Mungkinkah Pengawas Sekolah Kembali
Jadi Guru Biasa?
Oleh: Nelson Sihaloho
Abstrak:
Guru sebagai suatu profesi di
Indonedia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging profession) dimana tingkat
kematangannya belum sampai pada taraf yang telah dicapai oleh profesi-profesi.
Bahkan guru dikatakan sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi
profesional.
Pekerjaan profesional berbeda dengan
pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian
khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khususnya
dipersiapkan untuk itu.
Pengembangan profesionalisme guru
berlanjut dan berjenjang hingga mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah
berjenjang hingga menjadi pengawas. Masalahnya sekarang jika banyak para
pengawas awalnya direkrut dari guru setelah puluhan tahun bertugas ternyata
mereka tidak menunjukkan kinerja yang baik bahkan tidak mampu meningkatkan
jenjang karirnya kearah yang lebih tinggi (stagnan). Berdasarkan atas penilaian
itu pemerintah berhak untuk melakukan perubahan kebijakan tentang jabatan
pengawas dan apabila tidak mampu menjadi pengawas sekolah agar kembali bertugas
menjadi guru biasa.
Kata kunci: Pengawas, Pendidikan dan Guru.
Pendahuluan
Profesi guru
memiliki tugas melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi
ini memberikan layanan yang optimal dalam bidang pendidikan terhadap masyarakat. Guru profesional adalah orang yang memiliki
kemamapuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan agar
mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Ornstein dsn
Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan
yang sesuai dengan pengertian profesinya. Syarat-syarat
profesi guru merupakan pekerjaan pekerjaan penuh, memiliki ilmu pengetahuan,
memiliki aplikasi ilmu pengetahuan, lembaga profesi termasuk perilaku profesinya.
Menurut Benard Barber (1985) perilaku
profesional harus memenuhi persyaratan diantaranya mengacu kepada ilmu
pengetahuan, berorientasi kepada insterest masyarakat
(klien) buka interest pribadi, pengendalian prilaku diri sendiri dengan mepergunakan kode
etik, imbalan atau
kompensasi uang atau kehormatan merupakan simbol prestasi kerja bukan tujuan
dari profesi serta salah satu aspek
dari perilaku profesional adalah otonomi atau kemandirian dalam melaksanakan
profesinya.
Guru juga harus memiliki standar
profesi dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Standar profesi adalah
prosedur dan norma-norma serta prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pedoman
agar keluaran (out put) kuantitas dan kualitas pelaksanaan profesi tinggi
sehingga kebutuhan orang dan masyarakat ketika diperlukan dapat dipenuhi.
Dibeberapa negara telah memperkenalkan
standar profesional untuk guru dan kepala sekolah. Di USA misalnya National
Board of Professional teacher Standards telah mengembangkan standar dan
prosedur penilaian berdasarkan pada 5 (lima) prinsip dasar (Depdiknas, 2005).
Standar itu adalah guru bertanggung
jawab (committed to) terhadap siswa dan belajarnya, gfuru mengetahui materi
ajar yang mereka ajarkan dan bagaimana mengajar materi tersebut kepada siswa, guru
bertanggung jawab untuk mengelola dan memonitor belajar siswa, guru berfikir
secara sistematik tentang apa-apa yang mereka kerjakan dan pelajari dari
pengalaman serta guru adalah anggota
dari masyarakat belajar.
Bagaimana dengan tugas pengawas. Tugas
pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan
pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik
maupun supervisi manajerial.
Berdasarkan
tugas pokok dan fungsi diatas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan
pengawas yaitu melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja
kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah. Melakukan
evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya dan
melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah
secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah.
Mengacu
pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan
angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud nomor 03420/O/1996 dan Kepala BAKN
nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas
serta Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan
jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya.
Tugas
pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah meliputi melaksanakan pengawasan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD,
SLB, SLTP dan SLTA serta meningkatkan kualitas proses
belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.
Menurut
Ofsted (2003) tugas pengawas mencakup beberapa hal diantaranya, inspecting (mensupervisi),
advising (memberi advis atau nasehat), monitoring (memantau), reporting (membuat
laporan), coordinating (mengkoordinir) dan performing leadership dalam arti
memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut.
Saat ini
muncul paradigma baru dalam jabatan pengawas. Pengawas yang selama ini ditakuti
dan menjadi momok bagi guru dan kepala sekolah, kini kinerja pengawas sekolah
dan pendidikan juga menjadi sorotan berbagai pihak. Hal itu muncul karena
tuntutan tentang sumber daya manusia (SDM) pengawas dinilai berbagai kalangan
belum memenuhi persyaratan bahkan cenderung kurang mampu menjadi contoh
dihadapan guru dan kepala sekolah.
Padahal
tugas pengawas sekolah salah satunya
adalah tugas pokok performing leadership/memimpin meliputi tugas memimpin pengembangan
kualitas SDM di sekolah binaannya, memimpin pengembangan inovasi sekolah,
partisipasi dalam memimpin kegiatan manajerial pendidikan di Diknas yang
bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota,
partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam
akreditasi sekolah, partisipasi dalam merekruit personal untuk proyek atau
program-program khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola
konflik di sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani
pengaduan baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat.
Masalahnya
sekarang sudahkah para pengawas satuan pendidikan telah banyak berperan sebagai
penilai, peneliti, pengembang, pelopor/inovator, motivator, konsultan dan kolaborator dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah binaannya. Apabila dikaitkan dengan tugas pokok pengawas
sebagai pengawas atau supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang
lebih menekankan pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor
manajerial yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek
manajemen sekolah sesuai dengan matriknya apakah telah benar-benar berjalan
dengan baik?.
Harus Menjadi Contoh Dan
Teladan
Seringkali
pengawas datang ke sekolah tidak menjalankan tugas pokok fungsinya dengan baik.
Bahkan ada oknum pengawas “tidak merasa malu” meski guru yang diawasinya pangkat dan golongannya “lebih tinggi” dari
pangkat golongan pengawas. Sangat memalukan memang di negeri ini. Pangkat dan
Golongan sejak dulu menjadi ukuran keberhasilan maupun karir dari PNS. Di
jajaran TNI/Polri berlaku aturan kepangkatan lebih tinggi mengatur kepangkatan
yang lebih rendah. Dalam dunia pendidikan bisa posisinya terbalik bahkan bisa
salah. Artinya sistim kepangkatan di PNS tidak memiliki wibawa lagi. Termasuk
dalam dunia pendidikan. Akar masalahnya adalah Permendiknas nomor 28 tahun 2010
tentang penugasan guru mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah.
Demikian halnya dengan jabatan pengawas sekolah dimana
eksistensi
pengawas sekolah dinaungi oleh sejumlah dasar hukum. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
adalah landasan hukum yang terbaru yang menegaskan keberadaan pejabat
fungsional itu. Selain itu, Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara
Nomor 118 Tahun 1996 (disempurnakan dengan keputusan nomor 091/2001) dan
Keputuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1998 (disempurnakan
dengan keputusan nomor 097/U/2001) merupakan menetapan pengawas sebagai pejabat
fungsional yang permanen sampai saat ini.
Jika ditilik sejumlah peraturan dan
perundang-undangan yang ada, terkait dengan pendidikan, ternyata secara hukum
pengawas sekolah tidak diragukan lagi keberadaannya. Dengan demikian, tidak ada
alasan apapun dan oleh siapapun yang memarjinalkan dan mengecilkan eksistensi
pengawas sekolah.
Institusi
pengawas sekolah adalah institusi yang sah. Keabsahannya itu diatur oleh
ketentuan yang berlaku. Semestinya aturan-aturan
itu tidak boleh dilanggar oleh manajemen atau birokrasi yang mengurus pengawas
sekolah. Aturan itu mulai
dari aturan merekrut calon pengawas, sampai kepada memberdayakan dan
menfugsikan pengawas sekolah untuk operasional pendidikan. Pelecehan atau pelanggaran terhadap
aturan-aturan yang ada itulah yang merupakan titik pangkal permasalahan
pengawas sekolah sebagai institusi di dalam sistem pendidikan termasuk ketidakmampuan oknum pengawas dalam
merencanakan karir dan kepangkatannya.
Dalam Keputusan Menpan No. 118/1996 ditegaskan ”Pengawas sekolah
adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, dan wewenang
secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pendidikan
di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan
dari segi teknis pendidikan dan administrasi
pada satuan pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah.”
Penilaian
menurut PP 19/2005, bab I, pasal 1, ayat (17) adalah seperti betikut ini,
”Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik.” Sedangkan Kepmenpan No.
118/1996, bab I, pasal 1, ayat (8) menyatakan, ”Penilaian adalah penentuan
derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolok ukur) yang ditetapkan terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.”
Kompetensi dalam
membina juga harus dipahami oleh
para pengawas sekolah. Pengawas sekolah harus memahami konsep pembinaan,
jenis-jenis pembinaan, strategi pembinaan, komunikasi dalam membina, hubungan
antarpersonal dalam membina, dan sebagainya. Berdasarkan hal itu tugas pokok
pengawas sekolah dapat dirumuskan selaras dengan ayat 1, pasal 2, Kepmenpan
Nomor 118/1996 sebagai beirkut, ”Pengawas Sekolah mempunyai tugas pokok menilai
dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik
negeri maupun swasta yang menjadi tanggungjawabnya.”
Dalam PP nomor 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Pasal 19 ayat (1) misalnya menyatakan, ”Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
psikologis peserta didik.” Jika hal ini dijadikan sebagai standar
kelayakan penyajian program, tentu perlu dirumuskan indikator dari setiap item
kelayakan itu.
Selanjutnya dalam PP 19/2005, pasal 19,
ayat (3) menyatakan, ”Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.” Pada pasal 23 ditegaskan, ”Pengawasan
proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan,
dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.”
Pengawas sekolah
berkewajiban menyusun laporan atas kegiatan supervisinya. Laporan tersebut
selain digunakan untuk menyusun perencanaan supervisi tahun berikutnya, juga
digunakan sebagai pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang dipikulkan
kepadanya. Pasal 58 ayat (5) PP 19/2005 menyatakan, ”Untuk pendidikan
dasar, menengah, dan nonformal laporan oleh pengawas atau penilik satuan
pendidikan ditujukan kepada Bupati/ Walikota melalui Dinas Pendidikan
Kabupaten/ Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan satuan
pendidikan bersangkutan.”
Karena itu pengawas sekolah harus
mampu menjadi contoh terhadap guru-guru dan kepala sekolah dalam menjalankan
tugas-tugas profesionalismenya. Saat ini banyak guru yang mengalami karir
stagnan atau mentok pada golongan ruang (IV/a). Pengawas sebagai pembina dan
peneliti dituntut untuk membina atau
membimbing guru untuk membuat karya tulis ilmiah sehingga karir guru bisa
meningkat. Jika pengawas dan kordinator pengawas sekolah saja sudah puluhan
tahun tidak naik pangkat apa yang bisa dicontoh dari pengawas itu?. Supaya adil
maka pemerintah juga harus membuat kebijakan tentang penugasan kembali pengawas
sekolah untuk bertugas menjadi guru
biasa. Sebab pengawas juga berasal dari guru dan apabila tidak mampu
menjalankan tugas-tugas jabatan pengawas sekolah harus legowo dan kembali
mengajar di sekolah.
Perbaiki Kuliatas Guru
Penataan
manajemen pendidikan dan upaya mewujudkan manusia terdidik yang memiliki kecakapan hidup
memerlukan guru yang handal (the good high teachers). Secara rasional guru yang
berkualitas dengan gaji yang cukup, akan lebih kreatif, antusias, dedikatif dan
konsentrasi pada bidang pekerjaannya.
Hasil studi
Fiske (1996) di Spanyol, Brazil, Argentina, New Zealand, Mexico, Chili, Cina,
dan Venezuela menunjukkan bahwa sistem desentralisasi pendidikan tidak
selamanya membawa berkah. Hal itu tergantung dari potensi sumber-sumber
pendukung di daerah. Otonomi daerah berpotensi memberikan efek negatif bagi
guru yang kreatif, sebab ia tidak bisa mengembangkan dan melaksanakan tugasnya
dengan efektif. Hal itu karena mereka
digaji rendah.
Penataan
manajemen pendidikan harus mengubah operasional paradigma school based management
(SBM) ke dalam school based budgeting (SBB). Hal itu berarti
penganggaran keuangan didasarkan kepada kebutuhan sekolah. Jika sekolah ingin
menfokuskan kepada peningkatan kualitas guru, berarti membawa implikasi bahwa
segala kebutuhan guru harus terakomodasi. Misalnya pemenuhan gaji, honor,
insentif, penghargaan, promosi, pemotongan birokrasi, pengembangan karier, dan
sebagainya. Penerapan school based budgeting (SBB) ini cukup
efektif dalam meningkatkan kualitas guru (Hadderman, 1999).
Penataan
manajemen pendidikan, utamanya untuk perbaikan kualitas dan gaji guru
memerlukan persyaratan. Menurut Bray (1996) ada lima syarat
yaitu commitment, collaboration, concern, consideration, and change.
Menurut Uzer
Usman (1992) bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu kemampuan yang ada pada diri guru agar dapat
mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat tercapai dengan
lebih efektif, kemampuan sosial yaitu kemampuan guru yang realisasinya memberi
manfaat bagi pemenuhan yang diperuntukan bagi masyarakat
serta kompetensi profesional adalah kemampuan yang
dimiliki guru sebagai pengajar yang baik.
Pidarta (1999)
mengatakan merupakan kewajiban guru sebagai seorang profesional untuk
mengadakan penelitian dalam profesinya. Penelitian merupakan alat utama
dalam mengembangkan ilmu dan aplikasinya. Dengan penelitian guru akan menemukan
materi-materi yang lebih tepat, alat yang cocok untuk mengajarkan sesuatu, cara
mendidik siswa yang lebih aktif, dan cara membina kemampuan siswa secara lebih
baik. Penelitian merupakan bagian dari pengembangan profesi.
Menurut Bafadal
I, (2003) bahwa untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang
dilakukan dan diperhatikan antara lai,
guru sendiri dan hubungan dengan
orang lain dan masyarakat sekeliling.
Menurut Pusat
Inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2003)
bahwa terdapat tiga kategori permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan
mutu guru dalam pembangunan pendidikan. Tiga kategori
itu adalah sistem pelatihan guru, kemampuan profesional,
profesi, jenjang karier dan kesejahteraan.
Untuk kategori profesi, jenjang karier
dan kesejahteraan dapat diambil langkah-langkah
antara lain, memperketat
persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK), menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan
kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier,
perlunya ketentuan sistem credit
point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih
menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses
pengajaran serta perlunya sistem dan mekanisme anggaran yang ditujukan
untuk meningkatkan pendapatan guru.
Simpulan
Tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah
adalah melaksanakan penilaian dan pembinaan. Penilaian dan pembinaan dilakukan terhadap bidang teknik pembelajaran
dan teknik administrasi. Dalam
melakukan pembinaan pengawas sekolah melaksanakannya dengan memberi arahan,
bimbingan, contoh, dan saran. Implementasi
dari supervisi satuan pendidikan (sekolah) adalah melakukan penilaian dan
pembinaan, mutu pendidikan adalah mutu proses dan mutu
hasil yang mengacu kepada standar nasional pendidikan (PP 19/2005).
Pengawas sekolah harus mampu menjadi
contoh terhadap guru-guru dan kepala sekolah dalam menjalankan tugas-tugas
profesionalismenya. Selain kepangkatannya harus lebih tinggi yang diawasinya
juga harus mampu menjaga wibawanya sebagai pengawas. Pengawas juga harus mampu
membimbing dan membina guru dalam melakukan penelitian sehingga guru mampu
merencanakan karir dan kepangakatannya dengan tepat waktu. Untuk para pengawas
sekolah yang tidak mampu bekerja optimal dan kinerjanya stagnan harus dibarengi
dengan kebijakan atau peraturan pemerintah yang mengatur kembali jabatan
pengawas kembali bertugas jadi guru.
Pidarta (1999)
mengatakan merupakan kewajiban guru sebagai seorang profesional untuk
mengadakan penelitian dalam profesinya. Penelitian merupakan alat utama
dalam mengembangkan ilmu dan aplikasinya. Dengan penelitian guru akan menemukan
materi-materi yang lebih tepat, alat yang cocok untuk mengajarkan sesuatu, cara
mendidik siswa yang lebih aktif, dan cara membina kemampuan siswa secara lebih
baik. Penelitian merupakan bagian dari pengembangan profesi.
(Penulis adalah guru SMP Negeri 11
Kota Jambi, tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan,email: sihaloho11@yahoo.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar