Kamis, 30 Juni 2011

PSIKOLOGI


Mengenal Sekilas Carl Gustav Jung
dan Teori Psikologinya
Oleh : Nelson Sihaloho

Carl Gustav Jung merupakan salah satu ilmuwan Swiss yang dilahirkan disebuah desa kecil bernama Kesswil pada tanggal 26 Juli 1875. Desa kelahiran Car Gustav Jung merupakan daerah yang berbatasan dengan lereng pegunungan Alpen atau berada dipinggiran danau Costante.
Apabila ditelusuri dari sejarahnya, Car Gustav Jung mulai belajar bahasa Latin dari ayahnya ketika ia berusia 6 tahun. Pada usianya yang masih tergolong dini ini, oleh ibunya bernama Emilie Preiswerk diperkenalkan dengan studi tentang perbandingan berbagai agama melalui komik-komik. Jung menaruh minat yang sangat bersar terhadap gambar-gambar eksotik dewa-dewa dalam agama Hindu.
Semasa di gymnasium (SMA) Jung melanjutkan pendidikan di Universitas Basel dimana  Jung sebenarnya tertarik dengan bidang arkeologi. Karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan, akhirnya pilihan jatuh pada bidang kedokteran. Alasannya adalah bahwa dengan menjadi dokter (kelak), Jung masih bisa mewujudkan keinginannya memperdalam arkeologi.
Karena kurikulum pada fakultas kedokteran mensyaratkan mata kuliah psikiatri dan Jung tidak tertarik dengan mata kuliah ini hingga suatu saat pada tingkat akhir Jung membaca tulisan Richard von Krafft-Ebing (Lehrbuch der Psychiatrie) yang sering disebut dengan teksbook tentang Psikiatri. Karena Jung melihat peluang bahwa psikiatri adalah cara atau jalan untuk menggabungkan minatnya di bidang filsafat dengan komitmennya terhadap natural sciences.
Tahun-tahun terakhir sebagai mahasiswa kedokteran berdasarkan fakta tulisan dari berbagai sumber mengungkapkan ada dua pengalaman yang tidak terlupakan oleh  Jung sehingga membuatnya takjub akan para psikologi (studi tentang gejala-gejala kehidupan yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah). Berdasarkan fakta dari berbagai sumber itu terungkap bahwa pengalaman pertama terjadi dimana pada suatu hari ketika Jung sedang belajar di rumahnya. Jung mendengar suara yang sangat keras, seperti bunyi pistol yang meletup dari ruang makan yang terletak di sebelah kamarnya.
Suara itu ternyata berasal dari sebuah meja yang terbuat dari kayu walnut utuh yang sudah berumur 70 tahun. Meja itu terbelah dari pinggir hingga ke bagian tengahnya. Jung tidak bisa menemukan jawaban mengapa peristiwa itu bisa terjadi. Pengalaman kedua terjadi dua minggu kemudian. Ketika Jung kembali ke rumahnya pada suatu malam, Jung menemukan perabotan rumahnya porak poranda. Ibu dan adik perempuannya maupun pembantunya juga mendengar suara yang sangat keras dari ruang makan namun mereka tidak menemukan sesuatu yang pecah atau jatuh.
Jung kemudian memeriksa ruang makan, dan akhirnya menemukan sesuatu. Di dalam almari makan, didapatinya pisau roti telah terpotong menjadi 4 bagian yang terpisah. Peristiwa ini begitu mengesankan Jung, hingga kemudian Jung menyimpan potongan pisau roti itu sebagai barang bukti. Perhatiannya terhadap parapsikologi semakin besar beberapa minggu setelah kejadian pisau roti itu, ketika Jung mendapati seorang gadis berusia 15 tahun yang mengalami trance dan memperoleh penglihatan (vision) dan bisa berkomunikasi secara ajaib.
Trance sebagaimana menurut definisi Jung, adalah sesuatu yang spontan. Namun dalam kondisi yang demikian, gadis tersebut bisa berkomunikasi dalam bahasa dan dialek Jerman secara fasih (bukan seperti lazimnya dialek gadis desa di Swiss).  Fakta juga mengungkapkan bahwa Jung mencatat kejadian itu dan kemudian menjadikannya fenomena gadis kecil itu sebagai salah satu bagian penting dari disertasi doktornya.
Tulisannya tentang kejadian tersebut dipublikasikan Jung dengan judul Zur Psychologie und Pathologie sogennanter occulter Phanomene (Tentang Psikologi dan Patologi Fenomena yang disebut dengan Okultis.
Dari Dokter ke Psikologi
Jung lulus sebagai dokter pada tahun 1900 dan kemudian diangkat sebagai dokter pembantu di sebuah rumah sakit terkenal bernama Burgholzli, di Zurich  dimana Eugene Bleuler adalah dokter kepala dib idang psikiatri di rumah sakit tersebut.
Bleuler dikenal sebagai orang yang memiliki minat yang sama dengan Jung dalam hal parapsikologi. Dua tahun kemudian Jung dipromosikan sebagai dokter senior dan juga diminta untuk mengajar mata kuliah psikiatri di Universitas Zurich.
Selanjutnya pada tahun 1902-1903, bersama Pierre Janet (orang pertama yang mencetuskan ide tentang psikiatri dinamis sebagai pengganti psikiatri konvensional atau psikiatri abad XIX) Jung belajar di Paris.
Janet memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap Jung. Bahkan beberapa tahun kemudian, Jung menyatakan bahwa dalam hidupnya, dirinya hanya memiliki dua guru yaitu Bleuler dan Janet.
Bahkan di RS Burgholzli - sebelum dan sesudah Jung belajar di Paris, Bleuler menaruh perhatian besar terhadap karir Jung. Bleuler membantu Jung dalam penyediaan laboratorium di RS untuk keperluan penelitian parapsikologi.
Tahun 1904, sekembalinya dari Paris Jung bersama dengan beberapa rekan dokter melakukan eksperimen yang dikenal dengan Tes Asosiasi Kata (Word Association Test = WAT).
Bleuler sangat mendukung usaha Jung, karena umumnya para psikiatris di Swiss pada waktu itu selalu mengkaitkan penyakit mental atau kejiwaan disebabkan oleh faktor organik, fisik. Eksperimen Jung dalam WAT inilah yang kemudian mengantarkannya berkenalan dengan tokoh psikologi bernama Sigmund Freud tokoh psikoanalisa dari Jerman.
Tahun 1903 Jung menikah dengan Emma Rauschenbach. Mereka dikaruniai tiga orang putri dan satu orang putra. Jung dan Emma kemudian membangun keluarga mereka di Kusnacht, yang dikenal dengan kota satelit dari Zurich. Mereka menetap dikawasan itu hingga akhir hayat mereka.
Tahun 1948, Jung mendirikan sebuah institut di Zurich untuk meneruskan penelitian-penelitiannya bahkan sebagai  wadah untuk melatih mereka yang berminat menjadi (psiko)analis.
Jung juga banyak menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam tulisan, termasuk banyak melalukan perjalanan baik untuk mengajar dan lebih sering mengumpulkan data atau informasi terutama tentang Mimpi dan hal lainnya yang berhubungan dengan teorinya.
Jung mengunjungi Afrika, India, Inggris dan juga Amerika. Jika tidak melakukan perjalanan, Jung senantiasa menyelenggarakan seminar mingguan baik di Zurich, Jerman dan juga di Inggris. Dalam mendidik, Jung menerapkan pendekatan informal namun dia memegang teguh kebiasaan bahwa para anak didiknya yang berniat untuk menjadi (psiko)analis harus melalui proses analisis individual yang dilakukannya sendiri. Jung dikenal sebagai pribadi dan pendidik yang terbuka terhadap gagasan-gagasan baru sebagaimana tercermin pada apa yang dikatakannya.
Minatnya terhadap kehidupan psikisnya tercermin dalam buku yang berjudul “Memories, Dreams, Reflections (Ingatan, Mimpi dan Renungan) yang menggambarkan kehidupan seorang ilmuwan yang penuh keteladan diri dan dipengaruhi oleh aspek-aspek teori psikologi yang dikembangkannya.
Pada tahun 1945 usia Jung mendekati 70 tahun dan mulai mengurangi kegiatannya sebagai analis dan mengkhususkan diri untuk menulis dan mengajar. Jung meninggal di Kusnacht, Swiss pada tanggal 6 Juni 1961 hanya beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke 86.
Teori Jung
Carl Gustav Jung banyak melakukan eksprimen dibidang psikoanalitik seperti psyche yang tampak yang sering disebut dengan  (Visible Psyche) dan Bawah Sadar (Unconscious). Psyche adalah merupakan gabungan atau jumlah dari keseluruhan isi mental, emosional dan spiritual seseorang. Karena merupakan gabungan dari sejumlah unsure, kita sering mendapati bahwa Psyche kita menunjukkan atau tampak sebagai sesuatu yang kontradiktif atau bertentangan. Ada tiga hal yang menjadi prioritas utama dari teori Jung yaitu persona, ego dan tipologi.
Persona merupakan wajah kepribadian yang ditunjukkan kepada dunia luar, dengan maksud agar dapat diterima dan dihargai secara sosial. Wujud nyata dari Persona adalah perilaku atau sopan santun yang kita tunjukkan, misalnya dengan berkata sopan dan lain-lain. Orang tidak akan mengenakan topeng yang sama untuk setiap kesempatan atau pada setiap waktu atau tempat. Setiap topeng adalah merupakan respon terhadap situasi atau individu yang spesifik.
Persona bermanfaat untuk adaptasi dengan dunia (luar). Tanpa Persona yang berkembang, orang akan menemui kesulitan sosial untuk mencapai tujuan tertentu dengan mengandaikan impresi atau kesan positif dari orang lain.Dalam beberapa kasus, Persona seseorang bisa menimbulkan konflik dengan harapan orang lain. Persona sebagaimana yang diinginkan (oleh dunia luar) kadang juga dapat dibentuk secara sengaja dan dapat berhasil atau berfungsi dengan baik. Persona adalah juga bersifat mandiri dan bisa memunculkan konflik dengan harapan atau kesadaran seseorang.
Ego atau saya dalam bahasa Latin adalah merupakan pusat dari kesadaran  inisiator, pengarah dan pengamat terhadap pengalaman-pengalaman (kesadaran) seseorang. Sedangkan pusat dari keseluruhan kepribadian (baik kesadaran maupun bawah sadar) disebut dengan Self. Sebagai pusat dari kesadaran, ego yang berfungsi dengan baik akan menerima realitas secara akurat dan akan mampu memilah dunia luar dari inner images. Ego semacam ini akan mampu mengarahkan pikiran dan tindakan seseorang.
Pembentukan Ego menurut teori Jung, dimulai dengan benturan antara kebutuhan fisik seseorang dengan lingkungannya. Sebagai pusat dari kesadaran, ego menjamin atau menyediakan kesinambungan (continuity) terhadap kepribadian. Hal ini terlihat sewaktu kita berbicara. Ego akan membawa kenangan yang akan dapat menghubungkan seseorang dengan masa lalunya bahkan dengan kompleksitas pengalaman-pengalamannya saat ini.
Selanjutnya adalah, tipologi. Setiap orang adalah unik karena dipenuhi oleh pengalaman-pengalaman historis yang begitu banyak dan beragam. Tanggapan kita terhadap pengalaman-pengalaman ini adalah hasil dari temperamen yang belum tampak (inborn temperament) dimana bahan dasar yang sifatnya majemuk dari tanggapan-tanggapan yang kita tunjukkan sebelumnya.
Berdasarkan teori kepribadian Jung, memiliki ego, persona dan komponen lain dari psyche, masing-masing dengan karakter kepribadian individual. Meskipun demikian, ada kesamaan di antara individu yang berbeda dimana dapat ditarik suatu benang merah untuk membentuk suatu dimensi.
Jung mengembangkan teori tentang type yang kemudian dikenal dengan Tipologi Jung” berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan Sigmund Freud dengan para pengikutnya diantaranya Alfred Adler. Adler dan Freud tidak sependapat tentang asal-muasal neurosis.
Namun bagi Freud, asal atau sebab neurosis adalah konflik seksual sedangkan Adler menyatakan konflik social  khususnya keinginan terhadap kekuasaan. Perbedaan ini sebagaimana diamati oleh Jung, adalah merupakan perbedaan cara pandang dalam mengalami dunia luar.
Menurut Leona Tyler seorang professor psikologi dan pengarang buku The Psychology of Human Difference” (1965) menyatakan bahwa Jung adalah orang pertama yang menggunakan istilah, extraversion dan introversion untuk menggambarkan kepribadian  atau tipe-tipe psikologis, sekalipun perbedaan di antara keduanya sudah ada selama berabad-abad silam.
Berdasarkan penelusuran literatur sejarah, Jung menemukan hal yang sama misalnya perbedaan ideologis antara Carl Spittler dan Johann Wolfgang Goethe, antara Apollo dan Dionysius. Jung melihat Freud sebagai seorang yang extraversi sedangkan Adler sebagai introversi. Perbedaan-perbedaan inilah kelak yang diduga pemicu perpisahan antara Freud dan Jung. Introversion menaruh perhatian terhadap faktor-faktor subyektif (subjective factors) dan tanggapan internal (inner response). Orang dengan tipe ini akan menikmati kesendiriannya dan akan mencurahkan perhatiannya terhadap hal-hal yang sifatnya subyektif. Seorang introvert secara relatif akan memiliki teman yang lebih sedikit namun ia akan sangat setia, loyal terhadap mereka. Ia akan tampak sebagai pemalu dalam situasi sosial, dan mungkin juga sangat hati-hati, pesimistis dan kritis. Sebaliknya, seorang extravert akan menaruh perhatian lebih pada dunia di luar dirinya.
Tipe kepribadian ini akan berpengaruh terhadap perasaan, pikiran dan perilaku seseorang, dan ia akan berada di bawah kendali ego. 
Jung mengawali pekerjaannya sebagai seorang psikiatris dan menulis teori-teori psikologi tentang orang dewasa. Kebersamaannya dengan Freud adalah merupakan tahun-tahun yang penting terhadap perkembangan intelektual dan professional Jung bahkan hal demikian tidak pernah disangkal oleh Jung.
Tahun 1906 Jung mengirimi Freud copy pertama dari Diagnostic  Assocation Studies : Contributions to Experimental Psychopathology yang disuntingnya dan berisikan 6 studi dari Jung dan dokter-dokter lainnya di RS Burgholzli. Freud memberikan catatan dan juga copy pertama dari Collected Short Papers on the Theory of the Neuroses.
Jung menyadari bahwa teori-teorinya tidak sama dengan teori-teori Freud. Namun di atas perbedaan ini, atas dukungan Freud, Jung diangkat menjadi presiden dari International Psychoanalytic Association (IPA) tahun 1910.
Berdasarkan penelusuran literatur, Jung sendiri pernah menyebut dirinya sebagai murid Freud bahkan menyatakan loyalitasnya pada Freud. Sebagian besar karya Jung sama sekali tidak mencerminkan ciri-ciri Freudian (pengikut Freud). Ada juga pendapat umum yang mengatakan bahwa Jung sebenarnya hanya menyimpang sedikit dari teori-terori Freud. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pemikiran-pemikiran Jung adalah orisinal, asli khususnya mengenai sistem psikologi, psikoterapi dan analisis tentang mimpi sangat berbeda dengan psikoanalisis Freud. Masih banyak hal yang sebenarnya harus dikemukakan tentang Carl Gustav Jung salah seorang ilmuwan yang besar meskipun di beberapa Fakultas Psikologi dibeberapa Universitas di Indonesia materi kuliah tentang Carl Gustav Jung telah ada yang dihilangkan.
Menurut hemat penulis teori Carl Gustav Jung memilki banyak manfaat terutama untuk pendidikan, psikologi belajar hingga psikologi masa depan. (dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber).

PENDIDIKAN


Catatan Tentang Pemberian Sertifikasi Guru
Tatkala Oknum Guru Jadi “Penipu” dan “Pembohong”
Oleh : Nelson Sihaloho
United Nation Development Programe (UNDP) 1990 menyatakan bahwa pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh, manusia. Diantara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk merupakan akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Dua buah elemen yang tidak dapat dipisahkan dalan dunia pendidikan yakni lembaga pendidikan dan guru yang memiliki pengaruh besar dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM)  berkualitas yang mampu berkompetisi dalam masyarakat. Guru dan anak didik adalah memiliki hubungan erat dalam mendukung terciptanya pembangunan bangsa yang berkelanjutan.
Kebijakan yang mengharuskan para guru memperoleh sertifikasi dan memberikan kompensasi yang memadai merupakan bentuk usaha konkrit dalam menghasilkan para guru yang memiliki profesionalime dalam bidangnya. Dengan lahirnya para guru yang profesionalisme pada bidangnya diharapkan usaha dan cita-cita pada lahirnya lulusan yang memiliki SDM tinggi adalah akan terwujud. Namun pada praktik dan kenyataannya dilapangan diduga banyak ditemukan penyimpangan-penyimpangan dalam pemberian sertifikasi guru dalam jabatan. Suatu hal yang sangat ironis adalah beban kerja guru yang semestinya minimal 24 jam  tatap muka-40 jam tatap muka yang sebenarnya berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi dalam jabatan. Kenyataannya diduga ada beban kerja guru dibawah 24 jam (22 jam, 20 jam, 18 jam, 16 jam bahkan 12 jam tatap muka) juga mendapatkan tunjangan sertifikasi.
Dengan kondisi itu diduga semakin banyak oknum guru jadi “penipu” dan “pembohong” kepada negara. Bila disuatu daerah ada ribuan guru yang beban kerja guru tidak memenuhi persyaratan maka setiap bulannya puluhan milyar negara dirugikan oleh oknum-oknum guru yang menipu dan pembohong itu. Semestinya guru yang harus digugu dan ditiru pada era sekarang berubah  menjadi pelaku tindak pidana korupsi yang tega menerima hak yang bukan haknya. Ibarat kewajiban meski kewajiban guru belum terpenuhi dana terus dikucurkan oleh pemerintah. Inilah type-type baru guru profesional yang melakukan modus operandi pembohongan kepada negara.
Profesi Guru
Pekerjaan seorang guru adalah sebuah profesi yang mulia. Menurut Endang Komara, (2006) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Mc Cully (1992) menyatakan profesi adalah a vocation an wich profesional knowledge of some departement a learning science is used in its application to the of other or in the practice of an art found it”.
Freidson (2000) menyatakan bahwa, “profesionalisme adalah sebagai komitmen untuk ide-ide profesional dan karir”. Hubungan antara professional dan profesi dalam konteks pekerjaan  sebagaimana dikemukakan Wina Sanjaya (2005)  bahwa pekerjaan profesional didukung oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalm bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya.
Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya. Sebagai suatu profesi, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan. Pekerjaan seorang guru adalah sebuah pekerjaan yang berprofesi khusus (special profesion) yaitu mendidik dan mengayomi seorang anak didik dari kondisi tidak mengerti atau kurang mengerti kearah yang lebih baik. Penegasa pekerjaan guru adalah sebuah pekerjaan yang khusus juga ditegaskan dalam UU Guru pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip professional. Karena kita melihat pekerjaan seorang guru adalah sangat spesifik atau khusus maka untuk mendorong kearah spesialisasi  yang lebih dalam adalah dengan mensertifikasikan para guru secara profesional.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam hal ini Departement Pendidikan untuk meningkatkan dan menerapkan suatu management profesional bagi para guru di Indonesia adalah dengan mengharuskan para guru memiliki dan mengikuti sertifikasi guru. Dalam pasal 1 butir (11) UUGD (Undang-undang Guru dan Dosen) disebutkan  bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen.  Menurut Hasibuan (1986) sebagai key person guru harus melaksanakan perilaku-perilaku mengenai  kejelasan dalam menyampaikan informasi secara verbal maupun non verbal,  kemampuan guru dalam membuat variasi tugas dan tingkah lakunya, sifat hangat dan antusias guru dalam berkomunikasi, perilaku guru yang berorientasi pada tugasnya saja tanpa merancukan dengan hal-hal yang bukan merupakan tugas keguruannya. Kesalahan guru dalam menggunakan gagasan-gagasan yang dikemukakan siswa dan pengarahan umum secara tidak langsung,  perilaku guru yang berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada siswanya dalam mempelajari tugas yang ditentukan, perilaku guru dalam memberikan komentar-komentar yang terstruktur, perilaku guru dalam menghindari kritik yang bersifat negatif terhadap siswa,  perilaku guru dalam membuat variasi keterampilan bertanya, kemampuan guru dalam menentukan tingkat kesulitan pengajarannya serta   kemampuan guru mengalokasikan waktu mengajarnya sesuai dengan alokasi waktu-waktu dalam perencanaan satuan pelajaran.
Guru yang professional harus memiliki kompetensi. Kompetensi menurut  Lefrancois (1995) “kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu yang dihasilkan dari proses belajar.” Richard N. Cowell (1988) berpendapat  bahwa kompetensi dilihat sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif.
SDM dan Sertifikasi Guru
Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan.
Ujian sertifikasi yang diberikan kepada para guru adalah memiliki bebagai efek positif bagi pendidikan di Indonesia yaitu memfungsikan para guru sebagai pengontrol mutu pendidikan di lembaga pendidikan, memposisikan diri guru menjadi jauh lebih terhormat dan mulia serta  menjauhkan profesi guru dari praktik-praktik yang bersifat tidak sehat dan mencemarkan nama baik guru. Mensistematiskan peningkatan kualitas pendidikan di tanah air karena telah memprogramkan peningkatan kualitas guru secara terprogram, menghasilkan guru sesuai dengan kompetensi dan keahlian yang dimilikinya, memberikan rasa percaya diri dikalangan para guru untuk tampil sebagai pendidik dan pemikir bagi pengembangan dunia pendidikan di tanah air serta menghasilkan guru yang professional pada bidangnya.

Pendidikan begitu memegang peran penting dalam era globalisasi ini. Menurut Anthony Giddens dalam bukunya yang berjudul “The Global Third Way Debate” mengatakan bahwa kemakmuran ekonomi jangka panjang suatu bangsa berkaitan dengan kemampuannya dalam kapasitas inovasi, pendidikan, dan riset.
Faktor penyebab dari kurang memuaskannya mutu pendidikan di Indonesia dengan melihat output siswa yang sebagian tidak sesuai dengan yang diinginkan adalah kurangnya strategi yang jitu dalam membawa bangsa Indonesia ke depan.
Saat ini guru berhadapan dengan tuntutan kualitas profesi, amanah dari orang, masyarakat, stakeholder, pemerintah dan karena guru tetap dianggap memiliki akuntabilatas atas keberhasilan pembalajan akademis siswa. Permasalahan guru di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai dan akan ikut menentukan mutu pendidikan nasional. Program peningkatan kemampuan sumber daya pendidikan berupa training for trainers atau kemampuan untuk belajar terus untuk meningkatkan kualitas bagi para pendidik merupakan suatu hal yang harus diperhatikan. Hingga kini persoalan guru belum pemah terselesaikan secara tuntas. Pada era reformasi dan disentralisasi pendidikan saat ini, guru semestinya dapat lebih mendapatkan pemberdayaan baik dalam arti profesi maupun kesejahteraan. Sebab saat ini pendidikan menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga berbagai persoalan yang terkait dengan profesionalisme dan kesejahteraan guru tentu dapat langsung dipantau oleh pemerintah daerah.
Tetapi usaha kerah itu, belum terlihat secara nyata dilakukan oleh pemerintah, sementara guru selalu dihadapkan pada tuntutan profesionalisme dan harus mengikuti perubahan yang terjadi begitu cepat di masyarakat. Guru  saat ini berhadapan  dengan kondisi ”ekstrim” yaitu akan terjadi percepatan ilmu pengetahuan melalui informasi internet dan media  lain. Guru sekarang, harus menguasai kemampuan akademik, pedagogik, sosial dan budaya, teknologi informasi, mampu berpikir kritis, mengikuti dan tanggap terhadap setiap perubahan serta mampu menyelesaikan masalah. Guru dengan kemampuan artifisialnya dapat membelajarkan siswa dalam jumlah besar, bahkan dapat melayani siswa yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Guru bukan lagi hanya mengendalikan siswa yang belajar di kelas, tetapi ia mampu membelajarkan jutaan siswa di "kelas dunia" memberi pelayanan secara individual pada waktu yang bersamaan. Permasalahan guru, baik secara langsung maupun tidak langsung sangat terkait dengan mutu profesionalisme guru yang dianggap ”belum optimal”. Oleh karena itu, permasalah guru harus diselesaikan secara komprehensif yang menyangkut dengan semua aspek yang terkait yaitu aspek kualifikasi, kualitas, pembinaan, training profesi, perlindungan profesi, manajemen, kesejahteraan guru dan fasilitas.
Guru dengan kemampuannya diharapkan dapat mengembangkan dan membangun tiga pilar keterampilan, yaitu learning skills, yaitu keterampilan mengembangkan dan mengola pengetahuan dan pengalaman serta kemampuan dalam menjalani belajar sepanjang hayat. Thinking skills, yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk menghasilkan keputusan dan pemecahan masalah secara optimal serta living skills, yaitu keterampilan hidup yang mencakup kematangan emosi dan sosial yang bermuara pada daya juang, tanggungjawab dan kepekaan sosil yang tinggi.  Dari berbagai kajian dan pengamatan sekolah sebagai “institusi pendidikan” mungkin akan tergeser perannya dan sudah tidak menjadi sumber informasi satu-satunya, bahkan bukan lagi menjadi pencetus sumber informasi yang mutakhir. Guru juga dituntut berubah peran menjadi fasilitator yang membelajarkan siswa hingga menemukan sesuatu (scientific curiosity)], bersikap demokratis serta menjadi profesional yang mandiri dan otonom. Proses pembelajaran lebih terfokus pada outcomes competency dan peningkatan relevansi dengan kebutuhan masyarakat.
Ada lima hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan profesionalisme guru yaitu guru harus menguasai kemampuan-kemampuan dan keterampilan dasar pembelajaran secara baik,  guru berusaha meningkatkan kualitasnya dengan mengikuti pelatihan dalam bidang keterampilan baru yang diperluakn guru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. harus membuat penilaian atas kinerjanya sendiri atau mau melakukan otokritik terhadap kinerjanya, kritik yang membangun, pendapat dan berbagai harapan masyarakat harus menjadi perhatian sebagai upaya perbaikan kinerja guru serta, guru harus berusaha memperbaiki profesionalismenya sendiri dan masyaraakat hanya membantu mempertajam dan menjadi pendorong untuk meningkatkan profesi guru. Penilaian atas kinreja guru misalnya diduga tidak valid dengan beban kerjanya. Akibatnya semakin banyak penyimpangan dan pembohongan yang dilakukan oleh guru terhadap dirinya sendiri, masyarakat maupun terhadap negara atas tunjangan profesi yang diterimanya satu kali dari gaji pokok itu. Sekitar 2,2 juta jumlah guru yang ada ditanah air. Pernahkah instansi terkait melakukan penelitian terhadap beban kerja guru pada masing-masing sekolah? Berapa banyak guru yang memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka?. Pernahkah pihak Bank atau inspektorat daerah, pengawas pendidikan instansi terkait melakukan pencocokan data ke sekolah-sekolah dengan data guru-guru penerima tunjangan sertifikasi sesuai dengan roster yang tertera di papan tulis suatu sekolah?. Mengapa penyimpangan penerimaan tunjangan sertifikasi guru terus dibiarkan?. Mengapa oknum guru yang tidak mampu memenuhi beban kerja minimal 24 jam tatap muka itu mendapatkan tunjangan sertifikasi?. Mengapa dugaan penyimpangan penerimaan tunjangan sertifikasi guru itu tidak pernah diusut?. Ada apa dibalik itu semua? Karena itu sudah saatnya penegakan supremasi hukum dilakukan terhadap penerima tunjangan sertifikasi guru yang menyimpang itu. Bila perlu pemerintah perlu menerapkan aturan baru jika guru tidak mampu naik pangkat 6 tahun dari golongan IV/a ke IV/b tunjangan sertifikasinya dihentikan. Hal itu jauh lebih baik  jika negara ini mempekerjakan oknum-oknum guru bermental “penipu” dan “pembohong”. (disarikan dari berbagai tulisan yang relevan).