Tantangan Pemberian Layanan Pendidikan di Indonesia
Isu pendidikan karakter misalnya dibangun atas dasar kecemasan, karena kian hari kehidupan moral bangsa semakin terpuruk. Berbagai masalah yang ditampilkan media, baik koran, radio, televisi dan majalah dipenuhi masalah sekitar seks bebas, penggunaan narkoba, kekerasan, KKN, serta praktik-praktik culas dalam kehidupan bermasyarakat siap menginjeksi kehidupan belia, anak-anak, dan remaja kita. Memperbaiki kualitas bangsa untuk memberantas segala macam bentuk KKN, dan berbagai bentuk kebobrokan akhlak masyarakat dalam kehidupan berbangsa sebagai niat mulia dapat saja tergelincir karena digunakan untuk melegitimasi agenda perpolitikan. Isu politik dan pembenahan sistem semestinya mampu dicerna secara cerdas oleh individu-individu decision maker yang berada dalam dunia pendidikan. Kondisi ini tentu saja bukan hal yang mudah karena mesti melalui proses panjang serta dialog yang mampu mempertemukan antara kemauan politik yang dilembagakan melalui peraturan dan undang-undang yang appropriate dengan kebutuhan anak didik, pendidik dan masyarakat yang ada di lapangan. Membahas isu pendidikan nilai, akhlak mulia, pendidikan moral, pendidikan karakter yang dilembagakan melalui sebuah sistem merupakan sebuah usaha yang fitrah serta dapat mempertemukan antara pendidikan nilai yang dilembagakan melalui sebuah sistem dan usaha individu manusia, sehingga niat untuk memperbaiki kondisi moral anak didik dapat dilaksanakan dengan baik di lapangan. Tujuan mendasar pendidikan nasional sesungguhnya adalah mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yang baik dan cerdas ternyata hingga hari ini belum tercapai. Banyak orang Indonesia yang cerdas secara akademik tetapi kurang cerdas secara emosi yang berakibat negatif terhadap kualitas SDM secara keseluruhan. Mengutip pendapat Balamore yang menyampaikan bahwa mengajar kebajikan kepada anak mestinya dilakukan sedini mungkin dalam proses pembelajaran di sekolah. Pihaknya mengajak para pendidik untuk membantu anak didiknya untuk dapat “jatuh cinta pada kebajikan”. Kebajikan adalah pencarian yang dikejar manusia sepanjang hidupnya. Usaha kelanjutannya adalah mengajarkan kebajikan pada anak didik tidak akan pernah tiba di titik tujuan “there is never a point of arrival.” Pandangan David Brooks yang menyatakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran mestinya adalah sekantung nilai-nilai kebajikan, yang diistilahkan dengan sekantong “the bag of virtues”. Hal ini sesuai dengan makna karakter itu sendiri, yaitu mengukir. Bahwa mengajarkan anak nilai-nilai kebajikan hendaknya dilakukan sejak dini usia. Ibarat mengukir diatas batu yang akan senantiasa terus berbekas hingga tua. Menurut Marvin Berkowitz (l998) banyak pendidikan moral yang terjadi di sekolah-sekolah tidak memperhatikan bagaimana pendidikan itu mampu membentuk perilaku anak karena tujuan akhir dari pendidikan moral hanya mengarahkan bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Pendidikan karakter mempunyai makna yang lebih tinggi dari pendidikan moral. Perdebatan panjang tentang nilai-nilai yang ingin diajarkan dalam pendidikan karakter masih terus berlangsung secara akademik. Standar moral universal ini diungkapkan Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang mengakui adanya standar moral universal dan mengkritik filosofi Hegelian dan sejawatnya yang menganut filosofi moral relativism. Pengamatan Schopenhauer yang mendalam tentang perilaku manusia yang cenderung berbuat baik dimiliki oleh semua manusia dari latar berbeda baik budaya, etnis, agama, dan gender. Melalui pengamatan empirisnya Schopenhauer melihat bahwa compassion (kasih sayang, empati, dan simpati) merupakan titik awal dari perbuatan manusia yang bermoral sebagai fitrahnya manusia. Compassion ini adalah dasar dari semua kebajikan yang bermakna metafisika yang membawa manusia pada tingkat pengalaman yang hakiki dalam meraih penyatuan sempurna (all encompassing oneness). Intinya dalah penemuan jati diri sejati manusia. Pendapat Schopenhauer ini memberikan pembenaran terhadap pentingnya pendidikan karakter yang mengajarkan nilai-nilai tertentu seperti kasih sayang, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian mengungkapkan kebenaran. Seperti yang diungkapkan Lord Channing “The Great hope of society is individual character. Sistem demokrasi yang kita idam-idamkan dalam kehidupan berbangsa ke depan hanya akan mampu diraih oleh para demokrat sejati yang lahir dari proses pendidikan di sekolah. Mereka adalah individu-individu yang berkarakter terbuka, jujur, pekerja keras, bertanggung jawab, dan sederet akhlak mulia lainnya. Tantangan Layanan Pendidikan |
Tantangan layanan pendidikan di Indonesia adalah pendidikan inklusif untuk semua (education for all), pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development, ESD), globalsiasi, perdagangan bebas, era knowledge based economy/society serta pasrtisipasi masyarakat dalam pendidikan. Pendidikan yang berkualitas harus disediakan kepada semua anak, dengan keragaman kebutuhan belajar, gaya dan kecepatan belajar, serta berbagai kondisi anak lainnya. Termasuk di sini adalah anak berkebutuhan khusus fisik dan mental;pekerja anak dan anak jalanan;anak tinggal di daerah terpencil dan berpindah-pindah, anak dari kelompok minoritas etnis, budaya, dan bahasa, serta kelompok termarjinalkan lainnya. Pemastian kualitas pendidikan dilaksanakan antara lain melalui penyusunan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan belajar dan kondisi anak, pengorganisasian dan strategi pembelajaran yang tepat, pemanfaatan sumberdaya belajar yang memadai dan kerjasama dengan masyarakat (Unesco, Salamanca Framework for Action, 1994).
Memperluas dan meningkatkan keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, menjamin bahwa pada tahun 2015 semua anak, khususnya perempuan, anak miskin dan kurang beruntung, anak-anak suku minoritas memperoleh akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bermutu serta menjamin bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup yang sesuai. Tercapainya penurunan angka buta aksara sebesar 50 % pada tahun 2015 melalui perluasan akses dan perbaikan kinerja pendidikan keaksaraan bagi kelompok usia 15 tahun ke atas. Mengurangi disparitas gender pada tingkat pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 dan mencapai keadilan gender pada bidang pendidikan pada tahun 2015, dengan penekanan pad apenjaminan atas kesamaan pemenuhan akses dan prestasi anak perempuan pada pendidikan dasar yang bermutu serta meningkatkan semua aspek mutu pendidikan yang diberikan kepada semua peserta didik dan peningkatan itu tercermin pada ukuran-ukuran outcome yang dapat diandalkan, khususnya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung,serta kecakapan untuk hidup (The Dakar Framework for Action dan Penilaian Paruh Dekade Pendidikan untuk Semua, Indonesia, 2007). Pembangunan yang memenuhi kebutuhan pada masa kini tanpa menghilangkan kemampuan dari generasi mendatang untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Keselamatan manusia tidak akan terjamin tanpa pembangunan yang berkelanjutan. Karena itu pendidikan merupakan unsur terpenting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan tujuan utamanya adalah memberikan pemahaman, ketrampilan, dan menanamkan nilai-nilai untuk hidup berkelanjutan dalam masyarakat dimana pendidikan dilihat sebagaitugas setiap orang dan semua sector masyarakat ikut bertanggungjawab. Sebagai upaya untuk menjawab tantangan layanan pendidikan di Indonesia pemerintah bersama masyarakat harus Lebih mempromosikan pendidikan sebagai basis dari kehidupan masyarakat yang berkelanjutan dan memperkuat kerjasama internasional bagipengembangan inovasi kebijakan, program-progran dan pelaksanaan ESD, mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan kedalam Sistem Pendidikan pada semua tingkatpendidikan, menyediakan bantuan dan dukungan pendanaan bagi pendidikan, penelitian dan program kepedulian public dan lembaga pengembangan dinegara-negara berkembang dan Negara dalam transisi ekonomi.
Era global yang ditandai dengan perdagangan bebas, aliran barang dan jasa antar-negara, termasuk SDM, tidak dapat lagi dibatasi dengan peraturan dan perlindungan lain. Kemudian produk bermutu dan berharga murah yang akan laku dan SDM bermutu tinggi namun menuntut remunerasi lebih rendah yang akan mendapatkan pekerjaaan dimanapun.
Karena itu tuntutan terhadap pendidikan, pendidikan harus menghasilkan manusia yang berkompetensi tinggi dalam tolok ukur internasional yang mampu menghasilkan produk barang dan jasa bermutu dengan biaya produksi rendah dengan timing yang tepat. Masyarakat inovatif dan pembelajar sepanjang hayat, beranggotakan terutama para pembelajar, peneliti, perkeyasa, teknisi, dan institusi yang bergerak di bidang perekayasaan teknologi dan pemberian layanan yang terintegrasi dengan sistem produksi, penyebarluasan, pemanfaatan, dan perlindungan pengetahuan antar-bangsa. Adapun faktor pendorong pembentukan masyarakat berbasis penegtahuan adalah Globalisasi merupakan pendorong pembentukan pengetahuan. Kemampuan penciptaan dan pemanfaatan pengetahuan merupakan faktor terpenting dalamkeunggulan kompetitif pada era global serta tngkat penguasaan informasi: merupakan barometer pengukur tingkat produktifitas bangsa. Peningkatan pengetahuan secara besar-besaran yang berdampak pada sistem pemanfaatan informasi dan intensitas pengelolaannya. Perubahan bentuk, isi, dan kesempatan kerja. Mengingat bahwa pengetahuan dalam suatu bidang akan berkurang nilainya dengan berlalunya waktu, maka diperlukan pengetahuan baru untuk menggantikan atau melangkapi yang lama. Pekerjaan di masa depan memerlukan kemampuan tinggi untuk berkreasi, intuisi, dan tanggung jawab sosial.
Peran Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis dalam penciptaan sumber daya manusia yang berkualitas dan sesuai dengan tuntutan arah maupun perkembangan Iptek. Karena itu pendidikan harus mampu mensinergikan penciptaan pengetahuan baru, pengumpulan dan pendistribusian informasi dengan cepat, penenaman kemampuan untuk secara efektifmemanfaatkannya dan penanaman kemampuan untuk belajar lebih lanjut. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dalam jangka panjang amat tergantung dari keterlibatan aktif masyarakat. Masyarakat merupakan salah satu pihak yang dapat memberikan kontribusi keberhasilan pembaharuan-pembaharuan pendidikan, khususnya masyarakat lokal yang mencakup pengertian orangtua, kepala sekolah, dan guru. Peran serta masyarakat dalam menilai kebutuhan yang dihadapi sekolah, dan dialog dengan para penguasa publik dan kelompok-kelompok yang berkepentingan merupakan entry point yang hakiki untuk memperluas kesempatan pendidikan, melakukan pembaharuan pendidikan, serta memperbaiki kualitas hasil pendidikan. Beberapa upaya yang dapat kita lakukan adalah pengembangan dan pembentukan insan Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif, pendidikan sepanjang hayat, tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, sembilan terobosan dibidang pendidikan, manajemen berbasis sekolah, program buku murah serta bentuk-bentuk lainnya yang mendukung mutu dan kualitas pendidikan. Selain itu pembentukan kecerdasan siswa beraktualisasi dirimelalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Cerdas emosionil beraktualisasi diri melalui oleh rasa, serta kompetensi untuk mengekspresikannya, beraktualisasi diri melalui interaksi sosial.
Cerdas intelektual beraktualisasi melalui olah piker untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam iptek. Aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif. Cerdas kinetis beraktualisasi diri melalui olah raga dan aktualisasi insane diraga. Kompetitif dengan berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan bersemangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, pembangun dan Pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar mutu, berorentasi global, pembelajar sepanjang hayat. Merupakan konsekuensi logis yang muncul dari berlangsungnya perubahan realitas kehidupan yang cepat dan berkesinambungan, dengan meninggalkan berbagai bentuk pengajaran dan pembelajaran sebagai sesuatu hal yang berdiri sendiri atau bahkan saling bersaing, sebaliknya mencoba mengembangkan tahap-tahap lingkungan modern yang bersifat saling melengkapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar