Senin, 19 Mei 2014

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU

Pengembangan Kompetensi Guru dan Tuntutan Profesi Oleh : Nelson Sihaloho Abstrak: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menjadi dasar utama guru untuk selalu mengembangkan kompetensinya. Pengembangan kompetensi guru berkaitan erat dengan tuntutan profesi. Guru yang kurang mampu mengembangkan kmpetensinya lambat laun akan tersingkir. Pada pasal 2, dinyatakan bahwa : Guru yang tidak dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan, padahal yang bersangkutan telah diikutsertakan dalam pembinaan pengembangan keprofesian, beban kerjanya dikurangi sehingga kurang dari 24 (dua puluh empat) jam tatap muka atau dianggap melaksanakan beban kerja kurang dari 24 (dua puluh empat) jam tatap muka. Guru yang mempunyai kinerja rendah wajib mengikuti pembinaan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila telah dapat menunjukkan kinerja baik, diberi beban kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mulai berlaku efektif 1 Januari 2013. Kata kunci: Pengembangan, Kompetensi, Guru dan Profesi Pendahuluan Saat ini tuntutan terhadap pendidikan yang berkualitas dan bermutu menjadi syarat mutlak agar sebuah negara mampu berkompetisi secara fair dan kompetitif dengan berbagai negara di dunia. Kualitas sumber daya manusia (SDM) berada ditangan guru sebagai pelaksana utama pada unit terkecil (sekolah) dilapangan. Tugas guru sebagai profesi telah diakomodasi pemerintah dengan mengalokasikan anggaran untuk tunjangan profesi (sertifikasi). Namun fakta dilapangan seringkali tunjangan profesi itu tidak dibarengi dengan pengembangan kompetensi oleh sebagian para guru. Bahkan ada sebagian guru yang berangapan bahwa dengan lulus sertifikasi tunjangan profesi akan berlaku secara otomatis seumur hidup tanpa diimbangi dengan peningkatan kinerja maupun peningkatan profesionalisme guru. Anggapan demikian perlu diluruskan bahwa pemberian tujangan profesi harus dibarengi dengan peningkatan kineja. Kondisi guru diberbagai daerah kini menjadi sorotan, bahkan banyak guru yang tidak mampu menjalankan tugas-tugas profesionalismenya sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Korupsi waktu dan korupsi jam (beban kerja) seringkali menjadi “ajang” atau “lahan basah” untuk diakali agar beban kerja guru benar-benar 24 jam tatap muka. Kondisi ini menjadi beban bagi pemerintah karena bisa “mempreteli dan “membobol keuangan negara” dan berakibat terjadinya “korupsi berjamaah” dalam lingkungan sekolah. Menurut Hanafi (2007), kompetensi terkait strategi organisasi dimana kompetensi dapat dipadukan dengan soft skill, hard skill, social skill, dan mental skill . Soft skill meliputi intuisi dan kepekaan SDM, hard skill meliputi pengetahuan dan keterampilan fisik SDM serta social skill meliputi keterampilan dan hubungan sosial SDM. Mitrani, et.al, 1992 menyatakan bahwa kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu di dalam pekerjaannya. Berangkat dari definisi ini kompetensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya mencakup motif, konsep diri, sifat, pengetahuan, dan keahlian yang dapat digunakan untuk memprediksi kinerjanya. Sedangkan Spencer dan Spencer, (1993), membagi kompetensi atas dua kategori yaitu threshold competencies dan differentiating competencies. Kompetensi pada dasarnya menggambarkan apa yang seharusnya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku, dan hasilnya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Dalam melakukan pekerjaannya, seseorang harus memiliki kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) serta keterampilan (skill) sesuai dengan bidang pekerjaannya. Depdiknas (2008) mengatakan bahwa kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru untuk memangku jabatannya sebagai profesi. Sedangkan Suyanto dan Hisyam (2000) mengemukakan tentang tiga jenis kompetensi guru yaitu kompetensi profesional, kompetensi kemasyarakatan dan kompetensi personal. Berkaitan dengan itu Ubrodiyanto (2007) menyumbangkan beberapa pemikiran tentang program dan perencanaan untuk pengembangan kualitas SDM pendidikan. Diantaranya melakukan pembinaan guru secara terus-menerus serta berkesinambungan. Menyusun sistem remunerasi sehingga mendorong guru untuk merasa nyaman dan sejahtera di dalam bekerja. Selanjutnya adalah melakukan up-grade kemampuan akademik guru, dari minimal Sarjana (S1) ke jenjang Magister (S2) dan Doktor (S3) serta meningkatkan soft skill guru menyangkut sikap mental, karakter, dan kepribadian sehingga guru dapat memberikan teladan bagi siswa. Menciptakan kondisi serta lingkungan kerja yang kondusif terhadap pengembangan kemkemampuan guru, sekaligus menumbuhkan kepuasan kerja. Berkaitan dengan hal itu apa yang harus dilakukan oleh pihak sekolah agar guru mampu mengembangkan kompetensinya?. Bagaimana bentuk program dan pengembangan kompetensi yang dilakukan terhadap guru agar guru mampu menentukan arah, karir, penelolaan kinerja guru sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya?.Relevankah pengembangan kompetensi guru dengan tuntutan rofesionalisme? Mutlak Dikembangkan Menurut Hanafi (2007) ada beberapa manfaat yang dapat diterima dengan dilakukannya peta kompetensi guru disekolah. Diantaranya sekolah dapat mengetahui guru mana yang siap mengisi posisi tertentu yang sesuai dengan kompetensi yang dituntut serta bagaimana cara untuk menarik atau menyeleksi calon guru, baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah. Sekolah dapat mengetahui arah pengembangan guru, bukan hanya sekedar ikut trend pengembangan guru yang ada, tetapi benar-benar mengembangkan guru sesuai dengan kebutuhan kompetensinya. Sekolah dapat lebih adil dalam memberikan kompensasi guru, sekolah dapat menyusun perencanaan karier yang lebih pasti terhadap gurunya serta sekolah dapat menilai kinerja guru secara lebih adil. Sergiovanni et al. (1987) yang menyatakan bahwa “perbedaan yang paling kritis antara sekolah dengan organisasi lainnya adalah intensitas manusia yang mendasari pekerjaannya. Sekolah adalah organisasi kemanusiaan, produknya adalah manusia serta prosesnya memerlukan sosialiasi manusia”. Karena itu sekolah berhak untuk mengembangkan jalur karir guru. Sebagaimana diketahui ada 5 tahapan dalam mengembangkan karier guru yaitu tahap pertumbuhan, di mana guru baru mengembangkan konsep dirinya dengan cara mengidentifikasikan diri serta berinteraksi dengan keluarga, teman, dan sesama guru. Kemudian tahap penjelajahan, di mana guru serius menjelajahi berbagai alternatif kedudukan serta berusaha mencocokan berbagai alternatif tersebut dengan minat dan kemampuannya. Selanjutnya adalah tahap penetapan, di mana guru mengharapkan satu kedudukan yang layak diperolehnya dan kepala sekolah melibatkan diri di dalam kegiatan-kegiatan tersebut serta membantunya untuk memperoleh satu kedudukan yang tetap. Tahap pemeliharaan, di mana guru mengamankan tempatnya di dalam dunia kerja. Kepala sekolah akan berusaha untuk memelihara tempat tersebut serta tahap kemerosotan, di mana guru menghadapi berkurangnya tingkat kekuasaan dan tanggung jawab serta belajar untuk menerima dan mengembangkan peran baru sebagai mentor dan mempercayakan tugas-tugas sebelum nya kepada guru yang lebih muda. Menurut Edgar Schein, perencanaan suksesi karier merupakan suatu proses penemuan yang berkesinambungan atau proses di mana seseorang secara perlahan-lahan mengembangkan konsep diri tentang pekerjaan yang lebih jelas jika dilihat dari bakat, kemampuan, motif, kebutuhan, sikap, dan nilai-nilainya. Ada empat langkah penting dalam perencanaan suksesi karir guru, yaitu mengidentifikasi langkah karier guru Kepala sekolah harus mempunyai wawasan yang luas tentang apa yang diinginkan dari karir guru, bakat dan keterbatasan guru, serta nilai-nilai yang dimiliki oleh guru dan bagaimana nilai- nilai tersebut cocok dengan alternatif yang dikembangkan. Mengidentifikasi orientasi pekerjaan guru. Mengutip pendapat John Holland menemukan enam tipe atau orientasi kepribadian dasar, yaitu orientasi realistik, orientasi penyelidikan, orientasi sosial, orientasi konvensional, orientasi kewiraswastaan, dan orientasi artistik. Mengidentifikasi keterampilan guru dimana kesuksesan karier guru tidak hanya tergantung dari motivasi, tetapi juga kemampuan. Dua faktor penting yang mempengaruhi kemampuan guru, yaitu keterampilan kedudukan (keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil dalam menduduki posisi guru) maupun kecerdasan (kemampuan bawaan guru yang mencakup intelegensia, kecerdasan numerik, pemahaman mekanik, ketangkasan manual, juga berbagai bakat seperti kemampuan artistik, teatrik, atau musik yang memainkan peran penting dalam pemilihan karier guru). Menyusul kemudian mengidentifikasi jangkar karier guru Jangkar karier guru merupakan suatu poros yang di sekelilingnya karier guru akan berputar. Ada lima jangkar karier guru, yaitu jangkar karir fungsional/teknik, jangkar karir kompetensi manajerial, jangkar karier kreativitas, jangkar karir otonomi dan kemandirian, dan jangkar karier keamanan. Karena itu para Kepala Sekolah (leadership) menghadapi tantangan kompetitif berkaitan dengan globalisasi, peningkatan profitabilitas melalui pertumbuhan, modal intelektual, teknologi, dan perubahan secara kontinu (Ulrich, 1996). Menghadapi berbagai tantangan itu, maka sekolah harus mengembangkan keunggulan intangible atau keunggulan bersaing yang tidak mudah diimitasi oleh pesaing. Menurut Hill dan Jones, (1998) menyatakan bahwa keeunggulan bersaing diciptakan melalui efisiensi, kualitas produk, dan inovasi. Walker (1994) menyebutkan bahwa ada empat karakteristik utama yang harus dipenuhi oleh fungsi SDM agar dapat mendukung keunggulan bersaing, yang dapat diterapkan ke dalam dunia pendidikan. Mengintegrasikan kegiatan SDM pendidikan dengan strategi organisasi sekolah, mengintegrasikan proses SDM pendidikan dengan proses manajemen SDM sekolah, mengintegrasikan fungsi SDM pendidikan dengan organisasi sekolah serta mengintegrasikan cara pengukuran SDM pendidikan dengan cara pengukuran organisasi sekolah secara keseluruhan. Sekolah bisa mengadopsi strategi bersaing Michael Porter bahwa untuk mencapai keunggulan bersaing, ada tiga macam alternatif strategi yang dapat digunakan. Strategi inovasi pendidikan, yaitu strategi pengembangan produk pendidikan yang unik dibandingkan produk yang dihasilkan sekolah pesaingnya. Strategi kualitas pendidikan, yaitu strategi penciptaan produk pendidikan yang lebih berkualitas dibandingkan produk sekolah pesaingnya serta strategi pengurangan biaya pendidikan, ditekankan pada upaya menekan biaya pendidikan serendah mungkin sehingga harga jasa pendidikan yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan pesaingnya. Profesionalisme Guru Guru sebagai pendidik profesional harus memiliki kualitas bukan hanya mampu menyiapkan perangkat pembelajaran sebagai perencaaan untuk melakukan kegiatan pembelajaran ataupun penilaian tetapi mampu mengukur target kompetensi profesionalismenya. Menjalankan tugas profesional perlu dibarengi dengan peningkatan kompetensi profesional seperti melakukan penelitian dan pengembangan profesionalisme berkelanjutan berupa publikasi ilmiah ataupun pengembangan diri. Guru meski telah lulus sertifikasi dan dikatakan “Guru Profesional” dalam sertifikatnya apabila tidak secara terus menerus mengembangkan kualitas profesionalismenya bukanlah guru profesional. Semangat profesionalisme guru harus benar-benar dikembangkan sesuai dengan tuntutan kinerja professional. Mengutip pendapat John Goodlad, Ketua Asosiasi Kepala Sekolah di Amerika Serikat pernah berkata “Manakala guru sudah masuk ke ruang kelas dan menutup pintu kelas itu, dialah yang akan menentukan apakah proses belajar hari itu berjalan dengan baik atau tidak, dapat mencapai tujuan atau tidak”. Guru dikatakan termasuk dalam kategori professional apabila ada peningkatan yang signifikan antara pengetahuan tersistem dan berkelanjutan. Menurut Suyanto (2013) menyatakan bahwa guru yang baik perlu mendapat insentif untuk pindah ke daerah yang mereka kehendaki, sehingga mereka perlu mendapatkan kesempatan untuk melakukan mobilitas secara horizontal. Menurut Longman (1987) profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional. Intinya tuntutan profesionalisme tuntutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Seorang guru dapat diukur profesionaismenya melalui proses evolusi dengan menggunakan pendekatan organisasi dan sistematis dalam mengembangkan profesi ke arah yang lebih baik. Menurut Gilley dan Eggland (1989), standar professional dapat diketahui dengan empat perspektif pendekatan. Pendekatan itu adalah pendekatan berorientasi filosofi, pendekatan orientasi perkembangan, pendekatan orientasi karakteristik serta pendekatan orientas non-tradisional. Mengacu pada hal itu pengembangan kompetensi guru berkaitan erat dengan tuntutan profesionalisme guru sebagaimana diamanatkan dala undang-undang baik itu tentang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) maupun Penilaian Kineja Guru (PKG). PKB menuntut adanya pengembangan secara terus menerus sehingga guru akan selalu belajar dan belajar memperbaiki kompetensi yang dimilikinya terutama kompetensi profesionalisme sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan kompetensi yang dipersyaratkan. Kelak pemerintah akan melakukan penilaian ulang (regulasi) terhadap sertifikasi guru sebagai wujud penilaian terhadap profesionalisme guru.(tulisan ini dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber-sumber relevan).