Minggu, 11 Januari 2015

KARYA ILMIAH DAN PENGEMBANGAN POTENSI SISWA

KARYA ILMIAH DAN PENGEMBANGAN POTENSI SISWA Oleh: NELSON SIHALOHO Abstrak Pemahaman siswa terhadap strategi pembelajaran menulis karya ilmiah merupakan bagian yang penting dalam pengembangan potensi siswa. Dalam pembelajaran menulis (KI) banyak kendala-kendala yang dihadapi harus diatasi oleh guru. Rancangan penulisan KI yang baik, terprogram serta didukung iklim sekolah yang kondusif secara signifikan akan mendukung “atmosfir” keberhasilan siswa dan sekolah menelorkan siswa-siswa berprestasi dibidang KI. Teori dasar keilmuwan dan strategi yang bisa digunakan guru dalam pembelajaran menjulis KI melalui strategi pembelajaran seperti pembelajaran penemuan (discovery learning), strategi pembelajaran terpadu (unit learning). Strategi lainnya adalah “ copy the master” menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mengarahkan siswa untuk mengembangkan potensinya. Pemberian materi tentang penulisan karya ilmiah secara signifikan akan mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal dan kearah yang lebih baik. Kata kunci: Karya Ilmiah dan Potensi Pendahuluan Seringkali kita mendapatkan fakta dilapangan bahwa kesibukan mengajar sering dijadikan alasan atau pembenaran ketika guru mengalami kendala tidak memiliki waktu untuk membimbing siswa dalam menulis karya ilmiah (KI). Kesibukan mengajar memang menyita waktu sebagian besar tenaga guru di tanah air, sehingga banyak siswa yang memiliki potensi dalam membuat KI yang bermutu akhirnya potensinya terabaikan. Padahal kesempatan untuk menghasilkan karya ilmiah telah dibuka selebar- lebarnya melalui penelitian serta menulis di media massa. Dadang S Anshori (2010) menyatakan bahwa kata ilmiah dalam berbagai kesempatan seringkali dipandang sebagai sesuatu yang rumit, terbatas, milik pihak tertentu dan tentu saja sulit dilakukan. Karya ilmiah juga sering dipahami sebagai karya yang dihasilkan oleh pihak-pihak tertentu yang sudah memiliki kader keilmuan tertentu. Para guru, karena dalam beberapa hal membatasi diri, seperti sulit memasuki wilayah ini, sehingga setiap kali mengikuti seminar atau pelatihan karya ilmiah tidak dipandang sebagai bagian dari dunianya. Padahal guru adalah ilmuwan yang ahli pada bidangnya dan diharuskan menghasilkan karya pada bidang tersebut. Padahal dunia keilmuan pada level manapun mengandung kadar keilmiahan dan dapat diraih oleh siapa pun sesuai dengan bidangnya. Dengan kata lain, karya ilmiah sesungguhnya harus menjadi bagian dari keseharian para guru sebagai seorang ilmuwan. Menurut DeProter, 1999:179 menyatakan bahwa menulis merupakan aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Peran otak kanan (emosi) dalam kegiatan menulis adalah memberikan semangat, melakukan spontanitas, memberi warna emosi, memberikan imajinasi, membuat gairah, memberikan nuansa unsur baru, dan memberikan corak kegembiraan dalam tulisan sedangkan peran otak kiri (logika) dalam menulis adalah membuat perencanaan (outline), menggunakan tatabahasa, melakukan penyuntingan, mengerjakan penulisan kembali, dan melakukan penelitian tanda baca. Camel Bird (2001:32) menyatakan bahwa seorang penulis di depan komputer itu ibarat kucing yang terperangkap di balkon; mereka kadang menulis paling baik ketika mereka terjebak dalam bahaya, menjerit untuk menyelamatkan hidup mereka. Sebuah karya tulis yang baik tentu yang komunikatif, maksudnya pesan yang disampaikan dipahami pembaca sebagaimana maksud si penulis. Tulisan yang komunikatif disampaikan melalui bahasa-bahasa yang tersusun sistematis, mudah dicerna, tidak bertele-tele, dan tidak bermakna ganda (ambigu). Menulis karya ilmiah, dengan bahasa lain, adalah menyusun kalimat-kalimat bermakna dalam sebuah rangkaian informasi yang berguna untuk pembaca. Kesempatan untuk menghasilkan karya ilmiah telah dibuka selebar- lebarnya mulai dari melakukan penelitian dan menulis di media massa. Kendati demikian banyak kendala yang dihadapi oleh guru maupun untuk menghasilkan karya tulis ilmiah akibat kurang melakukan pembiasaan untuk menuangkan ide atau gagasan mereka dalam sebuah karya tulis ilmiah. Bahkan karya tulis ilmiah ini sering dianggap sebagai hantu dan momok yang menakutkan bagi guru maupun siswa. Sekelumit persoalan diatas memerlukan solusi sehingga melalui penulisan karya ilmiah pengembangan potensi siswa dapat dioptimalkan. Aturan Penulisan KI Banyak ahli yang menjelaskan bagaimana aturan dan tata cara penulisan karya ilmiah. Menurut Etty Indrati, 2009 dan Sudaryanto, 2009 menyatakan bahwa penulisan karya ilmiah diharapkan mengikuti aturan yang umum berlaku sebagai karya ilmiah. Aturan itu harus memperhatikan aturan/ tata tertib penulisan ilmiah, menggali ide dan gagasan serta membuat kerangka tulisan atau out line. Kemudian melengkapi dengan data, referensi dan bahan bacaan, menulis dan menulis serta membaca ulang tulisan. Menurut Widyamartajaya (2005:7) bahwa dengan menulis, siswa bisa menyimpan informasi-informasi yang diperoleh, siswa juga mengekspresikan ide-idenya dalam bentuk tulisan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SMP disebutkan bahwa menulis merupakan keterampilan yang harus dibelajarkan dan dikuasai oleh siswa. Fakta riil ditunjukkan dan tersirat dalam Kompetensi Dasar (KD), yaitu menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam dan peristiwa yang pernah dialami. Penuangan ide, pikiran, dan perasaan ini dimaksudkan agar siswa mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Menulis tanpa dokumen dan tidak didukung oleh fakta-fakta atau data-data merupakan pekerjaan “mengarang bebas”. Dokumen dalam penulisan karya ilmiah sangat penting dimana data-data yang akan dianalisis adalah data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, yang berupa catatan lapangan dan rekaman. Karya tulis ilmiah harus menggunakan bahasa ilmiah, yakni bahasa resmi yang digunakan dalam bidang keilmuan. Bahasa keilmuan tentu bukan bahasa pergaulan sehari-hari atau bahasa populer yang disajikan di berbagai media. Secara umum, bahasa ilmiah adalah bahasa Indonesia yang baku (resmi) dan mengandung hal-hal teknis yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Bahasa ilmiah memiliki karakteristik karakteristik yakni, kencedekiaan, lugas dan jelas, formal dan objektif, ringkas dan padat serta konsisten. Menurut Maxine Hairston (1986: 6) menyebutkan bahwa tulisan yang baik itu harus bersifat signifikan, jernih, ekonomis, bersifat membangun, dan gramatik (good writing is significant, clear, unifiel, economical, developed, and grammatical). David Nunan (1991) dalam Syihabuddin (2006) merinci tahapan dalam menulis, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan dan tahap revisi atau perbaikan tulisan. Sekait dengan itu McCrimmon (1984:10) menjelaskan bahwa proses menulis terdiri atas tiga tahap, yakni perencanaan, membuat draf, dan merevisi. Merujuk pada hal gagasan, DePorter (1999:181) menyebutkan bahwa pengelompokkan (clustering) adalah salah satu cara memilah gagasan-gagasan dan menuangkannya ke atas kertas secepatnya, tanpa pertimbangan. Pengembangan Potensi Siswa Keterampilan menulis memang tidak bisa lahir dengan serta merta bahkan memerlukan kolaborasi antara talenta manusia dengan wawasan kebahasaan. Talenta melahirkan semangat menulis, dan wawasan kebahasaan menjadi bekal untuk terampil menulis. Talenta saja tidak cukup, sebab sebagai sebuah skill, seperti halnya berlatih pencak silat, kegiatan menulis perlu dilatih atau diasah. Untuk menjadi penulis yang handal dan tulisan-tulisannya ditunggu oleh para pembaca membutuhkan waktu latihan yang cukup lama. Ismail Marahimin, (2001) menyebut seorang penulis harus mengetahui beberapa hal yang berkaitan dengan petunjuk umum yang harus dikuasai, sebelum penulis itu memilih bentuk tulisan yang akan diselesaikannya. Ketidakberdayaan seorang peneliti atau seorang penulis menyelesaikan karya tulisnya, mungkin disebabkan dia tidak memiliki bekal yang cukup saat memulai menulis, sehingga banyak kendala yang kemudian ditemui. Agar kegiatan menulis dikalangan siswa bisa berjalan lancar tanpa kendala maka siswa sebagai seorang penulis harus memiliki bekal. Diantaranya adalah membaca sebagai sarana utama, mengetahui latar belakang informasi, Well-rounded Man (memiliki citra atau gambaran seseorang), serta memiliki kepekaan. Menyusul kemudian teknik Copy The Master(melihat contoh), tulis ulang serta panjang tulisan. Tulisan ilmiah hasil penelitian harus ditulis berdasarkan kerangka yang sudah baku. Kerangka laporan hasil penelitian terdiri atas, Pendahuluan, Kajian Teori, Metodologi Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, serta Simpulan dan Saran ditambah dengan lampiran-lampiran bukti hasil penelitian. Karena itu sebagai guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi siswa dalam berbagai hal di sekolah. Fox, salah seorang ahli pendidikan dari Inggris, menemukan bahwa guru-guru mendefinisikan tujuan mengajar berbeda-beda. Fox mengelompokkan definisi-definisi itu ke dalam empat kategori, yaitu: transfer, shaping, travelling, dan growing (dalam Celdic, 1995:23). Berikut adalah penjelasannya: Transfer merupakan kegiatan mengajar dilihat sebagai proses pemindahan pengetahuan (process of transferring knowledge) dari seseorang (guru) kepada orang lain (siswa). Siswa (anak) dipandang sebagai wadah yang kosong (empty vessel), dan jika pengetahuan tidak berhasil ditransferkan masalahnya cenderung dilihat sebagai kesalahan siswa. Shaping adalah pengajaran merupakan proses pembentukan siswa pada bentuk-bentuk yang ditentukan. Siswa diajar keterampilan-keterampilan dan cara-cara bertingkah laku yang dianggap bermanfaat bagi mereka. Minat dan motif siswa hanya dianggap penting sepanjang membantu proses pembentukan tersebut. Travelling merupakan model pengajaran dilihat sebagai pembimbingan siswa melalui mata pelajaran. Mata pelajaran dipandang sebagai sesuatu yang menantang dan kadang-kadang sulit untuk dieksplorasi. Growing adalah memfokuskan pengajaran pada pengembangan kecerdasan, fisik, dan emosi siswa. Tugas guru adalah menyediakan situasi dan pengalaman untuk membantu siswa dalam perkembangan mereka. Ini merupakan model yang berpusat pada siswa (a child-centred model), di mana mata pelajaran penting, tidak sebagai tujuan, tetapi sepanjang sesuai dengan kebutuhan siswa dan berada dalam minat siswa. Menurut Fox, masing-masing model di atas mempunyai pengaruh yang penting pada tindakan dan komitmen guru, dan mendukung terbangunnya etos kinerja sekolah. Merujuk pada pengalaman Kalil Gibran menjadi orang besar setelah berkali-kali gagal tulisannya ditolak penerbit. J.K. Rowling yang kekayaannya melebihi kekayaan ratu Inggris dari hasil karyanya, serial Harry Potter mengalami hal yang sama. Bercermin dari kisah para penulis besar, tidak masalah kalau kita mau mengulangi karya-karya kita yang gagal.Semoga.(dihimpun dari berbagi sumber: Penulis adalah pemerhati pendidikan, tinggal di Kota Jambi).