Jumat, 21 Juni 2013
“Learning Based” dan Profesi Guru Abad 21
“Learning Based” dan Profesi Guru Abad 21
Oleh: Nelson Sihaloho
Abstrak:
Perkembangan dan pendayagunaan teknologi pembelajaran saat ini diarahkan untuk multiakses yang menuntut kemampuan para guru untuk mengimplementasikan kinerja profesionalisme khususnya kompetensi profesionalismenya dalam memberikan layanan pendidikan bermutu kepada anak didik. Teknologi informasi internet, ilmu pengetahuan saat ini dapat di transmisikan pada kecepatan tinggi dimana tuntutan kemampuan dan kesempatan untuk mengakumulasi, mengolah, menganalisis, mensintesa data menjadi informasi, kemudian menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat sangat penting dalam dunia informasi saat ini. Ilmu pengetahuan yang tersebar dimana-mana bahkan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan karena diperoleh melalui sarana internet dan media informasi. Distributed intelligence (distributed knowledge), pada akhirnya fungsi guru beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi mediator dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dimana prosesnya berlangsung sepanjang hayat.Maka learning based akan menjadi kunci sukses dalam perkembangan sumber daya manusia dalam mentransfer ilmu pengetahuan apabila dibandingkan dengan teaching based.Peran web, Homepage, Search Engine, CD-ROM akan menjadi alat bantu yang akan mempercepat proses distributed knowledge.
Kata kunci: Learning Based, Profesi Guru Abad 21.
Pendahuluan
Profesionalisme guru saat ini menuntut adanya ksuatu keharusan dalam mengembangkan tiga pilar yaitu learning skills,thinking skills, living skills (Sudjarwadi, dalan Hujair, 2003: 199). Dunia global dan transformasi teknologi kini terus dikembangkan dalam dunia pendidikan. Disatu sisi kemampuan guru untuk mengeoperasionalkan teknologi tinggi juga masih diragukan. Bahkan masih banyak sekolah yang mengandalkan “teknologi usang” dalam proses pembelajaran karena keterbatasan anggaran. Infocus misalnya dirancang untuk mempermudah transfer teknologi pembelajaran terhadap siswa di dalam kelas, namun kenyataan menunjukkan banyak sekolah yang kekurangan sarana infocus bahkan sarana infocus sangat minim. Intinya proses transfer ilmu pengetahuan semakin terhambat diberikan kepada siswa. Jaringan internet yang sering “lelet” dan seringnya listrik padam dan “byar pet” mengakibatkan proses transformasi teknologi pembelajaran khususnya “learning based” semakin sulit diunduh oleh guru maupun siswa. Meski demikian dengan adanya “learning based” semakin mempercepat proses transformasi teknologi khususnya dalam proses belajar mengajar pada satuan tingkat pendidikan. Teknologi “learning based” yang dapat diunduh dalam web, homepage, search engine, CD-ROM akan menjadi alat bantu yang paling strategis dalam mempercepat proses penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap anak didik. Informasi-informasi mutakhir yang terus dikembangkan oleh para pakar-pakar pendidikan dan teknologi pembelajaran akan lebih mempercepat proses transfer ilmu pengetahuan kepada anak didik. Intinya guru bukan lagi satu-satunya informasi sumber belajar bagi siswa. Adanya kemajuan teknologi tersebut akan menjadi tanda-tanda awal terhadap para guru untuk melakukan reformasi dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Implikasinya guru harus berubah dan melakukan reformasi akan tugas prrofesionalismenya sebagai fasilitator yang akan membelajarkan siswa hingga menemukan sesuatu (scientific curiosity), bersikap demokratis serta menjadi profesional yang mandiri dan otonom (Purwanto, http://www.pustekkom.go.id). Sekait dengan itu bahwa proses pembelajaran lebih terfokus pada outcomes competency dan peningkatan relevansi dengan kebutuhan masyarakat (Hujair, 2003:199). Dimana peran guru sejalan dengan era masyarakat madani (civil society) yaitu masyarakat demokratis, plural, taat hukum, menghargai hak asasi manusia. Tuntutan tentang semakin pentingnya uji kompetensi dilakukan terhadap guru secara berkala agar kinerjanya terjamin dan tetap memenuhi syarat profesional juga terus akan dilakukan oleh pemerintah. Sejalan dengan itu peningkatan profesionalisme guru dan tuntutan tentang inovasi dalam pembelajaran juga mutlak dilakukan oleh guru. Upaya peningkatan kualitas guru, seharusnya juga diikuti dengan kesejahteraan yang lebih memadai, tetapi kenyataannya tidak demikian bahkan cenderung menambah beban kerja guru. (Suyanto, 2004) dan pemerintah perlu melihat kembali kemampuan riil yang dimiliki guru untuk melakukan atau mengadopsi setiap inovasi dibidang pendidikan (et.al). Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu profesi, semi profesi, terampil, tidak terampil, dan quasi profesi. Menurut Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Masalahnya sekarang bagaimana guru mampu berperan aktif dalam mengembangkan based learning dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Bagaimana tantangan profesionalisme guru sesuai dengan tuntutan kompetensi profesionalismenya dikaitkan dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) dan penilaian kinerja guru (PKG) dan tantangan abad 21?.
Tantangan Profesi Guru
Diantara beberapa tantangan yang dihadapi oleh guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya adalah perkembangan teknologi khususnya revolusi teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Wen (2003) mengungkapkan pentingnya mereformasi sistem pendidikan masa depan. Tantangan lain yang dihadapi oleh guru adalah era teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan siswa dan masa depan. Penguasaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi literasi dasar (di samping baca-tulis-hitung). Sekolah atau pendidikan bukan lagi sebagai satu-satunya pangkalan ilmu pengetahuan, proses pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke arah multi sumber serta kesenjangan antara school knoledge dan out of school knowledge semakin lebar. Kebutuhan akan informasi juga akan semakin penting dan tantangan dalam profesionalisme guru. Hartono (2000), menyatakan bahwa informasi dapat didefinisikan sebagai hasil pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang mengggambarkan suatu kejadian-kejadian (events) yang nyata (fact) yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Apabila dikaitkan dengan lingkungan yang mendorong timbulnya kebutuhan informasi, maka banyak kebutuhan yang dapat dikemukakan. Menurut Katz, Gurevitch dan Haas dalam Yusup (1995) mengemukakan kebutuhan itu antara lain kebutuhan kognitif, afektif, integrasi personal (personal intergrative needs), integrasi sosial (social intergrative needs) serta kebutuhan berkhayal (escapist needs). Rofiq (2006) menyatakan bahwa internet menyediakan berbagai macam informasi, baik informasi ilmiah maupun non ilmiah. Internet dapat disebut sebagai sumber database yang menyediakan beragam koleksi infomasi yang sangat lengkap dan up date. Informasi apapun dapat dengan mudah ditemukan di internet, karena internet merupakan jaringan yang terhubung ke jutaan komputer di seluruh dunia sehingga memungkinkan pertukaran data, berita, dan opini. Perkembangan Iptek yang begitu pesat mengakibatkan kebutuhan manusia akan informasi juga semakin meningkat sehingga dibutuhkan alat teknologi yang mampu menjawab kebutuhan bagi pemakai informasi dan pemakai menuntut kebutuhan informasinya mampu dijawab dengan cara yang mudah, cepat, murah dan relevan. Keinginan itu tidak jarang sulit terwujud, karena dihambat oleh berbagai kendala seperti banjir informasi, informasi yang disajikan tidak sesuai, kandungan informasi yang disajikan tidak relevan, kandungan informasi yang diberikan kurang tepat, atau pun tingkat keakuratan data dan kepercayaan pemakai atas informasi tersebut sangat rendah. Menurut Rowley dalam Hasugian (2000) mengemukakan ada beberapa jenis penelusuran (teknik penelusuran) yang mungkin dilakukan, antara lain penelusuran dengan merawak (browse searching), penelusuran kata kunci (keyword searching) menggunakan satu kata atau lebih, penelusuran frasa, yaitu dengan memasukan frasa dalam kutipan. Hal ini berguna untuk melokalisir frasa yang berisikan kata-kata yang tidak diindeks (stopwords) atau kata-kata umum (common words) serta penelusuran indeks-silang, misalnya menelusur lebih dari satu indeks dalam pernyataan penelusuran tunggal. Guru sebagai tenaga profesional juga dituntut untuk mampu melakukan penelusuran atas apa yang menjadi tugas pokok dan fungsinya. Sebab dengan mengetahui jenis-jenis penelusuran (teknik penelusuran) serta perumusan query yang baik akan menghasilkan panggilan dokumen (recall), kesesuaian (precision) dan relevansi informasi yang cukup bagus serta memudahkan temu balik informasi yang dibutuhkan. Berkenan dengan tantangan profesional yang dihadapi oleh guru, banyak upaya yang bisa dilakukan oleh guru untuk memperkaya bahan-bahan pembelajaran dengan melakukan penelusuran Online melalui jaringan internet. Menurut Chowdury (1997) menyatakan ada sejumlah fasilitas penelusuran yang umum tersedia seperti; Boolean Query Formulation, Proximity Searching, Limiting Searches, Truncation String, Searching Stemming serta format tampilan yang disediakan dari setiap pangkalan data. Boolean Query Formulation merupakan suatu sistem temu balik sebaiknya memberikan perumusan pertanyaan atau permintaan dengan menggunakan operator Boolen AND, OR dan NOT serta menyediakan kolom/ruang untuk penelusuran menggunakan. Fasilitas penelusuran menggunakan atau memperbolehkan pengguna untuk menggabungkan istilah penelusuran pada perintah penelusuran yang diberikan, dengan memberlakukan kondisi tertentu. Proximity Searching adalah merupakan penelusuran kedekatan (Proximity Searching) adalah fitur yang biasa atau yang umum disediakan pada sistem temu balik teks, mencakup pangkalan data terpasang, atau OPAC (Online Public Access Catalog). Tujuan penelusuran kedekatan adalah untuk memperbaiki atau memurnikan pertanyaan penelusuran dengan memperbolehkan penelusur menetapkan dalam hubungan kata-kata yang mana suatu istilah harus terdapat. Fasilitas penelusuran ini memperbolehkan pengguna menentukan apakah dua istilah penelusuran harus terdapat saling berdekatan satu sama lain, apakah satu atau lebih kata terdapat diantara istilah penelusuran, atau apakah istilah penelusuran harus terdapat pada satu ruas, kalimat atau pada suatu paragraf yang sama. Limiting Searches yaitu pangkalan data pada sistem temu balik teks terdiri dari sejumlah ruas field yang berbeda dan juga berisikan informasi yang berbeda. Pengguna dalam merumuskan query-nya harus dapat membatasi penelusuran pada satu atau lebih ruas tertentu. Perangkat lunak temu balik teks biasanya memberikan fasilitas pembatasan penelusuran. Pembatasan penelusuran ini, dikenal juga sebagai penelusuran berdasarkan ruas (field searching). Truncation adalah penelusuran dengan cara truncation (pemenggalan) dimaksudkan untuk memungkinkan suatu penelusuran dipandu atau diarahkan untuk mendapatkan semua bentuk kata yang berbeda, akan tetapi mempunyai akar kata yang sama. String Searching menurut Chowdury (1997) bahwa string searching adalah suatu teknik untuk menemukan satu karakter string yang melekat pada suatu istilah tertentu. Istilah-istilah yang mempunyai karakter string tersebut tidak tersimpan dalam interveted file (file yang terindeks), melainkan hanya tersimpan dalam sequential file (file yang tersusun berdasarkan urutan pemasukan data). Penelusuran string (string searching) tidak didasarkan pada interveted file, akan tetapi mengambil data langsung dari cantuman bibliografis dalam sequential file. Stemming, melakukan penelusuran dengan stemming adalah penelusuran dengan mencari kata dasar, sehingga dengan stemming semua dokumen yang mengandung istilah turunan dari suatu kata dasar akan terpanggil. Secara sederhana, penelusuran dengan stemming akan memanggil atau menemukan semua dokumen yang berisikan istilah turunan dari suatu kata dasar. Sedangkan format tampilan yang disediakan dari setiap pangkalan data bahwa setiap pangkalan data yang memuat informasi-informasi ilmiah berusaha semaksimal mungkin untuk mempublikasikan beragam informasi yang tersimpan dalam databasenya kepada khalayak banyak. Karena itu salah satu cara untuk mempermudah pengguna informasi menemukan kembali informasi sesuai dengan kebutuhan adalah dengan menampilkan format di setiap pangkalan data.
Kinerja Profesionalisme Guru Abad 21
Kinerja seseorang akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut A. Dale Timpe dalam bukunya Performance, dikemukakan bahwa kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang dibawa seseorang ke tempat pekerjaan dapat berupa pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis. Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan, komunikasi yang baik. Kinerja menunjukan suatu penampilan kerja seorang guru dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu lingkungan tertentu termasuk dalam pendidikan. Menurut Sutermeister (1976) produktivitas ditentukan oleh kinerja pegawai dan teknologi, sedangkan kinerja pegawai itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan motivasi. Gibson et al (1995) memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor–faktor yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu variabel individu, variabel organisasi serta variabel psikologis. Zane K. Quible (2005) mengemukakan bahwa berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manyatakan: “basic human traits affect employees’ job related behaviour and performance. These human traits include ability, aptitude, perception, values, interest, emotions, needs and personality”.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Ainsworth (2002) mengemukakan model kinerja yang komprehensif, dimana dikatakan bahwa kinerja (performance=P) merupakan fungsi dari kejelasan peran (role clarity = Rc), kompetensi (competence = C), lingkungan (environment = E), nilai (value = V), kesesuaian preferensi (preferences fit = Pf), imbalan (reward =Rw) ditambah umpan balik (feedback = F). Secara matematis model kinerja tersebut dapat diformulasikan menjadi: P = Rc x C x E x V x Pf x Rw + F.
Menurut Bransford, (2005) mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya guru dapat mengembangkan keahlian rutin (routine experts) dan keahlian adaptif (adaptive experts). Perbedaan kedua hal tersebut yakni “Routine experts develop a core competencies that they apply throughout their lives with greater and greater efficiency. Adaptive experts are much more likely to change their core competencies and continually axpand the breadth and depth of their expertise”. Atau terjemahannya adalah “keahlian rutin merupakan keahlian guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang, semakin ahli seorang guru dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin efisien, sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan serta memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik/pengajar”.
Selain itu saat ini guru juga dituntut untuk berkinerja terukur dan inovatif. Kinerja inovatif guru, yakni kinerja dengan mengembangkan cara baru melalui pengembangan kreatifitas dalam melaksanakan tugas guru dalam pembelajaran. Perlunya kinerja inovatif guru menjadi semakin penting tidak hanya berkaitan dengan berbagai kebijakan pembaharuan pendidikan yang berasal dari atas (top-down), namun yang lebih penting adalah tumbuh dan berkembangnya krativitas guru dan menerapkannya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran guna meningkatkan kualitas pendidikan. Wayne Morris (2006) menyatakan pendapatnya “Creative teaching may be defined in two ways: firstly, teaching creatively and secondly, teaching for creativity. Teaching creatively might be described as teachers using imaginative approaches to make learning more interesting, engaging, exciting and effective. Teaching for creativity might best be described as using forms of teaching that are intended to develop students own creative thinking and behaviour. However it would be fair to say that teaching for creativity must involve creative teaching. Teachers cannot develop the creative abilities of their students if their own creative abilities are undiscovered or suppressed”. Terjemahannya adalah bahwa “Untuk menghasilkan output/lulusan yang kreatif diperlukan pengajaran yang kreatif. Oleh karena itu kinerja kreatif/inovatif guru dalam melaksanakan tugasnya jelas akan turut menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program pendidikan/pembelajaran, terlebih lagi dalam situasi perubahan yang sangat cepat, di samping kepemimpinan Kepala Sekolah juga motivasi dari guru sendiri dalam melaksanakan kewajibannya. Kepemimpinan Kepala Sekolah mutlak diperlukan dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala Sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat ditingkatkan dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat benar-benar terwujud sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran”. Guru juga dituntut untuk mengembangkan profesinya. Profesi menuntut suatu pengembangan kemampuan dan peningkatan kompetensi sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peninkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Untuk menghadapi berbagai tantangan dan perubahan sebagai akibat dari globalisasi guru dituntut untuk lebih memahami makna pengembangan profesinya. Pengembangan professional (professional development) merupakan pengembangan kemampuan profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan/kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas pembelajaran. Maggioli, (2004) menyatakan bhwa Professional development can be defined as a career-long process in whch educators fine-tune their teaching to meet student needs artinya pengembangan profesinal guru dapat menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran makin meningkat karena kemampuan dan kompetensi guru akan terus berkembang. King dan Newmann dalam Peter Cuttance (2001) berpendapat bahwa dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan profesional dapat memberikan kontribusinya melalui hal-hal antara lain improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional community and focused, coherent and sustained staff and student learning. Roland S. Barth (1990) mengemukakan pendapatnya “The crux of teachers’ professional growth, I feel, is the development of a capacity to observe and analyze the consequences for students of different teaching behaviour and materials, and to learn to make continous modification of teaching on the basis of cues student convey”. Intinya learning based dan profesi guru abad 21 menuntut guru untuk lebih memahami tugasnya dengan profesional, melakukan perubahan dalam memberikan layanan pembelajaran dan terus menerus melakukan pengembangan profesi dan inovasi pembelajaran. (* Tulisan ini dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber-sumber relevan).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar