Kamis, 17 Januari 2013
Sumberdaya Manusia dan Persaingan Global
Sumberdaya Manusia dan Persaingan Global
Oleh: Nelson Sihaloho
Banyak kalangan berpendapat bahwa sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi khususnya strategi yang diterapkan dalam menciptakan SDM yang berkualitas, memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global.
Secara umum dua hal penting yang perlu diperhatikan tentang SDM Indonesia saat ini yaitu adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Data tahun 1998 menunjukkan jumlah angkatan kerja nasional sewaktu krisis ekonomi sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja hanya tersedia sekitar 87,67 juta orang serta sebanyak 5,06 juta orang menjadi penganggur terbuka (open unemployment).
Angka tersebut terus meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kemudian tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa adanya kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi setiap tahun cenderung meningkat. Hingga tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas terhadap lulusan perguruan tinggi menimbulkan akibat semakin banyaknya angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemdiknas (Kemdikbud-red) angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Meningkatnya angka pengangguran sarjana sudah semestinya perguruan tinggi yang meluluskan para sarjana-sarjana di negeri ini wajib bertanggungjawab. Sebab penganguran sarjana merupakan kritik terhadap PT diduga akibat dari ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Persoalan SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang telah berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Keberhasilan pembangunan selama 32 tahun yang dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung.
Intinya, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Indonesia harus dengan benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional di masa depan. Tiga hambatan utama dihadapi bangsa ini yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah dan pasar kerja. Hambatan kultural menyangkut budaya dan etos kerja. Masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja serta pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Tantangan Berat
Menghadapi eraglobalisasi di masa mendatang kita dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Ketatnya persaingan dalam berbagai bidang sudah menjadi hal yang lumrah. Reformasi memang menjadi kunci utama dalam melakukan perubahan. Namun perlu diwaspadai bahwa perubahan dalam tatanan globallah yang kelak menjadi ancaman paling berat dihadapi oleh bangsa ini karena dihadapkan pada suatu keharusan.
Peningkatan SDM yang bermutu tinggi menjadi tanggungjawab kita bersama. Pemerintah harus memiliki komitmen yang tingi untuk menyediakan layanan dan anggaran pendidikan yang memadai agar sektor pendidikan benar-benar mampu memiliki kualitas SDM yang andal.
Menurut Edison A. Jamli dkk, (2005), globalisasi ditandai oleh ambivalensi yaitu yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal.
Munculnya istilah globalisasi/liberalisasi pendidikan tinggi bermula dari WTO yang menganggap pendidikan tinggi sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105).
Globalisasi seperti gelombang yang akan menerjang, tidak ada kompromi, kalau kita tidak siap maka kita akan diterjang, kalau kita tidak mampu maka kita akan menjadi orang tak berguna dan kita hanya akan jadi penonton saja. Akibatnya banyak desakan dari orang tua yang menuntut sekolah menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional dan desakan dari siswa untuk bisa ikut ujian sertifikasi internasional.
Akibatnya sekolah yang masih konvensional banyak ditinggalkan siswa dan pada akhirnya banyak yang gulung tikar karena tidak mendapatkan siswa.
Implikasinya, maka muncullah, home schooling, yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena tuntutan global. Virtual School dan Virtual University yaitu munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan, model Cross Border Supply, yaitu pembelajaran jarak jauh (distance learning), pendidikan maya (virtual education) yang diadakan oleh Perguruan Tinggi Asing seperti United Kingdom Open University dan Michigan Virtual University.
Kemudian Model Consumption Aboard, lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain seperti hadirnya banyak para pemuda Indonesia menuntut ilmu membeli jasa pendidikan ke lembaga-lembaga pendidikan ternama yang ada di luar negeri. Model Movement of Natural Persons yaitu lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen dengan mendatangkan dosen tamu dari luar negeri bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia serta model Commercial Presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh lembaga di suatu negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut.
Dalam bidang ekonomi misalnya, dengan topik percepatan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan pada Rabu (21/7/2010) lalu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi keynote speaker pada Sidang Pleno ISEI XIV dengan tema ” Revitalisasi UMKM untuk Menggerakkan Perekonomian Nasional” di Savoy Homann Hotel Bandung.
Dalam paparannya yang berjudul ”Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyampaikan beberapa hal. Diantaranya, agenda pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat telah termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasiomal (RPJMN) 2010-2014 yang tercermin dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya. Tema RKP 2010 adalah ”Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, sedangkan tema RKP 2011 adalah ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah.
RPJMN 2010-2014 juga telah menetapkan sasaran pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, antara lain pertumbuhan ekonomi, dengan proyeksi 7.00-7.7% pada tahun 2014, tingkat pengangguran, dengan target 5-6 % pada akhir 2014, dan kemiskinan, dengan target 8-10 % pada akhir 2014.
Kabinet Indonesia Bersatu II memiliki sebelas prioritas nasional dan tiga prioritas lainnya. Kesebelas prioritas nasional itu adalah reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, Pendidikan, Kesehatan, Penanggulangan Kemiskinan (Ketahanan Pangan), Infrastruktur, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, Energi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pascakonflik dan Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi.
Tiga prioritas lainnya mencakup prioritas Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Bidang Perekonomian, dan Bidang Kesejahteraan Rakyat serta ada sepuluh direktif Presiden yang disampaikan pada Raker dengan Menteri, Gubernur, Ekonom dan Teknolog di Istana Tampak Siring 2010, yaitu Ekonomi Harus Tumbuh Lebih Tinggi, Pengangguran Harus Menurun Dengan Menciptakan Lapangan Kerja Yang Lebih Banyak, Kemiskinan Harus Makin Menurun, Pendapatan Per Kapita Harus Meningkat, Stabilitas Ekonomi Terjaga, Pembiayaan (Financing) Dalam Negeri Makin Kuat dan Meningkat, Ketahanan Pangan dan Air Meningkat, Ketahanan Energi Meningkat, Daya Saing Ekonomi Nasional Menguat dan Meningkat, Kita Perkuat “Green Economy” (Ekonomi Ramah Lingkungan).
Peningkatan kesejahteraan rakyat dilakukan dengan tetap menerapkan triple track strategy, yakni strategi pembangunan yang pro-growth, pro-poor, dan pro-job. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan tidak hanya merupakan hasil dari pelaksanaan Prioritas 4 RPJMN 2010-2014 tentang Penanggulangan Kemiskinan, namun juga sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, perlu terjadi pada bidang kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja (pertumbuhan harus pro-job), pertumbuhan ekonomi (pendapatan) juga terjadi pada sektor-sektor mikro ekonomi yang menjadi bidang usaha masyarakat kelompok bawah, misalnya usaha kecil, mikro, dan usaha informal serta berbagai kebijakan lokal yang langsung berakibat pada masyarakat.
Adapun kebijakan dan program pada prioritas lainnya adalah merupakan bentuk afirmasi atau keberpihakan kepada masyarakat yang meskipun sudah bekerja dan berusaha (sebagai hasil kebijakan dalam butir 1 di atas), namun masih berada di bawah garis kemiskinan. Kebijakan untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin karena mereka meskipun miskin berhak untuk terpenuhi kebutuhan dasarnya sebagaimana warga negara lainnya. Strategi Penanggulangan Kemiskinan meliputi pemberdayan masyarakat masyarakat miskin, peningkatan partisipasi masyarakat untuk peningkatan produktivitas/ kapasitas; program Keluarga Berencana, dan program-program lainnya untuk pengendalian jumlah penduduk; pertumbuhan yang berkualitas (pro-poor dan pro-job), pengendalian inflasi, stabilisasi harga kebutuhan pokok, kebijakan subsidi, bantuan social untuk peningkatan daya beli; ketersediaan fasilitas (Supply): Kesehatan, Pendidikan, Air bersih, Hukum, Infrastruktur lainnya untuk peningkatan akses terhadap pelayanan dasar dan ketersediaan informasi pasar, akses terhadap sumber daya produktif (modal, kredit), pemberdayaan UMK untuk peningkatan akses pasar
Program Penanggulangan Kemiskinan dikelompokkan menjadi tiga klaster, yakni Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga,Program-program Pemberdayaan masyarakat, Program-program pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
Pro Job Strategy mencakup peningkatan kapasitas tenaga kerja, perlindungan tenaga kerja, dan kebijakan /program sector riil didukung dengan perbaikan iklim investasi dan kerangka regulasi, kerangka anggaran, kerja sama dengan swasta (PPP) dan sebagainya. Pro Growth Stategy mencakup stategi permberdayaan koperasi dan UMKM yang meliputi usaha mikro dengan fokus pada kesempatan berusaha dan stabilitas pendapatan, usaha kecil yang berfokus pada kualitas produk dan jasa, efisiensi usaha dan daya saing dan usaha menengah dengan fokus pada kontribusi pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Triple track strategy tersebut ditambah dengan strategy pembangunan yang Pro Environment untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim.
SDM Indonesia Saat Ini
Era Glogalisasi memiliki banyak tantangan yang harus siap dan sigap dilakukan oleh segenap umat manusia untuk bisa berbenah diri dalam peningkatan SDM termasuk upaya meningkatan kualitas dan kuantitas ekonomi.
SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yaitu bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Ada dua hal penting menyangkut SDM di Indonesia yaitu ktimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja serta tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.
Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Sementara itu pengaruh IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalam persaingan global dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap tatanan masyarakat. Aspek-aspek yang dipengaruhi, antara lain akibat yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi. Khususnya teknologi informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini dapat menghilangkan batas geografis pada tingkat negara maupun dunia.
Kemudian aspek ekonomi, adanya Iptek maka SDM Indonesia akan semakin meningkat dengan pengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan kemajuan SDM ini, tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan ekonomi di Indonesia. Berkaitan dengan pasar global dawasa ini, tidak mungkin jika suatu negara dengan tingkat SDM rendah dapat bersaing.
Untuk itul penguasaan Iptek sangat penting. Tidak dipungkiri globalisasi telah menimbulkan pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat. Dari sisi aspek sosial budaya, juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan manusia, diantaranya masalah hak asasi manusia (HAM), melestarikan lingkungan hidup serta berbagai hal yang menjanjikan kemudahan hidup yang lebih nyaman, efisien dan security pribadi yang menjangkau masa depan.
Munculnya ikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang logis dan membosankan mengakibatkan timbulnya fenomena-fenomena paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham kebangsaan atau nasionalisme. Salah satu contihnya dapat dibuktikan dengan meningkatnya tanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan didasarkan norma-norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang berlaku secara umum (universal).
Pengembangan SDM mutlak dilakukan jika bangsa ini ingin berperan aktif dalam era persaingan global. Program pengembangan mutu sumberdaya manusia sebagai fokus sentral yang semakin tajam akan membawa pengaruh yang besar terhadap berbagai sisi kehidupan. (*:dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan).
Uji Kompetensi Menguji Profesionalisme Guru dan Dosen
Uji Kompetensi Menguji Profesionalisme Guru dan Dosen
Oleh: Nelson Sihaloho
Abstrak:
Uji kompetensi awal (UKA) dan uji kompetensi guru (UKG) merupakan program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di negeri ini khususnya guru. Guru memang dituntut untuk bekerja profesional dalam mengjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Persoalannya mengapa mucul berbagai rumor dan opini negatif terhadap UKA dan UKG itu.
Apakah benar ada relevansi UKA dan UKG dengan kompetensi profesionalisme guru. Apabila memang UKA dan UKG memiliki relevansi dan signifikan terhadap kompetensi profesionalisme guru mengapa guru banyak terbentur pada pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Bagaimana pola dan bentuk penilaian UKA dan UKD serta PKB yang akan dilakukan terhadap para kalangan dosen-dosen dinegeri ini?.
Secara prinsip UKA dan UKG memang menjadi tolok ukur dalam pemetaan guru terutama menyangkut kinerja para guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya.
Kata kunci: Kompetensi dan Profesionalisme.
Pendahuluan
Saat ini banyak rumor dan opini negatif yang berkembang bahwa program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) khususnya uji kompetensi guru (UKG) maupun uji kompetensi dosen (UKD) dinilai tidak sesuai dengan aturan perundangan yang ada.
Bahkan disejumlah daerah banyak guru yang menolak Uji Kompetensi Awal (UKA) termasuk Uji Kompetensi Guru (UKG) dan menyusul kemudian akan dilakukan Uji Kompetensi Dosen (UKD).
Munculnya penolakan UKA/G memang memiliki dasar karena tidak dalam Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 pasal 12. Pasal tersebut menyebutkan bahwa Guru Dalam Jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4 dapat langsung mengikuti pelatihan untuk memperoleh sertifikat.
Sementara untuk ikut pelatihan di Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) cukup dengan portofolio yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru.
Bahkan ada rumor yang berkembang uji kompetensi itu justru membuat guru-guru stres. Sebab prosesnya menjadi dipersulit untuk mendaftarnya. Guru yang sudah senior merasa masa mengajar tidak diindahkan sama sekali oleh pemerintah.
UK yang disahkan melalui Permendiknas No 11 tahun 2011 semestinya tidak berlaku dengan peraturan diatasnya yakni UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pada 2015 guru yang sudah 10 tahun mengajar harus sudah mendapat sertifikasi pendidik.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh (2012) mengatakan uji kompetensi bagi guru penting untuk mendapatkan sertifikasi mengajar. Sertifikasi itu sebagai bagian dari pengakuan terhadap profesi seseorang, jika dianggap telah profesional dengan profesinya maka harus memenuhi kompetensinya.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh (2012) menyatakan ada empat kompetensi yang harus dipenuhi seorang profesional seperti kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesi dan uji kompetensi
tidak perlu dirisaukan, yang terpenting ujian itu tidak melampaui batas dimana sang guru ditempatkan.
Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Lebih tegas dinyatakan bahwa kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung. Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Merefleksi Kembali
Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwa kompetensi pedagogik Guru merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah terhadap anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Diantara upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kemampuannya adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada perencanaan dan solusi atas masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar anak dapat meningkat dan target perencanaan guru dapat tercapai. Intinya semua aspek kompetensi paedagogik senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan kajian masalah dan alternative dan solusi.
Jabatan guru sebagai profesi menuntut guru mengutamakan profesionalismenya dan memenuhi seluruh persyaratan dan harus di-certified. Empat ranah diujikan, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi akademik, kompetensi institusional, dan kompetensi profesi merupakan refleksi atas hasil-hasil profesionalismenya sebagai guru.
Uji kompetensi dilakukan untuk melihat kompetensi seseorang apakah sudah memenuhi empat ranah itu. Uji kompetensi juga dilakukan untuk memastikan orang yang masuk ke dalam PLPG, apakah sudah memenuhi persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Jika peserta sudah memenuhi standar minimal dan mendapat sertifikasi, berarti dia dianggap sudah profesional secara administratif.
Berdasarkan data Kemdikbud telah mengucurkan anggaran untuk tunjangan profesi guru. Pada 2010, tunjangan profesi guru mencapai Rp 14 triliun dan tahun 2011 mencapai Rp 29 triliun. Berarti dalam setahun terdapat ada tambahan anggaran Rp 15 triliun dan untuk tahun 2012 Rp 33 triliun serta tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp 47 triliun.
Jika setiap tahun penambahan anggaran untuk sertifikasi guru mencapai minimal Rp 14 triliun rupiah, maka diperkirakan pada tahun 2014, anggarannya mencapai Rp 41 triliun. Dari perspektif anggaran, kementerian harus bertanggung jawab atas pengeluaran anggaran yang dikeluarkan, sehingga uji kompetensi harus bisa berjalan dengan baik dan bisa dipertanggungjawabkan.
Uji kompetensi yang akan diberlakukan terhadap guru sebelum mengikuti program sertifikasi bukan untuk menyulitkan guru, tetapi untuk menciptakan guru yang benar-benar berkualitas sesuai bidangnya. Dalam dunia dunia pendidikan, apabila guru tidak berkompetensi, maka masa depan bangsa ini akan semakin terombang-ambing bahkan dikhawatirkan akan melahirkan generasi bangsa yang juga tidak berkompetensi.
Guru yang sudah lulus sertifikasi tidak lagi diwajibkan untuk mengikuti uji kompetensi melainkan akan ada pendampingan dan guru akan semakin semakin terasah kemampuannya dalam mengajar.
Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana guru-guru yang sudah lebih duluan mendapatkan sertifikasi namun tidak dilakukan uji kompetensi awal meskipun pada akhirnya pemerintah melakukan uji kompetensi guru (UKG).
Banyak pihak berharap agar dana sertifikasi guru yang telah dikucurkan kepada guru yang selama ini telah mendapatkan dana sertifikasi harus dilakukan verifikasi ulang secara menyeluruh khususnya kompetensi profesionalisme guru.
Fakta dilapangan menunjukkan pengembangan profesi berkelanjutan (PKB) dan penilaian kinerja guru (PKG) yang kelak diberlakukan terhitung sejak 1 Januari 2013 akan diketahui lebih lanjut tentang program pemetaan guru.
Uji Kompetensi Dosen (UKD)
Banyak kalangan berpendapat uji kompetensi terhadap dosen juga diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kompetensi para dosen-dosen di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, apakah benar para dosen-dosen itu profesional.
Namun persoalannya akan muncul apabila uji kompetensi dosen tidak berkaitan dengan profesi guru. Selama ini produk guru identik dengan out put perguruan tinggi terutama yang bersentuhan langsung dengan bidang pendidikan profesi guru.
Bila memang dilakukan uji kompetensi dosen maka semua hasil out put perguruan tinggi harus dievaluasi sesuai dengan bidang masing-masing. Dosen fakultas ekonomi misalnya sudah sejauh mana para alumni fakultas ekkonomi di negeri ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Tentu penilaiannya akan lebih sulit dilakukan.
Begitu juga dengan dosen fakultas hukum sudah sampai sejauh mana para dosen-dosen dan para alumni fakultas hukum memberikan kontibusi pada penegakan hukum dinegeri ini. Itulah pada akhirnya akan memberikan penilaian beragam dikalangan masyarakat apabila dibandingkan uji kompetensi guru yang memang bersentuhan langsung dengan pendidikan khususnya siswa.
Beragam penilaian pada akhirnya akan muncul dilapangan khususnya dalam mengkritisi tentang pelaksanaan uji kompetensi dosen. Jika selama ini banyak tudingan miring yang dialamatkan kepada guru yang berkutat dalam dunia pendidikan khususnya mendidik, membimbing, mengajar serta melatih siswa kini persoalannya akan kembali kepada masyarakat.
Apakah kelak uji kompetensi dosen akan memiliki relevansi yang signifikan dalam meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia (SDM) pendidikan dinegeri ini. Tidak dapat dipungkiri selama ini dosen lebih ringan tugasnya apabila dibandingkan dengan tugas guru.
Di perguruan tinggi yang diajar adalah mahasiswa tentu sudah memiliki kematangan dalam menyerap ilmu yang diberikan serta diajarkan oleh para dosen-dosen. Para dosen juga membimbing para mahasiswa yang lazim disebut dosen pembimbing dan seorang dosen juga bisa mengampu beberapa mata kuliah.
Apabila SDM dosen tinggi tidak menutup kemungkinan akan banyak mendapat job mengajar di perguruan tinggi swasta. Selama ini itulah yang banyak dilakukan oleh para dosen-dosen kedokteran yang mengajar di Universitas Negeri. Selain mengajar para dosen di fakultas kedokteran bisa melakukan praktik dokter, bekerja di rumah sakit bahkan sambil praktek dokter bisa sekaligus melakukan penelitian sesuai dengan spesialisasi dan bidangnya.
Kita tidak perlu heran jika para dokter-dokter saat ini banyak yang mengambil spesialis sehingga kompetensinya pun benar-benar kompetitif, bahkan kini semakin banyak para dokter mengambil spesialisasi dibidang pengobatan herbal.
Penulis berkeyakinan para dosen meskipun kelak diuji kompetensinya hasilnya akan lebih baik apabila dibandingkan dengan kompetensi guru. Diperkirakan hanya sebagian kecil para dosen yang terbentur pada pengembangan profesi berkelanjutan khususnya pada bidang publikasi ilmiah.
Perkuatan Penelitian Guru
Guru memang sulit melakukan penelitian karena tugasnya adalah mengajar. Ditambah dengan berbagai program pemerintah dalam sektor pendidikan yang memberikan label dan predikat terhadap suatu sekolah maka semakin banyak guru-guru yang waktunya tersita disekolah.
Sekolah RSBI misalnya saat ini guru-guru sebagian besar pulang pukul 15.30 Wib. Tenaga yang telah terforsir dan tersita disekolah mengakibatkan guru banyak yang malas melakukan penelitian terutama dalam mengembangkan profesi berkelanjutannya.
Bagi guru-guru yang memiliki motivasi yang kuat dalam mengembangkan profesi berkelanjutannya tidak masalah. Sebab guru yang profesional selalu dituntut untuk belajar dan belajar. Guru juga dituntut untuk merencanakan karirnya secara matang sehingga kelak akan mampu mencapai jenjang karir yang lebih tinggi memiliki kompetensi yang tinggi dan kompetitif dibidangnya.
Ihwal penelitian inilah yang selalu menjadi momok bagi guru dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Diduga banyak guru yang menjalankan tugas profesionalismenya selama 20 tahun diduga tidak mampu “menelorkan” satu buah karyapun selama bertugas. Padahal dalam aturan sudah ditegaskan agar guru mengembangkan profesinya dengan membuat karya tulis ilmiah, penelitian tindakan kelas, publikasi ilmiah hingga membuat buku diktat pelajaran.
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut “penelitian tindakan kelas” atau sering disebut PTK.
McNiff, Lomax dan Whitehead (2003) mengatakan agar terjadi perubahan dalam penelitian maka guru harus menjadi kolaborator serta murid-murid harus memiliki tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dimana komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional.
Guru dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai, tindakan yang dilakukan guru hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya.
Guru mesti mamantau secara sistematik agar guru mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Guru perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional.
Guru perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya.
Mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya serta teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu. Guru perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri, percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut, narasi dan cerita, dan bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.
Guru perlu memvalidasi pernyataan guru tentang keberhasilan tindakan lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi publik). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras antara satu sama lain. Sebab semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Apabila ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
Kinerja Guru Bersirtifikasi dan PTK/KTI
Perlu dicermati bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kinerja guru (PKG) dibutuhkan suatu kerangka dan acuan penilaian termasuk indikator-indikator penilaian khususnya dalam pengembangan profesi berkelanjutan. Intinya uji kompetensi guru (UKG) harus ada output yang relevan dengan kompetensi profesionalisme yaitu adanya suatu hasil karya penelitian tindakan kelas (PTK) atau karya tulis ilmiah (KTI) yang dihasilkan oleh guru minimal 1 karya setiap tahun.
Pada konteks ini akan terlihat kompetensi guru dimana bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab guru sekaligus melibatkan siswa/i dalam proses pembelajaran.
Cohen dan Manion, 1980) mengatakan bahwa guru harus meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman terhadap praktik pembelajaran dan situasi pembelajaran kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
Grundy & Kemmis, (1982: 84) juga mengemukakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran guru, perilaku siswa di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas yang menjadi tanggungjawab guru. PTK umumnya bertujuan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung pada ruang kelas.
Cohen dan Manion ( 1980:211) menyatakan bahwa PTK dapat berfungsi sebagai alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas, alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat.
Selain itu sebagai alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif, alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti, alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas.
Ada beberap hal yang perlu menjadi perhatian yaitu hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya serta penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata dimana pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait maupun peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian dan sekaligus pengembangan.
Kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang hakikat kompetensi komunikatif, pembelajaran yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif, metodologi dan teknik-tekniknya, karakteristik siswa.
Shumsky (1982) menyatakan bahwa PTK memiliki kelebihan yaitu tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK, tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK, dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah serta meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK sebagaimana dikuatkan oleh pendapat Passow, Miles dan Draper (1985).
Menurut Hodgkinson (1988) menyatakan agar PTK berhasil, persyaratan yang harus dipenuhi adalah kesediaan untuk mengakui kekurangan diri, kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru, dorongan untuk mengemukakan gagasan baru, waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan, kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat serta pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian.
Simpulan
Uji Kompetensi Awal (UKA) dan Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan terhadap para guru di Indonesia memiliki makna yang penting untuk memetakan kemampuan dan profesionalisme guru.
UKG juga berfungsi dan menjadi acuan serta penilaian bagi guru-guru untuk melakukan refleksi atas kompetensi profesionalismenya. Evaluasi yang berkelanjutan terhadap kinerja guru dalam berbagai bentuk diantaranya pengembangan profesi berkelanjutan akan menjadikan guru untuk terus belajar dan belajar.
Pengembangan profesi berkelanjutan memilki makna yang mendalam apabila guru selalu menyadari tugas pokok dan fungsinya dan tanggungjawabnya sebagai tenaga profesional dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), karya tulis ilmiah (KTI), publikasi ilmiah, membuat diktat pelajaran serta mengembangkan kurikulum.
Uji Kompetensi Dosen (UKD) juga diperlukan karena telah diatur dalam Undang-undang Guru dan Dosen. Bahkan diperlukan suatu penilaian profesi berkelanjutan (PKB) terhadap dosen-dosen di negeri ini secara berkala. Dosen-dosen juga perlu dinilai kinerjanya, bukan hanya dari titel atau gelar yang diperolehnya melainkan dari pengembangan profesinya seperti publikasi ilmiah, menulis artikel, penelitian research termasuk merencanakan karir dan kepangkatannya dengan tepat waktu. Apabila ditemukan ada dosen yang tidak mampu merencanakan karir dan kepangkatannya maka harus diberikan sanksi sebagaimana berlaku untuk guru.
(* dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan, penulis adalah pemerhati pendidikan tinggal di kota jambi).
Analisis Kemampuan Siswa SMPN 11 Jambi Lolos Finalis Dalam Lomba LPIR Melalui Shared Learning
Analisis Kemampuan Siswa SMPN 11 Jambi
Lolos Finalis Dalam Lomba LPIR Melalui Shared Learning
Oleh: Nelson Sihaloho*).
Abstrak:
Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) tingkat SMP merupakan suatu ajang kompetisi karya ilmiah remaja dimana kesempatan terbuka untuk seluruh siswa SMP se Indonesia. Kegiatan LPIR merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam memotivasi siswa, guru dan sekolah agar berperan mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan hasil analisis seleksi pemilihan siswa secara acak bahwa kemampuan siswa SMPN 11 Kota Jambi dalam mengikuti kegiatan LPIR untuk lolos menjadi finalis sangat tidak berbeda nyata dengan sekolah-sekolah lainnya di Indonesia.
Dalam mengikuti kegiatan LPIR SMPN 11 Kota Jambi memerlukan suatu terobosan baru agar mampu berprestasi sejajar dengan sekolah-sekolah lain di Indonesia yang telah berhasil meriah medali.
Kata Kunci: Analisis, Kemampuan dan Penelitian Ilmiah
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Peran siswa, guru, sekolah dalam LPIR secara signifikan cukup baik terbukti dengan jumlah naskah karya yang masuk ke panitian LPIR setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Direktorat Pembinaan SMP (2012) pada tahun 2006 naskah yang diterima oleh panitia sebanyak 754 naskah, 2007 sebanyak 1134 naskah, 2008 sebanyak 1051 naskah, 2009 sebanyak 1352 naskah.
Pada tahun 2010 jumlah naskah yang masuk ke pihak panitia sebanyak 1105 naskah, tahun 2011 sebanyak 1.113 naskah serta pada tahun 2012 sebanyak 848 naskah dimana pada tahun 2012 pelaksanaannya di Hotel Aria Barito Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan. Sejak dilaksanakannya kegiatan LPIR tahun 2006, SMP Negeri 11 Kota Jambi terus mengikuti kegiatan ini dengan mengirimkan naskah-naskah hasil penelitian siswa ke Direktorat Pembinaan SMP, Dirjenmandikdasmen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.Banyak hambatan yang dihadapi dalam mengikuti kegiatan LPIR, selain hasil-hasil penelitian harus ajeg, sahih dan valid. Apabila melihat dari sisi waktu memerlukan banyak kegiatan untuk menghimpun hasil-hasil penelitian yang mrmiliki ciri khas, menarik spesifik dan bermanfaat untuk orang banyak.Fakta menunjukkan SMPN 11 Kota Jambi belum optimal dalam mengembangkan iklim penelitian pada lingkup sekolah sehingga pemilihan siswa secara acak menjadi jalan terbaik untuk menunjuk siswa turut berpartisipasi dalam LPIR.Selain itu belum ditemukan korelasi yang signifikan bahwa siswa yang mendapatkan juara (ranking) 1,2 dan 3 pada kelasnya mampu menelorkan karya penelitian. Hal itu menunjukkan bahwa ada ketidaksinkronan antara siswa yang meraih juara pada kelas masing-masing ternyata tidak mampu berkiprah dalam penelitian ilmiah.Semestinya jika merujuk pada peringkat terbaik dikelas masing-masing tentunya para siswa peraih ranking 1,2 dan 3 mampu berbicara pada ajang LPIR. Tidak jarang pula apabila suatu sekolah berhasil meraih juara/medali pada kegiatan LPIR tahun selanjutnya tidak lolos jadi finalis.
Dengan kondisi itu sekolah dengan predikat RSBI sekalipun apabila tidak konsisten dalam melakukan pembinaan dalam penelitian ilmiah akan sulit lolos untuk masuk finalis. Selain peran stakeholder khususnya Dinas Pendidikan masing-masing Kota/Kabupaten khususnya bidang Dikdas dalam memotivasi sekolah sangat diperlukan pada kegiatan LPIR.Sebab pembinaan kesiswaan diluar kegiatan sekolah dalam rangka meningkatkan potensi non akademik siswa akan menjadi tolok ukur suatu sekolah dalam penilaian indikator kinerja kunci tambahan (IKKT).
SMPN 11 Kota Jambi yang bepredikat rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) sejak tahun 2009 baru pada tahun ajaran 2010/2011 melakukan pilot project 1 rombongan belajar (rombel) pada tahun ajaran 2011/2012 (3 rombel) dan tahun ajaran 2012/2013 (4 rombel) serta direncanakan pada tahun ajaran 2013/2014 seluruh siswa kelas VII yang akan diterima adalah kelas RSBI. Kelas RSBI pada TA 2013/2014 semua siswa harus lolos seleksi potensi akademik, tes psikologis dan tes wawancara.
Selain faktor anggaran dan biaya diperlukan suatu teknis pembinaan yang terprogram, terencana dan tepat sasaran kepada siswa sehingga siswa mampu membuat karya-karya penelitian sejak dini. Bertitik tolak dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan “Menganalisi Kemampuan Siswa SMPN 11 Kota Jambi Lolos Finalis Dalam Kegiatan LPIR”. Menurut hemat penulis topik ini menarik untuk dikaji dan dianalisis.
1.2. Tujuan dan Hasil yang diharapkan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam analisis penelitian ini adalah sebagai berikut:
Meningkatkan apresiasi siswa, kesadaran siswa, menumbuhkembangkan rasa ingin tahu, kreatifitas, inovasi, ajang komunikasi kelompok ilmiah remaja (KIR), menumbuhkembangkan suasana kompetitif yang sehat dibidang penelitian. Mengembangkan iklim yang akademis untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam penelitian serta mengembangkan kemampuan siswa SMPN 11 Kota Jambi berkomunikasi secara ilmiah.
Sedangkan hasil yang diharapkan dalam analisis kegiatan ini adalah: Terwujudnya suasana akademis dilingkungan SMPN 11 Kota Jambi melalui peningkatan kreatifitas, kemampuan berkomunikasi secara ilmiah serta terwujudnya sikap ilmiah dan kepedulian terhadap permasalahan yang berkembang di masyarakat. Terwujudnya hasil analisis terhadap karya ilmiah siswa yang terbaik dalam mengikuti ajang LPIR tahun 2013 mendatang.
2. Tinjauan Kepustakaan
Banyak ahli menekankan pentingnya belajar bersama. Belajar bersama memberikan banyak manfaat. Namun kadangkala pendekatan pembelajaran bersama yang lazim disebut Shared Learning (SL) sulit dilakukan.
Sebab selain terkendala dengan waktu, penelitian membutuhkan suatu kondisi yang benar-benar memfokuskan siswa pada bidang yang menjadi subyek penelitiannya. Faktor waktu menjadi sangat urgensial untuk diatasi sebab umumnya siswa-siswi kelas rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) rata-rata pulang pada pukul 15.30 Wib.
SL sebenarnya sangat bermanfaat untuk mendorong terjadinya perubahan sosial melalui pengembangan sikap, cara pandang, pengetahuan, dan ketrampilan dengan tujuan khusus yaitu membangun proses belajar yang lebih partisipatif, proses multipihak untuk perubahan sosial, membangun jaringan serta menjembatani antara realitas dengan kondisi tuntutan-tuntutan ilmiah.
Menurut Wollenberg dkk. (2000), belajar secara interaktif lebih menguntungkan karena adanya tambahan pengetahuan dari orang atau pihak lain. Belajar bersama juga memungkinkan koordinasi dan diperlukan untuk mentransformasikan informasi menjadi pengetahuan baru, mengingat, setidaknya ada dua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran. Pada sisi lain, disadari, pembelajaran sosial memerlukan waktu dan biaya yang lebih banyak karena harus mempertemukan sejumlah orang beserta buah pemikirannya.
Shared Learning berkembang secara spontan karena menekankan aspek berbagi dan belajar dari pengalaman pembelajar. Dalam kaitan ini pada lingkungan sekolah perlu dikembangkan tanggapan tentang kelemahan dari kegiatan pelatihan penelitian serta siswa perlu diarahkan pada pemahaman atas bahan-bahan yang disajikan oleh guru pembimbimbing LPIR atau nara sumber. Prinsipnya adalah pemerataan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan terhadap semua pihak (levelling the playing field’) serta menyalurkan informasi secara horizontal.
Mengutip pendapat Anderson dan Krathwol hasil belajar peserta didik ditunjukkan oleh penguasaan tiga kompetensi yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Dalam ranah kognitif meliputi kemampuan peserta didik dalam memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan kreativitas.
Dalam penelitian siswa membutuhkan suatu penalaran korelasional. Menuurt Lawson (dalam Nur,1991:7) menyatakan bahwa penalaran korelasional didefinisikan sebagai pola berpikir yang digunakan seorang anak untuk menentukan kuatnya hubungan timbal-balik atau hubungan terbalik antara variabel.
Intinya seseorang yang tergolong dalam operasi formal akan dapat apakah terdapat hubungan antara variabel yang ditinjau dengan variabel lainnya. Penalaran korelasional melibatkan pengidentifikasian dan pengverifikasian hubungan antara variabel.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang berlangsung demikian cepat, akibatnya tak mungkin lagi seorang guru menyampaikan semua fakta dan konsep kepada siswanya di dalam pelajaran, sehingga siswa harus mampu berpikir mandiri, baik secara konkrit maupun secara abstrak yang disertai dengan penalaran formal.
Siswa dalam hidupnya senantiasa ingin mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada alam sekitarnya, dimana siswa ingin memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh akibat interaksi antara manusia dengan lingkungannya.
Bruner ( dalam Sutawijaya, 1991:3) mengemukakan bahwa setiap individu pada waktu mengalami (mengenal) peristiwa (benda) di dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyatukan kembali peristiwa (benda) tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa (benda) yang dialaminya (dikenalnya).
Hal tersebut dilakukan menurut urutan tingkatan yaitu tingkat enactive (kegiatan), di mana individu mempunyai benda atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya, tingkat ikonic (gambar, bayangan), dimana individu mengubah, menandai, danmenyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental.
Intinyan individu dapat membayangkan kembali (dalam pikirannya) peristiwa (benda) yang telah dialami (dikenalnya) walaupun peristiwa itu tidak lagi berada di hadapannya, dan tingkat simbolik, di mana individu kemudian dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Apabila menjumpai simbol tersebut, bayangan mental yang ditandai oleh simbol itu dapat dikenalinya kembali.
Tingkatan-tingkatan tersebut menggambarkan tingkat perkembangan intelektual individu yang berlangsung, yang pada akhirnya individu-individu mengalami ketinggalan. Pada tingkat ketiga atau tingkat simbolik, individu mampu memikirkan sesuatu yang abstrak. Dengan kemampuan yang abstrak ini individu dapat menyusun hipotesis dan dapat meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Kemampuan ini disebabkan karena manusia mampu melakukan penalaran.
3. Hipotesis Penelitian
Bertitik tolak dari kajian teori maka hipotesis dalam penelitian ini adalah, Terdapat pengaruh positip dan signifikan kemampuan siswa SMP Negeri 11 Kota Jambi lolos finalis LPIR melalui Shared Learning.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1: Data Finalis LPIR SMPN 11 Kota Jambi 2006-2012
No 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Ket
1. 1*)P - 1*)L 1*)L 1*)P 3*)P 7*)P+1L 14 naskah
2. 1 - - 1 - 2 1 5 naskah
3. IPA - - IPA - IPA/IPS IPS IPA dan IPS
Finalis - - Finalis - Finalis Finalis
*): Jumlah naskah yang dikirim (sumber data LPIR SMPN 11 Kota Jambi 6 tahun terakhir)
Pada tahun 2006 sejak pertama kali kegiatan LPIR dilaksanakan SMP Negeri 11 Kota Jambi telah berhasil lolos jadi finalis dpusatkan di Ciawi Bogor Jawa Barat. Menyusul kemudian pada tahun 2009 di Grand Hotel Cempaka Jakarta Pusat, Tahun 2011 di Hotel Solo Paragon Surakarta (Jawa Tengah) dan tahun 2012 di Hotel Aria Barito Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil yang paling menggembirakan adalah pada tahun 2011, SMP Negeri 11 Kota Jambi berhasil meloloskan sebanyak 2 finalis.
4.2 Analisis Hasil
Kemampuan siswa SMP Negeri 11 Kota Jambi pada ajang Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kemampuan siswa-siswi lain di seluruh Indonesia baik itu sekolah negeri maupun swasta.
Meskipun pembinaan kegiatan LPIR tingkat sekolah hanya dilakukan model Shared Learning (SL) berdasarkan naskah yang dikirimkan ke Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah (Dirjenmandikdasmen), Direktorat Pembinaan SMP, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan hasil analisis terdapat pengaruh positip dan signifikan kemampuan siswa SMP Negeri 11 Kota Jambi lolos finalis dalam LPIR melalui Shared Learning.
Siswi perempuan mendominasi dan lebih berminat mengikuti kegiatan penelitian apabila dibandingkan dengan siswa laki-laki. Berdasarkan analisa karekateristik kemampuan siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki.
Animo siswa SMPN 11 Kota Jambi dalam mengikuti LPIR setiap tahun terus mengalami peningkatan. Terbukti berdasarkan naskah yang dikirimkan selama dua tahun terakhir mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
4.3.Pembahasan
Model Shared Learing sangat efektif dilakukan apabila waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan tatap muka khususnya melatih siswa dalam penelitian sangat terbatas. Model SL juga sangat efesien selain tidak mengganggu tugas-tugas siswa dalam proses belajar mengajar antara guru pembimbing LPIR dan siswa bisa melakukan “mitra” dalam belajar.
Secara tekhnis guru pembimbing LPIR dapat menyuruh siswa mencari sumber-sumber bahan-bahan penelitian. Kemudian sumber-sumber dan bahan-bahan penelitian yang telah dikumpulkan oleh siswa kemudian dikoreksi dan dipoles sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah.
Saling tukar pengalaman antara guru dan siswa (senior) yang pernah masuk finalis dengan calon peserta LPIR akan lebih membuka khasanah berpikir dan motivasi siswa untuk melakukan penelitian. Efektifitas dan efesiensi hasil penelitian melalui model SL memang kurang optimal. Model SL tanpa memberikan materi tentang penelitian, penerapan dan prakteknya para siswa sering bingung dalam menggarap hasil-hasil penelitiannya.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, siswi perempuan lebih mendominasi dan lebih berminat mengikuti kegiatan LPIR apabila dibandingkan dengan siswa laki-laki. Berdasarkan analisa karekateristik kemampuan siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki termasuk animo siswa SMPN 11 Kota Jambi mengikuti LPIR setiap tahun terus mengalami peningkatan. Hal demikian snagat menggembirakan karena akan menciptakan iklim penelitian pada lingkungan sekolah. Bersdasarkan hasil pengalaman penulis meskipun siswa menduduki peringkat 1,2 dan 3 dikelasnya seringkali tidak berhasil masuk finalis dalam LPIR.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Kemampuan siswa SMP Negeri 11 Kota Jambi untuk lolos finalis pada kegiatan LPIR sejajar dengan siswa-siswi sekolah lain ditanah air baik itu sekolah negeri maupun swasta.
Model Shared Learning sangat efektif dan efesien dilakukan apabila waktu siswa untuk melakukan penelitian sangat terbatas dan hasilnya kurang maksimal. Animo siswa SMPN 11 Kota Jambi dalam mengikuti ajang LPIR setiap tahun terus menunjukkan peningkatan dan akan lebih menggalakkan budaya meneliti di kalangan siswa.
5.2. Saran
Diperlukan suatu kegiatan terencana, terprogram, anggaran sehingga kegiatan penelitian dalam lingkup sekolah bisa berjalan dengan optimal. Para stakeholders khususnya Dians Pendidikan Kota, Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah agar terus mendorong,memotivasi siswa untuk giat dalam melakukan penelitian. (****)
Biodata Penulis
Nama : Drs. Nelson Sihaloho
NIP : 19660306 199512 1 003
Tempat Tanggal Lahir : Karo (Sumut), 6 Maret 1966
Tempat Mengajar : SMP Negeri 11 Kota Jambi
Bidang Studi yang Diajarkan : Bimbingan dan Konseling
Pangkat/Golongan Ruang : Pembina Utama Muda, IV/C
Email : sihaloho11@yahoo.com.
Baperjakat dan Profesionalisme Guru
Baperjakat dan Profesionalisme Guru
Oleh: Nelson Sihaloho
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) memang bertugas untuk menyeleksi para PNS layak tidaknya menduduki suatu jabatan. Ditingkat Kementerian Baperjakat berfungsi melakukan rekruitmen terhadap PNS yang akan menduduki jabatan Sekretaris Jenderal, Dirjen, Direktur, Staf ahli hingga kepala seksi (kasi) benar-benar dilakukan secara objektif, fair dan terbuka.
Sedangkan didaerah khususnya provinsi, kabupaten/kota Baperjakat biasanya dijabat oleh Sekretaris Daerah (Sekda) yang bertugas melakukan penempatan pejabat baik itu Kepala Dinas, Kantor, Badan dan lain sebagainya.
Pada era otonomi daerah Baperjakat semakin menunjukkan “taringnya” dengan para Kepala Daerah sehingga menimbulkan beragam penilaian apabila seseorang ditempatkan menjabat Kadis meskipun kepangkatan dan golongannya belum memenuhi syarat.
Berbeda dengan profesi guru, sesuai aturan Permendiknas nomor 28 tahun 2010 tentang guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah yang mengeluarkan SK menduduki jabatan Kepala Sekolah (Kepsek) adalah Walikota/Bupati bukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdiknas). Hingga kini tugas tambahan menjadi kepala sekolah masih dianggap sebagai jabatan basah karena mengepalai sebuah unit satuan pendidikan (sekolah) padahal tugasnya yang ditambah.
Pada akhirnya muncul nada-nada miring tentang penempatan para guru mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepsek apalagi dilingkungan SD dengan golongan ruang III/c (Penata) saja sudah bisa diusulkan menjadi Kepsek.
Sesuatu hal yang sangat miris apabila “praktik” lebih rendah pangkat dan golongan ruang jabatan Kepsek dari pada guru maka wibawa pangkat yang lebih tinggi mengatur pangkat yang lebih rendah yang sejak dulu dilaksanakan semakin tidak melenceng dan menyimpang dari aturan-aturan maupun perundang-undangan.
Melihat praktik yang tidak baik itu maka Badan Kepegawaian Negara (BKN) saat ini telah mengembangkan program assessment center. Program ini dikembangkan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) maupun Baperjanas/TPA (Tim Penilai Akhir).
Program assessment center akan berfungsi membantu pimpinan dalam mengkaji, menyiapkan data atau informasi, serta mengevaluasi potensi setiap PNS, khususnya bagi yang akan menduduki jabatan strategis terutama calon pejabat structural.
Bahkan Kantor BKN Regional VII Palembang telah mengembangkan assessment center PNS dan sudah dioperasionalkan. Assessment center akan terus dikembangkan ke daerah lain, karena banyak jabatan yang tidak diisi oleh aparatur yang tepat. Misalnya, karena dekat sama kepala daerahnya, langsung diangkat Kadis, padahal golongan dan eselonnya tidak mencukupi.
Berdasarkan data pada tahun 2007, BKN dan Universitas Terbuka (UT) telah mengadakan kerjasama untuk menyelenggarakan Pendidikan Ilmu Kepegawaian (PIK), dengan konsentrasi manajemen kepegawaian pada jenjang sarjana (Strata 1) dimana bertujuan bertujuan agar aparatur yang berada di level top manajemen mengetahui dan memahami tentang struktur organisasi, pemeringkatan jabatan karir dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan profesionalisme dan jabatan guru, apakah benar Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 memiliki relevansi dengan kinerja Baperjakat? Mengapa justeru saat ini Permendiknas Np. 28 Tentang Penugasan Guru mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepsek belum disempurnakan meskipun pada praktiknya dilapangan menimbulkan persoalan?.
Kenaikan Pangkat PNS PP No. 12 Tahun 2002
Dalam PP Nomor 12 Tahun 2002 dianyatakan masa kenaikan pangkat PNS ditetapkan tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian. Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama PNS dihitung sejak pengangkatan sebagai CPNS. Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada PNS yang tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu, termasuk PNS yang melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu dan.
diperkerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi Induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.
Kenaikan pangkat reguler diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan langsungnya, kenaikan pangkat reguler diberikan kepada PNS mulai dari golongan ruang II/a bagi yang memiliki STTB SD, II/c bagi yang memiliki STTB SMP, golongan ruang II/d bagi yang memiliki STTB SMP. Golongan ruang III/b bagi yang memiliki STTB SMA, golongan III/c bagi yang memiliki Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah sarjana Muda, Ijazah akademi atau Ijazah Bakaloreat, golongan ruang III/d bagi yang memiliki Ijazah ( S1 ) atau Ijazah Diploma IV. Pembina, golongan ruang IV/a bagi yang memiliki Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister ( S2 ), atau Ijazah lain yang setara, Ijaah lain yang setara adalah Ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang bobot untuk memperolehnya setara dengan Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker, dan Ijazah Magister ( S2 ) yang penetapan kesetaraannya dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang Pendidikan Nasional atau Menteri Agama sesuai bidang masing-masing. Pembina TK I, golongan ruang IV/b bagi yang memiliki Ijazah doktor ( S3 ), kenaikan pangkat reguler dapat dberikan kepada PNS setingkat lebih tinggi apabila yang bersangkutan sekurang-kurangnya telah 4 ( empat ) tahun dalam pangkat terakhir, dan setiap unsur penilaian Prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 ( dua ) tahun terakhir. PNS yang kenaikan pangkatnya mengakibatkan pindah golongan dari golongan II menjadi golongan III dan Golongan III menjadi golongan IV, harus telah mengikuti dan Lulus Ujian Dinas yang ditentukan, kecuali bagi kenaikan pangkat yang dibebaskan dari ujian Dinas dengan ketentuan yang berlaku. PNS yang diperkerjakan atau diperbantukan diluar instansi Induk secara penuh pada Proyek Pemerintah, Organisasi Profesi, Negara Sahabat, Badan International, atau Badan swasta yang ditentukan , dapat diberikan kenaikan pangkat reguler sebanyak-banyaknya 3 ( tiga ) kali selama dalam penugasan /perbantukan, kecuali yang dipekerjakan atau diperbantukan pada lembaga kependidikan, Sosial, Kesehatan, dam Perusahaan jawatan. Bagi PNS yang diperkerjakan /diperbantukan diluar Instansi Indukya pada Departemen, kantor Menteri Negara, Kantor Menteri Koordinator, Sekretariat Negara,Sekretaris kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kepolisian Negara, Kejaksaan agung, Kesekretariatan Lembaga tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga pemerintah Non Departemen/ Pemda Propinsi/ Kabupaten/Kota, Kenaikan pangkatnya tidak dibatasi 3 ( tiga ) kali. Kenaikan pangkat pilihan diberikan Kepada PNS yang menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu,menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan keputusan Presiden,menunjukan Prestasi kerja yang luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi Negara dan diangkat menjadi pejabat Negara,memperoleh STTB atau Ijazah, melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu, telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar Instansi induk yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu. Kenaikan pangkat pilihan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural, jabatan fungsional tertentu, atau jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan keputusan Presiden, diberikan dalam batas jenjang pangkat yang ditentukan untuk jabatan yang bersangkutan. Penetapan kenaikan pangkat PNS pusat untuk menjadi Pembina Utama Muda golongan IV/c keatas dilaksanakan dengan keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan teknis kepala badan kepegawaian negara berdasarkan usul dari pejabat Pembina kepegawaian pusat. Surat pengantar usul kenaikan pangkat sebagaimana tersebut pada huruf a disampaikan kepada Presiden dan tembusannya kepada Kepala BKN dibuat menurut contoh sebagaimanatersebut dalam anak lampiran.
Tembusan surat pengantar yang disampaikan kepada Kepala BKN dilengkapi dengan usul kenaikan pangkat untuk golongan IV/c keatas yang dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam anak lampiran. Tembusan surat pengantar dan usul kenaikan pangkat untuk golongan IV/c keatas sebagaimana dimaksud dalm huruf c diajukan dalam rangkap 2 serta dilampiri dengan bahan-bahan lampiran yang diperlukan. Penetapan kenaikan pangkat PNS Pusat untuk menjadi Juru Muda TK I golongan I/b sampai dengan Pembina TK I golongan IV/b dilaksanakan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat setelah mendapat pertimbangan teknis kepala BKN. Untuk mendapatkan pertimbangan teknis sebagaimana maksud diatas, pejabat Pembina kepegawaian Pusat mengajukan usul kepada Kepala Badan Kepegawaian negara, dibuat menurut contoh sebagaimana tsb dalam anak lampiran. Untuk memperlancar pelaksanaan kenaikan pangkat PNS didaerah, pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf e dapat ditetapkan oleh Kepala Kantor regional badan Kepegawaian Negara sesuai dengan Wilayah kerjanya. Berdasarkan pendelegasian wewenang yang diberikan. Penetapan kenaikan apangkat PNS Daerah dilaksanakan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian daerah setalah mendapat Pertimbangan teknis Kepala kantor regional badan Kepegawaian Negara sesuai dengan wilayah kerjanya. Kenaikan pangkat Pilihan bagi PNS menduduki jabatan struktural, menunjukan Prestasi kerja luar biasa baiknya, dan menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara ditetapkan setelah mendapat Pertimbangan badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan ( Baperjakat ). Meski demikian sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi kenaikan pangkat PNS juga telah diatur sesuai dengan Kementerian maupun instansi masing-masing. Ke depan diharapkan PNS mampu bekerja lebih profesional memberikan pelayanan terbaik sebagai abdi negara. Dilakukannya penataan dan perampingan PNS yang dilakukan oleh pemerintah pusat dimana berdasarkan data bahwa jumlah PNS dinegeri ini memang berlebih. Bahkan tidak jarang selalu membebani anggaran pemerintah. Itulah sebabnya saat ini setiap daerah harus mampu mengelola keuangan daerah agar jumlah alokasi belanja PNS harus dibawah 50 % dari APBD. Pemerintah beberapa tahun terakhir memutuskan untuk tidak menerima lowongan dan formasi PNS kecuali untuk tenaga kesehatan, guru serta tenaga teknis lainnya yang benar-benar dibutuhkan. Melihat kondisi itu kita harus mendukung niat pemerintah untuk melakukan reformasi dibidang PNS.
Karir, Profesionalisme dan Kenaikan Pangkat Guru
Jadi guru saat ini bukan lagi persoalan gampang. Guru saat ini dalam meniti karir sebagai PNS dituntut bekerja secara profesional. Profesionalisme guru akan berbanding lurus dengan pencapaian karir maupun kenaikan pangkatnya.
Banyak opini dan nada-nada miring yang berkembang tentang pemberlakuan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi (PERMEN PAN-RB) nomor 16 tahun 2009, Penilaian Kinerja Guru (PKG) maupun Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dari kalangan pendidik.
Hal itu terjadi karena selama ini pemerintah belum menerapkan sanksi yang tegas terhadap para guru dan pendidik dinegeri ini. Dalam kontek ini diperlukan suatu aturan dan sanksi yang tegas terhadap para guru dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Berapa tahun sebenarnya guru yang tidak mampu naik pangkat tepat waktu diberikan sanksi administratif oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah. Bila merujuk pada fakta selama ini belum ada sanksi yang tegas diberikan oleh Kemdikbud terhadap para guru yang tidak mampu naik pangkat tepat waktu. Kecuali terhadap guru PNS yang melanggar peraturan dan melakukan perbuatan tindak pidana atau melanggar ketentuan PNS memang ada aturannya. Adapun alasan penyempurnaan tentang jabatan guru karena, satu-satunya jabatan fungsional yang belum menyesuaikan Keppres Nomor 87 Tahun 1999 adalah Jabatan Fungsional Guru, Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 adalah dasar yang kuat untuk menjadikan Jabatan fungsional Guru sebagai Jabatan Ahli serta Guru sebagai tenaga profesional wajib memiliki kualifikasi akademik minimal S-1/D-IV.
Dalam Bab XI tentang Sanksi yaitu Pasal 37 dinyatakan bahwa (1). Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri Pendidikan Nasional dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan maslahat tambahan. (2) Guru yang terbukti memperoleh penetapan angka kredit (PAK) dengan cara melawan hukum diberhentikan sebagai guru dan wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional maslahat tambahan dan penghargaan sebagai guru yang pernah diterima setelah yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan penetapan angka kredit (PAK) tersebut. (3) Pengaturan sanksi lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
Untuk diketahui dalam Pasal 5 bahwa (1) Tugas utama Guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. (2) Beban kerja Guru untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan/atau melatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. (3). Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun.
Untuk dapat melaksanakan proses pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, maka diperlukan berbagai perundangan dan peraturan agar mampu menjadi Guru Profesional. Dalam peta regulasi guru sudah jelas tergambar mulai dari Undang-undang, Peraturan pemerintah, SKB Kementrian serta Permendiknas/Kepmendiknas.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan pembaruan secara sadar akan pengetahuan dan peningkatan kompetensi guru sepanjang kehidupan kerjanyaPKB dilakukan terus menerus. PKB dilaksanakan dalam upaya mewujudkan guru yang profesional, bermatabat dan sejahtera; sehingga guru dapat berpartisifasi aktif untuk membentuk insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian.
Menurut Bhaedowi (2010) menyatakan bahwa pada prinsipnya, PKB mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang dapat digambarkan berdasarkan hasil adopsi dari Center for Continuous Professional Development (CPD). University of Cincinnati Academic Health Center. http://webcentral.uc.edu/‐cpd_online2). Dengan perencanaan dan refleksi pada pengalaman belajar guru dan/atau praktisi pendidikan akan mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan guru serta kemajuan karir guru dan/atau praktisi pendidikan. Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan PKB harus dapat mematuhi prinsip‐prinsip antara lain PKB harus fokus kepada keberhasilan peserta didik atau berbasis hasil belajar peserta didik. PKB harus menjadi bagian integral dari tugas guru sehari‐hari. Setiap guru berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri yang perlu diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak merata, proses penyusunan program PKB harus dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB dengan minimal jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur. Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu. Bagi guru yang tidak memperlihatkan peningkatan setelah diberi kesempatan untuk mengikuti program PKB sesuai dengan kebutuhannya, maka dimungkinkan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang‐undangan. Sanksi tersebut tidak berlaku bagi guru, jika sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan guru untuk melaksanakan program PKB. Cakupan materi untuk kegiatan PKB harus terfokus pada pembelajaran peserta didik, kaya dengan materi akademik, proses pembelajaran, penelitian pendidikan terkini, dan teknologi dan/atau seni, serta menggunakan pekerjaan dan data peserta didik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Karena itu, untuk mencapai tujuan PKB, kegiatan pengembangan harus melibatkan guru secara aktif sehingga betul‐betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam penguasaan materi, pemahaman konteks, keterampilan, dan lain‐lain sesuai dengan tujuan peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah. PKB yang baik harus berkontribusi untuk mewujudkan visi, misi, dan nilai‐nilai yang berlaku di sekolah dan/atau kabupaten/kota. Kegiatan PKB harus menjadi bagian terintegrasi dari rencana pengembangan sekolah dan/atau kabupaten/ kota dalam melaksanakan antara sekolah, orangtua peserta didik, dan masyarakat. Sedapat mungkin kegiatan PKB dilaksanakan di sekolah atau dengan sekolah di sekitarnya (misalnya di gugus KKG atau MGMP) untuk menjaga relevansi kegiatannya dan juga untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan yang disebabkan jika guru dalam jumlah besar bepergian ke tempat lain. PKB harus mendorong pengakuan profesi guru menjadi lapangan pekerjaan yang bermartabat dan memiliki makna bagi masyarakat dalam pencerdasan bangsa, dan sekaligus mendukung perubahan khusus di dalam praktikpraktik dan pengembangan karir guru yang lebih obyektif, transparan dan akuntabel. Itulah sebabnya dengan diberlakukannya Permen PAN -RB nomor 16 Tahun 2009, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Penilaian Kinerja Guru (PKG) menjadikan tugas guru semakin berat. Meski berat apabila dilaksanakan secara jujur, benar dan susuai dengan indikator-indikator yangf tercakup didalamnya akan menjadikan guru benar-benar profesional. Perbedaan kenaikan pangkat pada PNS dengan Guru memang jauh berbeda baik itu dalam praktik maupun indikator-indikator penilainnya.Untuk guru yang benar-benar telah lulus sertifikasi harus memanfaatkan dengan sebaik-baiknya tunjangan profesi untuk meningkatkan tugfas-tugas profesionalismenya.
Jika memang guru tidak mau tunjangan profesinya dicabut maka guru harus bekerja keras dan menjalankan semua aturan dengan baik seperti tugas pokok dan fungsi, karir, profesional dan mampu naik pangkat tepat waktu sebelum ada aturan administrasi yang mengatur tentang sanksi terhadap para guru. Mari para guru bekerjalah dengan profesional. Jangan sampai ada guru beralih profesi menjadi lurah atau camat. ( disarikan dan dihimpun dari berbagai sumber).
Langganan:
Postingan (Atom)