Jumat, 23 Desember 2011

PENGEMBANGAN PROFESI KEPSEK


Catatan tentang pendidikan kita
Permendiknas No.28 Tahun 2010 Tentang Penugasan Kepsek Perlu Disempurnakan
Oleh: Nelson Sihaloho
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 28 tentang penugasan guru sebagai Kepala Sekolah (Kepsek) memang masih menyisakan sejumlah persoalan. Hal itu didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi dilapangan  diduga banyak oknum Kepsek ditugaskan sebagai Kepsek tidak sesuai dengan profesionalismenya.
Selain itu era otonomi daerah dengan munculnya “raja-raja kecil” didaerah mengakibatkan banyak guru-guru profesional meskipun memiliki kepangkatan yang lebih tinggi dari Kepsek justeru menjadi ajang “pembiaran” dan “memati surikan”  kepangkatan lebih tinggi diatur oleh kepangkatan yang lebih rendah. Suatu hal yang sangat “memalukan” di negeri ini semakin banyak saja pangkat-pangkat “naga bonar” akibat “balas budi” dengan tim sukses para kepala daerah dengan rela menagabonarkan pangkat-pangkat oknum guru meskipun aturannya sudah jelas diatur dalam peraturan pemerintah. Pertmendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah dalam ketentuan umum dalam pasal 1 ayat 3  ditegaskan  Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah adalah suatu tahapan dalam proses penyiapan calon kepala sekolah/madrasah melalui pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik tentang kompetensi kepala sekolah/madrasah yang diakhiri dengan penilaian sesuai standar nasional, dst.
Dalam Bab II syarat-syarat guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepsek diatur dalam  Pasal 2 ayat 1, Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Ayat 2,  Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi, berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah, dst.
Memiliki sertifikat pendidik, pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB, memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing, dst.
Persyaratan khusus guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah meliputi: berstatus sebagai guru pada jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah,  memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal. Bab  III, Penyiapan Calon Kepala Sekolah dalam Pasal 3, ayat Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah, ayat 2, Kepala dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyiapkan calon kepala sekolah/madrasah berdasarkan proyeksi kebutuhan 2 (dua) tahun yang akan datang, dst. Pasal 6, ayat 1, Guru yang telah lulus seleksi calon kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengikuti program pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah di lembaga terakreditasi, ayat 2,  Akreditasi terhadap lembaga penyelenggara program penyiapan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan oleh menteri.  Pasal 7 ayat 1, Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Ayat 2 Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal 100 (seratus) jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal selama 3 (tiga) bulan.   (5) Pendidikan dan pelatihan diakhiri dengan penilaian untuk mengetahui pencapaian kompetensi calon kepala sekolah/madrasah. dst.  Bab V, masa tugas kepsek diatur  dalam pasal 10, ayat 1, Kepala sekolah/madrasah diberi 1 (satu) kali masa tugas selama 4 (empat) tahun. Ayat 2, Masa tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila memiliki prestasi kerja minimal baik berdasarkan penilaian kinerja. Ayat 3, Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas berturut-turut, dapat ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah lain yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari sekolah/madrasah sebelumnya, apabila telah melewati tenggang waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa tugas, atau memiliki prestasi yang istimewa. Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi di tingkat kabupaten/kota/ provinsi/nasional, dst.
Bab VI tentang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan diatur dalam pasal 11 ayat 1,2 dan 3  yaitu Pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.  Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif. Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal.Dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan inilah diduga banyak oknum kepsek tidak mampu melaksanakannya sehingga kepangkatan kepsek dibeberapa sekolah leboh rendah dari para guru. Lain hal apabila disuatu sekolah kepsek lebih tinggi kepangkatannya dari guru tidak masalah.
Kita kaitkan dengan  Permen PAN RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Dalam Bab V Pasal 11 point c, Pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi  pengembangan diri seperti diklat fungsional, kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian Guru,   publikasi Ilmiah meliputi  publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman Guru. Karya Inovatif berupa menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, membuat/ memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.
Jenjang jabatan dan pangkat  guru sebagaimana dalam pasal 12 yaitu  Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya dan  Guru Utama. Jenjang pangkat Guru untuk setiap jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu  Guru Pertama: Penata Muda, golongan ruang III/a  dan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b. Guru Muda:  Penata, golongan ruang III/c dan  Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. Guru Madya:  Pembina, golongan ruang IV/a, Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b  dan  Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.  Guru Utama: Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d dan Pembina Utama, golongan ruang IV/e.  Guru selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dapat melaksanakan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah sebagai  kepala sekolah/madrasah,  wakil kepala sekolah/madrasah,  ketua program keahlian atau yang sejenisnya, kepala perpustakaan sekolah/madrasah, kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya pada sekolah/madrasah, pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi.
Kepsek dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
KEPMEN 84 tahun 1993  direvisi  dengan dikeluarkannya Permen PAN RB Nomor 16 tahun 2009 dimana satu-satunya jabatan fungsional yang belum menyesuaikan Keppres Nomor 87 Tahun 1999 adalah Jabatan Fungsional Guru. Permen 16/2009 unsur yang dinilai adalah  Pendidikan dan pelatihan ( pendidikan formal dan fungsional). Proses belajar mengajar terdiri dari  pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, pengembangan diri, diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru (KKG/MGMP). Penulisan karya tulis Ilmiah terdiri  melakukan penelitian, gagasan ilmiah, publikasi, jurnal, buku, diktat, modul. Karya Inovatif terdiri dari  menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, alat peraga/praktikum serta  mengikuti perkembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya dan terakhir adalah unsur penunjang. Sebenarnya  adapun tujuan dari penilaian keprofesian berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan tujuan khususnya adalah memfasilitasi guru untuk terus memutakhirkan kompetensi yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya, memotivasi guru agar memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional serta mengangkat citra, harkat, martabat profesi guru, rasa hormat dan bangga kepada penyandang profesi guru.  Apabila kita kaji tentang  konsep pelaksanaan pendidikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkaji ulang konsep pelaksanaan otonomi pendidikan yang telah diberlakukan selama lebih dari lima tahun. Kaji ulang atas konsep otonomi pendidikan dibahas dalam lokakarya "Desentralisasi Pendidikan: Problematika, Prospek, dan Tantangan Masa Depan" yang digelar selama tiga hari, 28-30 November 2011 lalu  di Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan otonomi pendidikan yang telah berlangsung lima tahun lebih kerap mengalami banyak hambatan dan permasalahan, yang berpotensi mengganggu efektivitas, efisiensi, dan profesionalisme pengelolaan pendidikan. Khairil (2011) menyatakan  pemberlakuan otonomi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. UU tersebut memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola pendidikan. Berbagai peraturan yang tumpang tindih atau menimbulkan benturan kebijakan perlu dievaluasi secara menyeluruh. Lokakarya ini diharapkan dapat menggali masukan dan gagasan dalam rangka penataan ulang pengelolaan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional terkait dengan pembagian urusan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Empat isu yang menjadi topik utama dalam kegiatan ini adalah pertama, arah sistem pendidikan nasional di masa depan. Kedua, kajian implementasi desentralisasi pendidikan. Ketiga, peran pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di masa depan serta  diskusi mengenai otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Berbagai hambatan yang muncul disebabkan perbedaan tingkat komitmen daerah dalam pengembangan pendidikan, lemahnya profesionalisme daerah dalam mengelola pendidik dan tenaga kependidikan, perbedaan interpretasi antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta insinkronisasi pengelolaan komponen pendidikan yang berada di bawah Kementerian Agama dengan komponen pendidikan di bawah pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hasil dari lokakarya ini natinya akan direkomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) untuk kemudian akan ditentukan hal apa saja terkait pendidikan yang menjadi urusan pemerintah daerah, provinsi, dan pemerintah pusat. Termasuk jika desentralisasi pendidikan akan diganti secara bulat dengan sentralisasi yang ditangani langsung oleh Kemdikbud.  Karena itu berdasarkan kajian diatas meskipun seseorang itu ditugaskan menjadi Kepsek fungsi utamanya adalah tetap sebagai guru yang menjalankan tugas keprofesian berkelanjutan. Pada intinya sudah sewajarnya dan seharusnya seorang Kepsek selalu lebih tinggi pangkatnya dari para guru. Apabila ada seorang Kepsek pada suatu sekolah kepangkatannya lebih rendah dari guru sudah semestinya seorang Kepsek “malu” dan mengajukan surat pindah pada sekolah lain. Para Kepala Daerah baik itu Gubernur, Wali Kota/Bupati harus tanggap dan jeli memperhatikan perkembangan yang terjadi dilapangan.  Ke depan diharapkan agar pengangkatan Kepsek benar-benar dilakukan secara fair, objektif.  Begitu juga dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk segera melakukan langkah-langkah penyempurnaan tentang penugasan guru  sebagai  Kepsek sebagaimana diatur dalam Permendiknas no.28 tahun 2010 itu. Para guru untuk naik pangkat ke IV/b keatas sangat sulit selain memenuhi berbagai karya pengembangan profesi penilaiannya juga membutuhkan waktu yang lama. Minimal untuk naik pangkat dari IV/a ke IV/b proses penilaiannya minimal 1 tahun 04 bulan. Tim penilai pusat itu terdiri  dari 17 orang. Berbeda dengan Diklat pimpinan dengan waktu 6 bulan pada Kementrian lain  jika sudah usai mengikuti Diklatpim usul kepangkatan dan jabatannya bisa naik secara otomatis sesuai dengan periodenya. Karena itu sangat penting untuk disikapi secara objektif, fair dan realistis bahwa kenaikan pangkat seorang guru memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan diduga banyak guru hingga puluhan tidak mampu naik pangkat karena kesulitan yang dialami guru dalam mengembangkan karya profesi berkelanjutannya cukup banyak. Selain mengajar dan melakukan penilaian (evaluasi), menyiapkan perangkat pembelajaran, danba tunjangan sertifikasi guru yang sering terlambat dibayarkan maupun faktor lainnya. Mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah (Kepsek) sebenarnya menjadi tantangan bagi para kepsek untuk membuktikan dirinya sebagai guru profesional. Selain profesional juga mampu mengembangkan profesinalitasnya secara berkelanjtan, bernutu dan akuntabel. Namun sebaliknya apabila seorang Kepsek tidak mampu mengembangkan  profesi berkelanjutan apalagi pada suatu sekolah ada beberapa guru yang kepangkatannya lebih tinggi dari Kepsek sudah semestinya sadar dan malu akan tugas tambahannya. Menyikapi semua itu kita harus mampu menepis anggapan bahwa mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepsek  bukan menjadikan jabatan kepsek sebagai jabatan empuk melainkan mengedepankan tugas-tugasnya lebih profesional dari para guru-guru. Semoga. (dihimpun dan disarikan darisumber-sumber relevan)