Rabu, 24 April 2013

Mungkinkah Pengawas Sekolah Kembali Jadi Guru Biasa?



Mungkinkah Pengawas Sekolah Kembali Jadi Guru Biasa?
Oleh: Nelson Sihaloho
Abstrak:
Guru sebagai suatu profesi di Indonedia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging profession) dimana tingkat kematangannya belum sampai pada taraf yang telah dicapai oleh profesi-profesi. Bahkan guru dikatakan sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi profesional.
Pekerjaan profesional berbeda dengan pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khususnya dipersiapkan untuk itu.
Pengembangan profesionalisme guru berlanjut dan berjenjang hingga mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah berjenjang hingga menjadi pengawas. Masalahnya sekarang jika banyak para pengawas awalnya direkrut dari guru setelah puluhan tahun bertugas ternyata mereka tidak menunjukkan kinerja yang baik bahkan tidak mampu meningkatkan jenjang karirnya kearah yang lebih tinggi (stagnan). Berdasarkan atas penilaian itu pemerintah berhak untuk melakukan perubahan kebijakan tentang jabatan pengawas dan apabila tidak mampu menjadi pengawas sekolah agar kembali bertugas menjadi guru biasa.
Kata kunci: Pengawas, Pendidikan dan Guru.

Pendahuluan
Profesi guru memiliki tugas melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi ini memberikan layanan yang optimal dalam bidang pendidikan terhadap masyarakat. Guru profesional adalah orang yang memiliki kemamapuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan agar mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Ornstein dsn Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesinya. Syarat-syarat profesi guru merupakan pekerjaan pekerjaan penuh, memiliki ilmu pengetahuan, memiliki aplikasi ilmu pengetahuan, lembaga profesi termasuk perilaku profesinya.
Menurut Benard Barber (1985) perilaku profesional harus memenuhi persyaratan diantaranya mengacu kepada ilmu pengetahuan, berorientasi kepada insterest masyarakat (klien) buka interest pribadi, pengendalian prilaku diri sendiri dengan mepergunakan kode etik, imbalan atau kompensasi uang atau kehormatan merupakan simbol prestasi kerja bukan tujuan dari profesi serta salah satu aspek dari perilaku profesional adalah otonomi atau kemandirian dalam melaksanakan profesinya.
Guru juga harus memiliki standar profesi dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Standar profesi adalah prosedur dan norma-norma serta prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pedoman agar keluaran (out put) kuantitas dan kualitas pelaksanaan profesi tinggi sehingga kebutuhan orang dan masyarakat ketika diperlukan dapat dipenuhi.
Dibeberapa negara telah memperkenalkan standar profesional untuk guru dan kepala sekolah. Di USA misalnya National Board of Professional teacher Standards telah mengembangkan standar dan prosedur penilaian berdasarkan pada 5 (lima) prinsip dasar (Depdiknas, 2005).
Standar itu adalah guru bertanggung jawab (committed to) terhadap siswa dan belajarnya, gfuru mengetahui materi ajar yang mereka ajarkan dan bagaimana mengajar materi tersebut kepada siswa, guru bertanggung jawab untuk mengelola dan memonitor belajar siswa, guru berfikir secara sistematik tentang apa-apa yang mereka kerjakan dan pelajari dari pengalaman serta guru adalah anggota dari masyarakat belajar.
Bagaimana dengan tugas pengawas. Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial.
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi diatas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas yaitu melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah. Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya dan melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah.
Mengacu pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud nomor 03420/O/1996 dan Kepala BAKN nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas serta Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya.
Tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah meliputi melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA serta meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Ofsted (2003) tugas pengawas mencakup beberapa hal diantaranya, inspecting (mensupervisi), advising (memberi advis atau nasehat), monitoring (memantau), reporting (membuat laporan), coordinating (mengkoordinir) dan performing leadership dalam arti memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut.
Saat ini muncul paradigma baru dalam jabatan pengawas. Pengawas yang selama ini ditakuti dan menjadi momok bagi guru dan kepala sekolah, kini kinerja pengawas sekolah dan pendidikan juga menjadi sorotan berbagai pihak. Hal itu muncul karena tuntutan tentang sumber daya manusia (SDM) pengawas dinilai berbagai kalangan belum memenuhi persyaratan bahkan cenderung kurang mampu menjadi contoh dihadapan guru dan kepala sekolah.
Padahal tugas pengawas sekolah  salah satunya adalah tugas pokok performing leadership/memimpin meliputi tugas memimpin pengembangan kualitas SDM di sekolah binaannya, memimpin pengembangan inovasi sekolah, partisipasi dalam memimpin kegiatan manajerial pendidikan di Diknas yang bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah, partisipasi dalam merekruit personal untuk proyek atau program-program khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola konflik di sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat.
Masalahnya sekarang sudahkah para pengawas satuan pendidikan telah banyak berperan sebagai penilai, peneliti, pengembang, pelopor/inovator, motivator, konsultan dan  kolaborator dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaannya. Apabila dikaitkan dengan tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen sekolah sesuai dengan matriknya apakah telah benar-benar berjalan dengan baik?.

Harus Menjadi Contoh Dan Teladan 
Seringkali pengawas datang ke sekolah tidak menjalankan tugas pokok fungsinya dengan baik. Bahkan ada oknum pengawas “tidak merasa malu” meski guru yang diawasinya  pangkat dan golongannya “lebih tinggi” dari pangkat golongan pengawas. Sangat memalukan memang di negeri ini. Pangkat dan Golongan sejak dulu menjadi ukuran keberhasilan maupun karir dari PNS. Di jajaran TNI/Polri berlaku aturan kepangkatan lebih tinggi mengatur kepangkatan yang lebih rendah. Dalam dunia pendidikan bisa posisinya terbalik bahkan bisa salah. Artinya sistim kepangkatan di PNS tidak memiliki wibawa lagi. Termasuk dalam dunia pendidikan. Akar masalahnya adalah Permendiknas nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah.
Demikian  halnya dengan jabatan pengawas sekolah dimana eksistensi pengawas sekolah dinaungi oleh sejumlah dasar hukum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah landasan hukum yang terbaru yang menegaskan keberadaan pejabat fungsional itu. Selain itu, Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 (disempurnakan dengan keputusan nomor 091/2001)  dan Keputuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1998 (disempurnakan dengan keputusan nomor 097/U/2001) merupakan menetapan pengawas sebagai pejabat fungsional yang permanen sampai saat ini.
Jika ditilik sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada, terkait dengan pendidikan, ternyata secara hukum pengawas sekolah tidak diragukan lagi keberadaannya. Dengan demikian, tidak ada alasan apapun dan oleh siapapun yang memarjinalkan dan mengecilkan eksistensi pengawas sekolah.
Institusi pengawas sekolah adalah institusi yang sah. Keabsahannya itu diatur oleh ketentuan yang berlaku. Semestinya aturan-aturan itu tidak boleh dilanggar oleh manajemen atau birokrasi yang mengurus pengawas sekolah. Aturan itu mulai dari aturan merekrut calon pengawas,  sampai kepada memberdayakan dan menfugsikan pengawas sekolah untuk operasional pendidikan. Pelecehan atau pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada itulah yang merupakan titik pangkal permasalahan pengawas sekolah sebagai institusi di dalam sistem pendidikan termasuk ketidakmampuan oknum pengawas dalam merencanakan karir dan kepangkatannya.
Dalam Keputusan Menpan No. 118/1996 ditegaskan ”Pengawas sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah.”
Penilaian menurut PP 19/2005, bab I, pasal 1, ayat (17) adalah seperti betikut ini, ”Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.”  Sedangkan Kepmenpan No. 118/1996, bab I, pasal 1, ayat (8) menyatakan, ”Penilaian adalah penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolok ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.”
Kompetensi dalam membina juga harus dipahami oleh para pengawas sekolah. Pengawas sekolah harus memahami konsep pembinaan, jenis-jenis pembinaan, strategi pembinaan, komunikasi dalam membina, hubungan antarpersonal dalam membina, dan sebagainya. Berdasarkan hal itu tugas pokok pengawas sekolah dapat dirumuskan selaras dengan ayat 1, pasal 2, Kepmenpan Nomor 118/1996 sebagai beirkut, ”Pengawas Sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggungjawabnya.”
Dalam PP nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 19  ayat (1) misalnya menyatakan, ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan psikologis peserta didik.” Jika hal ini dijadikan sebagai standar kelayakan penyajian program, tentu perlu dirumuskan indikator dari setiap item kelayakan itu.
Selanjutnya dalam PP 19/2005, pasal 19, ayat (3) menyatakan, ”Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.” Pada pasal 23 ditegaskan, ”Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.”
Pengawas sekolah berkewajiban menyusun laporan atas kegiatan supervisinya. Laporan tersebut selain digunakan untuk menyusun perencanaan supervisi tahun berikutnya, juga digunakan sebagai pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang dipikulkan kepadanya. Pasal 58 ayat (5) PP 19/2005 menyatakan, ”Untuk pendidikan dasar, menengah, dan nonformal laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/ Walikota melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan satuan pendidikan bersangkutan.”
Karena itu pengawas sekolah harus mampu menjadi contoh terhadap guru-guru dan kepala sekolah dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Saat ini banyak guru yang mengalami karir stagnan atau mentok pada golongan ruang (IV/a). Pengawas sebagai pembina dan peneliti  dituntut untuk membina atau membimbing guru untuk membuat karya tulis ilmiah sehingga karir guru bisa meningkat. Jika pengawas dan kordinator pengawas sekolah saja sudah puluhan tahun tidak naik pangkat apa yang bisa dicontoh dari pengawas itu?. Supaya adil maka pemerintah juga harus membuat kebijakan tentang penugasan kembali pengawas sekolah  untuk bertugas menjadi guru biasa. Sebab pengawas juga berasal dari guru dan apabila tidak mampu menjalankan tugas-tugas jabatan pengawas sekolah harus legowo dan kembali mengajar di sekolah.

Perbaiki Kuliatas Guru

Penataan manajemen pendidikan dan upaya mewujudkan manusia terdidik yang memiliki kecakapan hidup memerlukan guru yang handal (the good high teachers).  Secara rasional  guru yang berkualitas dengan gaji yang cukup, akan lebih kreatif, antusias, dedikatif dan konsentrasi pada bidang pekerjaannya.
Hasil studi Fiske (1996) di Spanyol, Brazil, Argentina, New Zealand, Mexico, Chili, Cina, dan Venezuela menunjukkan bahwa sistem desentralisasi pendidikan tidak selamanya membawa berkah. Hal itu tergantung dari potensi sumber-sumber pendukung di daerah. Otonomi daerah berpotensi memberikan efek negatif bagi guru yang kreatif, sebab ia tidak bisa mengembangkan dan melaksanakan tugasnya dengan efektif. Hal itu  karena mereka digaji rendah.
Penataan manajemen pendidikan harus mengubah operasional paradigma school based management (SBM)  ke dalam school based budgeting (SBB).  Hal itu berarti penganggaran keuangan didasarkan kepada kebutuhan sekolah.  Jika sekolah ingin menfokuskan kepada peningkatan kualitas guru, berarti membawa implikasi bahwa segala kebutuhan guru harus terakomodasi.  Misalnya pemenuhan gaji, honor, insentif, penghargaan, promosi, pemotongan birokrasi, pengembangan karier, dan sebagainya.  Penerapan school based budgeting (SBB) ini cukup efektif dalam meningkatkan kualitas guru  (Hadderman, 1999).
Penataan manajemen pendidikan, utamanya untuk perbaikan kualitas dan gaji guru memerlukan persyaratan.  Menurut Bray (1996) ada lima syarat yaitu  commitment,  collaboration,  concern,  consideration, and  change
Menurut Uzer Usman (1992) bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu  kemampuan yang ada pada diri guru agar dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat tercapai dengan lebih efektif, kemampuan sosial yaitu kemampuan guru yang realisasinya memberi manfaat bagi pemenuhan yang diperuntukan bagi masyarakat serta  kompetensi profesional adalah kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik.
Pidarta (1999) mengatakan merupakan kewajiban guru sebagai seorang profesional untuk mengadakan penelitian dalam profesinya. Penelitian merupakan alat utama dalam mengembangkan ilmu dan aplikasinya. Dengan penelitian guru akan menemukan materi-materi yang lebih tepat, alat yang cocok untuk mengajarkan sesuatu, cara mendidik siswa yang lebih aktif, dan cara membina kemampuan siswa secara lebih baik. Penelitian merupakan bagian dari pengembangan profesi.
Menurut Bafadal I, (2003) bahwa untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang dilakukan dan diperhatikan antara lai, guru sendiri dan hubungan dengan orang lain dan masyarakat sekeliling.
Menurut Pusat Inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2003) bahwa terdapat tiga kategori permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan mutu guru dalam pembangunan pendidikan. Tiga kategori itu adalah  sistem pelatihan guru, kemampuan profesional, profesi, jenjang karier dan kesejahteraan.
Untuk kategori profesi, jenjang karier dan kesejahteraan dapat diambil langkah-langkah antara lain, memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier, perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran serta perlunya sistem dan mekanisme anggaran yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan guru.

Simpulan

Tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah adalah melaksanakan penilaian dan pembinaan. Penilaian dan pembinaan dilakukan terhadap bidang teknik pembelajaran dan teknik administrasi. Dalam melakukan pembinaan pengawas sekolah melaksanakannya dengan memberi arahan, bimbingan, contoh, dan saran. Implementasi dari supervisi satuan pendidikan (sekolah) adalah melakukan penilaian dan pembinaan,  mutu pendidikan adalah mutu proses dan mutu hasil yang mengacu kepada standar nasional pendidikan (PP 19/2005).
Pengawas sekolah harus mampu menjadi contoh terhadap guru-guru dan kepala sekolah dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Selain kepangkatannya harus lebih tinggi yang diawasinya juga harus mampu menjaga wibawanya sebagai pengawas. Pengawas juga harus mampu membimbing dan membina guru dalam melakukan penelitian sehingga guru mampu merencanakan karir dan kepangakatannya dengan tepat waktu. Untuk para pengawas sekolah yang tidak mampu bekerja optimal dan kinerjanya stagnan harus dibarengi dengan kebijakan atau peraturan pemerintah yang mengatur kembali jabatan pengawas kembali bertugas jadi guru.
Pidarta (1999) mengatakan merupakan kewajiban guru sebagai seorang profesional untuk mengadakan penelitian dalam profesinya. Penelitian merupakan alat utama dalam mengembangkan ilmu dan aplikasinya. Dengan penelitian guru akan menemukan materi-materi yang lebih tepat, alat yang cocok untuk mengajarkan sesuatu, cara mendidik siswa yang lebih aktif, dan cara membina kemampuan siswa secara lebih baik. Penelitian merupakan bagian dari pengembangan profesi.
(Penulis adalah guru SMP Negeri 11 Kota Jambi, tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan,email: sihaloho11@yahoo.com).