Selasa, 24 Januari 2012

CARA BELAJAR PADA ABAD 21


Belajar dan Mega Trend Abad 21
Oleh : Nelson Sihaloho
Saat ini banyak tulisan yang membahas tentang cara-cara belajar praktis dalam menghadapi era globalisasi termasuk cara belajar pada era mega trend abad 21. Itulah thinking development (life long learning) yaitu menuju belajar melalui kehidupan kita, belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan, belajar berfokus pada kebutuhan nyata, belajar dengan seluruh kemampuan otak, belajar bersama, belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya, belajar langsung dari berpikir, belajar melalui pengajaran/pembelajaran, belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat?) untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar serta belajar bagaimana belajar.    
Secara konseptual hasil belajar dapat dilihat dari ketrampilan intelektual seperti potensi akademik, fakta, konsep dan prinsip-prinsip. Sedangkan non akademik yaitu problem solving, creative thinking, dicision making, colaboration dan learning how to learn.
Secara tegas bahwa pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses belajar, mendorong prakarsa belajar siswa, mempreskripsikan strategi yang optimal, kondisi membelajarkan siswa simultan, memudahkan proses internal yg belajar  serta  menjadikan Belajar lebih efektif, efisien, dan menarik.
Karena prinsip-prinsip pembelajaran seharusnya merefleksikan tentang apa yang kita ketahui tentang bagaimana terjadinya proses belajar, belajar merupakan proses interaktif dan sistem yang kompleks, pemusatan belajar dapat menjadi luas dan interdisipliner, kurikulum memberi ruang kepada sikap, persepsi, dan kebiasaan mental dalam memfasilitasi belajar, pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa serta gunakan pengetahuan dan reasoning yg kompleks lebih bermakna dari pada menghafal informasi. Masalahnya sekarang bagaimana kita menghadapi era teknologi informasi dan komunikasi yang akan dihadapi oleh anak didik serta bagaimana guru mempersiapkan anak didik dalam era global itu.
Pendidikan Era Global
Pendidikan pada era teknologi informasi dan komunikasi akan ditandai dengan berbagai perubahan dimana era teknologi informasi & komunikasi menyebabkan ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan siswa dan  masa depan, penguasaan teknologi informasi & komunikasi menjadi literasi dasar (di samping baca-tulis-hitung), sekolah/ pendidikan bukan lagi sebagai satu-satunya pangkalan ilmu pengetahuan, proses pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke arah multi sumber serta kesenjangan antara school knoledge dan out of school knowledge semakin lebar .
Persoalannya sekarang apakah para guru bisa menjadi manajer pembelajaran dengan menempatkan siswa menjadi klien, sama seperti klien pengacara atau profesi lain ? Apabila kita mempraktikkannya maka kita akan menuju suatu khasanah bahwa kita belajar berbicara dengan berbicara, kita belajar berjalan dengan berjalan, kita belajar  menyetir mobil dengan berkendara, kita belajar mengetik dengan mengetik, cara belajar yang paling baik adalah dengan mempraktikkan, memecahkan masalah dengan mempraktikkan memecahkan masalah serta belajar menulis, dengan anda mempraktikan menulis.
Teknologi Pembelajaran
Sebagaimana diketahui bahwa teknologi pembelajaran dapat dilihat sebagai bidang yang mempunyai perhatian khusus terhadap  aplikasi, meskipun prinsip dan prosedurnya berdasar pada teori. Kawasan bidang ini telah melalui pergulatan antara pengaruh nilai, penelitian,dan pengalaman praktisi, khususnya pengalaman dengan teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Bidang ini kemudian berkembang tidak hanya berupa pengetahuan teoritik tetapi juga pengetahuan praktis.
Itulah sebabnya setiap kawasan dibentuk oleh  landasan penelitian dan teori, nilai dan perspektif yang berlaku serta kemampuan teknologi itu sendiri. Teknologi pembelajaran dipengaruhi oleh teori dari berbagai bidang kajian. Akar teorinya dapat ditemui dalam berbagai disiplin seperti  psikologi, rekayasa, komunikasi, ilmu komputer, bisnis, dan pendidikan secara umum.
Teori diterapkan melalui aplikasi model-model perancangan sistem pembelajaran, terutama dengan didukung logika deduktif, penilaian praktek dan pengalaman yang sukses. Hasil-hasil penelitian yang ada tentang desain sistematik dapat mendukung terhadap komponen-komponen proses perancangan.
Penelitian dan teori psikologi yang berkembang pun telah memberikan kontribusi terhadap perancangan, baik yang dikembangkan oleh kelompok aliran psikologi behaviorisme, maupun kognitivisme dan konstruktivisme. Selain itu, sumbangsih teori dan penelitian psikologi tentang motivasi juga berpengaruh terhadap proses perancangan.
Teori dan penelitian tentang Belajar-Mengajar memiliki pengaruh terhadap desain, baik dalam penentuan tugas-tugas belajar, penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, penentuan materi pembelajaran dan sebagainya.
Teori komunikasi dan penelitian tentang pesepsi-atensi telah memberikan pengaruh terhadap proses perancangan, seperti dalam tata letak, halaman, desain layar, desain grafis visual. Studi Flemming (1987) menyimpulkan tentang karakteristik-karakteristik persepsi yang relevan untuk perancangan, meliputi pengorganisasian, perbandingan dan kontras, warna kemiripan, nilai dan informasi yang disajikan.
Adapun proses pengembangan bergantung pada prosedur desain, akan tetapi prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses belajar. Pada kawasan pengembangan tidak hanya dipengaruhi oleh teori komunikasi semata, tetapi juga oleh teori pemrosesan visual-audial, berfikir visual, dan estetika.
Teori Shannon dan Weaver (1949) tentang proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Berikutnya, pemikiran Belo tentang Model SMCR (Sender, Massage, Channel, Receiver), dan beberapa teori lainnya dalam bidang komunikasi secara umum telah menjadi landasan dalam proses pengembangan.
Proses pengembangan juga telah dipengaruhi oleh teori berfikir visual, belajar visual dan komunikasi visual. Teori berfikir visual sangat berguna terutama dalam mencari ide untuk perlakuan berfikir visual. Menurut Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur garis, bentuk, warna, tekstur, atau komposisi.
Sementara itu, prinsip-prinsip estetika juga menjadi landasan dalam proses pengembangan. Molenda dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci seni yang digunakan dalam perancangan visual, yaitu  pengaturan, keseimbangan dan kesatuan. Teori dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum, prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan teknologi elektronik yang canggih.
Gagasan tentang pemanfaatan media lebih berkonotasi pada aspek-aspek penggunaan, sehingga teori dan penelitian lebih dipusatkan pada hal-hal yang berkenaan dengan pemanfaatan media, terutama mengkaji tentang masalah-masalah seputar penggunaan media secara optimal, kemudian berkembang dengan mencakup pada upaya difusi, karena bagaimana pun disadari bahwa pemanfaatan teknologi sangat bergantung pada proses difusi.
Rogers (1962) mengeksplorasi tentang gejala difusi inovasi. Menurut Rogers, terdapat empat elemen utama yang beroperasi dalam proses difusi, yaitu  bentuk atau karakter inovasi itu sendiri,  saluran komunikasi yang ada,  waktu, dan  sistem sosial yang berlaku.
Menuurt  studi Havelock (1971) tentang model pengembangan dan penyebaran dan interaksi sosial, lebih menekankan pada usaha-usaha menghubungkan para pemakai dengan sumber pengetahuan baru. Studi Lazarfield (1944) mengungkapkan tentang informasi yang sampai kepada para tokoh yang berpengaruh (opnion leaders), yang pada awalnya berupa transfer informasi sederhana, kemudian informasi itu diteruskan kepada para pengikutnya. Dari berbagai pengalaman kegagalan inovasi teknologi pada skala besar, telah mendorong perlunya perencanaan dan perubahan keorganisasian, administratif dan individu (Cuban, 1986). Sekarang ini muncul perkembangan pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara organisasi beradaptasi dengan tantangan masyarakat modern, dengan segala sistem pemasaran yang baru, teknologi baru dan tuntutan perubahan yang terus menerus, sehingga pada akhirnya menggiring pemanfaatan sebagai implementasi dan institusionalisasi.
Persoalan-persoalan pengelolaan dalam bidang Teknologi Pembelajaran muncul akibat pengaruh aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanisme dalam komunikasi, motivasi, dan produktivitas. Metodologi dan teori pengelolaan telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang pengelolaan sumber dan proyek, termasuk pengelolaan perubahan. Sebagian besar prinsip-prinsip pengelolaan berasal dari manajemen/administrasi bisnis, seperti dalam pengelolaan proyek, pengelolaan sumber dan efektivitas pembiayaan.
Akhir-akhir ini mulai tumbuh perhatian mengenai efektivitas pembiayaan, sehingga kerangka teori ekonomi pun mulai digunakan dalam teknologi pembelajaran, seperti penggunaan teori ekonomi pengelolaan sumber yang dikembangkan oleh Henderson dan Quandt (1980).
Pengelolaan sumber telah lama menjadi masalah utama bagi guru dan petugas perpustakaan media karena keduanya diharapkan sebagai manajer sumber belajar. Sekarang ini konsep sumber lebih mengacu pada pengertian sumber belajar yang lebih luas dan bukan sekedar diartikan sebagai sarana audio-visual, melainkan mencakup pula barang cetak, lingkungan dan nara sumber (Eraut, 1989). Pengelolaan proyek sebagai suatu konsep, pada awalnya diperkenalkan sebagai “cara yang efisien dan efektif dalam menghimpun suatu tim, dimana pengetahuan dan keahlian anggotanya sesuai dengan siatuasi unik dan tuntutan teknis jangka pendek yang ditentukan oleh pemberi kerja”(Rothwell dan Kazanas, 1992).
Kelanjutan dari pengelolaan sumber ini adalan pengelolaan sistem penyampaian, yang berkaitan dengan sarana, seperti perangkat lunak dan keras, dukungan teknis untuk operator dan pemakai, serta karakteristik lain tentang pengoperasian sistem teknologi. Ini merupakan era baru praktek mendahului analisis teoritik tentang model. Komponen terakhir dari masalah pengelolaan adalah pengelolaan informasi. Teori informasi melahirkan suatu landasan yang dapat digunakan untuk memahami dan memprogram komputer. Hal ini berhubungan dengan perancangan dan penggunaan jaringan komputer untuk tranmisi, penerimaan dan penyimpanan informasi. Penerapan teori informasi ini jangkauannya semakin luas, dengan mencakup berbagai bidang kehidupan.
Analisis, asesmen dan penilaian memainkan peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan teknologi pembelajaran. Pada awalnya, penilaian sering dihubungkan dengan orientasi behavioristik. Tumbuhnya desain pembelajaran yang beorientasi pada tujuan (tercapainya perubahan perilaku), sehingga memunculkan pengujian dengan menggunakan acuan patokan. Hal ini terjadi pula dalam analisis kebutuhan atau analisis masalah.
Dengan masuknya pandangan kognitivisme dan konstruktivisme dalam desain pembelajaran, telah membawa implikasi terhadap proses analisis kebutuhan dengan cakupan yang lebih luas, yang tidak hanya berfokus pada isi semata, tetapi juga memberikan perhatian pada analisis pembelajar, analisis organisasi dan analisis lingkungan (Richey, 1992; Tessmer dan Harris, 1992). Penilaian dengan paradigma kognitif lebih banyak diorientasikan untuk kepentingan fungsi diagnostik.
Secara khusus, nilai-nilai yang mempengaruhi terhadap perkembangan teknologi pembelajaran, yaitu replikabilitas pembelajaran, individualisasi,  efisiensi, penggeneralisasian proses isi lintas, perencanaan terinci,  analisis dan spesifikasi, kekuatan visual serta pemanfaatan pembelajaran bermedia.
Konsep paradigma alternatif dalam menemukan pengetahuan baru-baru ini telah menjadi fokus utama dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam perpektif ilmiah, paradigma alternatif ini memiliki kecenderungan untuk menerima metodologi penelitian kualitatif, penelitian fenomenologis dan gerakan ke arah psikologi kontruktivis.
Bowers (1988) juga memberikan suatu tantangan yang meragukan bahwa teknologi betul-betul bersifat netral dan dapat dibentuk untuk memenuhi segala tujuan yang diinginkan.
Teknologi pembelajaran juga merasakan pengaruh ini, sebagai contoh Striebel (1991) mengemukakan pendapatnya bahwa komputer bukanlah hanya sekedar bentuk sistem penyampaian, tetapi sebagai suatu lingkungan yang memiliki nilai-nilai tertentu dengan segala kecenderungannya.
Gerakan psikologi konstruktivisme telah mempengaruhi terhadap Teknologi Pembelajaran. Menurut pandangan konstruktivisme bahwa disamping adanya relaitas fisik, namun pengetahuan kita tentang realitas dibangun dari hasil penafsiran pengalaman. Makna atas sesuatu tidak akan terlepas dari orang yang memahaminya. Belajar merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Konstruktivisme cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat otentik yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Ada semacam keengganan terhadap adanya perumusan pengetahuan secara rinci yang harus dikuasai, dan kengganan terhadap simplikasi atau regulasi isi, karena semua proses itu akan meniadakan arti penting konteks yang kaya yang memungkinkan terjadinya transfer.
Perspektif alternatif lain yang mempengaruhi teknologi pembelajaran adalah dari kelompok yang memandang penting atas keunggulan belajar situasional (situated learning). Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan “tugas otentik” dan berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan terjadi apabila pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara kontekstual”. Bila orang menekankan pada belajar situasional, maka logika kelanjutannya adalah memahami belajar sebagai suatu proses yang aktif, berkesinambungan dan dinilai lebih pada aplikasi daripada sekedar perolehan.
Gerakan teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga mengajukan perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para teknololog kinerja cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan tujuan organisasinya daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah adalah suatu produk dari berbagai pengaruh teori seperti cybernetic, ilmu menajemen, dan ilmu kognitif (Geis, 1986).
Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi.
Filsafat alternatif pun turut mewarnai terhadap perkembangan teknologi pembelajaran. Filsafat alternatif ini berkembang dari kelompok post-modernis (pasca-modern), yang telah melakukan analisis kritis terhadap berbagai landasan keyakinan tradisional dan nilai-nilai dalam bidang Teknologi Pembelajaran. Dalam perspektif post-modern, bahwa teknologi pembelajaran sebagai suatu kiat sekaligus sebagai ilmu. Hlynka (1991) menjelaskan bahwa post-modern adalah suatu cara berfikir yang menjunjung prinsip keanekaragaman, temporal dan kompleks, dari pada bersifat universal, stabil dan sederhana. Banyak implikasi filsafat post-modern untuk praktek dan teori desain sekarang ini, terutama tentang orientasi pemikiran yang menggunakan paradigma desain baru, dan tidak bersandarkan pada model desain yang sistematis. Filsafat post-modern lebih menyenangi pada hal-hal yang bersifat terbuka dan fleksibel, dari pada hal-hal yang tertutup, terstruktur dan kaku (Hlynka, 1991). Kekuatan teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri. Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek munculnya stimulus yang realistik, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang cepat, menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak antara pengajar dan pembelajar (Hannfin, 1992).
Perancang yang terampil dan kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam mengintegrasikan media,  menyelenggarakan pengemdalian atas pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas serta  mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang dan lingkungan kerja setiap individu.
Teknologi, disamping berfungsi menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media pembelajaran yang lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di lapangan dengan digunakannya sarana berbasis komputer dalam  mendukung tugas perancangan.
Aplikasi Terus Berkembang
Aplikasi teknologi pembelajaran berkembang sesuai dengan tuntutan dan perubahan. Dalam pendidikan khususnya pembelajaran akan berkembang aplikasi teknologi pembelajaran berbasis modern. Hal itu wajar karena teknologi pembelajaran harus up to date. Meski demikian teknologi aplikasi pembelajaran yang semakin canggih dan modern itu akan menjadikan produk  media komputer meraup untung yang sangat besar. Termasuk para penyedia teknologi dan perangkat-perangkat lunaknya juga ikut menikmati keuntungan dan profit pengembangan aplikasi model belajar pada abad 21. Sementara penyedia jaringan listrik (PLN) mendapatkan untung dari sumber daya listrik yang digunakan oleh para konsumen.

KARYA TULIS ILMIAH


Karakteristik Karya Tulis Ilmiah

Oleh : Nelson Sihaloho

Salah satu  yang menjadi isu-isu penting saat ini adalah banyaknya guru yang tidak mampu mengembangkan pengembangan profesi berkelanjutan. Sudah menjadi rahasia umum meskipun saat ini banyak guru yang telah lulus sertifikasi guru dan diberikan sertifikat (guru profesional) diduga banyak guru yang “kurang layak” mendapatkan “guru profesional” apabila melihat kinerja pengembangan profesi berkelanjutannya. Karena itu tradisi ilmiah dikalangan guru sudah semestinya menjadi fokus perhatian para kepala sekolah untuk mengembangkan tradisi ilmiah disekolah yang dipimpinnya.
Guru juga harus membiasakan dan mencontohkan peserta didik untuk menulis. Tradisi ilmiah guru dikembangkan dengan membaca, berpikir, dan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan.
Data dari berbagai sumber menyebutkan, dari 2,6 juta guru di Indonesia untuk guru golongan IV/b hanya 0,87 persen, guru golongan IV/c sebanyak  0,07 persen, dan golongan IV/d sebanyak 0,02 persen.  Persyaratan untuk naik (ke golongan) IV/b tidak hanya cukup dengan mengumpulkan angka kredit mengajar, tetapi salah satu komponennya menulis karya ilmiah.
Salah satu kondisi guru di Indonesia yang memerlukan pengembangan lebih lanjut adalah kemampuan guru pada umumnya yang belum terbiasa dengan tradisi ilmiah, atau scientific tradition. Sebagian besar guru belum memiliki kompetensi dalam penulisan karya ilmiah. Hal ini terjadi diberbagai bidang baik tentang substansi keilmuan yang diembannya maupun tentang metode pembelajaran.
Penyebabnya  antara lain karena berbagai keterbatasan yang dihadapi guru, baik dalam mengakses informasi melalui perangkat keras untuk melakukan telurus informasi maupun penguasan metode ilmiah oleh guru. Masih terdapat kelangkaan berbagai wahana atau pola pengembangan ilmu dan keterampilan guru dimana guru dapat bertukar dan berbagi informasi yang penting bagi peningkatan profesionalismenya. Kebiasaan-kebiasaan berpikir ilmiah diantara guru perlu dikembangkan dengan cara secara terus menerus membuat penelitian dan karya ilmiah.
Karya Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah merupakan suatu produk dari kegiatan ilmiah. Karya tulis ilmiah merupakan suatu tulisan yang membahas suatu permasalahan. Pembahasannya dapat  dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan ataupun melalui pengumpulan data yang diperoleh dalam suatu penelitian.
Karya tulis ilmiah  harus menggunakan metode ilmiah yang sistematis untuk memperoleh jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang akan diteliti. Banyak pakar dan ahli pendidikan mengungkapkan bahwa  karya tulis ilmiah sebagai sarana komunikasi ilmu pengetahuan yang berbentuk tulisan menggunakan sistematika yang dapat diterima oleh komunitas keilmuan melalui suatu sistematika penulisan yang disepakati.
Adapun ciri-cirin suatu karya tulis ilmiah harus dapat dipertanggung jawabkan secara empirik dan objektif. Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yaitu gaya penulisan dalam membuat pernyataan ilmiah serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber pengetahuan ilmiah yang digunakan dalam penulisannya
Apabila dalam penelitian bahan penulisan karya tulis ilmiah mengutip pernyataan orang lain sebagai dasar atau sebagai landasan penyusunan penelitian harus disebutkan sumbernya. Pernyataan ilmiah digunakan  sesuai tujuannya agar kita bisa menjelaskan suatu konsep, atau dapat digunakan sebagai premis dalam pengambilan kesimpulan pada suatu argumentasi. Pernyataan ilmiah ini berguna untuk mengidentifikasikan media komunikasi ilmiah pada media mana pernyataan itu disampaikan apakah buku, seminar, lokakarya, simposium maupun buletin. Termasuk kita bisa  menegidentifikasi  lembaga yang menerbitkan publikasi ilmiah, tempat dan  waktu penerbitan.
Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam karya tulis ilmiah disebut teknik notasi ilmiah.
Karya tulis ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan fakta dan ditulis dengan menggunakan metode penulisan yang baku. Hal-hal yang harus ada dalam karya ilmiah adalah karya tulis ilmiah memuat gagasan ilmiah lewat pikiran dan alur pikiran, keindahan karya tulis ilmiah terletak pada bangun pikir dengan unsur-unsur yang menyangganya, alur pikir dituangkan dalam sistematika dan notasi, karya tulis ilmiah terdiri dari unsur-unsur: kata, angka, tabel, dan gambar, yang tersusun mendukung alur pikir yang teratur, karya tulis ilmiah harus mampu mengekspresikan asas-asas yang terkandung dalam hakikat ilmu dengan mengindahkan kaidah-kaidah kebahasaan serta karya tulis ilmiah terdiri dari serangkaian narasi (penceritaan), eksposisi (paparan), deskripsi (lukisan) dan argumentasi (alasan). (Dirjen PMPTK, Depdiknas, 2008 tentang Penulisan Karya Ilmiah).
Menurut,et.al,2008 mengungkapkan bahwa metode penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan pemecahan masalah memiliki pengertian diantarnya penelitian adalah usaha yang sistematik dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah spesifik yang memerlukan pemecahan, cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu, cara ilmiah dilandasi oleh metode rasional dan metode empiris serta metode kesisteman, penelitian meliputi proses pemeriksaan, penyelidikan, pengujian dan eksperimen yang harus diilakukan secara sistematik, tekun, kritis, objektif, dan logis serta penelitian dapat didefinisikan sebagai pemeriksaan atau penyelidikan ilmiah sistematik, terorganisasi didasarkan data dan kritis mengenai masalah spesifik yang dilakukan secara objektif untuk mendapatkan pemecahan masalah atau jawaban dari masalah tersebut.
Intinya, metode penulisan karya tulis ilmiah mengacu pada metode pengungkapan fakta yang biasanya berasal dari hasil penelitian dengan berbagai metode yang digunakan. Karya tulis ilmiah dapat juga disebut sebagai laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian ditulis sesuai dengan tujuan laporan tersebut dibuat atau ditujukan untuk keperluan yang dibutuhkan. Laporan hasil penelitian dapat ditulis dalam dua macam, yaitu sebagai dokumentasi dan sebagai publikasi. Perbedaan kedua karya tulis ilmiah ini terletak pada format penulisan. Karya tulis ilmiah sebagian besar merupakan publikasi hasil penelitian. Dengan demikian format yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini ditentukan oleh isi penelitian yang menggambarkan metode atau sistematika penelitian. Metode penelitian secara garis besar dapat dibagi dalam empat macam.yaitu yang disusun berdasarkan hasil penelitian kuantitatif, hasil penelitian kualitatif, hasil kajian pustaka, dan hasil kerja pengembangan.
Adapun persyaratan karya tulis ilmiah menurut et.al (2008) yaitu karya tulis ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik, karya tulis ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulis ilmiah yakni mencantukan rujukan dan kutipan yang jelas. Karya tulis ilmiah disusun secara sistematis setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual dan procedural, karya tulis ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan. Karya tulis ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis serta Karya tulis ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, serta tidak bersifat ambisius dan berprasangka, penyajian tidak boleh bersifat emotif. Intinya dalam menulis karya ilmiah memerlukan persiapan yang dapat dibantu dengan menyusun kerangka tulisan.
Penelitian Tindakan Kelas
Banyak guru saat ini kesulitan dalam melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Bahkan berdasarkan pengalaman penulis ada guru yang melakukan PTK tidak mengusulkan judul penelitiannya kepada kepala sekolah. Lebih fatal lagi ketika guru selesai melakukan  PTK laporan PTK hanya berupa laporan-laporan seperti tabel-tabel dan berbagai bentuk laporan lainnya. Semestinya apabila seorang guru telah selesai melakukan PTK maka laporan PTK guru harus dituangkan dalam karya tulis ilmiah (KTI). Itulah sebabnya PTK menjadi acuan dasar terhadap seorang guru untuk menuangkan hasil PTK nya dalam bentuk KTI.
Berdasarkan pengalaman penulis, PTK sangat berguna untuk mengukur kinerja guru khususnya dalam pengembangan profesi berkelanjutan. Pada awalnya pada tahun 2007, penulis sangat kesulitan dalam melakukan PTK. Bahkan pengalaman penulis pada tahun 2007 berujung pada pengalaman pahit dan getirnya menuangkan PTK menjadi KTI. Sejak itu, penulis menyadari bahwa sering menulis di media seperti majalah, koran, buletin tidak menjadi jaminan bagi seorang guru mulus untuk naik pangkat. Akhirnya penulis terus melakukan perubahan belajar dan belajar secara terus menerus. Penulis akhirnya baru mendapatkan hasil yang luar biasa pada tahun 2008. Berbekal pengelaman itu akhirnya penulis rajin melakukan PTK minimal 1 buah PTK setiap tahun, sering menulis di media dan terus melakukan perbaikan metode penulisan ilmiah.
Persoalan yang sering muncul dilapangan adalah mengapa guru kurang mampu mengembangkan tugas pengembangan profesi berkelanjutan pada tugas pokok fungsinya?  Contoh kecil adalah X sebagai guru bahasa Inggris mengapa X sulit melakukan PTK pada bidangnya? Padahal guru X tersebut sudah lulus sertifikasi 3 tahun silam dan dinyatakan dalam sertifikat pendidiknya  Guru Profesional. Lebih ironis guru X tersebut sudah memiliki pangkat dan golongan ruang  Pembina, IV/a pada tahun 2001. Dengan kondisi demikian selama kurun waktu 11 tahun mengapa tidak bisa naik pangkat. Selanjutnya relevankah sertifikat pendidiknya (Guru Profesional) dengan pengembangan profesi berkelanjutannya?.
Berdasarkan pengalaman itu sudah semestinya para guru yang kurang mampu mengembangkan profesi berkelanjutannya dan tidak naik pangkat lebih dari 6 tahun sertifikatnya perlu ditinjau ulang. Pihak Dinas Pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu dan LPTK Penyelenggara Sertifikasi harus melakukan review ulang atas pelaksanaan sertifikasi guru yang diduga tidak melakukan evaluasi secara menyeluruh.
Kemmis & McTaggrt, 1982,  Burns, 1999 dan  Reason & Bradbury, 2001, menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan intervensi  praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan sering disebut dengan penelitian tindakan kelas  atau PTK.
Adapun syarat-syarat PTK  menurut McNiff, Lomax dan Whitehead (2003) ada delapan Pertama, anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional.
Kedua, anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. Ketiga, tindakan yang anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
Keempat, tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Kelima, penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya. Keenam, anda mesti mamantau secara sistematik agar anda mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi.
Kutujuh, anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio,  riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional.  Kedelapan, anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas.
Deskripsi itu mencakup,  identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya. Mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya, teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu.
Kesembilan, anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri, percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut, narasi dan cerita serta  bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.
Kesepuluh, anda perlu memvalidasi pernyataan anda tentang keberhasilan tindakan anda lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya  dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Menurut Cohen & Manion, 1980, PTK sebagai alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas,  alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat.  Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami)  pendekatan tambahan atau inovatif,  alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti,  alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas.
Meski demikian PTK memiliki kelebihan. Menurut Shumsky, 1982 kelebihannya yaitu  tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK,  tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat  reflektif/evaluatif dalam PTK, dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah serta meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK. 
PTK juga memiliki kelemahan yaitu kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada anda sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis, rendahnya efisiensi waktu karena anda  harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara  anda masih harus melakukan tugas rutin serta  konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi  terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimpin demikian.
Supaya PTK kita berhasil menurut  Hodgkinson, 1988, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah  kesediaan untuk mengakui kekurangan diri, kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru,  dorongan untuk mengemukakan gagasan baru, waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan,  kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat dan pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta  penelitian. (Sumber: Disarikan dan dihimpun dari berbagai sumber).

CARA BELAJAR


Belajar dan Mega Trend Abad 21
Oleh : Nelson Sihaloho
Saat ini banyak tulisan yang membahas tentang cara-cara belajar praktis dalam menghadapi era globalisasi termasuk cara belajar pada era mega trend abad 21. Itulah thinking development (life long learning) yaitu menuju belajar melalui kehidupan kita, belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan, belajar berfokus pada kebutuhan nyata, belajar dengan seluruh kemampuan otak, belajar bersama, belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya, belajar langsung dari berpikir, belajar melalui pengajaran/pembelajaran, belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat?) untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar serta belajar bagaimana belajar.    
Secara konseptual hasil belajar dapat dilihat dari ketrampilan intelektual seperti potensi akademik, fakta, konsep dan prinsip-prinsip. Sedangkan non akademik yaitu problem solving, creative thinking, dicision making, colaboration dan learning how to learn.
Secara tegas bahwa pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses belajar, mendorong prakarsa belajar siswa, mempreskripsikan strategi yang optimal, kondisi membelajarkan siswa simultan, memudahkan proses internal yg belajar  serta  menjadikan Belajar lebih efektif, efisien, dan menarik.
Karena prinsip-prinsip pembelajaran seharusnya merefleksikan tentang apa yang kita ketahui tentang bagaimana terjadinya proses belajar, belajar merupakan proses interaktif dan sistem yang kompleks, pemusatan belajar dapat menjadi luas dan interdisipliner, kurikulum memberi ruang kepada sikap, persepsi, dan kebiasaan mental dalam memfasilitasi belajar, pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa serta gunakan pengetahuan dan reasoning yg kompleks lebih bermakna dari pada menghafal informasi. Masalahnya sekarang bagaimana kita menghadapi era teknologi informasi dan komunikasi yang akan dihadapi oleh anak didik serta bagaimana guru mempersiapkan anak didik dalam era global itu.
Pendidikan Era Global
Pendidikan pada era teknologi informasi dan komunikasi akan ditandai dengan berbagai perubahan dimana era teknologi informasi & komunikasi menyebabkan ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan siswa dan  masa depan, penguasaan teknologi informasi & komunikasi menjadi literasi dasar (di samping baca-tulis-hitung), sekolah/ pendidikan bukan lagi sebagai satu-satunya pangkalan ilmu pengetahuan, proses pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke arah multi sumber serta kesenjangan antara school knoledge dan out of school knowledge semakin lebar .
Persoalannya sekarang apakah para guru bisa menjadi manajer pembelajaran dengan menempatkan siswa menjadi klien, sama seperti klien pengacara atau profesi lain ? Apabila kita mempraktikkannya maka kita akan menuju suatu khasanah bahwa kita belajar berbicara dengan berbicara, kita belajar berjalan dengan berjalan, kita belajar  menyetir mobil dengan berkendara, kita belajar mengetik dengan mengetik, cara belajar yang paling baik adalah dengan mempraktikkan, memecahkan masalah dengan mempraktikkan memecahkan masalah serta belajar menulis, dengan anda mempraktikan menulis.
Teknologi Pembelajaran
Sebagaimana diketahui bahwa teknologi pembelajaran dapat dilihat sebagai bidang yang mempunyai perhatian khusus terhadap  aplikasi, meskipun prinsip dan prosedurnya berdasar pada teori. Kawasan bidang ini telah melalui pergulatan antara pengaruh nilai, penelitian,dan pengalaman praktisi, khususnya pengalaman dengan teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Bidang ini kemudian berkembang tidak hanya berupa pengetahuan teoritik tetapi juga pengetahuan praktis.
Itulah sebabnya setiap kawasan dibentuk oleh  landasan penelitian dan teori, nilai dan perspektif yang berlaku serta kemampuan teknologi itu sendiri. Teknologi pembelajaran dipengaruhi oleh teori dari berbagai bidang kajian. Akar teorinya dapat ditemui dalam berbagai disiplin seperti  psikologi, rekayasa, komunikasi, ilmu komputer, bisnis, dan pendidikan secara umum.
Teori diterapkan melalui aplikasi model-model perancangan sistem pembelajaran, terutama dengan didukung logika deduktif, penilaian praktek dan pengalaman yang sukses. Hasil-hasil penelitian yang ada tentang desain sistematik dapat mendukung terhadap komponen-komponen proses perancangan.
Penelitian dan teori psikologi yang berkembang pun telah memberikan kontribusi terhadap perancangan, baik yang dikembangkan oleh kelompok aliran psikologi behaviorisme, maupun kognitivisme dan konstruktivisme. Selain itu, sumbangsih teori dan penelitian psikologi tentang motivasi juga berpengaruh terhadap proses perancangan.
Teori dan penelitian tentang Belajar-Mengajar memiliki pengaruh terhadap desain, baik dalam penentuan tugas-tugas belajar, penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, penentuan materi pembelajaran dan sebagainya.
Teori komunikasi dan penelitian tentang pesepsi-atensi telah memberikan pengaruh terhadap proses perancangan, seperti dalam tata letak, halaman, desain layar, desain grafis visual. Studi Flemming (1987) menyimpulkan tentang karakteristik-karakteristik persepsi yang relevan untuk perancangan, meliputi pengorganisasian, perbandingan dan kontras, warna kemiripan, nilai dan informasi yang disajikan.
Adapun proses pengembangan bergantung pada prosedur desain, akan tetapi prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses belajar. Pada kawasan pengembangan tidak hanya dipengaruhi oleh teori komunikasi semata, tetapi juga oleh teori pemrosesan visual-audial, berfikir visual, dan estetika.
Teori Shannon dan Weaver (1949) tentang proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Berikutnya, pemikiran Belo tentang Model SMCR (Sender, Massage, Channel, Receiver), dan beberapa teori lainnya dalam bidang komunikasi secara umum telah menjadi landasan dalam proses pengembangan.
Proses pengembangan juga telah dipengaruhi oleh teori berfikir visual, belajar visual dan komunikasi visual. Teori berfikir visual sangat berguna terutama dalam mencari ide untuk perlakuan berfikir visual. Menurut Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur garis, bentuk, warna, tekstur, atau komposisi.
Sementara itu, prinsip-prinsip estetika juga menjadi landasan dalam proses pengembangan. Molenda dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci seni yang digunakan dalam perancangan visual, yaitu  pengaturan, keseimbangan dan kesatuan. Teori dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum, prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan teknologi elektronik yang canggih.
Gagasan tentang pemanfaatan media lebih berkonotasi pada aspek-aspek penggunaan, sehingga teori dan penelitian lebih dipusatkan pada hal-hal yang berkenaan dengan pemanfaatan media, terutama mengkaji tentang masalah-masalah seputar penggunaan media secara optimal, kemudian berkembang dengan mencakup pada upaya difusi, karena bagaimana pun disadari bahwa pemanfaatan teknologi sangat bergantung pada proses difusi.
Rogers (1962) mengeksplorasi tentang gejala difusi inovasi. Menurut Rogers, terdapat empat elemen utama yang beroperasi dalam proses difusi, yaitu  bentuk atau karakter inovasi itu sendiri,  saluran komunikasi yang ada,  waktu, dan  sistem sosial yang berlaku.
Menuurt  studi Havelock (1971) tentang model pengembangan dan penyebaran dan interaksi sosial, lebih menekankan pada usaha-usaha menghubungkan para pemakai dengan sumber pengetahuan baru. Studi Lazarfield (1944) mengungkapkan tentang informasi yang sampai kepada para tokoh yang berpengaruh (opnion leaders), yang pada awalnya berupa transfer informasi sederhana, kemudian informasi itu diteruskan kepada para pengikutnya. Dari berbagai pengalaman kegagalan inovasi teknologi pada skala besar, telah mendorong perlunya perencanaan dan perubahan keorganisasian, administratif dan individu (Cuban, 1986). Sekarang ini muncul perkembangan pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara organisasi beradaptasi dengan tantangan masyarakat modern, dengan segala sistem pemasaran yang baru, teknologi baru dan tuntutan perubahan yang terus menerus, sehingga pada akhirnya menggiring pemanfaatan sebagai implementasi dan institusionalisasi.
Persoalan-persoalan pengelolaan dalam bidang Teknologi Pembelajaran muncul akibat pengaruh aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanisme dalam komunikasi, motivasi, dan produktivitas. Metodologi dan teori pengelolaan telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang pengelolaan sumber dan proyek, termasuk pengelolaan perubahan. Sebagian besar prinsip-prinsip pengelolaan berasal dari manajemen/administrasi bisnis, seperti dalam pengelolaan proyek, pengelolaan sumber dan efektivitas pembiayaan.
Akhir-akhir ini mulai tumbuh perhatian mengenai efektivitas pembiayaan, sehingga kerangka teori ekonomi pun mulai digunakan dalam teknologi pembelajaran, seperti penggunaan teori ekonomi pengelolaan sumber yang dikembangkan oleh Henderson dan Quandt (1980).
Pengelolaan sumber telah lama menjadi masalah utama bagi guru dan petugas perpustakaan media karena keduanya diharapkan sebagai manajer sumber belajar. Sekarang ini konsep sumber lebih mengacu pada pengertian sumber belajar yang lebih luas dan bukan sekedar diartikan sebagai sarana audio-visual, melainkan mencakup pula barang cetak, lingkungan dan nara sumber (Eraut, 1989). Pengelolaan proyek sebagai suatu konsep, pada awalnya diperkenalkan sebagai “cara yang efisien dan efektif dalam menghimpun suatu tim, dimana pengetahuan dan keahlian anggotanya sesuai dengan siatuasi unik dan tuntutan teknis jangka pendek yang ditentukan oleh pemberi kerja”(Rothwell dan Kazanas, 1992).
Kelanjutan dari pengelolaan sumber ini adalan pengelolaan sistem penyampaian, yang berkaitan dengan sarana, seperti perangkat lunak dan keras, dukungan teknis untuk operator dan pemakai, serta karakteristik lain tentang pengoperasian sistem teknologi. Ini merupakan era baru praktek mendahului analisis teoritik tentang model. Komponen terakhir dari masalah pengelolaan adalah pengelolaan informasi. Teori informasi melahirkan suatu landasan yang dapat digunakan untuk memahami dan memprogram komputer. Hal ini berhubungan dengan perancangan dan penggunaan jaringan komputer untuk tranmisi, penerimaan dan penyimpanan informasi. Penerapan teori informasi ini jangkauannya semakin luas, dengan mencakup berbagai bidang kehidupan.
Analisis, asesmen dan penilaian memainkan peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan teknologi pembelajaran. Pada awalnya, penilaian sering dihubungkan dengan orientasi behavioristik. Tumbuhnya desain pembelajaran yang beorientasi pada tujuan (tercapainya perubahan perilaku), sehingga memunculkan pengujian dengan menggunakan acuan patokan. Hal ini terjadi pula dalam analisis kebutuhan atau analisis masalah.
Dengan masuknya pandangan kognitivisme dan konstruktivisme dalam desain pembelajaran, telah membawa implikasi terhadap proses analisis kebutuhan dengan cakupan yang lebih luas, yang tidak hanya berfokus pada isi semata, tetapi juga memberikan perhatian pada analisis pembelajar, analisis organisasi dan analisis lingkungan (Richey, 1992; Tessmer dan Harris, 1992). Penilaian dengan paradigma kognitif lebih banyak diorientasikan untuk kepentingan fungsi diagnostik.
Secara khusus, nilai-nilai yang mempengaruhi terhadap perkembangan teknologi pembelajaran, yaitu replikabilitas pembelajaran, individualisasi,  efisiensi, penggeneralisasian proses isi lintas, perencanaan terinci,  analisis dan spesifikasi, kekuatan visual serta pemanfaatan pembelajaran bermedia.
Konsep paradigma alternatif dalam menemukan pengetahuan baru-baru ini telah menjadi fokus utama dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam perpektif ilmiah, paradigma alternatif ini memiliki kecenderungan untuk menerima metodologi penelitian kualitatif, penelitian fenomenologis dan gerakan ke arah psikologi kontruktivis.
Bowers (1988) juga memberikan suatu tantangan yang meragukan bahwa teknologi betul-betul bersifat netral dan dapat dibentuk untuk memenuhi segala tujuan yang diinginkan.
Teknologi pembelajaran juga merasakan pengaruh ini, sebagai contoh Striebel (1991) mengemukakan pendapatnya bahwa komputer bukanlah hanya sekedar bentuk sistem penyampaian, tetapi sebagai suatu lingkungan yang memiliki nilai-nilai tertentu dengan segala kecenderungannya.
Gerakan psikologi konstruktivisme telah mempengaruhi terhadap Teknologi Pembelajaran. Menurut pandangan konstruktivisme bahwa disamping adanya relaitas fisik, namun pengetahuan kita tentang realitas dibangun dari hasil penafsiran pengalaman. Makna atas sesuatu tidak akan terlepas dari orang yang memahaminya. Belajar merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Konstruktivisme cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat otentik yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Ada semacam keengganan terhadap adanya perumusan pengetahuan secara rinci yang harus dikuasai, dan kengganan terhadap simplikasi atau regulasi isi, karena semua proses itu akan meniadakan arti penting konteks yang kaya yang memungkinkan terjadinya transfer.
Perspektif alternatif lain yang mempengaruhi teknologi pembelajaran adalah dari kelompok yang memandang penting atas keunggulan belajar situasional (situated learning). Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan “tugas otentik” dan berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan terjadi apabila pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara kontekstual”. Bila orang menekankan pada belajar situasional, maka logika kelanjutannya adalah memahami belajar sebagai suatu proses yang aktif, berkesinambungan dan dinilai lebih pada aplikasi daripada sekedar perolehan.
Gerakan teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga mengajukan perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para teknololog kinerja cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan tujuan organisasinya daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah adalah suatu produk dari berbagai pengaruh teori seperti cybernetic, ilmu menajemen, dan ilmu kognitif (Geis, 1986).
Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi.
Filsafat alternatif pun turut mewarnai terhadap perkembangan teknologi pembelajaran. Filsafat alternatif ini berkembang dari kelompok post-modernis (pasca-modern), yang telah melakukan analisis kritis terhadap berbagai landasan keyakinan tradisional dan nilai-nilai dalam bidang Teknologi Pembelajaran. Dalam perspektif post-modern, bahwa teknologi pembelajaran sebagai suatu kiat sekaligus sebagai ilmu. Hlynka (1991) menjelaskan bahwa post-modern adalah suatu cara berfikir yang menjunjung prinsip keanekaragaman, temporal dan kompleks, dari pada bersifat universal, stabil dan sederhana. Banyak implikasi filsafat post-modern untuk praktek dan teori desain sekarang ini, terutama tentang orientasi pemikiran yang menggunakan paradigma desain baru, dan tidak bersandarkan pada model desain yang sistematis. Filsafat post-modern lebih menyenangi pada hal-hal yang bersifat terbuka dan fleksibel, dari pada hal-hal yang tertutup, terstruktur dan kaku (Hlynka, 1991). Kekuatan teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri. Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek munculnya stimulus yang realistik, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang cepat, menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak antara pengajar dan pembelajar (Hannfin, 1992).
Perancang yang terampil dan kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam mengintegrasikan media,  menyelenggarakan pengemdalian atas pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas serta  mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang dan lingkungan kerja setiap individu.
Teknologi, disamping berfungsi menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media pembelajaran yang lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di lapangan dengan digunakannya sarana berbasis komputer dalam  mendukung tugas perancangan.
Aplikasi Terus Berkembang
Aplikasi teknologi pembelajaran berkembang sesuai dengan tuntutan dan perubahan. Dalam pendidikan khususnya pembelajaran akan berkembang aplikasi teknologi pembelajaran berbasis modern. Hal itu wajar karena teknologi pembelajaran harus up to date. Meski demikian teknologi aplikasi pembelajaran yang semakin canggih dan modern itu akan menjadikan produk  media komputer meraup untung yang sangat besar. Termasuk para penyedia teknologi dan perangkat-perangkat lunaknya juga ikut menikmati keuntungan dan profit pengembangan aplikasi model belajar pada abad 21. Sementara penyedia jaringan listrik (PLN) mendapatkan untung dari sumber daya listrik yang digunakan oleh para konsumen.