (common sense); yaitu seiring dengan munculnya pengetahuan baru melalui penelitian-penelitian, sehingga kita bisa memilih yang terbaik dari semuanya dan berpikiran terbuka terhadap segala perubahan. Dryden dan Vos, et.al, menemukan bahwa seluruh program pelatihan dan pendidikan yang baik mempunyai enam prinsip kunci. Keenam prinsip itu adalah, “Kondisi” terbaik untuk belajar, yaitu dengan mengubah suasana belajar menjadi bersahabat dan tidak menakutkan”. “Kunci-kunci presentasi yang baik, yang melibatkan seluruh indra dan sekaligus membuat rileks, menyenangkan, bervariasi, cepat dan menggairahkan”. “Pikirkan sesuatu, dan memori terdalam akan menyimpannya sebagaimana Lozanov mengatakan ada tiga tembok mental dalam belajar; tembok kritis –logis, tembok intuitif- emosional dan tembok kritis-moral.” Ekspresikan hasil belajar, dalam hal ini permainan, lakon pendek, diskusi, dan drama dapat memperkuat jalur-jalur pelajaran”. “Praktikkan, yaitu dengan membuat siswa saling mengajari; dengan menggunakan peta pikiran dalam mencatat poin-poin penting dalam pelajaran” serta “ tinjau ulang, evaluasi, dan rayakan setiap keberhasilan siswa dalam mempelajari sesuatu hal yang baru”. Perombakan Kurikulum Kurikulum 2013merupakan hasil perombakan kurikulum sebelumnya telah diberlakukan meski masyarakat luas belum melihat hasil satu penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa mutu pendidikan kita terus merosot karena kesalahan kurikulum. Apakah tidak ada faktor lain yang lebih dominan dari kurikulum? M. Nuh (2011) menyatakan terdapat 88,8 persen sekolah di Indonesia tingkat SD hingga SMA/SMK belum melewati mutu standar pelayanan minimal.Perubahan kurikulum dadakan ini cermin ketiadaan kerangka besar arah pembenahan pendidikan nasional. Di tengah berbagai keterbatasan yang ada, keliru besar bila pembenahan pendidikan di semua jenjang, jenis, dan jalur baik di pusat maupun di tiap kabupaten/kota dilakukan secara parsial dan tidak menyentuh sistem karena tanpa didasari hasil pengkajian ilmiah. Sejak periode Mashuri, Soemantri Brodjonegoro, Syarief Thayeb, Daoed Joesoef, Nugroho Notosusanto, Fuad Hassan, Wardiman Djojonegoro, Wiranto Arismunandar, Bambang Sudibyo hingga M. Nuh telah banyak gagasan inovatif dan strategis yang dilontarkan. Gagasan-gagasan itu terkesan bersifat temporer, terlaksana sebatas masa jabatan menteri yang bersangkutan. Betapa banyak dana yang telah dihabiskan, tetapi akhirnya upaya tersebut tidak cukup terlihat terhadap pembenahan masalah pendidikan. Contohnya adalah pengembangan Sekolah Pembangunan, proyek CBSA, pengajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, dan pengembangan link and match. Tidak menutup kemungkinan apa yang telah dilakukan pada periode Mohammad Nuh akan diabaikan oleh menteri berikutnya. Akibatnya, kita tidak akan pernah mencapai prestasi besar. Kita lihat saja tentang Tembok China adalah salah satu wujud mahakarya peradaban umat manusia karena, meski mulai dibangun sebelum periode Dinasti Qin pada 722 SM, dinasti mana pun pada era kekuasaan berikutnya terus memelihara dan meneruskannya hingga kini. Begitu juga dengan perjalanan kurikulum di negeri ini mulai kurikulum 1975, 1984, dan 1993 bersifat sentralisasi atau kurikulum yang disusun secara terpusat. Dengan menggunakan taha-tahap berpikir atau tahap kognitif dari Bloom, dkk., kita tahu bahwa mengetahui/ menghapal merupakan tahap berpikir tahap rendah, memahami dan mengaplikasikan termasuk berpikir tahap tinggi. Anderson dan Kratkwohl (2001) menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi merupakan kreativitas. Sukmadinata (2003) ”memandang sebelum tahap kreeativitas, ada tahapan berpikir yang cukup penting yang aharus dikuasai para siswa yaitu pemecahan masalah (problem solving)’. Bobby dePotter dalam bukunya Quantum Learning menyebutkan bahwa emosi positif akan membuat kerja otak optimal. Majalah TIMES (2004) menyimpulkan bahwa pada tahun 1999, ada 130.000 anak sekolah dasar dan SMP di Jepang yang menolak untuk hadir di sekolah selama lebih dari sebulan. Mereka tertekan oleh kelas yang terlalu ramai, guru-guru yang terlalu otoriter, keharusan mengenakan seragam, bahan-bahan pelajaran yang overload, serta gangguan dari pelajar senior. Dryden dan Vos , et.al (2001) menyatakan model sekolah yang ada pada masa lalu tidak sesuai dengan tuntutan zaman saat ini, sehingga diperlukan terobosan-terobosan baru untuk mempersiapkan siswa mengarungi masa depan. Ada 13 langkah penting menuju masyarakat pembelajar di abad ke-21. Ke 13 langkah itu adalah, peran baru komunikasi elektronik, pelajari komputer dan internet, perlunya perombakan dramatis dalam pendidikan orangtua, prioritas layanan kesehatan bagi anak-anak, program pengembangan anak. Kita dapat mengejar ketertinggalan pada usia berapa saja, melayani setiap gaya belajar individu, belajar tentang cara belajar dan cara berpikir, apa yang seharusnya diajarkan di sekolah?. Kemudian Belajar dengan empat tingkat, tiga tujuan belajar, dimana seharusnya kita mengajar, berpikirlah terbuka dan komunikasikan dengan jernih. Mengutip pendapat Gus Field (1970 dalam Tye) bahwa perubahan pendidikan juga merupakan sebuah gerakan sosial. Field mendefinisikannya sebagai “program or sets of actions by a significant number of people directed toward some social changes”. Artinya sebuah perubahan sosial hanya bisa terjadi bila dilakukan oleh sejumlah orang yang menjalankan sebuah tindakan atau program yang terstruktur. Penekanan terhadap pendidikan global mirip dengan sebuah pergerakan sosial. Dalam hal ini kita bisa melihat dalam lima perspektif yaitu, The conditions which produce the movemen, Membership in the movement, The socio political context whitin which the movement resides, Structural properties of the movement and Behaviors of the members of the movement The conditions which produce the movement adalah kondisi yang bisa menyebabkan sebuah pergerakan perubahan di dunia antara lain karena adanya kejenuhan dalam sistem pendidikan yang konvensional. Membership in the movement adalah keanggotaan dalam pergerakan ini merupakan sebuah kolaborasi antara guru-guru dengan staf akademis di setiap sekolah. Tujuannya agar sebanyak mungkin orang yang terlibat dalam keanggotaan pegerakan untuk pendidikan global ini. The Socio Political Context Within Which The Movement Resides menurut Lamy (1988-1990) melakukan observasi yang menunjukkan bahwa sangatlah tidak mungkin untuk menghindari kontroversi pada saat mengajarkan isu-isu global atau internasional. Dia menunjukakan bahwa kontroversi harus dianggap sebagai bagian yang esensial di dalam proses mengajar. Para siswa harus diajarkan untuk mengamati kompleksitas dari adanya isu global yang akan mempengaruhi keluarga dan tetangga mereka dan bahkan seluruh manusia. Masalahnya terletak pada adanya orang-orang yang mempunyai pandangan yang berbeda yang merasa bahwa pendapat merekalah yang paling benar. Dan sekolah seharusnya mengajarkan sudut pandang mereka sebagai sebuah kebenaran. Sedangkan Structural properties of the movement, ciri-ciri struktural dari pergerakan ini terdiri dari lima hal yaitu, Legitimasi, Arus pengetahuan, Pemanfaatan sumber daya, Pembentukkan sebuah tim serta Profesionalisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa revolusi belajar dan perubahan kurikulum merupakan dua sisi mata rantai yang akan saling mempengaruhi. Satu sisi perubahan kurikulum akan menimbulkan permasalahan baru. Peningkatan mutu dan kualitas pendidikan hanya bisa dilakukan dengan revolusi belajar. Perubahan kurikulum tanpa dibarengi dengan revolusi belajar menjadikan kondisi pendidikan berjalan stagnan bisa sebaliknya melambat perkembangannya.(dihimpun dari berbagai sumber: email:sihaloho11@yahoo.com)