Rabu, 17 Juni 2015

DITJEN GTK DIBENTUK AKANKAH MENGATASI PERSOALAN GURU

Ditjen GTK Akankah Mampu Menyelesaikan Persoalan Guru? Oleh: Nelson Sihaloho Abstrak: Direktorat Jenderal GTK yang khusus menangani guru dan tenaga kependidikan telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dasar dan Menengah. Anies Baswedan (2015) menyatakan fungsi direktorat tersebut adalah melaksanakan kebijakan di bidang penyusunan rencana kebutuhan dan pengendalian formasi, pengembangan karier, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, pemindahan, serta peningkatan kesejahteraan guru dan pendidik lainnya. Gungsi berikutnya, melaksanakan kebijakan dibidang penyusunan rencana kebutuhan, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, pemindahan lintas daerah provinsi, dan peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan. Ditjen ini juga bertugas memberi bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan guru dan pendidik lainnya. Selain itu, melaksanakan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan guru dan pendidik lainnya, serta tenaga kependidikan, pelaksanaan administrasi Ditjen GTK. Ditjen GTK bertugas mengurusi peningkatan kompetensi, pencairan tunjangan fungsional guru hingga tunjangan profesi guru (TPG) dimana saat ini sebanyak 800.000 tenaga guru di seluruh Indonesia mentok pada golongan ruang IV/a (pembina) yang harus diurusi oleh Ditjen yang baru dibentuk itu. Kata Kunci: Direktorat, Persoalan Guru Pendahahuluan Era globalisasi kini sedang berjalan menuju suatu tatanan dunia yang terus berubah dengan sedemikian cepatnya. Tiada hari tanpa perubahan ditengah-tengah semakin gencarnya berbagai tuntutan dunia global yang semakin bebas bereaksi tanpa batas. Derasnya arus globalisasi menjadikan masyarakat memposisikan diri sebagai subyek utama pembangunan serta tidak hanya sekedar obyek pembangunan. Masyarakat kini dituntut untuk memiliki sikap, ketrampilan dan pengetahuan seperti disiplin, jujur, mau bekerja keras, tidak mudah putus asa, hemat, keterbukaan dan bertanggung jawab. Namun dalam prakteknya, upaya yang dilakukan pemerintah cenderung membuahkan hasil yang lebih baik bahkan memunculkan masalah baru. Sektor pendidikan misalnya pemerintah telah membentuk Direktorat Jenderal Tenaga Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dan telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dasar dan Menengah.Berbagai tugas-tugas yang berkaitan dengan guru kelak akan ditangani oleh Ditjen GTK ini. Meski demikian sejumlah persoalan akan mencuat dengan kehadiran direktorat jenderal yang menurut tugas pokok dan fungsinya akan mengurusi guru dan memberdayakan guru Pemberdayaan (empower) menurut The New Lexicon Webster International Dictionary (1978 :322) diartikan “ To authorize ; to warrant ; to license .-em . pow . er. – ment “. Pendapat ini mengandung tiga pengertian, pertama “to authorize”, yang berarti memberikan kekuasaan, kedua “to warrant” yang berarti memberikan wewenang, dan ketiga “to license” yang berarti memberikan lisensi atau memberikan izin. Intinya pemberdayaan merupakan pemberian kekuasaan, wewenang serta izin dari satu pihak kepada pihak lain untuk melakukan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Aileen Mitchell Stewart (1994:6-7) mengungkapkan bahwa : “ pemberdayaan merupakan suatu cara praktis dan produktif untuk memperoleh hal-hal yang terbaik dari diri anda serta anggota lainnya. Pemberdayaan berlangsung melalui pembagian tugas guna menempatkan kekuatan nyata yang dapat digunakan secara lebih efektif. Hal tersebut berarti menyerahkan bukan hanya tugas, akan tetapi juga pembuatan keputusan serta tanggung jawab penuh”. Empower pada di Web Amerika (2007:1) menyatakan bahwa pemberdayaan berarti melengkapi setiap individu dan atau kelompok dengan berbagai ketrampilan, informasi, kekuasaan dan sumber-sumber yang disusun sedemikian rupa guna melaksanakan tanggung jawab mereka, yang dilakukan melalui suatu tim yang efektif. Dalam menghadapi WTO 2020 guru berada pada posisi strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya dalam menyiapkan SDM yang mampu menghadapi persaingan dunia . Kenyataan dan fakta dilapangan guru sering mengeluarkan biaya dari gajinya untuk meningkatkan SDM guru, termasuk untuk pelatihan-pelatihan yang seharusnya menjadi hak guru. Ditjen GTK kelak harus mampu menjawa persoalan guru dengan optimal termasuk mengalokasikan dana untuk peningkatan kualitas guru. Indikasi carut marutnya kondisi pendidikan di negeri ini masih seringnya terjadi praktik pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum pada instansi pendidikan. Mulai dari mengurus gaji berkala hingga dana sertifikasi praltik pungli masih sering terjadi dengan “diam-diam”. Peranan pemerintah pusat sebagai pengontrol tergadap Dinas Pendidikan harus benar-benar memiliki kekuatan yang kuat sehingga praktik-praktik yang memungkinkan terciptanya raja-raja kecil di daerah dapat ditekan sekecil mungkin. Termasuk pada lingkungan sekolah sudah selayaknya sekolah harus dikontrol lebih ketat agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan sekolah dapat diusut hingga tuntas. Melihat kenyataan itu tugas pendidik yang semestinya berada pada perilaku atau kepribadian yang benar tidak mampu lagi menjadi agents of modernization bagi dirinya sendiri, lingkungan, masyarakat maupun negara. Kita tentu berharap agar Ditjen GTK tidak lagi merepotkan pemerintah dalam mengatasi persoalan guru yang saat ini sudah sangat krusial.Selain itu peingkatan pelayanan kesejahteraan terhadap guru harus benar-benar dilakukan dengan profesional. Tingkatkan SDM Profesionalisme Guru Kita miris sering melihat perilaku guru yang tidak profesional, meskipun sudah bertitel S2 perilakunya malas dalam mengajar, menganggap bahwa “titel S2 nya” sudah “hebat” bahkan merasa diri “terhebat” dilingkungan masyarajkat. Masalahnya sekarang untuk apa guru bertitel S2 jika perilakunya malas dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Mirisnya lagi jika seorang guru sudah mendapat tugas tambahan Kepala Sekolah maunya tetap mejbata sebagai Kepala Sekolah padahal aturan sudah jelas seorang guru tidak boleh menjabat Kepala Sekolah lebih dari dua periode. Sebenarnya ada buah elemen yang tidak dapat dipisahkan dalan dunia pendidikan yakni lembaga pendidikan dan guru yang memiliki pengaruh besar dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang mampu berkompetisi dalam masyarakat. Mc Cully (1992:4) mengatakan “ profesi adalah a vocation an wich profesional knowledge of some departement a learning science is used in its application to the of other or in the practice of an art found it”. Freidson (,2000:199) berpendapat bahwa, “profesionalisme adalah sebagai komitmen untuk ide-ide profesional dan karir”. Guru professional adalah seorang guru yang menerapkan konsep management professional dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, sebaliknya japabila guru tidak menerapkan konsep management professional maka guru yang bersangkutan tidak professional. Seorang guru yang professional harus memiliki kompetensi.sebagaimana mengutip pendapat Lefrancois (1995:5) yang menyatakan bahwa “kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu yang dihasilkan dari proses belajar”. Richard N. Cowell (1988:95-96) bahwa kompetensi dilihat sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif dan dipertegas oleh Cowell (1988:101) bahwa kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks. Itulah sebabnya, pemerintah telah mengesahkan Ditjen GTK karena selama ini pengelolaan guru oleh pemerintah pusat akibat munculnya persoalan guru yang justru terbelit politik di daerah. Selain itu, persoalan mulai dari status guru, distribusi guru, pengangkatan atau rekrutmen guru berkualitas juga tidak diperhatikan secara serius oleh pemerintah daerah. Guru jadi terbelenggu kondisi politik lokal daerah dan soolah-olah mengabdi pada bupati/walikota daripada untuk kepentingan pendidikan nasional. Dunia pendidikan nasional kita memang sedang menghadapi masalah yang demikian kompleks. Begitu kompleksnya masalah itu tidak jarang guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan. Pendidikan kita sudah terlalu lama dikelola dengan konsep nonpendidikan. Kulaitas guru, pemerataan guru dan sistem rekrutmen guru juga harus diperbaiki, penempatannya, kesejahteraan (khususnya guru non-PNS), perlindungan dan jaminan hidup guru pada hari tua, pembayaran tunjangan profesi yang kurang jelas karena sering terlambat, bahkan tak dibayarkan utuh, pembinaan peningkatan profesionalisme guru yang kurang tertata dengan rapi, dan anggaran pendidikan yang tidak memenuhi amanat UU. Ditjen GTK diharapkan membawa harapan baru terhadap otonomi pendidikan sehingga kewenangan daerah yang selama ini begitu banyak persoalan dalam pengelolaan guru semakin lebih baik. Tidak salam memang jika mantan Menteri pendidikan dan Kebudayaan RI Daoed Yosoef pernah mengkritik bahwa bahwa sistem pendidikan Indonesia saat ini. semakin morat-marit. Berbagai persoalan pendidikan seperti infrastruktur yang menunjukkan kegagalan pendidikan, berbagai persoalan berkenaan guru yang membuat masalah pendidikan makin ruwet. Untuk mengurai semua persoalan itu, pertama-tama sistem pendidikan harus kembali disentralisasi. Semua konsep, visi, dan kebijakan harus terpusat agar diterapkan secara sama dan merata di tiap daerah. Saat ini, yang terjadi adalah desentralisasi pendidikan, sementara evaluasi dilakukan secara terpusat di tingkat nasional. Bahwa otonomi daerah yang mencampuri sistem pendidikan cenderung politis. Itulah sekelumit persoalan pendidikan di negeri ini diharapkan Ditjen GTK harus mampu memperbaiki sistim guru dan tenaga kependidikan di masa depan ke arah yang lebih baik. Ditjen GTK juga harus mengelola dan menata kembali sistim guru, rekruitmen hingga sistim karir agar tidak semena-mena dalam menempatkan seorang guru mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Kepala Sekolah wajib menjalankan tugasnya mengajar bukan malah ongkang-ongkang di ruangannya. (penulis tinggal di kota Jambi, tulisan ini disarikan dari berbagai sumber).

KURIKULUM 2013 BERAKHIR TAHUN 2020

2020 Kurikulum 2013 Selesai, Akankah Kembali Diubah? Oleh: Nelson Sihaloho Abstrak: Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya didalam kamus Webster pada tahun 1856 lampau dimana dalam sejarahnya penggunaan kurikulum dipakai pada bidang olahraga yakni suatu alat yang membawa seseorang dari start sampai finish. Kemudian pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran pada perguruan tinggi. Itulah sebabnya kurikulum diartikan dalam dua bentuk yakni (pertama), sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu. Kedua, sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau suatu departemen. Salah satu ahli kurikulum Hilda Taba yang memandang kurikulum dari sisi lain dengan tujuan isi pola belajar mengajar dan evaluasi. Pandangan Hilda Taba tentang kurikulum yang lebih fungsional diikuti oleh tokoh-tokoh lainnya diantaranya Ralph W. Tyler. Perubahan kurikulum tidak bisa dipisahkan dari kriterianya dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif termasuk di Indonesia dalam perjalanannya telah sampai pada Kurikulum 2013. Kenyataan dan fakta menunjukkan kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif sebagaimana menurut pandangan Tyler sering diabaikan oleh ahli-ahli kurikulum pendidikan di Indonesia. Kurikulum yang efektif seharusnya mengacu pada berkesinambungan (continuity), berurutan (sequence) serta keterpaduan (integration). Mengacu pada hal tersebut bagaimana implementasi kurikulum 2013 dimana pelaksanaannya harus selesai pada Juli 2020?. Akankah pada tahun 2020 kurikulum pendidikan kita kembali diubah dan apabila diubah bagaimana bentuk dan arahnya?. Padahal kurikulum resmi sebenarnya merupakan sesuatu yang diidealisaikan atau dicita-citakan. Kata kunci : Kurkulum. Pendahuluan Setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) telah menyusun roadmap implementasi Kurikulum 2013 untuk periode tahun 2015-2020. Kepala Puskurbuk, Ramon Mohandas (2014), menyampaikan target implementasi Kurikulum 2013 selesai pada Juli 2020. “Sesuai roadmap implementasi Kurikulum 2013, pada Juli 2020 semua tingkatan pendidikan sudah melaksanakan Kurikulum 2013. Mengacu pada hal tersebut tentunya berbagai persiapanpun dilakukan oleh Kemendikbud termasuk kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif. Kemudian bentuk evaluasi kurikulum yang belum disederhanakan dimana pelaksana utama pada level sekolah adalah guru. Sistem penilaian inilah yang sering menjadi masalah pokok yang dialami oleh guru karena sistem penilaian yang seharusnya sederhana malah sangat rumit dan membebani para guru. Pada tataran ini seharusnya Kurikulum 2013 harus dievaluasi produknya, sehingga evaluasi produk dapat dinilai sampai sejauh mana keberhasilan kurikulum dalam menghantarkan siswa kearah tujuan. Evaluasi juga sangat penting dilakukan dalam rangka melakukan peninjauan kembali (revisi) terhadap pelaksanaan kurikulum sehigga mencapai hasil yang optimal. Sebab orang yang bertanggungjawab langsung dalam upaya mewujudkan apa yang tertuang dalam kurikulum resmi adalah guru. Bila mengacu pada apa yang tertera pada Kurikulum 2013 landasan dan tingkatan dalam pengembangan kurikulum belum sepenuhnya memiliki dasar-dasar pengembangan kurikulum yang baik. Dasar-dasar dalam membina kurikulum berpegang pada azas filosofis, psikologis, sosiologis serta azas organisatoris yang dinilai berbagai kalangan diabaikan oleh para pencetus Kurikulum 2013. Azas filosofis menyangkut tentang filsafat da tujuan pendidikan, azas psikologis adalah psikologi belajar, psikologi anak, azas sosiologis adalah masyarakat serta azas organisatoris adalah bentuk dan organisasi kurikulum. Selain itu prinsip-prinsip yang dianut dalam pengembangan kurikulum semestinya isinya harus relevan dengan tuntutan kehidupan. Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam mengembangkan isi kurikulum yakni isi kurikulum harus valid (sahih) dan signifikan (terpercaya), isi kurikulum harus berpegang pada kenyataan-kenyataan sosial, kedalaman dan keluasan kurikulum haraus seimbang. Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013 Adapun Landasan Pengembangan Kurikulum 2013 tercantum dalam RPJMN 2010-2014 Sektor pendidikan yaitu perubahan metodologi pembelajaran, penataan kurikulum. Kemudian Inpres No. 1 Tahun 2010 yang isinya percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional: Penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai Budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa. Dasar hukumnya, amanah RPJMN 2010-2014 mengarahkan untuk memantapkan pelaksanaan sistem pendidikan nasional, melalui penyediaan sistem pembelajaran, penyempurnaan kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pembelajaran. Kurikulum 2013 yang intinya menitikberatkan kurikulum sebagai materi, kurikulum sebagai produk, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai praksis kontektual. Dalam Kurikulum 2013 proses pembelajaran dirancang untuk mendukung kreativitas. Dyers, J.H.(2011) Innovators DNA, Harvard Business Review menyatakan bahwa dua pertiga dari kemampuan kreativitas seseorang diperoleh melalui pendidikan, 1/3 sisanya berasal dari genetik. Kebalikannya berlaku untuk kemampuan kecerdasan yaitu: 1/3 dari pendidikan, 2/3 sisanya dari genetik. Ditegaskan Dyers bahwa kemampuan kreativitas diperoleh melalui, observing (mengamati), questioning (menanya), experimenting (mencoba), associating (menalar) serta networking (membentuk jejaring). Pembelajaran berbasis kecerdasan tidak akan memberikan hasil siginifikan (hanya peningkatan 50%) dibandingkan yang berbasis kreativitas (sampai 200%). Intinya Kurikulum 2013 menegaskan perlunya merumuskan kurikulum berbasis proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik.serta dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning. Tantangan Kompleks Implementasi Kurikulum 2013 sejak awal memang menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat, meski pada akhirnya berjalan dengan penuh tantangan kompleks dilapangan. Kompleksnya tantangan itu bisa dilihat dari banyanya masalah yang muncul seperti model penilaian yang membutuhkan banyak dokumen hingga guru dibuat “pening” dengan sistim penilaian. Bahkan menurut nara sumber Pusat Kurikulum Perbukuan Nasional (Puskurbuk) bahwa sistem penilaian itulah yang harus disederhanakan terutama dalam pengisian nilai dalam rapor (buku laporan pendidikan). Apabila mengacu pada hal itu diduga selama ini pemberlakuan Kurikulum 2013 tidak sepenuhnya melibatkan pakar-pakar dan ahli-ahli Puskurbuk yang selama ini telah berpengalaman dalam merumusan dan menyusun kurikulum. Berdasarkan hasil analisis yang terdapat pada Kurikulum 2013 ditujukan untuk menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka, Integrasi Iptek-Bahasa-Budaya, Pembelajaran Abad 2, Pentingnya Kreativitas serta Pendalaman dan Perluasan Materi. Kemudian Kurikulum dirancang dengan Tujuan Pendidikan Nasional, Peran Kurikulum sebaga Integrator Nilai, Pengetahun dan Ketrampilan, peran pendidikan dan kebudayaan, Tema Pengembangan Kurikulum 2013 serta Dukungan Pebelajaran Kreatif. Kurikulum 2013 dibangun dengan rekonstruksi pola pikir dan aspek legal, rumusan parksis kurikulum 2013, rumusan penjenjangan, perbedaan esensial KTSP 2006 dan Kurikulum 2013 serta Tema sebagai Konteks dalam praksis. Secara teoritis memang terlihat gampang namun dalam prakteknya sangat sulit dilakukan oleh guru sebagai pelaksana utama dilapangan. Para perancang dan ahli kurikulum hendaknya sebelum memberlakukan Kurikulum 2013 terlebih dahulu harus mempraktekkan model pembelajaran Kurikulum 2013 dihadapan siswa dan disaksikan oleh para guru-guru. Namun kenyataan dilapangan para guru di diklat dengan menggunakan sistem berjenjang dan berlapis dengan kriteria Instruktur nasional, guru pendamping dan guru sasaran dengan waktu yang singkat. Akibatnya hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan semua pihak. Bahkan ada guru yang belum pernah diklat kurikulum 2013 langsung melompat mengajar pada kelas VIII (jenjang SMP) tanpa pernah mengajar pada siswa kelas VII. Anehnya sekolah percontohan Kurikulum 2013 yang masih mengajar KTSP 2006 dengan pengalaman mengajar lebih dari 25 tahun, nanti pada tahun ajaran 2015/2016 seakan “enggan” dan “tidak rela” menjadi guru sasaran karena yang menjadi guru pendamping adalah guru junior yang pengalamannya baru 5 tahun hingga 10 tahun. Dapat dibayangkan sehebat apa kemampuan guru pendamping dalam menilai guru sasaran yang pengalamannya lebih banyak dan lebih lama. Untuk itu Kemendikbud harus fair dalam menentukan instruktur, guru pendamping dan guru sasaran dengan seleksi yang ketat serta berjenjang dengan tidak mengabaikan pengalaman dan masa kerja guru. Sedapat mungkin pihak Kemedikbud juga untuk tidak asal menerima para instruktur, guru pendamping dan guru sasaran yang diduga kental dengan permainan orang-orang dinas karena terikat adanya “hubungan” baik itu hubungan keluarga, sekampung, se kecamatan termasuk hubungan otonomi daerah yang saat ini banyak merusak sistem pendidikan di negeri ini. Data base guru yang telah masuk di Kemendikbud harus dipertimbangkan apakah mungkin oknum guru yang tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya bisa diandalkan jadi instruktur, guru pendamping dan guru sasaran. Harus Serentak Tahun 2020 merupakan akhir pelaksanaan Kurikulum 2013 dimana semua sekolah telah menjalankan kurikulum ini dengan segala konsekuensinya. Dengan waktu masa tenggat 5 tahun lagi diperkirakan pada tahun 2020, Kurikulum 2013 akan berubah lagi. Pertanyaan yang muncul bagaimana dan seperti apa bentuk kurikulum kita pada tahun 2020 mendatang dalam menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka 2045?. Agar terjadi pemerataan suber daya manusia (SDM) dan pemahaman terhadap konteks kurikulum pelaksanaannya harus serentak diberlakukan. Dengan pertimbangan tidak akan ada lagi sekolah yang tidak menjalankan dan mengimpelementasikan kurikulum baru. Bukan seperti yang terjadi pada Implementasi Kurikulum 2013, ada sekolah percontohan dan ada sekolah yang belakangan melaksanakan kurikulum. Jika sudah begitu kondisnya bagaimana pelaksanaan Ujian Nasional yang akan dilakukan? Apakah sebagian sekolah UN dengan Kurikulum 2013, sebagian KTSP 2006? Dengan kondisi itu diprediksikan akan membuat kondisi pendidikan di negeri ini semakin miris dan runyam. Perlu dipahami dengan cara mendalam bahwa pelaksana utama kelak kurikulum dilapangan adalah guru. Kemendikbud dan Puskurbuk diminta untuk tidak menggunakan prinsip serta aturan “tajam kebawah, tumpul ke atas”. Pemerintah, Kemendikbud, Puskurbuk, pakar-pakar ahli kurikulum, elit politik harus lebih memahami kondisi guru dilapangan dengan segala kompleksitasnya mulai dari wilayah geografis hingga tangungjawabnya. Apabila pada tahun 2020 Kurikulum ada proyeksi untuk diubah maka harus ditunggu hingga 2024 dan pelaksanaannya dilakukan serentak sehingga tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti yang sudah usai dimana ada sekolah percontohan, sekolah yang belakangan menerapkan kurikulum baru. Pemberlakukan kurikulum serentak akan lebih baik hasilnya meski pada awal-awalnya membutuhkan kerja ekstra keras. Namun hasil dan outputnya juga akan bisa dinilai secara serentak, dapat dipetakan di wilayah mana sekolah yang berhasil mendapatkan output yang lebih tinggi, sedang dan rendah. Perubahan Kurikulu memangtidak bisa dipungkiri karena tuntutan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Namun perlu dipahami bahwa semua dasar-dasar ilmu pengetahuan dalam setiap mata pelajaran harus dimuat dalam kurikulum. Selain itu perlu melibatkan pakar-pakar ahli dari Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuann dan Teknologi (Puspiptek), sebab semua dasar-dasar ilmu pengetahuan dapat dideteksi di Puspitek tersebut. Intinya dengan semakin maju Iptek maka sistem harmonisasi berlaku mutlak dalam kurikulum dengan tanpa menghilangkan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi dalam setiap mata pelajaran. Apabila dasar-dasar ilmu dan sejarah perkembangan ilmu dihilangkan dalam mata pelajaran maka sudah bisa dipastikan pendidikan karakter dan jati diri anak didik akan semakin “kerdil”. Banyak siswa yang kurang paham tentang sejarah bangsanya, kapan sejarah bangsa ini dimulai dansudah sampai dimana perjalanan sejarah bangsa ini serta bagaimana masa depan sejarah bangsa ini kelak? Untuk itu perubahan Kurikulum apabila benar-benar dilakukan setelah tahun 2020 harus tetap memperjuangkan, memperkokoh jati diri serta mampu memperkuat karakter bangsa. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang besar, kita harus sadar terlalu lama dijajah oleh kolonial, kita harus tampil sebagai bangsa yang mampu menciptakan teknologi digital era milennium tercanggih dengan memberlakukan kurikulum yang mampu menjawab berbagai tantangan dengan segala kompleksitasnya. Kuncinya adalah pada SDM bagaimana kurikulum yang disiapkan mampu mempersiapkan SDM-SDM terbaik dengan segala potensi dan talentanya. Kuncinya adalah terletak pada inovasi secara berkelanjutan dengan menerapkan kurikulum bermutu. Budaya dan kearifan lokal bangsa yang selama ini menjadi modal utama harus dikedepankan sebagai visitor dalam melahirkan inovator-inovator muda yang unggul, andal dan bermartabat. Semoga kelak Kurikulum Bermutu dapat terwujud melalui semangat ke Bhineka Tunggal Ika, bila kita ingin “Prestasi Olah Raga” lebih unggul dari negara lain maka pengetahuan tentang asupan gizi tidak boleh dilupakan. (Tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber: penulis tinggal di Kota Jambi).

TULISAN ILMIAH DAN KARIR GURU

Tulisan Ilmiah dan Karier Guru Oleh:Nelson Sihaloho Abstrak: Sejak tahun 2013 setiap guru wajib membuat karya tulis ilmiah (KTI) sebagai syarat meningkatkan jenjang kariernya. Kewajiban itu merujuk Permen PAN RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru yang ingin naik jenjang dari golongan III b ke atas. Aturan ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yakni Permen PAN Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit dimana aturan lama mewajibkan guru pada jenjang IV/ a harus membuat karya tulis ilmiah. Berita Kompas, 27 Maret 2009 menuliskan bahwa banyak guru PNS yang sulit sekali untuk naik pangkat. Jumlahnya sangat fantastis atau bisa dikatakan cukup banyak. Para guru PNS di tingkat Dikdasmen sulit mencapai pangkat diatas IV/a karena kemampuan mereka membuat karya Tulis Ilmiah (KTI) masih lemah padahal membuat KTI menjadi salah satu syarat kenaikan pangkat. Data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) 2005, juga menyebutkan bahwa sekitar 1,4 juta guru berstatus PNS. Umumnya berada di pangkat III/a sampai III/d yang jumlahnya mencapai 996.926 guru. Adapun di golongan IV ada 336.601 guru, dengan rincian golongan IV/a sebanyak 334.184 guru, golongan IV/b berjumlah 2.318 guru, golongan IV/c sebanyak 84 guru, dan golongan IV/d ada 15 guru. Kata Kunci: Tulisan Ilmiah, Karir Guru Pendahuluan Dalam proses penulisan karya ilmiah sesungguhnya penulis khususya guru dituntut untuk melaksanakan dua tahap pekerjaan. Pertama adalah tahap penulis mengolah gagasan dalam pikirannya dengan mencari dan membaca buku buku referensi bahkan harus berdiskusi dengan teman sejawatnya untuk menemukan bentuk yang jelas dari gagasan nya tersebut. Kedua adalah tahap pada saat penulis karya ilmiah tersebut menuangkan ide atau gagasan dalam tulisannya. Sebenarnya suatu karya ilmiah itu dapat berupa hasil penelitian namun dapat juga berupa suatu artikel ilmiah. Suatu pendekatan dikatakan ilmiah apabila memiliki langkah-langkah antara lain perumusan masalah, penalaran deduksi ( kajian pustaka ), perumusan hipotesis atau mungkin kesimpulan sementara (khusus artikel ilmiah-red), pengumpulan dan analisis data, penerimaan atau penolakan hipotesis yang telah diajukan,(Ary, 1979; 9-10 dalam Samidjo Broto Kiswoyo 1993). Suyanto, 1988:10 juga mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam merumuskan masalah yakni, apa sebenarnya yang dianggap sebagai masalah dalam setiap karya ilmiah ?. Suyanto, et.el juga mengemukakan bahwa sesuatu dapat dianggap sebagai masalah dalam sebuah karya ilmiah, jika sesuatu itu merupakan gejala atau kondisi yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Apabila kita mengamati kegiatan profesi guru dalam kehidupan sehari hari dengan cermat dan teliti maka kita akan memperoleh banyak permasalahan/persoalan yang dapat kita jadikan sebagai permasalahan dalam suatu karya ilmiah. Berkaitan dengan profesi guru itulah maka banyak persoalan tentang praktek profesi guru khususnya dalam menulis tulisan ilmiah ataupun karya ilmiah guru. Perlu diketahui bahwa jika guru sebagai penulis/peneliti telah menemukan permasalahan perlu melakukan evaluasi agar masalah yang akan diangkat dalam sebuah penelitian disekolah semakin menjadi jelas,tegas dan spesifik dan layak untuk dikaji atau diteliti (Suyanto;1988;12). Menurut Cates dalam Suryati Sidarta, 1993:3 menyebutkan ada 6 hal yang perlu dilakukan untuk melakukan sesuatu itu apakah layak untuk dikaji ataupun diteliti. Apakah permasalahan tersebut cukup menarik bagi sipeneliti?. Apakah peneliti mempunyai potensi yang dibutuhkan permasalahannya?. Apakah dukungan sumber dana memadai?. Apakah penelitian itu memberikan sumbangan pada pendidikan?. Apakah permasalahan tersebut dapat diteliti tanpa kendala/ hambatan pencapaian data? Apakah permasalahan tidak terlalu sederhana atau sebaliknya terlalu berat?. Kajian Teoritis Guru merupakan jabatan profesi sehingga seorang guru harus mampu melaksanakan tugas secara profesional. Ciri pekerja profesional ditunjukkan dengan kemampuan mengerjakan tugas dengan etika, independen, produktif, efektif, efisien dan inovatif, serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat, dan kode etik. Kegiatan pengembangan profesi guru merupakan kegiatan guru dalam rangka penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan pada umumnya maupun lingkup sekolah pada khususnya. Tujuan kegiatan pengembangan profesi guru adalah untuk meningkatkan mutu guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. Kriteria dan ciri karya tulis ilmiah guru yang perlu dikaji dan dilakukan sesuai tugas pokok fungsinya adalah masalah pokok yang dijadikan dasar penulisan menyangkut kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru sehari-hari. Kajian pustaka/teori yang mendukung pemecahan masalah cukup memadai. Kemudian metodologi dilakukan secara runtut dalam upaya pemecahan masalah tersebut, tersedianya data dan fakta yang mendukung pembahasan masalah tersebut, adanya alternatif pemecahan masalah yang dikemukakan sebagai solusi atas masalah yang dihadapi serta kesimpulan maupun rekomendasi yang dikemukakan berdasarkan analisis data terhadap upaya pemecahan masalah. Satu sisi problematika yang terjadi dilapangan kenyataannya menunjukkan bahwa penulisan karya ilmiah guru masih memprihatinkan, mayoritas guru masih sangat jauh dari dunia penelitian, terdapat banyak guru yang stagnan pada pangkat/golongan IV/a karena untuk naik ke jenjang pangkat berikutnya mengharuskan mereka untuk menulis karya ilmiah. Berdasarkan kajian dari berbagai sumber mengapa penulisan karya ilmiah guru banyak yang macet?. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan yaitu tidak kondusifnya iklim sekolah, kurangnya fasilitas untuk melakukan penelitian di sekolah serta terbatasnya referensi, tidak adanya jurnal penelitian di sekolah, dan tidak teralokasinya dana khusus untuk penelitian guru. Tidak menutup kemungkinan banyak karya ilmiah guru ditolak. Alasan umum penolakan antara lain penyertaan tugas (akhir) kuliah sebagai suatu karya ilmiah karena mirip dengan karya skripsi mahasiswa. Terdapat karya tulis ilmiah guru yang diragukan keasliannya karena beberapa hal. Paling ironis karya tulis ilmiah guru diduga ada yang ditukangi atau dikerjakan oleh orang lain. Karya ilmiah guru diragukan keasliannya karena salah satu bagian tulisan (atau hal lain) menunjukkan bahwa karya tulis ilmiah itu merupakan skripsi, penelitian, atau karya orang lain, yang diubah dan digunakan sebagai karya ilmiahnya (seperti bentuk ketikan tidak sama, tempelan nama dan lain-lain). Terdapat petunjuk adanya lokasi dan subjek yang tidak konsisten, terdapat tanggal pembuatan yang tidak sesuai, terdapat berbagai data yang tidak konsisten, tidak akurat, terdapat kesamaan isi, format, gaya penulisan yang sangat mencolok dengan karya tulis ilmiah yang lain. Bahkan penyusunan karya tulis ilmiah yang berbentuk penelitian, pengembangan dan evaluasi diselesaikan/dihasilkan lebih dari 2 judul dalam setahun. Yang Harus Dilakukan Guru Guru dalam mendukung tugas profesionalismenya harus melakukan banya hal diantaranta adalah melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah model penelitian sederhana yang bisa dilakukan oleh guru tanpa mengganggu tugas-tugas profesionalnya. PTK identik dengan tugas guru yaitu mengajar sambil meneliti pada kelas mana guru diberikan tanggungjawabnya. PTK biasanya berdurasi minimal 6 bulan (satu semester-red) dan pada akhir semester guru wajib membuat karya tulis ilmiah (KTI-red) atas PTK yang dilakukannya. Ciri khas PTK ini terletak pada siklus minimal 2 siklus atau beberapa siklus terantung pada kepuasan guru sebagai peneliti. Ada beberapa langkah sukses jika guru ingin sukses dalam mencapai karirnya. Langkah-langkah itu antara lain harus komitmen melawan malas, tidak bisa, tidak punya waktu bahkan melawan yang namanya tidak mampu. Langkah berikutnya adalah harus konsisten, sebab konsistensi akan menunjukkan integritas kita sebagai seorang pribadi. Guru juga harus bekerja keras dengan penuh keuletan dalam melaporkan karya tulis yang dikerjakannya. Guru harus bekerja cerdas, waktu yang dierikan oleh Tuhan hanya 24 jam dan kita harus dapat memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Guru juga dituntut untuk bekerja iklas sebab dalam membuat sebuah karya tulis yang komunikatif dibutuhkan kerja ikhlas yang tak mengharapkan imbalan apapun. Kerja ikhlas hendaknya menjadi bagian dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah guru. Guru harus bekerjasama (kolaboratif) karena dengan melalui kolaboratif akan menjadkan guru semakin berkualitas. Guru juga harus memaliki koneksi sebab dalam PTK proposal penelitian yang kita buat harus terlebih dahulu disetujui oleh kepala sekolah. Tanpa persetujuan kepala sekolah agak sulit bagi kita mewujudkannya dalam pelaksanaan penelitian. Guru juga harus memiliki kemauan yang kuat dan dengan kemauan kuat akan menjadikan karya tulis yang digarap oleh guru menjadi hidup dan lebih bermakna. PTK harus kontekstual dan dibuat sebaiknya sesuai dengan keadaan nyata di lapangan atau di kelas. PTK guru juga harus kredibel sebaiknya karya tulis yang benar-benar dibuat sendiri, sehingga tingkat kepercayaannya sangat tinggi. Guru harus bekerja dengan tuntas, jujur, teliti dan cermat, memiliki kesabaran. Kunci pokok dan langkah sukses lainnya adalah kreativitas, guru yang kreatif adalah guru yang membuat karya tulisnya sendiri. Karya tulis yang dibuat oleh guru harus menunjukkan suasana yang kondusif dalam melakukan tindakan perbaikannya, perlu ada keragaman, harus memiliki konten kreatif, kara guru harus asli serta disajikan dengan komunikatif. Sering PTK guru apabila akan diolah dan disajikan dalam Karya Tulis Ilmiah terkandung 4 Makna yang terdapat didalamnya yaitu “APIK”. Dikatakan “APIK” karena memiliki “Keaslian, Penting, Ilmiah dan Konsisten. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa orang-orang yang konsistenlah yang selalu berhasil dalam mengimplementasikan kemampuannya dalam melakukan PTK dan mengolahnya menjadi nulis karya ilmiah. Guru yang konsisten melakukan PTK dan menyusun KTI akan mampu merencanakan karirnya dengan baik. ( tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber: Penulis adalah Guru SMPN 11 Kota Jambi).

PENTINGNYA KOMITMEN ORGANISASI GURU

Pentingnya Komitmen Organisasi Mendukung Guru Berkinerja Profesional Oleh: Nelson Sihaloho Pendahuluan Seringkali kita mendengar tentang komitmen khususnya dalam komitmen organisasi dalam mendukung kinerja baik itu organisasi karyawan maupun oraganisasi guru. Fakta dan kenyataan dilapangan menunjukkan seringkali organisasi tidak berkomitmen mendukung kinerja profesionalisme individu, maupun kinerja kelompok. Merujuk pada pendapat Dessler, (1994), berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kekuatan identifikasi dari keterlibatan individu dengan organisasi. Buchanan dalam Gibson, (1995) menguraikan pendapatnya bahwa komitmen organisasi melibatkan 3 sikap, yaitu identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi serta perasaan loyalitas terhadap organisasi. Hasil Gibson juga menunjukkan bahwa tidak adanya komitmen bisa berakibat menurunnya efektivitas organisasi. Pendapat Muchinsky, (2001) menunjukkan bahwa komitmen organisasi adalah derajat tingkat dimana seorang karyawan merasakan suatu perasaan, pengertian, serta kesetiaan kepada organisasi. Bagaimana dengan organisasi guru di Indonesia apakah berkomitmen mendukung guru berkinerja profesional sesuai dengan Undang-Undang Guru, Permen PAN RB No. 16 Tahun 2009, Permendiknas No. 35 Tahun 2010, Pengembangan Keprofesiian Berkelanjutan (PKB) maupun Penilaian Kinerja Guru (PKG). Hingga detik ini masih segelintir kegiatan organisasi guru yang melakukan kegiatan pengembangan profesionalisme guru khususnya yang berkaitan dengan kinerja profesionalisme guru. Komitmen organisasi guru dalam menyikapi tuntutan profesionalisme guru memerlukan suatu reformasi dan perubahan total. Saat ini masalah profesionalisme guru merupakan isu yang paling serius diantara permasalahan lain yang dihadapi guru. Perbincangan tentang problematika guru seringkali sampai pada kesimpulan bahwa hingga hari ini sepertinya guru belum percaya diri menyebut profesi mereka sebagai sebuah profesi yang sejajar dengan profesi lainnya baik itu dokter, pengacara, hakim, ataupun profesi lainnya. Guru seringkali menyadari bahwa suatu jenis pekerjaan yang disebut profesi idelnya memiliki kedudukan lebih dibanding dengan pekerjaan lain yang tidak dianggap sebagai profesi. Agar menjadi menjadi profesional, seseorang harus memenuhi kualifikasi minimun, sertifikasi, serta memiliki etika profesi (Nurkholis, 2004). Undang-Undang Guru dan Dosen lahir melengkapi dan menguatkan semangat perbaikan mutu pendidikan nasional yang sebelumnya telah tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mestinya organisasi guru juga harus melakukan perubahan dan peningkatan performa bagaimana meningkatkan kinerja sesuai dengan tuntutan profesionalisme. Komitmen Guru dan Organisasi Kata komitmen berasal dari bahasa latin commitere, to connect, entrust-the state of being obligated or emotionally, impelled adalah keyakinan yang mengikat. Sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakan perilaku menuju arah yang diyakininya (Tasmara, 2006:26). Park (dalam Ahmad dan Rajak, 2007) menjelaskan, komitmen guru merupakan kekuatan bathin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap sikap guru berupa tanggung jawab dan responsive (inavotif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Ashkanasy, et.al, (2000), mengemukakan pendapat Porter bahwa komitmen organisasi maupun union commitment mempunyai pengertian sama. Pengertian ini mengacu pada definisi bahwa komitmen organisasi merupakan keinginan individu untuk mempertahankan keanggotaan dalam kelompok, keinginan untuk berusaha keras demi kepentingan kelompok, mempunyai kepercayaan untuk menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi. Begley dan Czajka, (1993), menguraikan pendapat Mowday, et, al, tentang definisi komitmen organisasi yaitu sebagai suatu keyakinan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, keamanan menggunakan segala upaya untuk mewujudkan kepercayaan pada organisasi, serta sebuah keyakinan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Morrow, (1993), berpendapat bahwa seseorang dapat merasa terikat dan komitmen dengan lingkup organisasi dikarenakan faktor pekerjaan, jabatan, dan keberadaannya. Menurut Louis (dalam Ahmad dan Razak,2007) menjelaskan 4 jenis komitmen guru, yaitu komitmen terhadap sekolah sebagai satu unit sosial, komitmen terhadap kegiatan akademik sekolah, komitmen terhadap siswa-siswi sebagai individu yang unik serta komitmen untuk menciptakan pengajaran bermutu. Glickman (dalam Burhanudin, dkk, 1995 : 124) menggambarkan ciri-ciri komitmen guru profesional, antara lain, tingginya perhatian terhadap siswa-siswi, banyaknya waktu dan tenaga yang dikeluarkan, bekerja sebanyak-banyaknya untuk orang lain. Ada Apa dengan Organisasi Guru? Setiap tahun peringatan Hari Guru di Indonesia rutin dilakukan hingga dari tingkat kecamatan hingga tingkat nasional. Pada level nasional biasanya peringatan Hari Guru akan dihadiri oleh Presiden. Meski demikian kinerja organisasi guru masih perlu dipertanyakan sudah sampai sejauh mana komitmennya dalam mendukung peraturan maupun melaksanakan Undang-Undang tentang komitmen profesionalisme guru. Organisasi guru semestinya harus sejalan dengan tuntutan profesionalisme guru, tuntutan pemerintah maupun tuntutan era globalisasi. Organisai guru harus tanggap terhadap kinerja seorang guru. Kesetiaan menjadi guru mudah kita amati apabila dilihat dari rentang waktu dimana sejak seseorang mulai diangkat menjadi guru hingga sekarang. Persoalannya sekarang apakah kesetiaan terbuka untuk dinilai oleh lingkungan organisasi guru sehingga bisa dinilai memiliki ketekunan yang mengandung aspek loyalitas terhadap profesinya. Organisasi guru seharusnya tidak diperkenankan mempolitisasi sikap guru yang berdaulat. Sebab di tangan guru yang profesional dan baik, kurukulum yang kurang baik akan menjadi baik demikian juga sebaliknya guru yang tidak profesional dan tidak baik meski kurikulum baik tidak akan menjadi baik. Itulah sebabnya peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan termasuk organisasi guru. Organisasi guru harys menyadari bahwa keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya. Organisasi guru harus menyadari bahwa guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru. Organisai guru harus tanggap bagaimana mengatasi hambatan terhadap peningkatan kinerja guru ke arah yang lebih baik. Sudahkah organisasi guru mampu mengukur dan melaksanakan indikato-indikator kinerja guru. Organisasi guru juga harus mampu membuat desain pengembangan profesi guru ke arah yang lebih baik sehingga berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam peningkatan mutu profesionalisme guru. Karena pengembangan profesi guru memiliki hubungan fungsional dan pengaruh terhadap kinerja guru dan memperkuat kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pekerjaannya. Organisasi guru harus menyadari bahwa kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah. Penataan manajemen pendidikan dan upaya mewujudkan manusia terdidik yang mempunyai kecakapan hidup memerlukan guru yang handal (the good high teachers). Guru Profesional Pembicaraan tentang profesionalisme guru tidak bisa lepas dari pentingnya guru yang professional. Menurut Rice dan Bishopirick (1971), guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Profesionalisasi guru dipandang sebagai suatu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain (other-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri. Glickman (1981) juga menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara professional apabila orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Seseorang akan bekerja secara profesional bila memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Seorang guru dapat dikatakan profesional bila memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment). Sudarwan Danim yang mengutip pendapat Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills berpendapat bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut kemampuan intelektual khusus yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai ketrampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Pada dasarnya profesionalisme dan sikap professional itu merupakan motivasi intrinsik yang ada pada diri seseorang sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya menjadi tenaga profesional. Motivasi intrinsik tersebut akan berdampak pada munculnya etos kerja yang unggul (exellence. Bentuk kerja yang ditampilkan oleh seorang profesional yakni keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal. Meningkatkan dan memelihara citra profesi. Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional. Memanfaatkan setiap kesempatan pengembangan profesional. Selain itu mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi serta memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Usaha pengembangan profesi (professionalization) harus bertolak dari konstruk profesi serta bergerak ke arah substansi spesifik bidangnya. Profesi menurut Ritzer (1972), yakni memiliki pengetahuan teoretik (theoretical knowledge). Pekerjaan profesional menikmati derajat otonomi tinggi, yang bahkan cenderung bekerja secara mandiri sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Organisasi profesi juga melakukan transformasi organisasi profesi melalui letak kendali (locus of control) profesi keguruan, seperti kewenangan sertifikasi, evaluasi dan pemberian sanksi, juga bergeser dari ranah politik pemerintah ke ranah profesi keguruan. Karena pergeseran letak kendali dari pemerintah ke organisasi profesi menyangkut kewenangan dan sumberdaya untuk sertifikasi, akreditasi, dan evaluasi, maka persoalan menjadi sangat berdimensi politik serta sarat dengan konflik kepentingan. Menurut Watson Wyatt dalam Ruky (2003: 106) competency merupakan kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya. Kenezevich (1984:17), menjelaskan pengertian kompetensi yaitu kemampuan-kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan tersebut merupakan hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa pengetahuan, keterampilan, kepemimpinan, kecerdasan dan lain-lain yang dimiliki seseorang untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Lyle M.Spenser,Jr dan Signe M.Spenser dalam Ruky(2003:104.), kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia. Selain itu peningkatak profesionalisme guru berkelanjutan dilakukan oleh Lembaga seperti P4TK dengan membentuk Tim Pengembang Materi Pembelajaran bekerjasama denga Perguruan Tinggi bertugas untuk menelaah dan mengembangkan materi untuk kegiatan KKG/MGMP. Memberikan pembekalan materi kepada instruktur pada LMP, mendesain pola dan mekanisme kerja instruktur dalam kegiatan KKG maupun MGMP. Sedangkan tugas LPMP adalah menyeleksi guru utk menjadi Instruktur per jenjang dan per mata pelajaran dengan tugas menjadi nara sumber pada kegiatan KKG/MGMP Mengembangkan/mencari materi untuk kegiatan di KKG dan MGMP dan mengembangkan inovasi pembelajaran untuk KKG dan MGMP.Untuk kabupaten/Kota membentuk Guru Inti per jenjang dan per mata pelajaran dengan tugas, motivator bagi guru untuk aktif dalam KKG dan MGMP serta mengembangkan inovasi pembelajaran. Saat ini tercatat sebanyak 2.783.321 guru di tanah air dengan 30 LPMP, 13 LPTK Negeri, 19 FKIP Universitas Negeri, 234 LPTK Swasta dan 12 PPPG, Apakah dengan jumlah sebanyak itu tidak mampu menghasilkan guru profesional. Dukungan prganisasi guru untuk peningkatan profesionalisme guru wajib diperlukan dan memanfaatkan semua iyuran-iyuran organisasi guru untuk peningkatan kompetensi profesionalisme guru. Semoga. (penulis adalah pendidik tinggal di kota jambi, dihimpun dari sumber-sumber relevan).

GURU BERPRESTASI BAGAIMANA SESUNGGUHNYA

Guru Berprestasi Bagaimana Sesungguhnya? Oleh: Nelson Sihaloho Abstrak: Seringkali muncul dikalangan umum bahwa guru berprestasi itu adalah guru yang sangat cerdas, menguasai 3 bahasa atau lebih, selalu berhasil membawa siswa juara pada event-evet internasioal bahkan guru berprestasi bisa diraih bila dekat dengan penguasa ataupun kenal dengan pejabat-pejabat tertentu. Paling ironis guru tidak naik pangkat lebih 10 tahun pun layak menyandang “guru berprestasi atau guru teladan, guru favorit”. Tatkala guru dihadapkan pada aturan baru yang berkaitan dengan memacu kompetensi guru akan muncul sentimen negatif terhadap perilaku guru yang enggan mengikuti aturan baru yang diberlakukan. Fakta dan kenyataan dilapangan berdasarkan pengamatan dan pemantauan dalam kegiatan sehari-hari sering kita lihat guru kurang disiplin dalam menjalankan tugasnya, oknum kepala sekolah yang sering “menabrak aturan”. Bahkan diduga pemicu terjadinya ketimpangan dalam penetapan guru berprestasi adalah Permendiknas No. 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Padahal apabila dikaji secara lebih mendalam Permendiknas No. 28 itu sedikit banyaknya akan menimbulkan pro-kotra terhadap aturan kepegawaian. Masih layakkah Permendiknas No. 28 Tahun 2010 itu dipertahankan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan aturan dan undang-undang kepegawaian. Mengapa kementrian yang berwenang berani mengeluarkan dan mengesahkan aturan itu untuk dilaksanakan? Hingga kapankah Permendinas No. 28 Tahun 2010 itu akan bertahan? Sekilas Juklak Peraturannya Kementrian Pendidikan Nasional- Badan Kepegawaian Negara (BKN) melakukan penandatanganan peraturan bersama tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Penandatanganan dilakukan oleh mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh bersama dengan Kepala BKN Edi Topo Ashari, Kamis (6/5/2010) silam. Peraturan bersama ini juga berisi juklak jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran dan angka kreditnya, serta juklak jabatan fungsional pranata laboratorium pendidikan dan angka kreditnya. M. Muh (2010) mengungkapkan bahwa, juklak diterbitkan guna memberikan penghargaan terhadap prestasi yang diraih. M. Nuh,et.el menyatakan bahwa pengakuan, sangat penting karena ada orang yang prestasinya bagus, tetapi prestasi itu tidak diapresiasi. Prestasi seakan-akan tidak bisa kita kenal karena rumusnya tidak ada dan karena tidak dikenal tidak bisa kita berikan apresiasi. Namun faktanya dilapangan belum semua pejabat yang berkepentingan dapat melaksanakan peraturan bersama ini dengan baik dan tertib. Lebih khusus yang berkaitan dengan prosedur penilaian dan penetapan angka kredit pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan jabatan atau pangkat perpindahan dalam dan dari jabatan, serta pembebasan sementara dan pemberhentian dalam dan dari jabatan. Dalam aturan itu juga ditegaskan bahwa upaya yang dilakukan dapat dihasilkan pejabat fungsional yang profesional dan mandiri, serta mempunyai uraian tugas yang jelas penilaian, kinerja terukur, serta jalur karir jabatan dan pangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permen PAN RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya belum berjalan dengan baik. Bahkan Permendiknas No. 35 Tahun 2010 juga belum berjalan efektif karena Penilaian Kinerja Guru (PKG) menuntut guru untuk memiliki dokumen-dokumen otentik terhadap kinerjanya. Sementara itu guru berprestasi sering disebutkan adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan, yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan mampu menghasilkan karya inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional; dan secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Pada bulan Mei setiap tahunnya selalu diadakan kompetisi antar guru se-Indonesia dalam Pemilihan Guru Berprestasi mulai dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi dan final di tingkat nasional. Adapun puncak dari kegiatan tersebut adalah diserahkannya piala dan penghargaan bagi para pemenang pada tanggal 2 Mei tepat saat peringatan Hari Pendidikan Nasional. Pemilihan Guru Berprestasi menjadi ajang kompetisi positif dan sharing antar peserta dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme mereka. Pemilihan Guru Berprestasi dimaksudkan pemerintah untuk memberi dorongan motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesionalisme guru yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya (Depdiknas, 2009). Selain itu, ajang kompetisi ini dilaksanakan dalam rangka memberikan perhatian dan penghargaan kepada para guru. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 14 tahun 2005, pasal 36 ayat (1) “Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan”. Ada tiga kriteria yang menjadi acuan penilaian dalam pemilihan guru berprestasi, yakni: pertama, unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; kedua, menghasilkan karya kreatif dan inovatif; dan ketiga secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Bagaimana Motivasi Guru Berpretasi? Guru sebagai pelaksana pendidikan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan guru mengemban tanggung jawab operasional pengajaran, sedangkan unsur-unsur lainnya adalah penunjang kelancaran tugas guru dalam mencapai tujuan. Unsur-unsur meningkatkan kemampuan secara teknis guru sudah banyak dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti penataran, lokakarya, seminar dan lain sebagainya, namun keluhan-keluhan masyarakat tentang ketidakpuasan terhadap guru masih banyak bermunculan. Motivasi berprestasi erat kaitannya dengan motivasi diri bagaimana kita untuk melakukan sesuatu (will to do) (Hersey dan Blauchard, 1996:16). Houston merumuskan motivasi sebagai faktor yang menjadikan perilaku bekerja dengan inisiatif, terarah, intensif dan gigih. (Houston, 1995:5). Teori motivasi yang dikemukakan oleh Maslow diklasifikasikan motivasi menurut hierarki kebutuhan dimana bila suatu kebutuhan telah terpenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi merupakan motivator (Hersey, 1996:32). Motivasi berprestasi pertama-tama dikemukakan oleh McClelland yang didasarkan dari hasil penelitian selama lima tahun bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan untuk bekerja dengan baik, tetapi untuk mencapai perasaan keberhasilan diri (McClelland, 1993:76). Hasil terbaik sesuai pendapat Atkinson bahwa kecenderungan berprestasi dapat dijadikan dalam formula Ts = MsXPsxIs (Atkinson, 1988:12)Ts (Tendecy of Success) adalah kekuatan kecenderungan untuk berprestasi, MS (Motive to Achieve Success) ialah perbedaan-perbedaan bentuk sukses yang diinginkan atau disenangi individu, PS (Probability of Success) diistilahkan juga dengan expectency of success merupakan tinggi rendahnya pengharapan individu untuk mencapai kesuksesan, sedangkan Is (Incentive value of success) adalahnilai insentif kesuksesan bagi individu. McClelland mengasosiasikan motivasi berprestasi itu sebagai Virus Metal yang bila berjangkit pada seseorang akan mengakibatkan orang itu berprilaku yang sangat energetik dalam bekerja (McClelland, 1971:31). Pendapat ini didukung oleh House dan Kerr bahwa individu yang punya motivasi berprestasi memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas, sukadengan tugas yang menantang, berorientasi ke depan, dan gigih dalam bekerja (House & Kerr, 1996:190). Agar guru dapat mengajar dengan efektif dan wajib melaksanakan pengajaran dengan baik. Ada tiga kriteria dalam menilai efektivitas pengajaran yaitu proses, karakteristik guru dan hasil (Mc Neil, 1999:248). Perilaku pengajaran dalam pembelajaran ini ditinjau dari kemampuan-kemampuan guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajaran sebagaimana dikemukakan Cooper kemampuan yang perlu dimiliki guru dalam perilaku pengaj aran adalah, kemampuan merencanakan pengajaran; kemampuan mengimplementasikan; dan kemampuan mengevaluasi (Cooper, 1990:18). Moully, 1887:85, menambahkan kemampuan yang bersifat psikologis yaitu mengarahkan dan memotivasi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan; memberikan pengalaman belajar yang berguna melalui pengajaran dalam rangka mencapai tujuan; dan mengembangkan aspek-aspek kepribadian siswa secara menyeluruh. Sekait dengan itu teori Maslow juga menekankan peranan guru sebagai fasilitator, dan mengajukan terciptanya kondisi lingkungan belajar yang menciptakan kondisi lingkungan belajar yang menjamin siswa pada rasa aman dan bebas mewujudkan dirinya (Munandar, 1995:81-90). Menurut Freire dialog (komunikasi dialogik) merupakan faktor esensial dalam keterampilan mengajar (Freire, 1997:56). "Only dialoque, which requires critical thinking, is also capable of generating critical thinking. Without dialoque there is no communication, and without communication there can be no true education'. (Freire, 1997 : 65). Intinya penekanan pada keterampilan mengajar yang dialogikal berarti juga menyangkut peranan siswa dalam partisipasinya dalam mengorganisir aktivitas pembelajaran. Motivasi berprestasi merupakan dorongan bagi seorang untuk bekerja sebaik-baiknya agar mencapai hasil yang terbaik. Seorang yang memiliki motivasi berprestasi akan mempunyai semangat kerja tinggi, gigih, optimis, berorientasi ke depan, ingin mendapatkan umpan balik dari hasil kerjanya, berusaha untuk berprestasi dengan usaha sendiri dan lebih mementingkan karya daripada insentif. Motivasi berprestasi guru akan menimbulkan, mengarahkan, mengintensifkan dan memperteguh perilaku pengajaran guru ke arah pencapaian prestasi belajar siswa dan akan memberikan dampak positif terhadap perilaku pengajaran. Semakin tinggi motivasi berprestasi guru maka semakin baik dalam perilaku mengajar, dengan punya peran yang besar terhadapperilaku mengajar guru. Keller (1993) menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut dengan model ARCS (Attention, Relevance, Confidence dan Satistaction). Guru seringkali berasumsi bahwa motivasi belajar siswa merupakan masalah siswa itu sendiri dan guru yang bertanggung jawab untuk mengusahakan agar mempunyai motivasi tinggi. Namun sebenarnya guru dapat berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip motivasi dalam proses dan cara mengajar, untuk merangsang, meningkatkan dan memelihara motivasi siswa dalam belajar. Menurut McClelland kebutuhan manusia mencakup tiga hal yaitu, kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement); kebutuhan untuk memiliki kuasa (need for power); dan (c) kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation) (McClelland, 1993 : 71). Kebutuhan kedua adalah nilai yang bersifat instrumental, dimana keberhasilan dalam mengerjakan suaru tugas dianggap sebagai langkah untuk mencapai kebutuhan lebih lanjut. Ketiga nilai kultural, apabila tujuan yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh kelompok. Maslow merumuskan kebutuhan manusia yang bersifat hirarki yaitu, kebutuhan fisik, kebutuhan aman, kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. (Griffore, 1981:68). Analisis yang dikemukakan oleh Romiszowski (1984) bahwa kinerja atau performance yang rendah dapat disebabkan oleh motivasi dari dalam maupun dari luar individu. Pembicaraan secara mendalam mengenai keterampilan mengajar guru tidak cukup apabila hanya sekedar membicarakan aspek upaya. Pembicaraan akan menjadi bermakna apabila menyentuh aspek mengapa dan bagaimana sebab seperti apa yang dikatakan Bruner bahwa teori pembelajaran (instruction) berbeda dengan teori belajar. Teori belajar menjelaskan apa yang terjadi, sedangkan kalau teori pembelajaran menjelaskan bagaimana untuk membuat agar belajar terjadi secara efisien (Patterson, 1997 Ip. 154). Keterampilan berkomunikasi guru terhadap siswa yang dipakai sebagai suatu istilah perangkat peristiwa yang dilakukan guru terhadap murid kerap kali diartikan hanya sebagai memberitahu (to inform) sehingga proses pembelajaran kurang berjalan baik. Komunikasi sebagai esensi peristiwa pembelajaran harus dikaitkan dengan tujuan membantu proses belajar (Gagne, 1994:35). Sebagai guru yang mempunyai keterampilan pemahaman bahwa pembelajaran sebagai aktivitas menolong anak yang belajar. Guru harus menghindari memperlakukan siswa secara semaunya sebagai obyek yang memiliki perbedaan individual. Guru berpretasi bukan hanya guru yang mengikuti komptisi guru berprestasi melainkan guru yang secara terus menerus mengembangkan mutu dan kualitas profesionalnya. Semakin tinggi motivasi guru dalam untuk mencapai sesuatu maka semakin tinggi motivasinya untuk berprestasi. (Disarikan dari berbagai sumber: Penulis tinggal di Kota Jambi).

Kamis, 30 April 2015

HARI PENDIDIKAN NASIONAL DAN PENGEMBANGAN MANDIRI

Hardiknas dan Self Directed Development Oleh: Drs. Nelson Sihaloho Abstrak: Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) setiap tahun menjadi perhelatan rutin diselenggarakan di negeri ini. Kemajuan dan mutu pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dari kondisi guru. Semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi maka tuntutan akan pengembangan kemandirian (self direct development) profesi guru harus sejalan dengan tuntuan era global. Peningkatan mutu SDM akan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, sekaligus menciptakan pemerataan pendapatan masyarakat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu peningkatan pendidikan dan spesialisasi guru. Salah satu yang selama ini terlupakan atau sengaja dilupakan pihak sekolah adalah menyertakan orang tua atau masyarakat dalam proses pembelajaran (authentic and meaningful learning through field experiences and community connections). Banyak contoh kecil yang bisa dilakukan sekolah, seperti menciptakan parents-day, pada saat para orang tua ikut serta dalam Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sebagai suatu hari yang disepakati bersama dapat mengajar anak-anak mereka secara langsung di sekolah. Orang tua/masyarakat harus berpartisipasi dalam memberikan pandangannya bahwa sekolah sebagai sumber informasi paling berharga dalam penambahan wawasan para guru dan siswa. Memberi kesempatan secara luas kepada orang tua/masyarakat dalam proses belajar-mengajar akan mempermudah tugas guru dan sekolah dalam melakukan bimbingan dan pengajaran dalam waktu yang bersamaan. Kata kunci: Hardiknas, Guru, Pengembangan kemandirian. Pendahuluan Ki Hajar Dwantara (HOS Cokroaminoto) merupakan sosok penting dalam dunia pendidikan di Indonesia bukan hanya sebagai pelopor tentang pendidikan namun salah tokoh yang berhasil menegakkan tonggak sejarah dalam dunia pendidikan di negeri ini yang diawali pada tanggal 2 Mei 1908 silam. Hingga tahun 2015 telah 107 tahun dunia pendidikan telah berjalan, berlangsung higga ke masa depan pun dunia pendidikan juga akan bergerak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Sejatinya dengan usia lebih dari satu abad itu dunia pendidikan Indonesia semestinya telah mampu menjadi salah satu negara yang disegani dalam kualitas sumber daya manusia (SDM). Kenyataan dan fakta menunjukkan kualitas SDM bangsa ini masih jauh tertinggal apabila dibandingkan negara-negara di ASEAN. Sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah juga kini terus digerus oleh perusahaan-perusahaan asing dengan dalih investasi saling menguntungkan. Maka pada tahun 2015 bertepatan dengan Peringatan Hardiknas perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan konstruktif terhadap perjalanan pendidikan kita. Adapun thema Peringatan Hardiknas tahun ini adalah “ Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila”. Thema ini ditetapkan sesuai dengan Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 0379/ MPK.F/ LL/2015 tertanggal 17 April 2015. Namun thema hari peringatan pendidikan itu belum dipertajam dengan kebijakan pemerintah untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat bahwa sekolah merupakan bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat (opening the school to serve the community). Berkaitan dengan itu salah satu hal yang selama ini terlupakan atau sengaja dilupakan pihak sekolah adalah menyertakan orang tua atau masyarakat dalam proses pembelajaran (authentic and meaningful learning through field experiences and community connections). Kerja sama sekolah dan orang tua merupakan strategi yang baik untuk digunakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan (sekolah). Partisipasi masyarakat diyakini sebagai prasyarat untuk mewujudkan good education governance, yakni terselenggaranya pelayanan pendidikan yang baik dan amanah. Dengan adanya komitmen tersebut sekolah dan para guru senantiasa akan dituntut untuk meningkatkan sikap profesionalisme untuk belajar dari masyarakat tentang konsep dan pelayanan pendidikan yang bagaimana diinginkan dalam menghadap masa depan. Mengutip pendapat Glatthorm (1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy).. Membicarakan tentang profesionalisme guru, secara garis besar kegiatan pengembangannya adalah pengembangan intensif (intensive development), pengembangan kooperatif (cooperative development), serta pengembangan mandiri (self directed development, Glatthorm, 1991). Pengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri dimana bentuknya adalah memberikan otonomi secara luas kepada guru. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research. Hingga kini paradigma pengembangan profesionalisme masih mengacu dengan pendekatan proyek dan program-program pragmatis yang kurang menghargai pengalaman empiris guru sebagai tacit knowledge. Paradigma pengembangan profesionalisme guru seharusnya dilandasi oleh pemahaman bagaimana proses belajar seorang profesional. Pengembangan profesionalisme guru selama ini tidak merujuk informasi diagnostik bersumber dari konteks pembelajaran riil yang bisa menjadi dasar integratif bagi strategi pengembangan motivasi belajar berkelanjutan. Guru sebagai seorang profesional harus dipandang sebagai individu yang memiliki “tacit knowledge” sebagai pengetahuan empiris yang sangat berharga. Era ekonomi pengetahuan sangat menghargai adanya tacit knowledge bahkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran bisa menjadi sumber informasi berharga (Reigeluth, 2009). Diperlukan konsep pengembangan profesionalisme berkelanjutan yang berangkat dari perspektif mempertimbangkan latar sosio-kultur guru dalam konteks keseharian guru menjalankan profesi disertai adanya kehadiran supervisi (Ann Webster, 209:714). Linda Darling Hammond (1997:67) mengatakan solusi birokratis terhadap masalah-masalah praktek profesionalisme akan selalu gagal karena praktek secara inheren tidak tentu dan tidak bisa diprediksi. Bahkan Barnet, (2000), Usher and Edwards, (1994) menawarkan untuk menilai ketrampilan profesional lebih kepada kualitatif dan bersifat empati. Konsep pengembangan pada diri seorang guru perlu ditransformasi menjadi berkelanjutan (continuous professional learning) dan diletakkan dalam konsep belajar dalam bekerja (workplace learning) dimana hal ini sejalan dengan suatu model pengembangan model belajar mandiri yang dikemukakan Haris Mudjiman yang bersifat siklikal dalam menimbulkan motivasi berkelanjutan (2010:47-54). Pemberdayaan Profesi Peringatan Hardiknas Tahun 2015 harus menjadi moment penting untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di negeri ini. Pemerintah harus secara terus menerus mengingatkan para pendidik dan guru dinegeri ini untuk terus mengembangkan serta memberdayakan profesinya. Pemberdayaan profesi dapat diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik profesi Dari data berbagai sumber mengungkapkan bahwa negara-negara yang sudah melaksanakan sertifikasi adalah Amerika Serikat terdapat badan independen yang disebut The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE). Badan independen ini yang berwenang menilai dan menentukan apakah ijazah yang dimiliki oleh calon pendidik layak atau tidak layak untuk diberikan lisensi pendidik. Kemudian Jepang, telah memiliki Undang-undang tentang guru sejak tahun 1974 dan Undang-undang Sertifikasi sejak tahun 1949. Tiongkok sendiri, telah memiliki Undang-undang guru sejak tahun 1993, dan PP yang mengatur kualifikasi guru diberlakukan sejak tahun 2001 serta negara Philipina dan Malaysia, belakangan ini telah mempersyaratkan kualifikasi akademik minimum dan standar kompetensi bagi guru. Menurut Toffler (1981) memprakirakan bahwa dimasa mendatang mengajar adalah membuat subjek didik “belajar bagaimana untuk belajar” (“learning how to learn”), “bagaimana menghapuskan hasil belajar” (“unlearn”), dan bagaimana belajar kembal” (“relearn”). Sehingga menurut Toffler ketunaan (illiteracy) dimasa mendatang adalah bukan ketunaan aksara (ketidaktahuan membaca) tetapi ketidaktahuan belajar bagaimana untuk belajar. Pemberdayaan guru secara mandiri dapat mengadopsi klasifikasi model model mengajar Joyce (1987) dengan mengklasifikasikan pendekatan mengajar pada 4 golongan. Adapun pendekatannya adalah model interaksi sosial yang menekankan pada hubungan antar individu atau pengembangan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Kemudian model prosesing-informasi, yaitu model yang mengacu pada cara manusia mengatasi rangsangan lingkungan, mengorganisasi data, memahami masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah dan menggunakan simbol-simbol verbal dan non verbal. Pendekatan lainnya adalah model personal berorientasi pada pengembangan diri individu yaitu ditekankan pada proses yang unik serta model modifikasi tingkah laku dan cybernetic yang mengembangkan sistem efisien untuk tugas yang runtut dan membentuk tingkah laku dengan memanipulasi penguatan. Seiring dan sekait dengan itu maka pemberdayaan profesionalitas guru harus mengacu pada continuing, professional, dan development (CDP). Pengembangan profesional tenaga kependidikan harus dipandang sebagai suatu pola pengembangan berkelanjutan dari pendidik yang tidak atau kurang memiliki kompetensi yang andal (unqualified) sampai pendidik senior di sekolah, kepala sekolah, atau pengawas. Kemampuan profesional guru, kepala sekolah, dan pengawas itu bersifat dinamis. Intinya setiap kegiatan CPD merupakan bagian dari sebuah rencana jangka panjang yang koheren serta memberi kesempatan pada peserta CPD untuk menerapkan apa yang mereka pelajari, mengevaluasi dampak pada praktek pembelajaran mereka, mengembangkan praktek-praktek mereka. Sikap mental (mind set) tenaga kependidikan di sekolah menjadi prasyarat bagi upaya meningkatkan mutu serta sejalan dengan pendapat Edward Sallis (1993) tentang sekolah bermutu. Investasi pada SDM didukung dengan komitmen yang tinggi perlu terus dijaga sehingga tidak mengalami “kerusakan”, atau berdampak pada “kerusakan psikologis” sehingga amat sulit untuk memperbaikinya. Dalam konteks inilah Hardiknas 2015 harus menjadi “moment urgent” bagi semua pemangku kebijakan “stakeholders” untuk mampu memberikan keleluasaan terhadap guru dalam pengembangan mandiri profesionalismenya. Pengembangan mandiri profesionalisme guru yang sebenarnya telah diakomodasi oleh pemerintah melalui tunjangan profesi semestinya menyadarkan guru tentang tugas dan kewajibannya. Selamat Hari Pendidikan Nasional Tahun 2015, Semoga Thema Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila” bisa terwujud. (Penulis Tinggal di Kota Jambi, tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber relevan).

Rabu, 15 April 2015

MIND- MAP BELAJAR GLOBAL

Mind Map Teknik Belajar Berpikir Global Oleh: Nelson Sihaloho Abstrak: Seringkali kita melihat aktivitas siswa-siswa belajar disekolah maupun dirumah semrawut bahkan tidak teratur. Kondisi umumnya ribut dalam kelas mirip seperti “pasar” sehingga guru maupun orangtua kewalahan melihat kondisi tersebut. Meski demikian kita tidak boleh berkecil hati sebab siswa-siswa pada umumnya kendati terlihat dengan kesan “bandel” dan “kurang bisa diatur” justeru memiliki ptensi yang luar biasa. Potensi siswa itu akan bisa berkembang apabila kita mampu memotivasi siswa dengan menggunakan metode persuasif “atmosfir keberhasilan” dan secara khusus dengan memberikan keleluasaan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan potensinya melalui metode “mind map”. Fakta penelitian dan pengalaman menunjukkan justeru siswa-siswa yang dulunya terkesan “bandel” dan “kurang bisa diatur” ternyata lebih banyak berhasil, memiliki rasa hormat yang tinggi kepada guru-guru maupun orangtuanya. Kesan dan sifat “sombong” dan “angkuh” pada siswa yang dulunya “bandel” dan “kurang bisa diatur” semasa sekolah akan semakin sirna manakala mereka berhasil menjadi pemimpin. Kata kunci: Mind-Map, Belajar, Berpikir, Global. Pendahuluan Sebagaimana kita ketahui bahwa Global Mental Literacy Movement (GMLM) pertama kali digagas oleh seorang tokoh pengembangan otak dunia bernama Tony Buzan. Tony Buzan merupakan penemu Mind Map yaitu merupakan satu teknik belajar dan berpikir yang sangat luar biasa. Seiring dengan perkembangannya banyak teori-teori mutakhir belajar yang semakin berkembang hingga banyak bimbingan-bimbingan belajar (bimbel) mengadopsi teori-teori pembelajaran melalui teknik pengembangan otak kiri dan otak kanan. Fakta dan pengalaman menunjukkan bahwa sekolah-sekolah reguler sangat sulit menerapkan metode pembelajaran tertentu karena terikat akan konvensi terutama Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan. Dalam sistem pendidikan juga diatur tentang kurikulum hingga sistem penilaiannya. Rambu-rambu itulah yang selanjunya menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran termasuk di ruang kelas yang menjadi pekerjaan/nafkah guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) kini metode pembelajaran juga bergeser dari masa kini menuju masa depan dimana dibutuhkan suatu metode untuk mampu membayangkan gambaran tentang masa depan. Klimaks “kegundahan guru” dalam pembelajaran di ruang kelas umumnya berkutat pada masalah siswa suka berulah membuat “gaduh” di kelas bahkan hingga terjadi peristiwa yang membuat guru “dongkol” atas ulah-ulah siswanya. Ironisnya banyak guru yang kewalahan mengatasi masalah di ruang kelas hanya karena masalah “sepele”. Padahal guru sudah dibekali dengan bagaimana mengelola kelas agar prinsip-prisip pebelajaran berlangsung dengan aman dan menyenangkan (learning is fun). Kenyataan dilapangan itulah yang sering dihadapi oleh guru sehingga wali kelas mengirimkan surat panggilan kepada orangtua untuk datang ke sekolah karena ada sesuatu hal yang perlu dibicarakan untuk diselesaikan. Efek dari perilaku siswa akhirnya berimbas terganggunggunya aktivitas orangtua yang semestinya digunakan untuk bekerja dan mencari nafkah. Sekelumit persoalan yang dikemukakan diatas hanya merupakan sebagian kecil fakta-fakta yang terjadi.Yang sangat tidak kita inginkan adalah apabila terjadi bentuk perlawanan anak terhadap orangtua meski mereka masih berstatus peajar nekad “kawin lari” karena secara terus menerus pihak orangtua tidak mengerti akan kondisi dan perkembangan fisik dan psikologis anak berstatus pelajar yang membutuhkan rasa ingin dihargai oleh sesama teman sebayanya. Perkembangan anak pada masa remaja memang rentan dan sering diidentikkan dengan bahaya latent. Berpijak pada kondisi itu dibutuhkan suatu pemahaman yang kuat dan mendalam tentang masa-masa perkembangan anak pada masa ini sehingga para guru dan orangtua memiliki bekal untuk memberikan yang terbaik demki masa depan anak-anaknya. Tidak dapat dipungkiri strategi yang tepat dalam memberikan bekal kepada anak secara signifikan juga akan membantu anak dalam tugas-tugas perkembangannya. Salah satu strategi yang dapat diterapkan diantaranya adalah Mind Map. Mid Map dan Strategi Sebagaimana kita ketahui GMLM merupakan gerakan sosialisasi dan pembekalan setiap orang di dunia dengan How To Learn (HTL) & How To Think (HTT), seperti Mind Map, Easy- Memory, Effective Reading, Creativity, Socratic Questioning Techniques, Brain Smart Teaching, Mind Motivation, dan lain-lain yang kini terus digencarkan untuk membatu percepatan berpikir anak. Teknik-teknik ini terus dikembangkan sebagai bekal menuju percepatan dan kemandirian dalam belajar dan merupakan satu teknik belajar dan berpikir yang sangat luar biasa. Pengalaman membuktikan bahwa permasalahan belajar siswa sebagian besar bukanlah pada pelajarannya (What To Learn) atau banyaknya waktu belajar. Namun karena kurangnya kesadaran akan potensi kecerdasan yang ada dalam dirinya (lack of self awareness), belum memahami pentingnya belajar, sehingga kurang motivas (Why To Learn), dan minimnya pembekalan cara belajar (How To Learn) kepada mereka. Cara belajar yang bersifat esensial dan mendasar mencakup yakni cara mencatat, cara meringkas, cara mengingat, cara mengatur waktu belajar, cara membaca efektif, cara bertanya, cara mengelola emosi, cara memotivasi diri sendiri ataupun yang lainnya. Tony Buzan salah seorang pakar kreativitas, inovasi dan manajemen berbasi otak yang dilahrikan di Inggris 2 Juni 1942 merupakan penemu Mind Map yang dikenal dengan kemampuan menerobos krisis kreativitas yang ditakutkan banyak orang. Saat ini Mind Map merupakan metode sistem berpikir paling unggul di abad ini yang telah diketahui dan digunakan oleh lebih dari 300 juta orang di dunia. Kehebatan sistem berpikir yang ditemukan oleh Tony Buzan pada awal tahun 1970-an ini telah diakui oleh pemimpin dan pendiri Microsoft, Bill Gates, dalam artikelnya “The Road Ahead – How Mind-Mappers are taking our information democracy to the next stage”. Harian the Times of London juga memperkirakan, penelitian Tony Buzan mengenai pengembangan otak seperti halnya Stephen Hawking melakukannya untuk menguak rahasia terbentuknya alam semesta ini. Tony Buzan dan Buzan World Organization lebih dari puluhan tahun telah membagikan ilmu dan keilmuannya dalam bidang brain, mind, learning dan creativity di sekolah-sekolah dan universitas-universitas kelas dunia, termasuk Oxford, Cambridge dan Harvard. Hampir semua perusahaan yang tercatat dalam Fortune 500 companies, seperti Microsoft, IBM, Disney, BP, Barclays International, British Telecomm, Goldman Sachs telah menggunakan secara aktif Mind Map dan jasa Tony Buzan untuk mempercepat terwujudnya Brain Capital dan Thinking Organisation di perusahaannya. Menurut Majalah Forbes Tony Buzan telah menunjukkan para eksekutif puncak “how to hotwire their creative energies”. Pada tahun 2009, Tony Buzan dianugerahi Lifetime Achievement Award dari American Creativity Association (ACA). Teknik mind map merupakan teknik memetakan pemikiran dalam bentuk gambar. Tidak berlebihan jika dikatakan otak manusia bagaikan sebuah kanvas gambar yang sangat luas, gambar-gambar yang ada di otak kita tidak hanya berasal dari citra yang dikirimkan mata, tetapi juga dari imajinasi otak kita sendiri. Melalui mind map, kita akan mengenal suatu teknik melakukan representasi visual dari sebuah pemikiran, yang disusun dalam bentuk radial (memencar), sehingga dapat digunakan untuk pemecahan masalah, pengambilan keputusan, ataupun sekadar menjabarkan sesuatu dalam bentuk gambar. Dasar pemikiran mind map sebenarnya telah digunakan selama berabad-abad oleh para pendidik, insinyur, psikolog, dan orang awam. Tony Buzan sendiri memperkenalkan mind map yang disesuaikan dengan tekniknya sendiri, dengan karya yang dituangkan melalui buku-bukunya, salah satunya yang paling popular adalah “Use Your Head”. Mind map versi Tony Buzan, merupakan teknik pemetaan pikiran yang intinya terletak pada pendayagunaan otak manusia. Mind Map berfungsi untuk memantik kreativitas, inovasi, serta efektivitas otak dalam mendukung kegiatan serta pekerjaannya. Menurut sebuah studi, 65 % CEO dan top eksekutif di seluruh dunia menyatakan bahwa kompetisi global mengharuskan organisasi mereka untuk berubah secara radikal guna bertahan dan bertumbuh. Dalam menuju perubahan tersebut, para CEO harus secara inovatif memperbaharui produk dan jasa mereka. Tony Buzan merupakan brain guru dalam area creativity, memory dan thinking serta pemegang rekor dunia Creativity IQ tertinggi. Kini ratusan juta manusia menggunakan teori Mind Map agar mampu mencapai keberhasilan. Dilingkungan sekolah metode Mind Map juga perlu diterapkan agar siswa-siswi bisa mencapai keberhasilan dengan segenap potensi yang dimilikinya. Mind Map di Sekolah Implementasi mind map (peta pikiran) disekolah adalah dengan membuat materi/bahan pelajaran menjadi suatu peta pikiran (memetakan pikiran kita ataupun siswa). Mind map merupakan suatu pendekatan yang lebih efektif, membantu otak untuk berfikir secara teratur, memasukkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi dari otak. Cara ini merupakan cara yang paling kreatif dan inovatif dalam membuat catatan. Tony Buzan, dalam bukunya bertema “Human Brain” mengungkapkan bahwa kreatifitas dan pembelajaran dalam otak manusia dalam berfikir dengan jutaan kali lebih canggih dari komputer. Menurut Buzan bahwa secara individual kita dapat menganalisis ide-ide, mencatat pelajaran atau merencanakan penelitian baru sehingga dapat mengidentifikasi secara jelas dan kreatif apa yang telah dipelajari dan apa yang telah direncanakan. Strategi Mind Map juga dapat menghilangkan kebosanan dalam mencatat cara tradisional, sehingga dalam hal ini otak akan lebih akan cepat mencerna serta mengingat catatan yang telah dibuat. Buzan, et.el, menjelaskan beberapa manfaat dari metode Mind Map. Manfaatnya antara lain, mempercepat pembelajaran, karena mampu memahami konsep yang sama dengan kerja otak ketika menerima pelajaran. Selanjutnya adalh melihat koneksi antar topik yang satu dengan yang lain yang memiliki keterkaitan, membantu brainstorming, mengasah kemampuan otak untuk bekerja, membantu ide serta gagasan yang mengalir karena tidak selalu ide dan gagasan dapat mudah direkam. Melihat gambaran suatu gagasan secara luas dan besar, sehingga membantu otak bekerja secara maksimal dan berfikir besar terhadap suatu gagasan, menyederhanakan struktur ide dan gagasan tersebut, memudahkan untuk mengingat ide dan gagasan tersebut serta meningkatkan daya kreatifitas dan inovatif. Prinsip Mip Map sangat sederhana yaitu cukup menuliskan dengan mengikuti kemana otak kita berfikir, apa yang terlintas, apa yang teringat dalam bentuk coretan yang berkait-kaitan. Coretan berkaitan (radiant thinking) dimulai dari tengah sebagai pusat, kemudian mengembangkan kearah tepi. Metode Min Map ini juga dapat membuat otak lebih fresh karena banyak masalah yang terlintas di kepala, atau ide serta gagasan yang sulit untuk direkam yang membebani otak bawah sadar. Mind Map akan menjadi alat untuk menuangkan semua gagasan dan pikiran, sebab konsep kerja Mind Map sama dengan cara otak kita bekerja. Mind Map sudah digunakan oleh jutaan orang dan banyak diterapkan dalam banyak hal, misalnya untuk pendidikan, bisnis dan personal. Mind Mapping adalah metode mempelajari konsep dimana konsep ini didasarkan pada cara kerja otak kita menyimpan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak kita tidak menyimpan informasi dalam kotak-kotak sel saraf yang terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel saraf yang berbercabang-cabang yang apabila dilihat sekilas akan tampak seperti cabang-cabang pohon. Apabila kita menyimpan informasi seperti cara kerja otak, maka akan semakin baik informasi tersimpan dalam otak dan hasil akhirnya tentu saja proses belajar kita akan semakin mudah. Sebagai siswa dapat langsung mempraktekkan cara kerja Peta Pikiran dengan menuliskan tema utama sebagai titik sentral/tengah dan memikirkan cabang-cabang atau tema-tema turunan yang keluar dari titik tengah tersebut dan mencari hubungan antara tema turunan. Intinya setiap kali kita mempelajari sesuatu hal maka fokus kita diarahkan pada apakah tema utamanya, poin-poin penting dari tema yang utama yang sedang kita pelajari, pengembangan dari setiap poin penting tersebut dan mencari hubungan antara setiap poin. Dengan cara ini maka siswa akan mendapatkan gambaran hal-hal apa saja yang telah kita ketahui dan area mana saja yang masih belum dikuasai dengan baik. Implementasi Min Mapping dapat diterapkan dalamkehidupan sehari bukan hanya untuk kalangan siswa atau pelajar atapun guru tetapi juga bisa dimanfaatkan oleh kalangan bisnis, pengusaha, pejabat maupun kalangan elit-elit lainya. Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa. Konsep Mind Mapping juga dikenal dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut serta berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Simpulan yang dapat diperoleh dari berbagai uraian diatas adalah bahwa Mind Map merupakan cara mengembangkan kegiatan berpikir ke segala arah, menangkap berbagai pikiran dalam beragai sudut. Mind Map akan mengembangkan cara berpikir divergent, berpikir kreatif. Mind Map adalah alat berpikir organisasional yang sangat hebat dan sering diidtilahkan sebagai “pisau tentara swiss otak”. Min mapping adalah cara untuk menempatkan informasi kedalam otak dan mengambil informasi tersebut ketika dibutuhkan. Melalui Mind Map ini juga para guru disekolah akan mampu meningkatkan potensi para siswa. Bahkan guru juga akan semakin lebih terbantu dalam menjalankan tugas profesionalismenya khususnya dalam merancang sistem pembelajaran berbasis otak. Mind Map akan memiliki efek yang luar biasa manfaatnya apabila siswa mampu menggambarkan berbagai informasi yang dihadapi dimasa depan yaitu eraglobal.(Tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber relevan: penulis adalah pemerhati pendidikan tinggal di kota Jambi).

Rabu, 08 April 2015

JURNAL ILMIAH

Jurnal Ilmiah, Akreditasi dan “Kegalauan Guru” Oleh: Drs. Nelson Sihaloho Abstrak: Salah satu hal penting berkaitan dengan jurnal ilmiah guru hasil penelitian adalah akreditasi. Banyak kini jurnal-jurnal ilmiah guru bermunculan bahkan ada yang disosialisasikan dan pemasarannya juga dilakukan melalui situs online. Penerbitan jurnal-jurnal ilmiah guru bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam bidang penelitian, publikasi ilmiah termasuk sebagai prasyarat utama untuk kenaikan pangkat dan karir guru. Jurnal-jurnal ilmiah umumnya izinnya diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang membuat kondisi guru semakin “galau”. Dengan pembentukan Kemdikbud Pendidikan Dasar dan Menengah pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Dikti digabungkan dengan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Perbedaan kontras akan menjadi semakin mengemuka apabila kita melihat dan berpijak pada Undang-Undang Penerbitan Media Surat Kabar, Buletin, Majalah Bulanan, Dwi Mingguan, Bulanan, Tahunan yang memiliki badan hukum dan akta pendirian yang jelas. Kata Kunci: Jurnal Ilmiah, Akreditasi, Galau, Guru. Sebagaimana kita ketahui bahwa jurnal terbitan mulai tahun 2011 memiliki masa berlaku akreditasi selama 5 tahun dimana sebelumnya adalah 3 tahun. Proses akreditasi dilaksanakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) 2 kali dalam setahun dengan batas waktu pengajukan periode I selambat-lambatnya tgl 31 Maret dan periode II selambat-lambatnya 31 Agustus dengan mengikuti ketentuan yang berlaku. Aturan dan rujukan yang digunakan adalah Permendiknas No. 22 Tahun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah. Kemudian SK Dirjen Dikti No. 49/DIKTI/Kep/2011 tentang Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah, Surat Edaran Direktur Diktendik No. 1313/E5.4/LL/2011 tentang Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah Tahun 2011 serta Surat Edaran Direktur Diktendik Tanggal 10 Januari 2012 tentang Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah Tahun 2012. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Edaran Direktur Diktendik Tanggal 10 Januari 2012 tentang Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah Tahun 2012 untuk menerbitkan jurnal. Kriteria jurnal ilmah nasional itu adalah memiliki ISSN, bertujuan untuk menampung hasil-hasil penelitian ilmiah dan atau konsep ilmiah dalam disiplin ilmu tertentu. Ditujukan kepada masyarakat ilmiah/peneliti yang memiliki disiplin keilmuan yang relevan, substansi satu masalah dalam satu bidang ilmu. Selain itu memenuhi kaidah penulisan ilmiah yang utuh (rumusan masalah, pemecahan masalah, dukungan teori mutakhir, kesimpulan dan daftar isi). Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/Organisasi/Perguruan Tinggi dengan unit-unitnya, memakai Bahasa Indonesia dan atau bahasa Inggris dengan abstrak dalam bahasa Indonesia, memiliki Dewan Redaksi yang terdiri dari para ahli dalam bidangnya serta diedarkan secara nasional. Data tahun 2010 menujukkan bahwa hanya ada 2 jurnal ilmiah berakreditasi A atau sangat baik (berita KOMPAS, Senin 13 Desember 2010). Hasil penilaian Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional periode II tahun 2010 terhadap jurnal berkala ilmiah terbitan perguruan tinggi, lembaga penelitian, ataupun organisasi profesi pada November lalu menunjukkan, hanya dua jurnal yang terakreditasi A dan 26 jurnal terakreditasi B. Sebanyak 46 jurnal, beberapa diantaranya berasal dari perguruan tinggi ternama, tidak terakreditasi. Jurnal terakreditasi A itu adalah The South East Asian Journal of Management yang diterbitkan Pusat Penelitian Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan Microbiology Indonesia terbitan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, Jakarta. Merunut kebelakang tentang Panduan Akreditasi Berkala Ilmiah yang disusun Ditjen Dikti Depdiknas pada 2006 menyebutkan, ada delapan kriteria yang dinilai dalam proses akreditasi. Kriteria dengan bobot berbeda-beda itu adalah penamaan, kelembagaan penerbit, penyuntingan, penampilan, gaya penulisan, substansi, keberkalaan, dan kewajiban pascaterbit. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa masih sedikit hasil karya penelitian ilmiah guru meski telah bertitel magister (master). M. Nuh (2012) menyebutkan bahwa penulisan jurnal ilmiah hanya sekitar 7% dari jumlah jurnal ilmiah yang ada di Malaysia, padahal di awal kemerdekaannya Malaysia banyak mengimpor tenaga pendidik dari Indonesia. Guru saat ini dituntut untuk melakukan publikasi ilmiah dan membuat karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah ini merupakan hasil penelitian sesuai dengan tugas pokok dan fungsi guru. Tugas berat dan tuntutan ini membuat para guru saat ini ramai-ramai mengajukan dan membentuk jurnal-jurnal ilmiah guru. Isi-isi jurnal hasil penelitian ilmiah harus disajikan secara lugas dan objektif sesuai dengan aspek penelitian yang menjadi tugas pokoknya. Karya tulis ilmiah juga harus memenuhi persyaratan dimana karya tulis ilmiah (KTI) faktanya harus disajikan objektif secara sistematis serta menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik. Karya tulis ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur dan tidak bersifat terkaan, artinya terkandung sikap etik penulis ilmiah yang mencantukan rujukan dan kutipan yang jelas. Selain itu KTI harus disusun secara sistematis setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual dan prosedural. KTI menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan. Bahkan KTI mempunyai pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis serta KTI hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Guru sebagai penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, serta tidak bersifat ambisius dan berprasangka bahkan penyajiannyapun tidak boleh bersifat emotif. Jurnal Ilmiah Jurnal sering diartikan terbitan berkala yang berbentuk pamflet berseri berisi bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan. Menurut Mien A. Rifai,1995 jurnal ilmiah adalah terbitan berkala yang berisi kajian-kajian ilmiah yang spesifik dan dalam. Suatu jurnal ilmiah bisa diajukan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi untuk mendapatkan Akreditasi jurnal dengan memenuhi syarat-syarat penilaian jurnal. Jurnal ilmiah yang diajukan untuk memperoleh Akreditasi, adalah jurnal yang telah memenuhi persyaratan yakni jurnal yang telah terbit minimal selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, terhitung mundur mulai tanggal terakreditasi. Frekwensi penerbitan jurnal ilmiah minimal dua kali dalam satu tahun secara teratur. Bagi jurnal yang hanya sekali terbit dalam mengajukan akreditasi, harus mengajukan alasan-alasannya. Jumlah tiras setiap kali penerbitan minimal 300 eksemplar. Diterbitkan oleh Pengurus Perguruan Tinggi dibawah naungan Depdiknas, Himpunan Profesi dan Intansi Terkait. Jurnal ilmiah berkala kelak dinilai oleh Komisi Pengembangan Penerbitan Ilmiah diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu terakreditasi dengan nialai A atau dengan angka (80-100), terakreditasi dengan angka B atau dengan angka (70-79), dan terakreditasi dengan nilai C atau denfan angka (60-69). Jurnal ilmiah telah mendapatkan akreditasi, masa berlakunya selama 3 tahun. Penilaian terhadap bobot jurnal Karya ilmiah, didasarkan pada beberapa kriteria, pembobotan komponen-komponen dengan skor tertinggi masing-masing, yaitu nama berskala skor tetinggi (5), kelembagaan penerbit (5), penyunting (30), kemantapan penampilan (10), gaya penulisan (10), substansi (25), keberkalaan (12), dan kewajiban pasca terbit (3). Dari kreteria tersebut, bobot yang paling tinggi mendapatkan skornya adalah pada lriteria penyunting (30) dan substansi (25). Dua kriteria inilah yang paling dominan, termasuk kriteria lainnya untuk menentukan sebuah jurnal ilmiah dapat memenuhi kwalifikasi sebagai jurnal yang berkualitas dan mendapat akreditasi dari Komisi Pengembangan Penerbitan Ilmiah. ISSN merupakan kode yang dipakai secara internasional untuk terbitan berkala, dan diberikan oleh International Serial Data System (ISDS) yang berkedudukan di Paris, Perancis. Dengan mendapatkan ISSN, akan memudahkan untuk mengidentifikasi beberapa terbitan yang memiliki judul sama karena satu ISSN hanya diberikan untuk satu judul terbitan berkala. ISSN juga mempermudah pengelolaan administrasi dalam hal pemesanan terbitan berkala. Itulah sebabnya untuk jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia, ISSN merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi. Guru Makin “Galau” Permen PANRB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya sudah berlaku efektif, sebagian guru bahkan tidak mau tahu dengan aturan tersebut. Pengalaman paling miris guru tidak mau melakukan penulisan karya dalam jurnal ilmiah dengan alasan tidak punya waktu, malas, bahkan ada yang menyatakan nada sindiran “aturan itu bohong hanya pajangan saja”. Penyebab rendahnya kemampuan guru dalam menulis karya ilmiah berkemungkinan kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru dalam menulis karya ilmiah, khususnya menulis artikel ilmiah. Terbatasnya sarana bacaan ilmiah terutama yang berupa majalah ilmiah atau jurnal, belum tersedianya majalah atau jurnal di lingkungan sekolah atau dinas pendidikan kabupaten yang bisa menampung tulisan para guru. Terbatasnya penyelenggaraan lomba menulis karya ilmiah yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan baik pada tingkat nasional, tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten serta masih rendahnya motivasi guru untuk mengikuti lomba menulis karya ilmiah termasuk sanksi yang diterapkan juga tidak tegas. Kondisi saat ini semakin banyak guru yang “galau”tentang aturan baru itu termasuk dalam menulis karya ilmiah dalam jurnal ilmiah. Bahkan sebuah tulisan di media surat kabar (koran) apabila tidak sesuai dengan tugas pokok fungsinya juga tidak akan dapat dinilai. Kini aturan yang berkaitan dengan itu sudah diberlakukan, semakin menambah daftar panjang “kegalauan guru, dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Kini telah memasuki usia ke 21 tentang tugas guru untuk membuat KTI, publikasi ilmiah di jurnal dan menulis di media massa ternyata sebagian besar guru seakan tidak peduli dengan peraturan pemerintah tersebut. Sebaiknya Kementrian Pendidikann dan Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah, MENPAN RB melakukan tindakan tegas terhadap oknum guru-guru yang tidak mau tunduk terhadap aturan. Para Kepala Sekolah yang lalai dalam menjalankan tugas publikasi ilmiahnya juga wajib diberikan sanksi karena tidak memberikan teladan terhadap lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Padahal apabila ditinjau dari sudut penghargaan yang diberikan pemerintah dengan tunjangan profesi 1 kali dari gaji pokok semestinya guru-guru, kepala sekolah dan pengawas semakin terpacu dalam melakukan publikasi ilmiah. Dalam PERMEN PAN RB No. 16 Tahun 2009 pasal 22 dan 23 sudah tegas dinyatakan tentang Tim Penilai. Intinya relevansi Penilaian Kinerja Guru (PKG) dalam lingkup sekolah tidak memiliki relevansi yang signifikan sepanjang tidak mengacu pada aturan tersebut. Inti kesimpulannya adalah bahwa guru diwajibkan untuk membuat KTI dan melakukan publikasi ilmiah pada jurnal ilmiah, menulis dimedia massa termasuk surat kabar. Guru akan semakin “galau” manakala akan semakin terdesak dengan pelaksanaan aturan yang berkaitan dengan tugas profesionalnya. Kita berharap semoga guru, kepala sekolah dan pengawas untuk lebih termotivasi dalam melakukan publikasi ilmiah dimana bidang-bidang yang digarap adalah berkaitan dengan tugas sehari-hari. Semoga. (dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan, penulis tinggal di kota Jambi).

Jumat, 27 Maret 2015

KRUSIALNYA PENILAIAN KINERJA GURU

“Krusialnya” Penilaian Kinerja Guru Oleh: Drs. Nelson Sihaloho Abstrak: Penilaian Kinerja Guru (PKG) tidak bisa dipisahkan dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Hasil PKG akan menjadi bahan acuan untuk menilai kinerja, prestasi, karir maupun kepangkatan guru. Tugas dan tanggung jawab tingkat sekolah adalah memilih dan mengusulkan penilai untuk pelaksanaan PKG. Penilaiannya diatur dalam Permendiknas No.35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya telah dimulai pada awal tahun 2013. Hasil pengamatan dilapangan ada beberapa sekolah terbukti kontraproduktif. Guru sibuk mengembangkan perencanaan belajar, namun tidak untuk digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas melainkan untuk memenuhi bukti fisik. Administasi menjadi lebih penting daripada inovasi pembelajaran. Mutu belajar siswa menurun karena sekolah terlalu banyak evaluasi dalam meningkatkan kinerja sekolah. Sebenarnya seberapa banyak sesungguhnya instrumen pengukuran standar yang dapat diterapkan di sekolah. Pengalaman menunjukkan bahwa penyelenggaraan akreditasi sekolah telah berjalan, namun belum jelas pengaruhnya terhadap produktivitas peningkatan mutu hasil belajar siswa. Kata kunci: krusial, penilaian ,kinerja dan guru Pendahuluan Hingga kini belum ada salah satu pakar ahli pendidikan di Indonesia yang telah mampu membuktikan secara tegas bagaimana pengaruh sistem pengukuran kinerja sekolah, kepala sekolah, guru, dan kinerja belajar siswa terhadap perbaikan mutu pendidikan di Indonesia saat ini? Merujuk pada pendapat Edward Sallis dalam bukunya TQM in Education menyatakan bawah “We all know quality when we experience it, but describing and explaining it is a more difficult task.” Dalam kehidupan nyata mutu mudah kita ketahui, namun pada saat kita mencoba menggambarkan dan menjelaskan, apalagi mengukurnya, semua menjadi sangat tidak mudah. Pada tataran mikro teknis misalnya, guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan, guru amat menentukan dalam proses pembelajaran di kelas, dan peran kepemimpinannya akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan tugasnya. Kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan tehadap mutu pembelajaran/ pendidikan yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah siswa menyelesaikan pendidikannya di sekolah. Karena itu kinerja guru juga berkaitan langsung dengan penilaian kinerja guru. Namun dalam praktiknya seringkali penilaian yang dilakukan terhadap guru tidak objektif. Penilaian yang merupakan suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data sebagai bahan dalam rangka pengambilan keputusan tentang kinerja guru justeru bertolak belakang dengan praktiknya dilapangan. Intinya apa yang dikerjakan harus mengacu pada standar baku mutu, hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang baik itu kualitas, kuantitas, ketepatan waktu hasil kerja. Sejalan dengan itu PKG dasar utama sesungguhnya mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dan Permendiknas No.35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Penilai dan guru yang dinilai akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti melanggar prinsip-prinsip pelaksanaan PKG, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalahnya sekarang apakah pelaksanaan PKG telah diterapkan dengan obyektif mengacu pada aturan yang berlaku? Apakah layak seorang guru muda (III/c) disuatu menjadi Koordinator PKG meski mendapat tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum bila dibandingkan dengan guru senior dengan jabatan guru madya (IV/b)?. Apakah layak seorang guru melakukan penilaian terhadap guru khusunya dalam menilai publikasi ilmiah sedangkan guru yang bersangkutan melakukan publikasi ilmiah saja tidak pernah? Jika kita berkeinginan untuk melakukan peningkatan mutu dan kualitas guru mengapa banyak instruktur dan widyaiswara ditugaskan memberikan materi Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Karya Tulis Ilmiah, Publikasi ilmiah sedangkan mereka sendiri tidak pernah melaukan kegiatan tersebut? Apakah telah diterapkan paradigma school based management (SBM) ke dalam school based budgeting (SBB) berkaitan dengan PKG tersebut?. Ironisnya pembentukan Tim PKG pada tingkat sekolah juga tidak mengacu pada prinsip atau syarat 5 C dalam manajemen pendidikan. Syarat 5 C sebagaimana dalam SBM dan SBB menurut Badrun A (2005) yakni; commitment, collaboration, concern, consideration and change. Seperti yang terjadi saat ini bahwa PKG merupakan syarat utama diterbitkannya SKTP Pembayaran Tunjangan Profesi Guru Tahun 2015. Untuk Penerbitan SKTP, PTK harus memiliki Penilaian yang disebut PKG dan menjadi salah satu syarat mutlak diterbitkannya SKTP. Diduga selama ini kinerja guru yang telah lama menikmati tunjangan profesi kinerjanya tidak menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Hal itu bisa dilihat dari kinerja guru dalam memenuhi Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PKB) dimana tidak bisa dipisahkan dari Penilaian Kinerja Guru (PKG). Bila benar guru telah mengembangkan profesinya apa bukti dan hasil kinerja yang telah dikembangkan oleh guru. Akibat kinerja guru yang telah lama menikmati tunjangan profesi kinerjanya tidak meningkat berimbas pada guru-guru yang baru lulus sertifikasi. Begitu juga dengan sistim Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) pada akhirnya lebih diperketat terhadap guru yang akan mengikuti sertifikasi guru (Sergur) tahun 2015. Rencananya untuk Sergur tahun 2015 berlangsung selama 3 bulan dengan komposisi 1 bulan diklat teori dan 2 bulan praktik disekolah. PKG dan Tuntutan Peningkatan Kinerja Pada dasarnya pengembangan profesi guru memiliki hubungan fungsional dan pengaruh terhadap kinerja guru, sebab akan memperkuat kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pekerjaan. Pola pengembangan profesi yang dapat dilakukan yakni, program tugas belajar, sertifikasi, penataran dan work shop. Seharusnya guru yang berpendidikan S2 lebih profesional dan memiliki kemampuan lebih tinggi dari pada guru berkualfikasi S1. Selain itu guru berkualifikasi S2 juga harus merasa malu dengan guru yang lain yang berpendidikan lebih rendah, kenyataan dilapangan justeru terjadi sebaliknya. Mengutip pendapat Sutaryadi (1990: 85), bahwa pengembangan kinerja guru yang berkaitan pengembangan profesi guru dikenal adanya tiga program yakni, program pre-service education, program in-service education dan program in-service trainning. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru sangat penting diperhatikan sebagai langkah antisipasi dalam mencari pemecahan terhadap peningkatan mutu pendidikan. Aspek pengembangan kinerja guru untuk lebih giat dalam melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), menyusun karya tulis ilmiah (KTI), publikasi ilmiah akan lebih meningkatkan kinerja guru bahkan kinerja guru bisa dinilai dari karya pengembangan profesi yang dihasilkan oleh guru. Budaya meneliti dan menulis dikalangan guru harus diberdayakan dalam lingkungan sekolah tidak terkecuali Kepala Sekolah harus menjadi pelopor terdepan dalam mengembangkan kegiatan tersebut. Kepala Sekolah yang tidak mampu menelorkan karya tulis ilmiah dan melakukan publikasi ilmiah dalam konteks PKG dianggap “guru yang gagal” menjalankan amanat tugas tambahannya sebagai Kepala Sekolah. Guru muda (III/c-III/d) juga harus lebih banyak belajar kepada guru-guru yang telah banyak melakukan penelitian ataupun menuis karya ilmiah. Selain itu Dinas Pendidikan provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan juga harus lebih selektif dalam menugaskan instruktur sebagai pemateri dalm melakukan pembimbingan karya tulis ilmiah guru. Instruktur-instruktur yang belum pernah menghasilkan karya ilmiah dan melakukan publikasi ilmiah semestinya tidak diperkenankan memberikan materi tentang penulisan karya ilmiah dalam penataran maupun pelatihan. Intinya kinerja/ performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, dan sering diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Salah satu tugas dan tangung jawab sekolah dalam PKG adalah membuat laporan kegiatan PKG dan mengirimkannya kepada Tim Penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional (khusus IV/b-IV/e) sesuai kewenangannya sebagai dasar penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang diperlukan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. PKG memiliki 2 fungsi utama yakni, untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi dan keterampilan yang diperlukan pada proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Dalam kaitan ini profil kinerja guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan PKB. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya. Persyaratan penting dalam PKG adalah valid, reliabel, praktis serta mengacu pada prinsip pelaksanaannya berdasarkan ketentuan, kinerja, berlandaskan dokumen PKG, dilaksanakan secara konsisten. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam PKG harus obyektif, adil, akuntabel, bermanfaat, transparan, praktis, berorientasi pada tujuan, berorientasi pada proses, berkelanjutan serta proses. Upaya untuk mengaitkan evaluasi kinerja guru dengan pengembangan profesi memang bukanlah pekerjaan yang gampang, baik untuk kepala sekolah, evaluator dan terutama guru itu sendiri. Menginventarisasi guru-guru yang berpengalaman untuk diminta bantuannya dalam meningkatkan kinerja guru-guru yang kurang berpengalaman. Sebab standar kinerja guru berhubungan dengan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya. Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja dengan berpedoman pada parameter dan indikator yang ditetapkan yang diukur secara efektif dan efisien seperti produktivitasnya, efektivitas menggunakan waktu, dana serta bahan yang tidak terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan dengan cara membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman sekerja atau mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan perintah atau tugas yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang lain. Dalam melakukan evaluasi kinerja seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam kriteria yaitu hasil tugas, perilaku dan ciri individu. Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi unjuk kerja, penguasaan materi, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara penyesuaian diri dan kepribadian untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Kinerja guru sangat penting untuk diperhatikan dan dievaluasi karena guru mengemban tugas profesional artinya tugas-tugas hanya dapat dikerjakan dengan kompetensi khusus yang diperoleh melalui program pendidikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru yakni kepribadian dan dedikasi, pengembangan profesi, kemampuan mengajar, hubungan dan komunikasi, hubungan dengan masyarakat, kedisiplinanl kesejateraan dan iklim kerja. Simpulan Pelaksanaan PKG saat ini menjadi sangat krusial, terbukti hasil pengamatan dilapangan terjadi kontraproduktif. Guru sibuk mengembangkan perencanaan belajar, namun tidak untuk digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas melainkan untuk memenuhi bukti fisik. Pelaksaan PKG akan semakin “dilematis” apabila Permendiknas No.28 Tahun 2010 tidak segera direvisi. Kenyataan dilapangan diduga banyak guru dan Kepala Sekolah berkualifikasi S2 namun kinerja tidak sesuai dengan kualifikasi akademiknya. PKG berfungsi menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi dan keterampilan dalam tugasnya. Terkait langsung dengan profil kinerja guru sebagai bagian dari proses pengembangan karir, promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya. Untuk memenuhi aspek PKG guru wajib melakukan (PTK), menyusun KTI dan melakukan publikasi ilmiah.(penulis adalah guru SMPN 11 Kota Jambi, pemerhati pendidikan).