Kamis, 24 November 2011

PENDIDIKAN


Pendidikan dan Globalisasi Ekonomi

Oleh: Nelson Siohaloho

 

Berbicara masalah sumber daya manusia kunci pokoknya terletak pada pendidikan. Semakin baik mutu dan kualitas pendidikan yang kita berikan kepada peserta didik maka akan semakin baik kualitas sumber daya manusia yang kita hasilkan.

Dalam perspektif ekonomi semua bidang bisa diubah menjadi sumber penghasilan padahal belum tentu pakar ekonomi mampu menghasilkan barang dan jasa. Banyak para pakar-pakar ekonomi meramalkan ekonomi masa depan masuk dalam tataran  ekonomi global.

Kadangkala sangat ironis kita membicarakan masalah ekonomi tanpa lebih terlebih dahulu kita melihat secara komprehensif kondisi pendidikan. Globalisasi ekonomi tidak akan berjalan dengan baik apabila semua komponen-komponen dan indikator-indikator yang berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM) tidak tersedia.

Semestinya para pakar ekonomi harus melihat secara konseptual dan mendasar tentang SDM-SDM bangsa ini sebelum kita berbicara globalisasi ekonomi. Pendidikan sebagai faktor kunci pokok dalam mempersiapkan SDM dalam globalisasi ekonomi selain sebagai pilar utama dan pionir juga sebagai lembaga yang secara terus menerus mempersiapkan generasi-generasi berkelanjutan.

Saat pendidikan kita kekurangan dana, para pakar-pakar ekonomi, politik, teknologi, sosial dan lain sebagainya sibuk dengan urusannya. Kita tidak perlu heran kalau uang atau kapital selalu menjadi nomor satu dalam kehidupan. Dari sisi pendidikan ilmu pengetahuan alam dan sosial merupakan dua induk ilmu yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Teknologi adalah ilmu yang berkembang kemudian. Intinya teknologi tidak akan berkembang tanpa ilmu pengetahuan dan sosial.

Menyikapi persoalan itu pendidikan sebagai human invesment harus ditempatkan pada koridor utama dalam mengarungi memperhatikan perkembangan dunia yang semakin mengglobal untuk meningkatkan daya saing. Para pakar ekonomi cenderung berpikir bahwa peningkatan daya saing antara lain dapat ditempuh dengan meningkatkan efisiensi perekonomian melalui penghapusan berbagai hambatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Dalam konteks jangka panjang  adalah untuk mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development), diperlukan peningkatan produktivitas nasional secara terus-menerus. Dua unsur utama yang berpengaruh pada peningkatan produktivitas adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pengembangan sumber daya manusia.

Munculnya berbagai krisis ekonomi selama beberapa tahun belakangan ini karena semua negara-negara didunia memiliki pola pikir ekonomi. Pembangunan ekonomi  suatu negara yang dibangun dengan kokoh selama berpuluh-puluh tahun bisa hancur dalam 2 minggu jika terjadi tuntutan dari rakyat untuk menggulingkan para pemimpin disuatu negara. Rakyat yang terus terhimpit karena harga-harga terus merangkak naik tanpa ada kestabilan ekonomi akan melakukan berbagai upaya untuk mendesak pemerintah untuk menjaga kestabilan harga-harga di pasaran.
Gejolak ekonomi yang membuat rakyat resah konon tidak bisa dipecahkan oleh para pakar-pakar ekonomi. Alhasil “gelar-gelar profesor ekonomi” yang melekat pada “profesor-profesor” itu akhirnya tidak memiliki arti bila tidak mampu memecahkan masalah ekonomi yang dihadapi oleh rakyat. Karena itu semua pemimpin-pemimpin dunia, pakar-pakar ekonomi, teknologi dan lain sebagainya harus menempatkan sektor pendidikan sebagai basis utama untuk mengarungi era globalisasi.
SDM Indonesia Menghadapi Era Global
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yaitu bagaimana menciptakan  SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global. Fakta berbagai sumber mengungkapkan ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia. Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada  krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya  sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment).
Kemudian angkanya terus meningkat selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta dan tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia  masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2%. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan  kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia  lebih dari 300.000 orang. Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh
produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan  dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil  tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung, bukan berasal dari kemampuan
manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi.
Sudah seharusnya bangsa Indonesia  secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan  SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional. Ada tiga hambatan yang
menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja.  Hambatan  kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Masalah dalam kurikulum  sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan  mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih  disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Menurut World  Competitiveness Repor, negara Indonesia  menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8),  Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia akan terjadi dalam berbagai bentuk.
Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan.  Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia,  tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar domestik.
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi terhadap pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu  tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud apabila didukung oleh SDM yang handal.  Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan  dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang kompetitif baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun  sikap mental, sehingga menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi,  penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Karena itu dimensi daya saing dalam SDM  semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang  harus dikedepankan.
Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada  era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada  cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan  perbankan. Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukan  memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang
mempertajam kesenjangan ekonomi.
Untuk menghadapai tuntutan globalisasi itu seharusnya sektor pendidikanlah yang harus diutamakan oleh pemerintah untuk mendapatkan pembiayaan yang layak sehingga pembangunan ekonomi maupun bidang ekonomi lainnya bisa berjalan selaras dalam konteks ekonomi global.
Kembangkan Manajemen SDM Guru
Menurut Rue & Byars (2000: 4) mengartikan Management is a form of work that involves coordinating an organization’s resources-land, labour, and capital to accomplish organizational objectives”.
Sedangkan Faustino Cardoso Gomes (2002: 1-2) menyatakan bahwa manajemen  merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas. Secara umum, sumber daya yang terdapat dalam suatu organisasi dapat dikelompokkan atas dua macam, yakni (1) sumber daya manusia (human resource), dan (2) sumber daya non-manusia (non-human resource). Kelompok yang termasuk dalam sumber daya non-manusia antara lain modal, mesin, teknologi.
Noe (2003: 3) menyatakan bahwahuman resource management refers to the policies, practices, and systems that influence employees’ behavior, attitudes, and performance. Human resource practices play a key role in attracting, motivating, rewarding, and retaining employees.
Pengembangan menurut Beebe, et.al (2004: 8) adalahThe concept of development is a process often linked to both training and human resources. The word development added to other terms suggests a broadening of the behaviors or strategies to achieve a goal. Development is any behavior, strategy, design, restructuring, skill or skill set, strategic plan, or motivational effort that is designed to produce growth or change over time. Development is a process of helping the organization or individuals in the organization do their jobs more effectively. Development involves a set of strategies that can help an individual or organization change to perform more effectively in achieving individual or corporate vision, mission, and goals.
Adapun keuntungan adanya pengembangan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi menurut Decenzo & Robbins (1999: 232) adalah Pengembangan memberikan pendidikan yang diperlukan oleh pegawai dalam memahami dan menginterpretasikan ilmu pengetahuan. (2) Pengembangan memfokuskan pada perkembangan pegawai secara individual. (3) Pengembangan memberikan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan secara menyeluruh. (4) Pengembangan menciptakan sumber daya manusia yang mampu untuk menjabat pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar, analitis, memilki rasa kemanusiaan, terkonsep dan memilki ketrampilan yang khusus. (5) Pengembangan menciptakan sumber daya manusia yang mampu untuk berpikir dan memahami secara logis.
Pengembangan SDM ini menurut Decenzo & Robbins (1999: 234-236) terdapat beberapa metode yang merupakan gabungan dari metode-metode dalam on-the job techniques (job rotation, assistant to positions, and committee assigments and off the job methods (lecture courses and seminars, simulation exercises, and outdoor training)”.
Sebagai orang yang bertugas mengajar dan mendidik, guru akan melaksanakan berbagai macam kegiatan demi tercapainya tujuan pendidikan. Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran .
Menurut Fullan, M (1997: 142) profesionalisme guru adalah “ The professionalization reforms at the national and state levels center on teachers’ demonstrated knowledge base (as reflected in standards for teacher education program accreditation and candidate assessment), on conditions surrounding teacher certification and licensure, and on the structure of career opportunities in teaching. At the local level, professionalization tends to take the form of extended assistance to new teachers, and experiments in side-based decision making”.. Sedangkan konsep pengembangan profesionalisme menurut Alba, G.D & Sandberg (2006: 384) adalah “The concept of professional development is not clearly delimited. A profession traditionally is defined as being based on systematic, scientific knowledge. Preliminary development of professional skill has occurred largely through designated higher education programs, with subsequent development taking various forms”.
Pengembangan profesionalisme guru menurut The State of Queensland (Department of Education, Training and the Arts) (2006)  yaitu “ The Professional Development and Leadership Institute has been established in recognition that professional development is fundamental to the professional practice of teachers, to ensure that students benefit from dynamic and futures-oriented professional development experiences. Support for ongoing teacher professional development is central to quality schooling and promoting professionalism and a sense of scholarship within the teaching community. Both forms of professional development play important and independent roles in improving school organisational capacity and in enhancing teacher capital. Taken together, study findings on professional development and individual teacher capital suggest that a systemic focus on increasing individual teacher capital through professional development will improve schools' organisational capacity to deliver improved student outcomes”.
Intinya manajemen  pengembangan SDM guru dalam era globalisasi sekarang ini juga sangat penting untuk mengantisipasi berbagai hambatan-hambatan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Menghadapai era globalisasi yang sarat dengan persaingan kompetitif sudah barang tentu guru membutuhkan perangkat-perangkat teknologi pembelajaran yang up to date.
Pengembangan karir dan manajemen SDM guru harus dioptimalkan sehinggapara guru mampu hidup layak dan sejahtera sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu penegathuan dan teknologi. Pemberdayaan manajemen peningkatan SDM guru sebaiknya harus berbading lurus dengan penegmbangan kualitas pendidikan dan peningkatan karir guru.
Guru-guru juga dituntut untuk mengambangan manajemen pengembangan SDM nya melalui riset-riset dan penelitian dibidang pendidikan sehingga guru mampu menorehkan hasil-hasil kinerjanya sebagai guru profesional.
Pendidikan dalam globalisasi ekonomi akan menghadapi tantangan nyata apabila tidak tersedia SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan perubahan. Ekonomi juga demikian tidak akan bisa bertumbuh dengan baik tanpa ketersediaan SDM yang memadai. Pengembangan teknologi dan pembangunan juga tidak akan bisa terlaksana tanpa tersedianya sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang memadai. Pada akhirnnya semua sektor dituntut untuk memposisikan diri dengan baik benar sehingga tidak terjadi lagi “ego sektoral” dalam melaksanakan agenda pembangunan di masa mendatang. (dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber).

Rabu, 23 November 2011

PENDIDIKAN DAN SDM


Globalisasi dan Tuntutan SDM Efektif

Oleh: Nelson Sihaloho


Globalisasi merupakan suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain dan akhirnya sampai pada titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama seluruh nbangsa-bangsa di dunia.
Edison A. Jamli dkk menyatakan (2005) menyatakan globalisasi ditandai oleh ambivalensi dimana satu sisi menjadi berkah dan sisi lain menjadi  “kutukan”. Globalisasi membawa konsekuensi terhadap pendidikan di Indonesia yang ditandai dengan ambivalensi. Pendidikan berada pada tataran kebingungan dan ingin mengejar ketertinggalan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan dunia internasional. Meski demikian Indonesia belum mampu mencapai kualitas sesuai dengan tuntutan era globalisasi itu.
Mengutip Kompas.com tanggal 19 Juni 2009, Hafilia R. Ismanto, Direktur Bidang Akademik LBPP LIA, menyebutkan bahwa sampai saat ini masih banyak guru belum berhasil untuk dijadikan role model sebagai pengguna Bahasa Inggris yang baik. Penyebabnya karena selama ini pihak sekolah dan guru belum melakukan pendekatan integrasi antara content atau mata pelajaran dan Bahasa Inggris. Tidak semua guru mata pelajaran bisa diberdayakan untuk memberikan materi berbahasa Inggris, kecuali para guru itu memang benar-benar siap.
Selain itu banyak penyelewengan-penyelewengan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh dilakukan aparat dinas pendidikan di daerah dan sekolah. Peluang penyelewengan dana pendidikan itu terutama dalam alokasi dana rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana sekolah serta dana operasional sekolah. Temuan tersebut dipaparkan oleh Febri Hendri, Peneliti Senior Indonesia Corruption Watch (ICW) saat menyoal Evaluasi Kinerja Departemen Pendidikan Nasional Periode 2004 – 2009 di Jakarta, Rabu (9/9). Menurut Febri, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar. (Kompas.com tanggal 9 September 2009).
Menurut Ade (dalam Kompas.com 9 September 2009 kebocoran anggaran ataupun dalam bentuk paling parah seperti korupsi pendidikan, ini menyebabkan berkurangnya anggaran dan dana pendidikan, merusak mental birokrasi pendidikan, meningkatkan beban biaya yang harus ditanggung masyarakat, dan turunnya kualitas layanan pendidikan. Bahkan, dalam beberapa kasus, korupsi pendidikan telah membahayakan nyawa peserta didik dalam bentuk ambruknya gedung sekolah.
Persoalannya sekarang ini, di tengah era global yang sedang berjalan saat ini  dua nilai keilmuan yaitu kualitas ilmu-ilmu umum dan kualitas ilmu-ilmu agama harus dipadukan menjadi entitas yang utuh akan terealisasi implementasinya.
Krisis pendidikan kita saat ini banyak disorot oleh masyarakat. Di Amerika Serikat misalnya untuk menunjukkan sekolah yang bermutu, tidak digunakan istilah unggulan (excellent) melainkan effective, develop, accelerate dan essential.
Ironisnya apabila kita mengkaji dari sisi ukuran unggulan, sekolah unggulan di Indonesia banyak disinyalir tidak memenuhi persyaratan. Sebab sekolah unggulan hanya diukur dari kemampuan akademis para  anak didik. Kkonsep yang benar, sekolah unggulan dapat dimaknai sebagai sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kualitas kepandaian dan kreativitas anak didik sekaligus menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mendorong prestasi anak didik secara optimal. Intinya bukan hanya prestasi akademis saja yang ditonjolkan, melainkan sekaligus potensi psikis, etik, moral, religi, emosi, spirit, kreativitas dan intelegensianya.
Istilah globalisasi/liberalisasi pendidikan bermula dari WTO yang menganggap pendidikan tinggi sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan itu adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hlm 104-105).
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari tiga hal yaitu masalah peningkatan mutu manusia dan masyarakat Indonesia, masalah globalisasi serta  perkembangan dan kemajuan teknologi.  Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia pendidikan. Kareba peningkatan SDM menjadi tugas dan tanggung jawab utama pendidikan, sangat dipengaruhi faktor globalisasi dan teknologi.
Pengaruh globalisasi, kemajuan teknologi dan informasi serta perubahan nilai-nilai sosial harus diperhitungkan dalam penyelenggaran pendidikan termasuk tanggung jawab dunia pendidikan untuk mencapai tujuan pokok melncerdaskan manusia yang berkualitas
Pendidikan sebagai tonggak utama dalam pertumbuhan dan pembangunan dalam konsepsi knowledge economy dihadapkan pada pergeseran besar dari orientasi kerja otot (muscles work) ke kerja mental (mental works).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa akibat terhadap dunia pendidikan. Teknologi berkembang begitu pesat, pemerintah kerepotan dan akhirnya mengubah kurikulum pendidikan dan disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi.
Berbagai upaya dilakukan oleh lembaga pendidikan seperti berbahasa Inggris, ada pelajaran bahasa Perancis, Jepang hingga bahasa Korea. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja berkualitas dan kompetitif. Sekolah-sekolah saat ini dituntut untuk saling berkompetisi meningkatkan kualitas pendidikannya terhadap peserta didik.

Sekolah Efektif

Menuurt Susan Albers Mohrman, et.al., School Based Management: Organizing for High Performance, San Francisco, 1994, h. 81 menyatakan bahwa  di negara-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan effective, develop, accelerate, dan essential.
Hasil penelitian C.E. Beeby (1981) menyatakan bahwa ada dua pemandangan yang kontras pada kondisi pendidikan kita saat ini. Satu sisi masyarakat ingin berlomba mencari pendidikan bermutu pada sisi lain mereka frustrasi karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.
Namun perlu digaris bawahi bahwa mempersiapkan generasi-generasi mamiliki daya saing yang kompetitif adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan dalam pendidikan semestinya harus lebih memberikan penguatan kepada lembaga-lembaga swasta khususnya pada perusahaan-perusahaan yang telah mampu “go international” untuk menyumbangkan “dana profit” atas  SDM yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan itu.
Para pionir-pionir dan kampiun-kampiun manajer perusahaan kelas dunia merupakan hasil produk pendidikan. Namun mengapa terjadi “kekurang pedulian” pihak lembaga-lembaga swasta yang telah mampu meraup laba dari hasil investasi dan usahanya  terhadap dunia pendidikan?.
Semestinya pihak swasta membantu dunia pendidikan di Indonesia sehingga kita tidak kehilangan generasi-generasi yang berkualitas. Sekolah sebagai tempat pendidikan bagi peserta didik harus mampu menciptakan sekolah efektif. Supaya terjadi pemerataan dan tidak menimbulkan pro kontra dalam dunia pendidikan sebaiknya meniadakan predikat sekolah unggulan.
Sekolah harus mampu mentransformasikan  pengetahuan (tranfer of knowledge)  dengan mengembangkan learning how to learn (Murphi,1992) atau belajar bagaimana belajar. Intinya belajar itu tidak hanya berupa transformasi pengetahuan tetapi jauh lebih penting adalah mempersiapkan siswa belajar lebih jauh dari sumber-sumber yang mereka temukan dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain maupun dari lingkungan dimana peserta didik tumbuh guna mengembangkan potensi dan perkembangan dirinya.
Untuk mengembangkan sekolah sekolah bermutu perlu dilakukan perubahan-perubahan baik itu sarana dan prasarana, manajemen persekolahan, visi dan misi sekolah termasuk profesionalsme guru.
Type sekolah bermutu secara umum  adalah menerima dan menyeleksi secara ketat siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademik yang tinggi.  Adanya penekanan  iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah. Menerima dan mampu memproses siswa yang masuk sekolah tersebut (input ) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) bermutu tinggi. Effective Schooladalah An Effective School is a school that can, in measured student achievement terms, demonstrate the joint presence of quality and equity. Said another way, an Effective School is a school that can, in measured student achievement terms and reflective of its “learning for all” mission, demonstrate high overall levels of achievement and no gaps in the distribution of that achievement across major subsets of the student population.
Beberapa faktor yang harus dicapai supaya mampu menjadi sekolah efektif yaitu kepemimpinan kepala sekolah yang profesional, guru-guru yang tangguh dan profesional, memiliki tujuan pencapaian filosofis yang jelas, lLingkungan yang kondusif untuk pembelajaran, jaringan organisasi yang baik, kurikulum yang jelas. Kemudian Evaluasi belajar yang baik berdasarkan acuan patokan untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran dari kurikulum sudah tercapai, partisipasi orang tua murid yang aktif dalam kegiatan sekolah.
Sekolah Reguler Berlabel RSBI
Menurut Richard Crawford ( 2001), abad ke 21  merupakan suatu Era of Human Capital, yaitu era, dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi telekomunikasi berkembang sangat pesat dan Human Capital merupakan pusat perubahan dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri (industrial society) dan kemudian menuju masyarakat ilmu (knowledge society). Perkembangannya yang pesat itu menyebabkan semakin derasnya arus informasi dan terbukanya pasar internasional yang berakibat pada persaingan bebas yang begitu ketat dalam segala aspek kehidupan manusia.
Daya saing suatu bangsa akan menjadi pilar utama menuju era globalisasi. Ada tiga faktor utama faktor daya saing yaitu manajemen, teknologi, dan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Upaya pemerintah mempersiapkan SDM yang unggul, melalui Undang-Undang Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3 menyebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Sejak tahun 2004, Direktorat PSMP telah merintis Sekolah Standar Nasional (SSN), yang sampai saat ini berjumlah 1314 sekolah di seluruh Indonesia. Sejak itu pula, Direktorat PSMP juga telah merintis Sekolah Koalisi setiap propinsi atau sekolah, yang sampai saat ini berjumlah 34 sekolah di seluruh Indonesia (Hadijah, 2009).
Hingga tahun 2009, Direktorat PSMP Depdiknas telah membina 302 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan 1.858 Sekolah Standar Nasional (SSN) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. SMP lain di luar SMP RSBI yangdibina oleh Direktorat pembinaan SMP, terdapat 50 sekolah yang secara mandiri berkategori SBI. Sebagai Sekolah Bertaraf Internasional tentu siswanya bukan hanya berasal dari Warga Negara Indonesia saja tetapi boleh juga berasal dari Warga Negara Asing.
Untuk melaksanakan pembelajaran pada SMP Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, diperlukan perangkat yang sesuai. Pembelajaran matematika yang menggunakan pengantar Bahasa Inggris masih relatif baru di Indonesia sehingga perangkat pembelajaran yang mendukung pelaksanaannya di kelas masih sangat terbatas.  Karena itu, pengembangan perangkat pembelajaran matematika pada RSBI sejalan dengan salah satu program didalam Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2009 Direktorat PSMP Depdiknas itu telah dilaksanakan.
Namun adanya sekolah berlabel SSN, RSBI, SBI sekolah reguler pun harus melakukan pembaharuan agar mutunya tidak kalah bersaing dengan sekolah-sekolah yang berpredikat SSN, RSBI dan SBI itu. Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa apabila semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan.
Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.  Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking).
Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979).
Meskipun sekolah berpredikat reguler harus mampu memfokuskan pengelolaan manajemen sekolah berbasis mutu, terukur dan mampu bersaing sejajar dengan sekolah-sekolah lainnya. Dalam konteks ini secara alamiah sekolah reguler akan terus melakukan perbaikan-perbaikan peningkatan mutu sehingga secara signifikan akan menjadi sekolah efektif. (dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber).

Selasa, 22 November 2011

Profesionalisme guru


Guru Profesional dan Budaya Menulis
Oleh: Nelson Sihaloho
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mempersyaratkan agar guru terus meningkatkan profesionalismenya. Intinya tidak ada kata berhenti meskipun guru telah mendapatkan setifikat pendidik. Pengembangan profesi guru berkelanjutan merupakan salah satu indikator bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI terus memantau perkembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dan terukur.
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari guru harus mampu  menunjukkan empat kinerja  kompetensinya yaitu komptensi pedagogik, profesional, personal, dan sosial. Kompetensi tersebut harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Masalahnya sekarang apabila dikaitkan dengan kompetensi profesional berkemungkinan besar semakin banyak guru yang tidak mampu memenuhi unsur pengembangan profesi berkelanjutan khususnya dalam budaya menulis.
Padahal sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi  (MENPAN RB) nomor 16 tahun 2009 pengembangan profesi berkelanjutan terhadap guru akan terus berlanjut hingga akhir masa tugasnya (pensiun).
Mengutip pendapat
Tommy Belavele, yang menyatakan bahwa seorang guru yang baik adalah guru yang  memiliki misi, memiliki suatu keyakinan positif, mengenal bahwa pikiran yang dibuat memiliki efek  yang mendalam terhadap keberhasilan dirinya. Guru juga harus mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang memungkinkan  guru untuk mengatasi setiap tantangan yang dihadapi serta  mengetahui penggunaan waktu dan usaha untuk memperoleh hasil yang terbaik dan kepuasan diluar mengajar. Fenomena dunia pendidikan kita saat ini setidak tidaknya ada empat hal yaitu issu seputar masalah guru, kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara Negara, manajemen internal sekolah dan issu sarana dan prasarana belajar mengajar. Filsofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi.
Data tahun 2003 menunjukkan bahwa kualitas guru disinyalir sangat memprihatinkan dimana dari 1,2 juta guru SD hanya 8,3 %  berijasah sarjana. Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Diberbagai kawasan terpencil sering kita dengar adanya kekurangan guru, kurangnya fasilitas hingga kesejahteraan guru yang kurang memadai.
Langkah strategis pemerintah meningkatkan profesionalisme guru melalui sertifikasi guru dalam jabatan sebagai  sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggung jawaban moral dan akademis. Dalam issu sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan dan kepatutan yang harus dijalani seseorang, terhadap kriteria-kriteria yang secara ideal telah ditetapkan. Sertifikasi bagi para Guru dan Dosen merupakan amanah dari UU Sistem Pendidikan Nasional kita (pasal 42) yang mewajibkan setiap tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya. Singkatnya adalah, sertifikasi dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru dan dosen sesaui dengan bidang ke ilmuannya masing-masing.
Paradigma profesionalisme guru sudah saatnya diubah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis, sehingga out put dari pendidikan tidak hanya sekadar mencapai IQ (intelegensia Quotes), tetapi mencakup EQ (Emotional Quotes) dan SQ (Spiritual Quotes). Untuk merangsang profesionalisme guru  jenjang karir harus jelas. Intinya semua data base karir dan jenjang kepangkatan guru harus mampu mencerminkan sikap profesionalismenya. Bukan seperti yang terjadi dalam era otonomi daerah, jenjang karir guru disinyalir tidak mencerminkan jenjang karir secara profesional. Disinyalir banyak guru-guru profesional yang memiliki kepangkatan lebih tinggi dari kepala sekolah tidak mendapatkan kesempatan menjadi kepala sekolah. Ironisnya disinyalir ada kordinator pengawas (Korwas) di Kabupaten/Kota kepangkatannya lebih rendah dari kepangkatan guru. Itulah akibat dari otonomi daerah munculnya “raja-raja kecil” didaerah yang mampu memutarbalikkan kepangkatan lebih rendah mengatur kepangkatan yang lebih tinggi. Lebih ironis lagi disinyalir kepala sekolah pada RSBI, kepangkatannya juga lebih rendah dari para guru-guru level sekolah SSN bahkan reguler.
PTK dan KTI
Seringkali terjadi suatu persepsi yang salah dikalangan para guru bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berbeda dengan Karya Tulis Ilmiah (KTI). Secara teknik dan prosedural memang berbeda. Namun dalam konteks tugas guru PTK merupakan prasyarat untuk menulis Karya Tulis Ilmiah. Intinya sebelum melakukan PTK seorang guru harus terlebih dahulu mengajukan judul PTK kepada Kepala Sekolah untuk mendapatkan keabsahan dan legalitas judul PTK. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan di kelas oleh guru yang bersangkutan dan tidak boleh dilakukan diluar kelas. Tujuan PTK adalah meningkatkan kegiatan pembelajaran secara bermutu dan memperbaiki mutu pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Setelah kegiatan dan rangkaian seluruh kegiatan PTK dilaksanakan maka guru wajib menyusun laporan kegiatan dan menuangkannya dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI). Perlu diingat bahwa PTK yang diteliti harus sesuai dengan tugas pokok fungsi guru (Tupoksi). Artinya seorang guru matematika harus melakukan PTK dibidang Matematika bukan Bahasa Indonesia. Demikain juga dengan Guru Bahasa Inggris harus melakukan PTK dibidang tugas pokok fungsinya.  Penelitian tindakan merupakan intervensi  praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya itulah yang disebut penelitian tindakan kelas.
Menuurt McNiff, Lomax dan Whitehead (2003) syarat-syarat agar PTK berhasil harus ada komitmen antara guru dengan siswa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dimana komitmennya ada keterlibatan siswa dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Ada seseuatu hal yang menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. Tindakan yang dilakukan guru didasarkan pada pengetahun, baik konseptual, tinjauan pustaka,  teoretis maupun pengetahuan teknis prosedural  yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain.
Tindakan yang dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan sehingga  dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya serta guru harus mamantau secara sistematik agar mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan. Diperlukan deskripsi otentik objektif tentang tindakan, penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik itu mencakup identifikasi. Bisa saja makna-makna, model, tinjauan pustaka, secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya serta  teorisasi yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu.  Tidak kalah pentingnya adalah menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuktulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, percakapan dengan dirinya sendiri, percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut, narasi dan cerita serta  bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Selain itu guru perlu memvalidasi pernyataan tentang keberhasilan tindakan lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya  dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan nyata guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru memberikan tindakan nyata yang berbeda dari biasanya dan siswa diberikan pedoman agar dapat mengikuti tahap demi tahap pembelajaran yang dilaksanakan (Arikunto, 2007).
Data Kompas,  27 Maret 2009 bahwa banyak guru PNS yang sulit sekali untuk naik pangkat. Dari data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) 2005, sekitar 1,4 juta guru berstatus PNS. Umumnya berada di pangkat III/A sampai III/D yang jumlahnya mencapai 996.926 guru. Golongan IV ada 336.601 guru, dengan rincian golongan IV/A sebanyak 334.184 guru, golongan IV/B berjumlah 2.318 guru, golongan IV/C sebanyak 84 guru dan golongan IV/D ada 15 guru.
Suhardjono (2008) menyatakan berbagai faktor yang menjadi kendala sebagian guru naik pangkat ke golongan IV/b, adanya kewajiban mengumpulkan minimal 12 angka kredit untuk pengembangan profesi. Angka kredit kegiatan pengembangan profesi dapat dikumpulkan dari kegiatan menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI), menemukan Teknologi Tepat Guna, membuat alat peraga/bimbingan, menciptakan karya seni dan mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Pengembangan profesi guru berkorelasi positif dengan upaya peningkatan standar kompetensi guru. Menumbuhkembangkan kemauan dan kemampuan guru dalam melaksanakan PTK harus dilakuakn secara terus menerus.  PTK merupakan wahana untuk menuangkan kreativitas dan inovasi para guru.  Guru yang melaksanakan PTK, tidak perlu meninggalkan tugasnya profesinya karena PTK melekat dan terintegrasi dalam pelaksanaan tugas profesinya.
Penelitian tindakan kelas dimulai dengan adanya masalah yang dirasakan sendiri oleh guru dalam pembelajaran. Masalah tersebut dapat berupa masalah yang berhubungan dengan proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan guru (Rustam dan Mundilarto, 2004).
Berdasarkan pengalaman penulis di P4TK Penjas BK Bogor tahun 2007 karya ilmiah adalah merupakan hasil, pengkajian, survei/evaluasi dibidang survey, pemetaan yang dipublikasikan.  Kegiatan penelitian yang bersifat penelitian lapangan atau penelitian perpustakaan yang dituangkan dalam suatu buku, makalah, artikel  atau opini yang dipublikasikan sepanjang dapat dibuktikan secara otentik hasil karyanya. Karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah berupa gagasan sendiri dan pemetaan yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan pada perpustakaan instansi yang bersangkutan.
Dibuat dalam bentuk buku atau makalah atas gagasan sendiri.
Persyaratan untuk naik (ke golongan) IV B tidak hanya cukup dengan mengumpulkan angka kredit mengajar saja, tetapi salah satu komponennya  adalah menulis karya ilmiah (Sumber Antara:  Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (Ka Biro PKLN Kemendiknas) Agus Sartono, saat membuka Lokakarya Tradisi Ilmiah Guru di Kemendiknas, Jakarta, Rabu (17/3/2010).
Penelitian Tindakan merupakan penelitian yang disertai dengan tindakan (action) sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Beberapa penelitian tindakan adalah penelitian eksperimen. Penelitian tindakan harus dicermati proses dan akibat tindakan, dilakukan tindakan berikutnya sehingga diperoleh informasi yang mantap terhadap dampak kegiatan tindakan. Itulah sebabnya tindakan merupakan kegiatan yang dilakukan (sengaja) untuk mencapai tujuan tertentu, dilakukan dalam rangkaian siklus.
Laporan PTK sebagai hasil KTI bahwa PTK adalah penelitian tindakan untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya, sehingga berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. PTK ada tindakan yang nyata yang diyakini lebih baik dari yang bisa dilakukan. Tujuan PTK memecahkan permasalahan nyata dalam kelas, untuk memperbaiki mutu pembelajaran sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan.
Karena itu KTI hasil PTK disarankan merupakan laporan kegiatan nyata guru di kelas,  sesuai dengan tujuan pengembangan profesi guru. Adapun syaratnya adalah harus terlihat upaya peningkatan mutu profesional guru,  harus mengenai upaya untuk meningkatkan mutu siswa. Intinya ialah subjeknya harus siswa  serta harus dilakukan sendiri, bukan minta bantuan orang lain/pihak lain.
Adapun ciri-ciri PTK adalah merupakan kegiatan nyata untuk peningkatan proses belajar mengajar (PBM), menggunakan tindakan oleh guru kepada siswa, tindakan harus berbeda dari kegiatan biasanya,  terjadi dalam siklus berkesinambungan minimum dua siklus.  Ada pedoman yang jelas secara tertulis bagi siswa untuk dapat mengikuti tahap demi tahap, ada unjuk kerja siswa sesuai pedoman tertulis dari guru, ada penulusuran terhadap proses dengan pedoman pengamatan, ada evaluasi terhadap hasil dengan instrumen yang relevan, keberhasilan tindakan dilakukan dalam bentuk refleksi, melibatkan siswa yang dikenai tindakan  serta hasil refleksi harus terlibat dalam perencanaan siklus berikutnya.
Dari berbagai sumber misalnya ada beberapa tips supaya sukses guru dalam membuat KTI antara lain komitmen, konsisten, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, kerjasama/ kolaboratif, koneksi, kemauan kuat, kontekstual, kredibel, kerja tuntas/ketuntasan, kejujuran, ketelitian/kecermatan, kesabaran, kreativitas, kondusif/ keadaan yang baik, keragaman, konten kreatif, keaslian dan komunikatif.
Penutup
Guru profesional adalah guru yang senantiasa mengembangkan kompetensi profesionalismenya secara berkelanjutan. Budaya menulis dikalangan guru sudah menjadi suatu keharusan sesuai dengan tuntutan profesionalisme guru dalam era global. Guru-guru apabila memang tidak memiliki keinginan lagi untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya dipastikan akan tertinggal dengan guru-guru yang secara terus menerus melakukan PTK dan menulis KTI. Termasuk guru harus meningkatkan profesiionalismenya menulis di media massa dan rutin mengirimkan karya-karya pengembangan profesi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Referensi
Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru, Kepala Sekolah, Pengawas, dan Penilai. Yogyakarta: UNY

Ester Lince Napitupulu. 2009. Guru Sulit Capai Golongan Tinggi. http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/03/26/15293675/guru.sulit.capai..... Diunduh 3 Juli 2009

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru

Suhardjono. 2008. Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah. http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/20/karya-tulis-ilmiah-dan-pengemban.... Diunduh 3 Juli 2009
Sulipan. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bandung: Widyaiswara P4TK BMTI Bandung

Senin, 21 November 2011

KURIKULUM


KTSP RSBI dan Arah Pengembangannya
Oleh: Nelson Sihaloho
Berbicara masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (KTSP) RSBI bagaimanapun tidak bisa dipisahkan dari KTSP dalam suatu kerangka sistem pendidikan nasional. Adanya persyaratan suatu sekolah yang memperoleh predikat RSBI sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang suatu sekolah. Tidak menutup kemungkinan ada suatu sekolah yang telah berdiri lebih dari 30 tahun silam dan baru ditetapkan sebagai RSBI beberapa tahun belakangan ini. Intinya suatu sekolah harus melewati berbagai jenjang akreditasi mulai dari rencana sekolah standar nasional (RSSN), sekolah standar nasional (SSN) dan setelah lolos SSN maka ditetapkan sebagai RSBI.
RSBI sebenarnya baru masuk pada fase merintis berbagai bentuk kurikulum RSBI. Suatu sekolah mungkin diberikan waktu selama 6 tahun untuk menjadi RSBI penuh setelah lolos mencapai berbagai tahapan-tahapan baru bisa mencapai jenjang sekolah bertaraf internasional (SBI). Banyak yang harus dipenuhi oleh RSBI selain standar nasional pendidikan (SNP) yang kelak diukur sesuai dengan indikator kinerja kunci minimal (IKKM) juga kelak harus mampu memenuhi indikator kinerja kunci tambahan (IKKT).
Asumsi yang berkembang dewasa ini  bahwa KTSP yang unggul diperkaya dengan kurikulum negara maju. Bahkan banyak diadopsi dan mengadaptasi kurikulum negara-negara maju seperti kurikulum Cambridge.
Mengutip pendapat Bill Lucas (2002)  dalam bukunya Power Up Your Mind  menjelaskan  bahwa kapasitas belajar siswa selama ini pengembangan kepasitas berpikir melalui 3R, yaitu Reading, wRiting, dan aRithmetic atau membaca, menulis, dan menghitung. Pada saat ini muncul kebutuhan baru untuk meningkatkan kapasitas belajar siswa dengan 5R, yaitu Remembering, Resourcefulness, Resilience, Reflectiveness and Responsiveness.
Berbagai kajian para ahli menyatakan bahwa Pendidikan formal pada abad 21 perlu mengembangkan kompetensi siswa dalam  menguasi materi pelajaran yang beradaptasi dengan perkembangan ilmu. Meningkatkan keterampilan belajar dengan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan berpikir memecahkan masalah, mengembangkan keterampilan mengelola teknologi informasi yang meliputi penguasaan informasi, media, dan teknologinya, meningkatkan kesadaran internasional serta keterampilan berkarir.
 Dalam Panduan Penyusunan KTSP BSNP misalnya, pengembangan kurikulum dilakukan dengan   melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan  kemasyarakatan, dunia usaha dan  dunia kerja. Prinsip-prinsip dasar penyusunan KTSP pada dasarnya merupakan bagian dari sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang memenuhi standar sebagaimana yang ditetapkan dalam Pemendiknas Nomor 23 tahun 26 tentang standar kompetensi lulusan (SKL).
Keterampilan belajar abad-21 merupakan produk kolaborasi tim kerja tingkat dunia yang mengidentifikasi sejumlah keterampilan penting yang diperlukan dalam dunia ekonomi berbasis pengetahuan. Adapun keterampillan itu meliputi empat kategori besar yaitu  meningkatkan  akademik, meningkatkan keterampilan belajar dan berinovasi, meningkatkan keterampilan mendayagunakan informasi, media, dan teknologi informasi komunikasi (TIK) serta  meningkatkan keterampilan hidup dan berkarir.
Masalahnya sekarang bagaimana kita menyusun KTSP suatu sekolah apabila dihadapkan dengan era persaingan global?. Bagaimana implementasi  KTSP diberlakukan pada sekolah RSBI?.
Tuntutan era global
Era globalisasi memang sarat dengan persaingan kompetitif. Negara-negara didunia berlomba untuk menjadi yang terbaik dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul sehingga mampu terus bertahan menjadi negara-negara yang unggul dalam berbagai bidang. Sebenarnya fokus utama pengembangan keterampilan dalam belajar pada  RSBI setidaknya mampu memberikan keterampilan belajar meliputi aspek kreasi, berpikir kritis, inovasi, dan pemecahan masalah, keterampilan menggunakan pengetahuan atau infomasi, keterampilan mendayagunakan media, keterampilan mendayagunakan TIK,  keterampilan mengarahkan diri, keterampilan berkolaborasi serta keterampilan memimpin. Dengan kondisi riil demikian berarti sekolah dituntut untuk mempertajam program peningkatan mutu sekolah kearah yang lebih baik bahkan berorientasi pada tatanan global. Termasuk didalamnya dalam hal penentuan dan pemenuhan standar, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, pengembangan kemampuan profesi guru serta lingkungan belajar.
Intinya pembaharuan yang diharapkan oleh suatu sekolah sekecil apapun perlu didukung dengan meningkatnya keterampilan guru untuk melasanakannya.  Proses penyempurnaan KTSP untuk menjawab tantangan abad-21, mengandung konsekuensi terhadap sekolah untuk memprogramkan peningkatan mutu profesi guru secara berkelanjutan. Meski suatu sekolah juga dituntut untuk melaksanakan pendidikan karakter pada  sekolah RSBI tidak akan menjadi beban sebab melaksanakan pendidikan karakter sudah menjadi kewajiban kita bersama. Sekolah memiliki tanggung jawab supaya lulusannya minimal memiliki enam karakter yaitu  berahlak mulia,  berisiplin,  bersikap terbuka, memiliki kesadaran sosial yang tinggi, ramah , memiliki stabilitas emosi yang tinggi, selalu ingin tahu serta penuh percaya diri.Pendidikan karakter akan berhasil efektif jika didukung dengan tujuan yang dirumuskan dengan jelas, target yang terukur, pelaksanaan yang terpantau efektivitasnya, dan evaluasi yang terlaksana secara berkala dan berkelanjutan sehingga menghasilkan data perkembangan karakter siswa. Pengembangan karakter siswa hendaknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Semuanya harus terintegrasi sebagai proses perkembangan mental yang tidak terlepas dari pembawaan seseorang dengan pengaruh dari lingkungan.
Pengembangan Profesionalisme Guru
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.  Menurut Sumargi (1996) menyatakan bahwa profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai khususnya dalam hal bidang keilmuannya.  Naisbit (1995) mengemukakan  ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21.  Dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, ekonomi nasional ke ekonomi dunia, perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang,  sentralisasi ke desentralisasi,  bantuan institusional ke bantuan diri, demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, hierarki-hierarki ke penjaringan, utara ke selatan  dan  dari atau/atau ke pilihan majemuk. Lebih lanjut Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu dari negara bangsa ke jaringan, dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, dari pengaruh Barat ke cara Asia, dari kontrol pemerintah ke tuntutan pasar,  dari desa ke metropolitan, dari padat karya ke teknologi canggih, dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita serta dari Barat ke Timur.
Makagiansar (1996) menyatakan memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigmadari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik,  dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan,  dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai.
Kemudian dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer,  dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja,  dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Guru dalam konteks abad pengetahuan khususnya dalam mengimpelementasikan KTSP dalam tugas-tugas profesionalismenya dituntut untuk  mampu  menjadi asilitator, pembimbing, konsultan, sebagai kawan belajar, belajar diarahkan oleh siswa, belajar secara terbuka, ketat dengan waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan, berdasarkan proyek dan masalah. Kemudian dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survey, penyelidikan dan perancangan, penemuan dan penciptaan, Kolaboratif, berfokus pada masyarakat, hasilnya terbuka, keanekaragaman yang kreatif, komputer sebagai peralatan semua jenis belajar,  interaksi multi media yang dinamis, komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia serta  unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri. Di Amerika Serikat dari berbagai sumber mengungkapkan bahwa pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996).
Guru Memahami Teknologi Pembelajaran
Dalam pembelajaran di kelas RSBI guru dituntut untuk menguasai konsep teknologi. Menurut Galbraith (1967) menyatakan bahwa konsep teknologi “… the systematic application of scientific knowledge and other organized knowledge to practical. Sedangkan Evans dan Nation (2000) menyatakan “Technology is not a tool – it is an art or science of how to use a tool for a purpose.” Apabila konsep pengajaran dipadukan dengan konsep teknologi oleh guru dalam pembelajaran maka kecenderungan keberhasilan siswa dalam menguasai kurikulum dalam proses belajar mengajar akan tercapai. Menurut Ramsden 1993; Trigwel, Prosser, & Lyons 1997 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep pengajaran adalah  Proses bekerja bersama pelajar untuk membantu mereka berkebolehan dan berkemungkinan untuk belajar.” Ramsden (1988) menyatakan:             “Belajar atau pembelajaran di sekolah seharusnya merupakan satu pergerakan ke arah pembentukan insan yang berupaya menyelesaikan persoalan yang kompleks, mengiktiraf kuasa dan keelokan konsep-konsep sesuatu bidang pelajar, dan menggunakan ilmu yang dipelajari di dalam kelas dalam menyelesaikan masalah di luar kelas.” Pullias dan Young (1968):   “Pengajaran itu keseluruhannya merupakan cara membimbing murid untuk memperoleh sejumlah pengalaman yang cukup bermutu hingga mampu sejauh mungkin menolong pembinaan kemungkinan-kemungkinan sebagai manusia”.  Oakeshott berkata: “Nobody is born a human being. A human being is the inhabitant of a world composed not of things, but of meaning”. Teknologi pengajaran adalah satu bidang yang berusaha meningkatkan ke arah kualitas atau keberkesanan pengajaran dan pembelajaran”. Seels & Reechy (1994) menyatakan “Instructional technology is the theory and practice of designing, development, utilization, management and evaluation of processes and resources for learning”. Reiser (2001):
“The field of instructional design and technology encompasses the analysis of learning and performance problems, and the design, development, implementation, evaluation and management of instructional and non-instructional processes and resources intended to improve learning and performance in a variety of settings, particularly educational institutions and the workplace.  Professionals in the field of instructional design and technology often use systemic instructional design procedures and employ a variety of instructional media to accomplish their goals. Moreover, in recent years, they have paid increasing attention to non-instructional solutions to some performance problems. Research and theory related to each of the aforementioned areas is also an important part of the field”.
Sedangkan  Definisi TP AECT 1977 menyatakan teknologi pengajaran merupakan satu proses yang kompleks dan berpesapadu yang melibatkan manusia, prosedur, idea, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah-masalah serta mereka bentuk, menilai dan menyelesaikan masalah-masalah dalam keadaan dimana proses pembelajaran itu adalah mencapai tujuan dan terkawal. Rowntree (1974): “Educational technology is concerned with the design and evaluation of curricula and learning experiences and with the problems of implementing and renovating them. Essentially, it is rational, problem-solving approach to education, a way of thinking sceptically and systematically about learning and teaching”. Definisi TP oleh AECT 1994: “Teknologi pengajaran adalah teori dan amalan tentang mereka bentuk , membangun, menggunakan, dan menilai proses serta sumber untuk pembelajaran”. Dick & Reiser (1989): “Suatu proses sistematik untuk mereka bentuk, membangun, melaksanakan dan menilai pengajaran”. Richey (1986): “Sains untuk mencipta spesifikasi pengajaran dengan terperinci untuk penegembangan, penilaian dan penyelenggaraan suatu keadaan yang boleh memudahkan pembelajaran sesuatu unit pelajaran tidak dapat dinilai dari besar kecilnya sesuatu mata pelajaran”, dimana kegiatannya adalah untuk menghasilkan pengajaran yang berkesan. Dick and Reiser (1989): menyatakan bahwa  Pengajaran yang berkesan membolehkan  siswa  untuk memperoleh kemahiran, pengetahuan dan sikap yang diharapkan serta membantu mewujudkan keyakinan, kepercayaan dan perasaan hormat para siswa terhadap pengajar, sekaligus membantu pembinaan disiplin yang positif.
Intinya KTSP RSBI harus diimplementasikan dalam bentuk penguatan dengan memadukan khasanah dan tantangan di masa depan. Sebab tidak semua bentuk era globalisasi sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Pendidikan karakter dalam era global adalah kemampuan suatu bangsa untuk tetap bertahan pada nilai-nilai kebudayaan yang dianut dan diyakininya sebagai  nilai-nilai budaya luhur bangsa yang harus dilestarikan. Budaya Indonesia harusnya lebih unggul dari budaya-budaya bangsa-bangsa manapun didunia karena ratusan ribu hasil-hasil kebudayaan belum dipublikasikan ke dunia internasional. KTSP RSBI adalah tugas kita mentransformasikan budaya-budaya bangsa Indonesia ke berbagai belahan dunia. (dihimpun dari berbagai sumber).