Rabu, 04 Desember 2013
Komite sekolah
Peranan Komite Sekolah
Dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Oleh : Nelson Sihaloho
Mencermati pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 yang menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. Sebagaimana diketahui bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Tujuan diprogramkannya MBS agar pelaksanaan program pendidikan pada tingkat satuan pendidikan dapat berjalan dengan baik.
Kenyataan menunjukkan banyak sekolah yang mengalami kendala dalam menerapkan MBS, sulitnya mengidentifikasi sekolah menerapkan MBS, penyusunan program peningkatan mutu sekolah sering “ terbentur” dengan penolakan dari orangtua siswa serta partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pendidikan semakin berkurang. Padahal usaha peningkatan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum begitu menggembirakan. Berbagai studi dan pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.Diantaranya adalah kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran atau hasil pendidikan terlalu memusatkan pada masukan dan kurang memperhatikan proses pendidikan.
Kemudian penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal demikian menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Selain itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas.
Kondisi tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi. Bahkan peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal peran serta mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Apabila dikaji secara lebih lanjut, banyak persoalan pendidikan sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendiddikan antara lain adanya tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
Adanya anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah. Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat maupun munculnya persaingan untuk memperoleh bantuan dan pendanaan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa desentralisasi pendidikan mencakup tiga hal pokok yaitu manajemen berbasis lokasi, pendelegasian wewenang, inovasi kurikulum dimana intinya adalah meletakkan semua urusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekuensi dari yang pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Sedangkan inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum dalam meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik.
Sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 ayat 2 yang menyatakan bahwa ”Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah”. Peraturan Keputusan Menteri Nomor 22/2006, dan 23/2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan menjadi dasar pengembangan kurikulum sekolah yang disebut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) kini berubah dengan diterapkannya Kurikulum Nasional 2013 (Kurnas,2013).
Komite dan Masyarakat
Misi desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat ataupun Komite dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur kelembagaan yang menunjang terselenggaranya sistem pendidikan yang relevan dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan demokrasi dalam pendidikan. Proses belajar mengajar menekankan terjadinya proses pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran lingkungan yaitu memanfaatkan lingkungan baik fisik maupun sosial sebagai media dan sumber belajar, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan alat pemersatu bangsa. MBS pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Mneuurt “The Future Organization of Education Service for Student, Department of Education, Queensland, Australia bahwa ciri ciri MBS bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah mampu mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses belajar-mengajar dan sumber daya.
Itulah sebabnya bahwa tujuan utama MBS adalah peningkatan mutu pendidikan. Melalui MBS sekolah dan masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari atas. Sekolah dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan sekolah dan melaksanakan visi secara mandiri. Dalam pelaksanaan MBS alokasi dana kepada sekolah menjadi lebih besar dan sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah sendiri.
Selain itu sekolah akan lebih bertanggung jawab terhadap perawatan, kebersihan, dan penggunaan fasilitas sekolah, termasuk pengadaan buku dan bahan belajar. Kondisi tersebut
akan meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Sekolah membuat perencanaan sendiri dan mengambil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.
Kepala sekolah dan guru dapat bekerja lebih profesional dalam memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Peran serta masyarakat dan peningkatan mutu kegiatan belajar dan mengajar memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Karena itu hubungan yang baik, harmonis dan sinergis dengan Komite Sekolah dan orangtua wajib dijunjung tinggi oleh pihak sekolah dan guru sebagai pendidik,
Peningkatan Mutu Sekolah
Mutu adalah derajat kebaikan, kehandalan, keunggulan, kepuasan yang tercapai melalui usaha peningkatan. Mutu itu relatif, namun pada mutu memiliki kriteria yang terukur sehingga dalam sistem peningkatan mutu terkandung dua kata kunci yaitu kriteria dan pengukuran. Peningkatan mutu merupakan serangkaian usaha meningkatkan derajat kebaikan, kehandalan, kecepatan sehingga derajatnya meningkat.
Intinya sekolah yang bermutu memiliki tujuan yang jelas. Kejelasan ditandai dengan adanya indikator mutu dan kriteria kinerja yang ditetapkan. Misalnya indikator kinerja sekolah, adalah mampu berkomunikasi dalam taraf internasional.
Untuk mencapai itu, maka sekolah menetapkan kriteria mutu belajar siswa. Mutu dikatakan baik apabila memiliki keunggulan pada indikator tertentu dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Sekolah bermutu berarti mampu menghasilkan mutu lulusan yang lebih unggul dibandingkan dengan lulusan dari sekolah lain yang sejenis.
Tidak dapat dipungkiri bahwa lulusan yang bermutu datang dari proses yang bermutu dan didukung dengan sumber daya input yang terjaga mutunya. Meskipun ukuran mutu itu relatif namun dapat dipetakan secara komparatif dengan menggunakan pembanding atau benchmarking. Strateginya dapat dilihat dari Visi dan Misi sebagai Poros Pembaharuan, Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Terbaik, Meningkatkan Mutu Berbasis SKL, Meningkatkan Penjaminan Mutu Proses serta Peningkatan Mutu Berbasis Data.
Visi dan misi diartikan sebagai poros pembaharuan bahwa peningkatan mutu dijabarkan dari visi dan misi ke dalam aksi sehari-hari. Penerapan strategi ini pihak sekolah perlu menjabarkan visi dan misi ke dalam berbagai indikator keberhasilan. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh keterampilan tiap individu dan kelompok untuk menjabarkan dan merealisasikan dalam opersional pelaksanaan pada tanggung jawab masing-masing.
Peningkatan pengetahuan dan Keterampilan Terbaik dijabarkan bahwa keberhasilan sekolah dalam meningkatkan kapasitas pembaharuannya bergantung pada daya adaptasi sekolah mengembangkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaiknya. Pengetahuan dan keterampilan yang adaptif terhadap tiap perubahan zaman serta adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengetahuan dan keterampilan yang adaptif untuk selalu melakukan pembaharuan mutu pembelajaran.
Untuk Pengembangan Mutu Berbasis Standar Kompetensi Lulusan (SKL) peningkatan mutu dapat menggunakan indikator mutu lulusan sebagai poros pembaharuan. Seluruh komponen standar dikembangkan untuk menunjang terwujudnya SKL tersebut. Sesuai Permendiknas 78 tahun 2009 menggariskan sekolah sekurang-kurangnya menghasilkan lulusan yang memenuhi standar nasional yang diperkuat dengan keunggulan kompetitif dan kolaboratif pada tingkat internasional, Toefl 7,5 (computer based), pemberdayaan TIK.
Itulah sebabnya suatu sekolah dikatakan sekolah yang efektif apabila mampu menetapkan target mutu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan yang jelas dan terukur. Kaidah yang lazim digunakan adalah memenuhi kriteria SMART ( spesific, measurable, attainable, realistic, and timely). Indikator lainnya adalah sasaran meningkatkan penjaminan mutu proses melalui pengelolaan ISO.
Dalam penjaminan mutu tiap lembaga perlu menetapkan indikator operasional sebagai kriteria pencapaian proses. Dengan menggunakan indikator operasional pihak sekolah akan menilai dan memastikan bahwa seluruh proses berjalan sesuai dengan target dan mengarah pada tujuan. Peningkatan mutu berbasis data bahwa apaun bentuk program sekolah harus memiliki sistem informasi atau sistem pengelolaan menjadi bagian yang sangat kritis dalam pengelolaan mutu. Tanpa didukung oleh data yang akurat, pengambilan keputusan cenderung menjadi tidak efektif.
Salah satu bentuk mekanisme yang dikembangkan adalah dengan mempertimbangkan semangat otonomi daerah dalam program peningkatan mutu yang menegaskan serta menguatkan kembali peran serta maupun partisipasi orangtua siswa (Komite Sekolah) dalam peningkatan mutu proses pendidikan di sekolah. Sejalan dengan implementasi Otonomi Sekolah dan MBS diharapkan pihak Komite Sekolah mendukung kebijakan pemerintah khususnya Kemdikbud. Meskipun Keputusan tentang RSBI dibekukan oleh Kemdibud program peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di tataran sekolah wajib ditingkatkan. Peranan orangtua dan Komite Sekolah sangat strategis dalam mengimplementasikan program peningkatan mutu dalam pendidikan. Keterbatasan anggaran dari pemerintah satu sisi biaya operasional sekolah yang terus cenderung naik dan semakin tinggi memerlukan suatu solusi yang tepat demi keberlangsungan program peningkatan mutu di sekolah. Solusinya setiap proposal atau usulan kegiatan dan anggaran yang diajukan ke pihak orangtua dan Komite Sekolah dimana keputusana akhir mutlak berada ditangan para orangtua mampu mencerminkan azas demokratisasi.
Pentingnya konsep harmonisasi, satu visi, sinkronisasi, tanggungjawab dalam meningkatkan mutu pendidikan berbasis keunggulan yang dilandasi oleh iman dan taqwa diharapkan akan memberikan suatu keputusan final tentang pemenuhan anggaran dari pihak orangtua dan Komite Sekolah. Diharapkan melalui prinsip-prinsip keterbukaan, demokratis, partisipasi, pengajuan dan pertanggungjawaban anggaran yang akuntabel dengan mengedepankan transparansi akan mampu meningkatkan mutu dan kualitas anak didik. Terobosan baru dari pihak orangtua dan Komite Sekolah sebagai pemegang kedaulatan mutlak dalam memfinalkan keputusan terakhir demi terealisasinya usulan kegiatan akan menjadi moment penting dan strategis terhadap peningkatan mutu suatu sekolah.
Untuk lima tahun ke depan diharapkan dengan adanya bantuan dari pihak orangtua suatu sekolah akan mampu melakukan berbagai terobosan-terobosan baru. Dengan demikian sekolah akan mampu menjadi “Sekolah Percontohan” sesuai kebijakan Kemdikbud serta diharapkan mampu merintis “The Best Practice”, sebagai model perubahan (Agen of Change), pelopor (Advocates), katalisator (Catalyst) serta penggerak (mobilizer) terhadap pembaharuan maupun peningkatan mutu pendidikan. Semoga. (Dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan).
kurikulum 2013
Implementasi Kurikulum 2013 Akankah Berjalan Baik?
Oleh: Nelson Sihaloho
Perdebatan mengenai Kurikulum 2013 pada tataran politik berakhir pada tanggal 27 Mei 2013 lalu. Rencana pelaksanaan Kurikulum 2013, yang kontroversial selama beberapa bulan menjelang dimulainya tahun ajaran 2013/2014 diputuskan tetap jalan terus dan anggaran senilai Rp 829 miliar. Kini anggarannya telah dinikmati oleh sejumlah sekolah termasuk para stakeholders yang terkait dalam implementasi Kurikulum 2013.
Pendahuluan
Implementasi Kurikulum 2013 merujuk pada Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) nomor: 0128/MPK/KR/2013 tertanggal 5 Juni 2013 yang ditujukan kepada para Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Intinya Kurikulum 2013 telah disepakati untuk diimplementasikan secara bertahap dan terbatas mulai Tahun Pelajaran 201312014. Implementasi Kurikulum 2013 pada tahun pertama ini mencakup sebanyak 6.325 sekolah sasaran yang tersebar di seluruh provinsi dan 295 kabupaten/kota. Merujuk pada surat Kemdikbud itu Kemdikbud membuka kesempatan terhadap sekolah yang tidak termasuk sekolah sasaran untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 mulai Tahun Pelajaran 201312014 secara mandiri dibawah koordinasi Dinas Pendidikan setempat. Kemdikbud juga memohon dalam suratnya kepada Dinas Pendidikan dapat melakukan pendaftaran terhadap sekolah-sekolah yang berminat. Perlu diperhatikan tentang kesiapan sekolah dalam mengimplementasi Kurikulum 2013 seperti ketersediaan guru, akreditasi serta waktu persiapan yang memadai. Selain itu menyediakan anggaran untuk pengadaan buku bagi sejumlah siswa dan guru sesuai dengan jumlah buku yang harus disiapkan menurut jenjang pendidikan dan buku buku harus sudah siap pada awal Tahun Pelajaran 201312014. Menyiapkan guru untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Mengingat keterbatasan anggaran yang tersedia, jumlah guru yang dapat dilatih melalui anggaran Kemdikbud adalah sangat terbatas dan diberikan secara proporsional kepada kabupaten/kota yang mengajukan serta menyelenggarakan pelatihan guru secara mandiri dengan anggaran sendiri dan berkoordinasi dengan Kemdikbud untuk penyediaan instruktur yang diperlukan. Implementasi Kurikum 2013 yang sudah dilaksanakan dengan harapan terjadi perubahan terhadap dunia pendidikan kita kelak akan menghadapi banyak hambatan yang datang dari para pelaksana kurikulum di sekolah. Implementasi Kurikulum 2013 jika merujuk pada fakta dan kenyataan seakan-akan kurikulum pendidikan di Indonesia adalah satu-satunya sumber dari keberhasilan pendidikan yang harus terus dibenahi, tanpa melihat unsur lain dalam pendidikan seperti peserta didik, guru, orang tua maupun sarana prasarana yang mendukung juga perlu dibenahi. Padahal pembenahan kurikulum di Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1947. M. Nuh (2013) mengungkapkan “Tema pengembangan kurikulum 2013” adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Banyak kalangan menyangsikan kesiapan pemerintah melaksanakan kurikulum 2013 seperti seminar dan soasialisasi. Namun dilapangan kenyataannya akan berbeda implementasinya terutama para guru dan sekolah sebagai pelaksana akan kelimpungan mengimplementasikan Kurikulum 2013. Tuntutan impelementasi Kurikulum 2013 itu sangat berat. M. Nuh (2013) menyatakan bahwa, pengembangan kurikulum¬¬ 2013, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pa¬da kurikulum 2006, bertujuan ju¬ga untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan meng¬omunikasikan (mempresentasikan), apa yang di¬ per¬oleh atau diketahui setelah siswa menerima materi pembelaj¬aran. Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Lebh lanjut M. Nuh (2013) menyatakan bahwa sedikitnya ada dua faktor besar dalam ke¬ berhasilan kurikulum 2013. Pertama, penen¬tu, yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependi¬dik¬an (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Kedua, faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur; (i) ketersediaan buku sebagai ba¬han ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pem¬bentuk kurikulum; (ii) penguatan peran pemerintah da¬lam pembinaan dan penga¬wasan; dan (iii) penguatan ma¬naj¬emen dan budaya sekolah. Bahkan Kemdikbud sudah mende¬sain¬¬ strategi penyiapan guru yang mel¬ibatkan tim pengembang kurikulum di tingkat pusat, instruktur diklat terdiri atas unsur dinas pendidikan, dosen, widya¬swara, guru inti, pengawas, ke¬¬pala sekolah, guru uta¬ma meliputi guru inti, penga¬was, dan kepala sekolah dan guru mereka terdiri atas guru kelas, guru mata pelajaran SD, SMP, SMA, SMK. M. Nuh,et.al menyatakan sedikitnya ada empat aspek yang harus di¬beri perhatian khusus dalam rencana implementasi dan ke¬terlaksanaan kurikulum 2013, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi akademik (keilmuan), kompetensi social, dan kompetensi manajerial atau kepemimpinan. Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum, diharapkan bisa menyiapkan dan membuka diri terhadap beberapa kemung¬kinan terjadinya perubahan. Kesiapan guru lebih penting¬ daripada pengembangan kuri¬kulum 2013, sebab kurikulum 2013 bertujuan mendorong peserta didik, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar,¬ dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), terhadap apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah mene¬rima materi pembelajaran. Melalui empat tujuan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Pada posisi ini guru berperan be¬sar di dalam mengimplementa¬sikan tiap proses pembelajaran pada kurikulum 2013. Guru ke depan dituntut tidak hanya cer¬das tapi juga adaptip terhadap perubahan. Akankah implementasi kurikulum 2013 sejalan dengan teori kurikulum sebagaimana digambarkan oleh Anita Lie, 2012?.
Banyak Hambatan
Anita Lie (2012) menyatakan bahwa keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum, termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran. Pendidikan memegang peran penting dalam era globalisasi. Anthony Giddens dalam bukunya yang berjudul “The Global Third Way Debate” mengatakan bahwa kemakmuran ekonomi jangka panjang suatu bangsa berkaitan dengan kemampuannya dalam kapasitas inovasi, pendidikan, dan riset (seperti yang ditunjukkan oleh Jepang, China, dan Korea Selatan). Pemikiran Giddens adalah sangat relevan jika kita melihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini yang mengalami penurunan. Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada semua sektor kehidupan, termasuk pada sektor pendidikan. Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Menurut Kuntowijoyo (2001) dalam era globalisasi kelak akan terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu negara, dari keunggulan komparatif (comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage) dimana keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sedangkan keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut Suyanto (2007) “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun funfsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu dan ditiru”. Kini kurikulum 2013 telah berjalan selama satu semester meskipun banyak pihak menilai memiliki banyak tantangan. Satu sisi Kemendikbud mengklaim bahwa implementasi kurikulum mendapatkan respon positif dari masyarakat dimana memerlukan kajian yang lebih komprehensif terhadap pihak-pihak yang menolak implementasi kurikulum 2013 tersebut. Penolakan dan dukungan terhadap kurikulum 2013 lebih merujuk pada sudut pandang sektoral. Meski kurikulum berubah guru merupakan kunci utama keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Itulah sebabnya keberhasilan pendidikan sering dibebankan pada guru. Fakta dilapangan masih banyak guru yang belum selesai dengan urusannya sendiri. Masih sibuk untuk hal-hal yang di luar konteks menciptakan pembelajaran yang efektif. Substansi suatu kurikulum adalah program pendidikan yang bertujuan membentuk siswa berkarakter, bertanggung jawab, pantang menyerah, dan tertanam jiwa nasionalisme. Penerapan kurikulum 2013 menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru untuk mewujudkan cita-cita pendidikan. Tenaga pendidikan dan kependidikan ditantang untuk menjembatani kondisi ideal dan kondisi nyata dunia pendidikan. Guru secara pribadi harus termotivasi dan tak segan mengeluarkan biaya untuk pengembangan potensi diri. Studi banding penting untuk memperoleh patokan atas apa yang telah dilakukan dan apa-apa saja yang dilakukan oleh sekolah lain. Guru juga perlu menambah durasi membaca buku atau hasil-hasil penelitian tentang pembelajaran dan pendidikan. Sekolah hendaknya dapat memiliki majalah pendidikan dan media komunikasi bagi guru yang idealnya menjadi sarana penyebarluasan informasi dan berbagi pengalaman. M. Nuh (2013) menyatakan dari tiga juta guru yang tercatat, baru 70.000 guru yang menjalani pelatihan dimana pemerintah akan kembali memberikan pelatihan kepada 80.000 guru untuk dijadikan instruktur nasional. M. Nuh,et.el menyatakan ada enam perubahan sebagai implementasi pelaksanaan kurikulum 2013. Pertama, tentang penataan sistem perbukuan yang harganya dapat ditekan semurah mungkin. Kedua, penataan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam penyiapan dan pengadaan guru. Ketiga, penataan atas pola pelatihan guru. Keempat, memperkuat budaya sekolah. Kelima, memperkuat NKRI, dan keenam, memperkuat integrasi pengetahuan-bahasa dan budaya. Praktisi pendidikan Romo Benny Susetyo (2013) berpendapat, penerapan kurikulum baru yang tidak dibarengi dengan sosialisasi dan pelatihan yang mencukupi tidak akan memberikan manfaat bagi peserta didik. Idealnya para guru akan paham tentang kurikulum baru jika dilatih selama tiga hingga lima pekan setiap tahunnya secara rutin. Intinya masalah pendidikan kita bukan pada kurikulum, melainkan guru, peningkatan kualitas gurulah yang mesti diubah, bukan kurikulumnya.
Diklat Guru Meresahkan KBM
Implementasi Kurikulum 2013 membawa perubahan sekaligus membawa keresahan pada level sekolah. Adanya beberapa guru yang ditunjuk menjadi guru sasaran, guru pendamping menambah persoalan baru dalam lingkup sekolah. Sistem pelatihan yang “amburadul” dengan tidak mengacu pada kalender pendidikan menjadikan sekolah sering terganggu dengan ulah “diklat-diklat atau pelatihan-pelatihan”. Belum lagi undangan “seminar-seminar” dari berbagai instansi ke lingkup sekolah ikut manambah daftar panjang keresahan dalam proses belajar mengajar. Apalagi dengan keterbatasan jumlah guru dalam lingkup sekolah siapakah yang berhak menggantikan dan mengisi jam mereka jika guru mengikuti pelatihan/seminar?. Belum lagi disiplin guru yang rendah bahkan sering mengabaikan tugas pokoknya sebagai guru menambah daftar panjang keresahan dalam kegiatan belajar mengajar. Ironisnya implementasi Kurikulum 2013 sebagaian ada guru yang menjadi guru sasaran dan guru pendampng yang akan melakukan pemodelan. Layakkah guru dijadikan model jika dalam menjalankan tugas pokok fungsinya saja “amburadul”?. Mampukah Kurikulum 2013 menjawab tantangan Generasi Emas 2045?. Karena itu pemerintah perlu melakukan pengkajian secara matang perihal diklat atau pelatihan terhadap guru khususnya dalam pelatihan kurikulum. Diupayakan agar sekolah tdak sampai terganggu dengan kegiatan diklat/pelatihan. Solusi terbaik pelatihan dilakukan sewaktu libur. Sebab saat ini banyak kegiatan pelatihan-pelatihan dari Kemdikbud selain Diklat Kurikulum 2013, diklat peningkatan kompetensi guru, diklat penulisan karya ilmiah bagi guru, diklat pengembangan profesi berkelanjutan (PKB) dan penilaian kinerja guru (PKG). Bahkan implementasi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN RB) No,. 16 tahun 2009 khusus untuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan belum berjalan dengan optimal.
Terbaik
Kurikulum 2013 diharapkan mampu memperkuat jati diri bangsa dalam menghadapi berbagai kompleksitas, tantangan baik secara internal maupun eksternal serta dapat mempersiapkan sumber daya manusia yang maju dan kompetitif. Kurikulum merupakan instrumen strategis untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum harus mampu memperkuat jati diri bangsa dalam konteks dinamika perkembangan global. Kesiapan sekolah juga dipertaruhkan. Bila dirunut pada tahapannya dimana pada level birokrasi, perubahan kurikulum sampai kurikulum 2013 dilakukan melalui empat tahap. Pertama Kemendikbud mengembangkan kurikulum dengan melibatkan para pakar pendidikan, kebudayaan, sampai ilmuwan. Kedua, presentasi di depan Wakil Presiden RI Boediono pada (13/11/2012. Ketiga, uji publik selama tiga minggu untuk menghimpun berbagai masukan masyarakat. Keempat, memformulasi ulang masukan masyarakat. Landasan digunakannya kurikulum 2013 menggantikan kurikulum sebelumnya (KTSP) adalah pertama landasan filosofi mencakup filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dan kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi. Kedua lansadan yuridis tertuang dalam RPJMN 2010-2014 Sektor Pendidikan,perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum. Ketiga Inpres No.1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional mengenai penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing karakter bangsa. Keempat landasan konseptual mencakup relevansi,model kurikulum berbasis bompetensi,kurikulum lebih dari sekedar dokumen,proses pembelajaran (aktivitas belajar, output belajar, outcome belajar) dan penilaian hasil belajar. Kurikulum 2013 arahnya sangat jelas, yaitu adanya keseimbangan kompetensi antara sikap (attitude), ketrampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Keseimbangan diperlukan karena kita merasa dirisaukan oleh pesereta didik yang tidak hanya memiliki kompetensi kognitif saja, tetapi juga harus memiliki kompetensi sikap, dan ketrampilan. Ke 4 kompetensi ini didukung oleh 4 pilar yaitu produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Inovatif merupakan gabungan dari sifat produktif dan kreatif. M. Nuh (2013) menyatakan “seseorang produktif dan kreatif, bukan berarti menjadi inovatif, tapi inovatif ini hanya bisa dibentuk kalau ada dua hal tersebut. Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaik yang dikembangkan oleh pemerintah dan merupakan kurikulum hasil koreksi dari kurikulum-kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum yang dikembangkan berbasis penguatan penalaran, bukan hafalan semata. Kurikulum pendidikan di Indonesia dipandang perlu disesuaikan dengan tuntutan zaman. Pola pembelajaran harus diarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu dan mengobservasi, bukan diberi tahu. Kurikulum 2013 sudah dilakukan uji publik, meskipun kurikulum-kurikulum sebelumnya tidak pernah dilakukan uji publik. Saatnya guru berinovasi mengimplemtasikan kurikulum 2013. Selamat Hari Guru Tahun 2013, Jadilah Guru Yang Profesional Sebagaimana Tertulis Pada Sertifikasi Anda,” GURU PROFESIONAL”. Semoga:!
Langganan:
Postingan (Atom)