Senin, 21 Maret 2011

PENDIDIKAN

ENOMENA SULITNYA GURU MEMENUHI
KARYA PENGEMBANGAN PROFESI
Oleh : NELSON SIHALOHO

Pendahuluan
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (2005) telah ditegaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dikatakan profesional apabila pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi atau seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugasnya. Seorang guru diakui sebagai tenaga profesional apabila memiliki sertifikat pendidik. Bahkan pemerintah telah menargetkan program sertifikasi guru dalam jabatan akan tuntas pada tahun 2014. Penuntasan program sertifikasi guru menghadapi tantangan besar karena masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 atau D4. Menurut Baedhowi (2008) hingga tahun 2008 jumlah guru yang sudah lulus sertifikasi baru 370 ribu dan masih tercatat sekitar 1,6 juta guru yang belum lulus S-1.
Data dari sumber lainnya (2008) Baedhowi menyatakan bahwa jumlah guru yang belum lulus S1 dan D4 masih sekitar 40 %. Kuota sertifikasi guru tahun 2008 sebanyak 200 ribu belum semua terserap karena hanya 196 ribu guru yang mendaftar. Dari jumlah tersebut, guru yang berhasil melengkapi dokumen portofolio hanya 175 ribu orang.
Hasil penilaian dokumen portofolio UNY tahun 2007 menunjukkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio sebanyak 1563 atau 34,01% dari 4585 peserta. Jumlah peserta yang harus melengkapi dokumen portofolio sebanyak 12 orang dan sisanya sebanyak 1551 orang mengikuti diklat PLPG. Hasil penelitian Studi Pengembangan Model Uji Kompetensi Guru SMP (Balitbang, 2007) 61 persen responden menyetujui komponen karya pengembangan profesi menjadi persyaratan dalam penilaian dokumen portofolio. Permendiknas nomor 10 tahun 2009 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan ada 10 komponen dokumen portofolio yang dinilai untuk memberi pengakuan atas pengalaman profesional guru yaitu kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Karya pengembangan profesi adalah komponen ke 7 dari 10 komponen dokumen portofolio yang harus disiapkan guru. Dalam Pedoman Penyusunan Portofolio (2009) dijelaskan yang dimaksud karya pengembangan profesi adalah suatu karya yang menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Komponen ini meliputi buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional, artikel yang dimuat dalam media jurnal/majalah yang tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional, reviewer buku, penyunting buku, penyunting jurnal, penulis soal EBTANAS/UN/UASDA, modul/diktat cetak lokal yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1 (satu) semester. Kemudian media/alat pembelajaran dalam bidangnya, laporan penelitian di bidang pendidikan (individu/kelompok) dan karya teknologi (teknologi tepat guna) dan karya seni (patung, kriya, lukis, sastra, musik, tari, suara, dan karya seni lainnya) yang relevan dengan bidang tugasnya.
Dari 10 komponen penilaian portofolio, komponen yang sulit dipenuhi oleh guru adalah karya pengembangan profesi. Kesulitan serupa juga dihadapi guru pada saat akan mengajukan kenaikan pangkat dari golongan IVa ke atas karena terdapat persyaratan yang sama. Peraturan kenaikan pangkat saat itu menetapkan guru harus memenuhi unsur karya pengembangan profesi minimal 12 point apabila akan naik pangkat dari golongan IVa ke Vb. Pendalaman kasus guru yang mengalami hambatan kenaikan pangkat antara lain karena tidak memiliki karya pengembangan profesi. Beberapa guru yang sudah memiliki karya pengembangan profesipun mengalami hambatan karena tidak ada kriteria penilaian yang jelas. Tim penilai angka kredit tidak memiliki kesepakatan dalam penilaian karya pengembangan profesi. Namun saat ini, penilaian karya pengembangan profesi guru saat ini sudah semakin baik dan memiliki kriteria yang jelas.
Guru dikatakan profesional apabila menguasai karakteristik peserta didik yang dilayani secara mendalam dengan berbagai variasi karakter dan cara pendekatannya, menguasai bidang ilmu atau sumber (bahan ajar) dari segi disclipinary content maupun pedagogical content, menguasai pendekatan pembelajaran yang mendidik serta mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan (Rakajoni, 2008). Penguasaan dimensi konsep akademik yang berhubungan dengan layanan ahli keguruan tersebut serta pengalaman mengaplikasikan dalam profesinya sebagai guru, secara berkelanjutan akan menimbulkan nurturant effects pada kemampuan sosial dan kemampuan personal yang pada gilirannya akan berkontribusi pada kepribadian guru secara makro. Budiarso (2008) menyatakan ada lima unjuk kerja guru yang profesional, yaitu keinginan selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, meningkatkan dan memelihara profesi, keinginan selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi, mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi serta kebanggaan terhadap profesi.
Lebih lanjut Mungin (2003) menyatakan guru dan dosen yang profesional memiliki ciri-ciri yaitu memiliki kepribadian matang dan berkembang, memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat serta memiliki sikap profesional yang berkembang secara berkesinambungan.
Permasalahan yang paling urgensial dikedepankan saat ini adalah mengapa sebagian besar guru sulit memenuhi karya pengembangan profesi baik itu dalam memenuhi dokumen portofolio maupun dalam pengusulan kepangkatan dari golongan IV/a ke atas?. Bagaimana solusi yang harus ditempuh oleh guru supaya mampu memenuhi unsur karya pengembangan profesi dalam mengembangkan sikap profesionalismenya sebagai guru. Benarkah dalam pembuatan karya pengembangan profesi khususnya penelitian tindakan kelas (PTK) dan Karya Tulis Ilmiah (KTI) membutuhkan biaya yang mahal?.
Karya Pengembangan Profesi
Dalam penilaian dokumen portofolio ditetapkan penentuan batas minimal kelulusan seorang pendidik dengan passing grade pada skor 850 yang dikumpulkan dari 10 komponen portofolio. Sepuluh komponen portofolio itu kemudian dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok A berisi unsur kualifikasi dan tugas pokok; kelompok B berisi unsur pengembangan profesi dan kelompok C berisi unsur pendukung profesi. Masing-masing kelompok juga memiliki batas minimal kelulusan sendiri-sendiri.
Unsur kualifikasi dan tugas pokok terdiri atas tiga komponen, yaitu kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan total skor unsur A minimal 340 dan skor komponen perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran minimal 120. Untuk komponen unsur Pengembangan Profesi terdiri atas empat komponen, yaitu pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi dengan total skor minimal 300, khusus guru yang ditugaskan pada daerah khusus skor minimal 200 dan penilaian dari atasan dan pengawas minimal 35. Selanjutnya adalah unsur pendukung profesi meliputi keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial serta penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Adapun cara yang bisa digunakan dalam menyiapkan karya pengembangan profesi menurut Budiarso (2008) adalah guru memiliki keinginan untuk selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi serta mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi. Berbagai cara yang bisa dilakukan oleh guru dalam menyiapkan karya pengembangan profesi adalah memotivasi diri sendiri untuk selalu meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang di masyarakat, berjiwa entrepreneurship, selalu mencari dan mengembangkan ide-ide baru yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan, mengutamakan mutu pekerjaan untuk meraih kepercayaan dari orang lain, menuangkan ide dalam bentuk karya tulis yang bisa dipahami orang lain, berusaha mencari sponsor dan mempublikasikan hasil karyanya melalui berbagai media informasi serta mau dan mampu bersaing dengan teman seprofesinya.
Sementara itu untuk kenaikan pangkat golongan Pembina IV/a keatas bahkan saat ini telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) Nomor 16 Tahun 2009 tugas guru semakin berat. Namun penulis percaya pemerintah tidak berniat untuk mempersulit kenaikan pangkat guru namun didasarkan pada keinginan pemerintah untuk menghargai profesi guru sesuai dengan etika profesionalisme.
Dalam sistem kenaikan pangkat tahun 1989 telah ditegaskan unsur pengembangan profesi (PP) yang menjadi syarat kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke atas dengan minimal guru memperoleh angka kredit 12,5 point. Saat ini guru diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan karya pengembangan profesi seperti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) serta menuangkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah (KTI) yang berbobot. Bobot KTI sangat penting karena pada bobot itulah terletak kunci sukses karya penegmbangan profesi guru akan mendapatkan nilai yang setara.
Penelitian yang dilakukan oleh guru dikelas sering disebut dengan penelitian tindakan kelas (PTK) istilah bahasa asing disebut dengan “classroom action research”. O'Brien (2001) menyatakan penelitian tindakan kelas dilakukan ketika sekelompok orang (siswa) diidentifikasi permasalahannya, kemudian peneliti (guru) menetapkan suatu tindakan untuk mengatasinya. Selama tindakan berlangsung, peneliti melakukan pengamatan kesuksesan atau kegagalannya. Banyak buku pedoman tentang PTK yang bisa menjadi rujukan seperti karya Suharsimi Arikunto. Penelitian tindakan mempunyai karakteristik umum yaitu peneliti turut berpartisipasi dalam proses penelitian, tema penelitian diangkat dari pengetahuan, model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan media pembelajaran baru yang sedang popular, penelitian difokuskan untuk tujuan pemberdayaan, peningkatan mutu pembelajaran dan peningkatan kemampuan.
Action research berasumsi bahwa pengetahuan dapat dibangun dari pengalaman, khususnya pengalaman yang diperoleh melalui tindakan (action). Dengan asumsi tersebut, orang yang tidak mampu mempunyai kemungkinan untuk ditingkatkan kemampuannya melalui tindakan penelitian.
PTK juga memiliki 7 karakteristik. Karakteritik itu adalah; situasional, self-evaluative dan self reflective, paket kegiatan terbagi menjadi beberapa putaran (ssiklus), keberhasillan penelitian tindakan diketahui dari perubahan yang terjadi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, kolaboratif, partisipatoris dan sampel terbatas.
Situasional adalah tema penelitian diangkat dari permasalahan sehari-hari yang dihadapi guru atau siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Self-evaluative dan self reflective, penelitian tindakan berbasis pada hasil evaluasi diri guru dan pengambilan tindakan diputuskan berdasarkan refleksi diri.
Paket kegiatan terbagi menjadi beberapa putaran (siklus) dimana kegiatan penelitian tindakan diakhiri sampai permasalahan yang dihadapi dapat diatasi bukan pada satuan kegiatan telah selesai dilakukan. Keberhasillan penelitian tindakan diketahui dari perubahan yang terjadi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan tindakan. Apabila terjadi peningkatan nilai atau perbaikan situasi, maka secara umum tindakan dinyatakan berhasil. Kolaboratif, kegiatan penelitian bersifat kolaboratif antara guru, peneliti dan siswa. Kegiatan yang bersifat kolaboratif mengandung pengertian bahwa masing-masing individu yang terlibat dalam penelitian mempunyai tugas, tanggung jawab dan kepentingan yang berbeda tetapi tujuannya sama yaitu memecahkan masalah untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Partisipatoris, kegiatan penelitian membutuhkan partisipasi guru atau peneliti sehingga proses pengambilan data tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Selama proses penelitian berlangsung, guru bertindak sebagai pelaksana tindakan sekaligus sebagai pengamat perubahan perilaku siswa. Sampel terbatas, penelitian tindakan mengambil sampel spesifik pada kelas atau sekolah dengan sasaran kelompok siswa, kelompok guru atau manajemen sekolah yang mengalami permasalahan.
PTK dilakukan dengan tujuan meningkatkan mutu isi, proses dan hasil pembelajaran di kelas, meningkatkan kemampuan dan sikap profesional guru, menumbuhkan budaya akademik sehingga tercipa sikap proaktif dalam perbaikan mutu pembelajaran. Penelitian tindakan kelas hanya menggunakan satu kelas. Indikator keberhasilan diukur dari peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran. Penelitian dinyatakan berhasil apabila tindakan dapat membuat orang yang sebelumnya kurang berdaya menjadi lebih berdaya. Banyak model tindakan yang bisa dilakukan/diadopsi oleh guru dalam mengembangkan karya pengembangan profesinya tergantung kepada guru apakah memiliki niat baik untuk memenuhi unsur-unsur ataupun indikator-indikator/kriteria-kriteria sebagaimana yang dipersyaratkan dengan catatan harus memenuhi unsur “APIK” yaitu Asli, Penting, Ilmiah dan Konsisten. Intinya Guru bisa mengadopsi model tindakan namun tidak boleh mengadopsi karya orang lain menjadi PTK-nya. Ciri PTK juga berbeda dengan skripsi dimana perbedaannya yang sangat khas/spesifik terletak pada tindakan (siklus) dan hasil.
Suatu masalah dikatakan layak untuk diteliti apabila memiliki beberapa persyaratan seperti masih berada di dalam lingkup kompetensi keahlian bidang studi peneliti, pemecahan masalah masih terjangkau dari sisi dana, waktu, dan tenaga serta masalah menjadi skala prioritas yang ditetapkan lembaga (sekolah). Supaya biaya PTK murah dan bermutu guru hendaknya jauh-jauh hari sudah menyiapkan proposal PTK kepada Kepala Sekolah, membuat kisi-kisi angket/kusioner/wawancara serta model tindakan yang kelak akan dilakukan pada tugas pokok dan fungsi guru (Tupoksi). Anggapan bahwa melakukan PTK hingga menuangkan laporan PTK dalam bentuk karya tulis ilmiah (KTI) membutuhkan biaya yang besar dan mahal adalah keliru. Penulis telah membuktikan hal itu meskipun penulis pernah merasakan pahit getirnya memenuhi unsur karya pengembangan profesi itu.
Intinya fenomena bahwa sulitnya guru memenuhi unsur karya pengembangan profesi bukan terletak pada kesulitannya, namun berdasarkan hasil pengamatan penulis diberbagai sekolah khususnya guru yang tidak naik pangkat hingga lebih 10 tahun adalah karena malas, tidak mau belajar, tidak mau berkarya, sibuk dengan urusannya, tidak mau berkompetisi secara sehat dengan guru-guru lain, merasa lebih senior (khusus guru-guru senior). Pemerintah perlu melakukan tindakan tegas terhadap para guru yang tidak mampu memenuhi unsur karya pengembangan profesinya dengan mengurangi jam wajib guru hingga menurunkan setingkat lebih rendah kepangkatannya dari yang sekarang. Tanpa ada tindakan dan sanksi yang tegas dari pemerintah terhadap guru dan pengawas dalam memenuhi unsur karya pengembangan profesi akan menimbulkan akibat negatif terhadap profesionalisme guru. Semoga.
( Dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar