Senin, 22 September 2014

PENINGKATAN MUTU DAN PENGAWASAN

Era Joko Widodo Peningkatan Mutu Pendidikan- Penegakan Peraturan Mendesak Dilakukan Oleh : NELSON SIHALOHO Pendahuluan Joko Widodo dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1961 di Surakarta Jawa Tengah merupakan alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Sebagai kader partai pada tahun 2005 berhasil menjadi Walikota Solo hingga jabatan itupun dipegangnya untuk kedua kalinya pada tahun 2010 dan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berpasangan dengan Basuki Tjahaya Purnama (BTP, Ahok-red) berhasil mengungguli calon incumbent Fauzi Bowo. Dengan masa kepemimpinan yang singkat jabatan Gubernur DKI Jakartapun ditinggalkan oleh Joko Widodo dan maju sebagai calon Presiden pada tahun 2014 berpasangan denganM. Jusuf Kalla dan akan dilantik pada Oktober 2014 ini juga. Kepemimpinan Joko Widodo-M.Jusuf Kalla diharapkan membawa perubahan yang signfikan terhadap peningkatan pembangunan maupun kesejahteraan rakyat selama lima tahun ke depan 2014-2019. Masa lima tahun adalah masa yang singkat untuk seorang pemimpin dalam mewujudkan serta merealisasikan berbagai program yang telah diketahui oleh rakyat. Diantara berbagai program itu yang telah disaksikan oleh rakyat salah satunya adalah program pendidikan. Berdasarkan berbagai sumber riwayat pendidikan Joko Widodo dimulai dari SD Negeri 111 Tirtoyoso, SMP Negeri 1 Surakarta, SMA Negeri 6 Surakarta serta Universitas Gajah Mada Yogyakarta (Fakultas Kehutanan). Kini Joko Widodo akan menjabat sebagai Presiden RI yang 7 dan kita berharap banyak terhadap kinerja pembantunya (kabinet-red) khususnya yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan dan pengawasan pendidikan di negeri ini. Suatu langkah maju apabila Joko Widodo mampu melakukan berbagai terobosan yang fundamental di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dimana banyak peraturan yang belum dilaksanakan dengan maksimal. Salah satu contohnya adalah sanksi terhadap para pengawas pendidikan (pengawas sekolah-red). Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN RB) nomor 21 tahun 2010 tentang Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Negara Nomor 91/KEP/M.PAN/10/2001 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan profesi dan tuntutan kompetensi Pengawas Sekolah. Dalam BAB XI pasal 34 dinyatakan bahwa Pembebasan Sementara pada pasal (1) Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak menduduki jenjang jabatan/pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. (2) Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun sejak menduduki jabatan/pangkatnya tidak dapat mengumpulkan paling kurang 25 (dua puluh lima) angka kredit dari kegiatan tugas pokok. Pengangkatan Kembali Pasal 35(1) Pengawas Sekolah yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) apabila telah mengumpulkan angka kredit yang ditentukan, diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah.(2) Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf a dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah paling kurang 1(satu) tahun setelah pembebasan sementara. Menyikapi sekelumit persoalan diatas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus menjadi garda terdepan dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM) khususnya dibidang peningkatan mutu pendidikan dan penegakan peraturan yang barkaitan dengan kinerja pengawas di daerah maupun jajaran kinerja Dinas Pendidikan. Diduga selama ini banyak Kepala Dinas yang tidak patuh dan taat dalam menjalankan aturan khususnya dalam implementasi peraturan yang berkaitan dengan sanksi terhadap pengawas. Selain itu pengangkatan kabid-kabid yang kental dengan unsur politis meskipun kurang “layak” dilingkup Dinas Pendidikan perlu ditinjau ulang agar praktik-praktik “kurang sehat” itu benar-benar disinkronkan dengan kinerja Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) antara pusat dan daerah. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Indikator Menghadapi era global yang ketat dengan persaingan di berbagai bidang termasuk dunia kerja yang semakin kompetitif menuntut peningkatkan kualitas sumber daya manusia yang hanya bisa dilakukan melalui upaya peningkatan mutu pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Kurikulum 2013 diharapkan mampu menjawab tantangan dalam peningkatan mutu pendidikan di tanah air. Adler (1982) dalam bukunya menyatakan bahwa guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Guru senantiasa dituntut untuk memiliki kemampuan dan keahlian, mengatur, membimbing, dan mengarahkan anak didiknya agar berhasil. Rice dan Bishprick menyebutkan bahwa guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Profesionalisasi guru dipandang sebagai salah satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang. Glickman (1981) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Glickman,et.al juga menegaskan sesuai dengan pemikirannya di atas, seseorang guru dapat dikatakan profesional apabila memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment). Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya (Soetjipto dan Kosasi, 2000: 42). Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang baik itu ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dari kepuasan dan moral, keselamatan kerja serta peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Peningkatan mutu pendidikan seabagai salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan bersifat global ini mendapat perhatian utama Joko Widodo. Keberhasilan pembangunan suatu masyarakat, dilihat dari indikator ekonomi, ditentukan oleh mutu SDM bukan ditentukan oleh kekayaan sumber alam. SDM bermutu hanya bisa diperoleh melalui suatu proses pendidikan, yang pelaksanaannya juga harus bermutu tinggi. Menurut Lundvall sebagaimana dikutip Mansell dalam laporan untuk UNSCTD (1998:11) menyatakan bahwa kunci pembangunan ekonomi terletak pada pengetahuan, dan karena itu proses yang terpenting dalam pembangunan ekonomi adalah belajar. Belajar sifatnya interaktif dan terjalin dalam proses di masyarakat dimana belajar itu merupakan inti dari pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Istilah mutu mengandung banyak pengertian dan rujukan dimana ada ahli yang berpendapat bahwa mutu atau kualitas adalah sesuatu yang baik, dan ada yang berpendapat bahwa mutu adalah sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Secara umum adalah kesesuaian dengan standar dimana standar sendiri dapat dibedakan dalam satu rentangan dengan “ambang” (threshold) atau standar minimal pada ujung yang satu, dan baku-mutu (benchmarck) pada ujung rentangan yang lain. Seringkali masyarakat berpendapat bahwa mutu selalu berkaitan dengan biaya, yaitu mutu yang tinggi selalu berarti dengan biaya yang tinggi. Padahal biaya yang tinggi tidak selalu menjamin mutu yang baik, dimana era saat ini sedang terjadi gejala komersialisasi pendidikan, yang berorientasi kepada sekolah yang “menjual citra dan ijazah”. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan SDM sebagai prioritas pembangunan nasional, maka kedudukan dan peran guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan SDM berkualitas. Sertifikasi guru setidaknya memiliki tiga tujuan utama, yakni sertifikasi merupakan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, peningkatan proses dan mutu hasil pendidikan serta sertifikasi pendidik diharapkan mampu meningkatkan mutu guru disertai peningkatan kesejahteraan guru, sehingga ujungnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Apreiasi tinggi pada profesi guru itu merupakan bagian dari tuntuan dunia internasional. ILO dan UNESCO sebagai organisasi di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), misalnya, mengakui staus profesi guru pada tempat tersendiri. Kata “status” yang digunakan di dalam rekomendasi ILO/UNESCO mengenai Status Guru (The Status of Teachers) tahun 1966, bermakna bahwa kedudukan dan penghormatan yang diberikan kepada guru harus sesuai. Hal itu dibuktikan dengan tingkat penghargaan akan pentingnya fungsi dan kemampuannya melaksanakan fungsi, kondisi kerja, pengupahan dan keuntungan-keuntungan material lain yang diberikan kepada mereka dibandingkan dengan kelompok-kelompok profesi lain. ILO/UNESCO merekomendasikan bahwa status guru hendaklah sebanding dengan kebutuhan dan tuntutan akan maksud dan tujuan pendidikan, serta harus diakui bahwa status guru yang tepat dan penghormatan umum bagi profesi pengajaran sangat penting untuk mewujudkan maksud dan tujuan pendidikan seutuhnya. Peningkatan Mutu Pengawas Sekolah Standarisasi merupakan hal penting untuk menjamin kualitas pendidikan dari segi input, output, dan out come, dalam rangka pertanggungjawaban moral kepada masyarakat. Untuk mewujudkan sekolah yang memiliki standar SNP perlu dilakukan penguatan program standarisai pendidikan dan audit mutu internal kepada pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru. Persoalan kinerja pengawas sekolah yang dinilai belum baik, bukan hanya dari segi kompetensi yang memang ternyata rendah dimana proses rekrutmen pengawas juga disoroti karena ada yang tidak melalui proses pemilihan dan pelatihan. Keberadaan pengawas sekolah juga sering dikeluhkan, karena dinilai justru sering mencari-cari kesalahan daripada mendukung sekolah dan para guru yang punya ide untuk melakukan terobosan. Para guru menjadi terhambat untuk bisa mengembangkan ide-ide kreatif atau berimprovisasi sebab indikator penilaian yang dibuat pengawas tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Informasi dari berbagai sumber pengawas sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 23.000 orang dan setiap pengawas bertugas mengawasi 10-15 sekolah atau setara 60 guru. Pengawas yang efektif dapat mendorong performa sekolah. Pengawas yang profesional dapat mendorong sekolah memberikan layanan pendidikan bermutu pada siswa. Prestasi kerja pengawas sekolah dalam menunaikan tugas pokoknya perlu mendapat penilaian. Untuk melaksanakan penilaian kinerja pengawas sekolah, diperlukan pedoman penilaian kinerja. Berkenaan dengan itu, Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan SDMP dan PMP Kementerian Pendidikan Nasional memandang perlu menyusun Pedoman Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah sebagai panduan semua pihak yang terkait untuk menghimpun data kinerja pengawas sebagai dasar untuk mengembangkan fungsi pengawasan pendidikan dan pengembangan karir pengawas. Penilaian kinerja pengawas sekolah/madrasah bertujuan untuk memperoleh informasi kinerja pengawas berdasarkan hasil evaluasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan diri pengawas dalam melaksanakan tugas-tugas kepengawasan. Mendeskripsikan kinerja pengawas secara kolektif dalam siklus tahunan sehingga dapat diperoleh gambaran umum kinerja pengawas pada tingkat kabupaten kota/provinsi sebagai dasar untuk menentukan mutu kinerja pengawas secara nasional. Selain itu menghimpun data kinerja sebagai dasar untuk menentukan kebutuhan program pembinaan kompetensi mewujudkan pengawas yang bermartabat dalam rangka meningkatkan penjaminan mutu pendidikan nasional. Pengawas yang bermartabat ditunjukkan dengan tingkat penguasaan kompetensi supervisi akademik, supervisi manajerial, evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Namun kenyataan dilapangan seringkali para pengawas kinerjanya kurang menggembirakan. Selain tidak berkompeten diduga kepangkatannya juga lebih rendah dari guru. Dengan kondisi seperti itu para pengawas tidak layak lagi menduduki jabatan apalagi dikaitkan dengan PERMEN PAN RB Nomor 21 Tahun 2010 itu. Para Kepala Daerah, Kepala Dinas harus memahami semua peraaturan yang berkaitan dengan aturan yang berlaku di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hukuman dan sanksi terhadap pengawas apalagi sejak diangkat menjadi pengawas lebih dari 10 tahun tidak naik pangkat sudah layak dicopot jabatannya dan dikembalikan menjadi guru biasa. Pengawas yang kembali ingin menjabat sebagai Kepala Sekolah termasuk oknum yang merendahkan martabat dan kinerja jabatan pengawasnya. Menghadapi tantangan yang semakin komplek itu Presiden Joko Widodo harus mengangkat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengerti, memahami tentang pelaksanaan aturan yang berlaku dalam melakukan penegkan peraturan terhadap aparatur negara. Kepala Dinas, Kabid, Pengawas Pendidikan hingga para guru PNS adalah aparatur negara berarti harus tunduk kepada peraturan pendayagunaan aparatur negara. Ke depan tidak ada lagi yang namanya perpanjangan usia pensiun, jika sudah pensiun maka aparatur negara jelas purnabakti. Selain hal diatas perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap anggaran pendidikan baik itu Bantuan Operasional Sekolah (BOS) buku dan biaya operasional lainnya khususnya ditingkat SMP hingga SMA yang sering dianggap menjadi “lahan basah” untuk dikorupsi oleh para kepala sekolah. Wajar saja jika Pengawas dan Guru sering “diakali dan dipermainkan” oleh Kepala Sekolah karena pengawas dan guru tidak “memegang uang”. Hal inilah yang selalu menjadi rebutan para Kepala Sekolah karena ada unsur “memegang uang” padahal tugasnya mereka adalah tugas tambahan. Ke depan tidak boleh lagi Kabid dan Pengawas lebih rendah kepangkatannya dengan guru. Jika itu terjadi sudah sangat “memalukan” institusin pendidikan. Semoga pada era kepemimpoinan Joko Widodo-M.Jusuf Kalla peningkatan terhadap mutu pendidikan dan penegakan peraturan terhadap para pengawas pendidikan dapat berjalan dengan optimal. Semoga. (* Penulis adalah pemerhtai masalah pendidikan tinggal di kota Jambi).