Jumat, 25 Maret 2011

PENDIDIKAN

Pendidikan dan Industrialisasi
Oleh: Nelson Sihaloho
Menurut Bezuidenhout dalam pembangunan industri ada tiga aspek penting yaitu struktur, strategi, dan kebijak industri. Struktur industri di suatu negara akan sangat berhubungan dengan sektor dominan dalam sistem ekonomi negara baik itu hubungan antara negara dan pasar serta dengan cara mengatur fungsi produksi dan reproduksi.
Strategi industri adalah bagaimana suatu negara mengubah struktur industri untuk memfasilitasi pembangunan industrinya. Tujuan strategi industri adalah mengarahkan atau menstruktur industri untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi, seperti menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan.
Ketika kita berbicara masalah pembangunan industri apalagi dengan adanya penempatan industri pada suatu kawasan maka sumber daya manusia (SDM) terampillah yang kelak akan menyelesaikan pembangunan kawasan industri tersebut. Perekruitan SDM-SDM andal mulai dari pekerjaan awal proyek hingga finishing dengan sistem rancang bangun struktur modern akan menjadi out come betapa SDM-SDM terampil yang ditempa di dunia pendidikan itulah pada akhirnya yang mampu menjawab tentang pembangunan industri. Apalagi jika industri-industri yang telah dibangun itu beroperasi dan menghasilkan berbagai barang produk unggulan bernilai ekonomi tinggi dengan pangsa pasar yang cukup luas maka sektor pendidikan sebenarnya merupakan garda terdepan dalam pembangunan SDM andal.
Namun apabila berbicara dari sisi ekonomi, sektor pendidikan yang sering diidentikkan dengan “human investmen” itu pada akhirnya sering “di anaktirikan” oleh para pelaku ekonomi dan industri. Hal itu bisa dibuktikan dengan “minimnya” penghargaan terhadap para pelaku pendidikan khususnya guru sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”.
Lebih ironis, kendati perusahaan-perusahaan berskala besar, multi nasional termasuk perusahaan industri “go public” terus mendapatkan profit keuntungan yang berlipat ganda mereka seakan-akan lupa bahwa SDM-SDM yang mampu memberikan keuntungan besarterhadap perusahaan merupakan produk pendidikan.
Kebijakan industri saat ini dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing global dengan mendorong value chain yang identik dengan peningkatan nilai (value).
Mengutip pendapat Porter (1998) mengidentifikasi satu rangkaian aktivitas yang umum ada pada perusahaan yaitu barang masuk (inbound logistic), operasi, barang keluar (outbound logistic), pemasaran dan penjualan, dan layanan (service). Botchway juga mengedepankan perlunya suatu lembaga pengembangan ekonomi local yang disebut dengan “LEDA” yaitu local economy development agencies melalaui konsep 4-E yaitu employment, employability, enterprise dan environment (ekonomi).
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, kementerian terkait, pihak swasta, dan Pemerintah Daerah misalanya secara bersama-sama telah melakukan “kick off” (dimulainya) Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Penyusunan masterplan ini merupakan tindak lanjut dari direktif Presiden yang disampaikan pada retreat Bogor pada 30 Desember 2010 dan Raker Presiden di JCC tanggal 10 Januari 2011. Pengembangan Masterplan ini diharapkan dapat diselesaikan pada akhir Maret, dan hasilnya akan diluncurkan oleh Presiden bersamaan dengan peresmian proyek-proyek tertentu pada awal April, 2011.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan masterplan ini diharapkan akan menjadi pelaku sejarah, karena pengembangan masterplan ini merupakan langkah awal untuk mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 10 besar dunia di tahun 2025, dan 6 besar dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mencapai hal tersebut, pertumbuhan ekonomi riil harus sekitar 7%-8% per tahun secara berkelanjutan. Sektor pendidikan sebagai penyedia SDM dihadapkan pada tuntutan tentang SDM-SDM andal dan bermutu yang mampu bersaing di era global. Globalisasi di sektor pendidikan dengan segala kompeksitas permasalahan yang melilitnya membutuhkan suatu komitmen tinggi agar pemerintah membiayai seluruh dana operasional pendidikan yang ada dinegeri ini dengan memadai. Anggaran selalu tidak signifikan dengan tuntutan mutu karena tenaga pendidik di negeri ini kompetensi dan profesionalismenya tidak dihargai setara dengan pengabdiannya. Salah satu contoh kecil adalah prinsip pengembangan kurikulum yang menuntut guru harus mengenbangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang tepat. Prinsip pengembangan itu mencakup prinsip relevansi, efektivitas dan fleksibilitas.
Prinsip relevansi merupakan prinsip yang paling mendasar dalam sebuah kurikulum. Prinsip ini juga bisa dikatakan sebagai nafas sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya, kurikulum menjadi tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, relevan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat (dunia kerja).
Prinsip efesiensi dan efektivitas terkait dengan cost yang akan digunakan dan hasil yang akan dicapai dalam implementasi kurikulum. Sebuah kurikulum dikatakan memenuhi prinsip efesiensi apabila kurikulum tersebut memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak terlalu besar. Prinsip fleksibilitas terkait dengan keluwesan dalam tahap implementasi kurikulum. Penerapan prinsip fleksibilitas dalam kurikulum adalah bahwa suatu kurikulum harus dirancang secara fleksibel/luwes sehingga pada saat diimplementasikan memungkinkan untuk dilakukan perubahan untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat kurikulum tersebut dirancang
Tingkatkan SDM
Sumberdaya manusia (human resources) menurut Amstrong (1990) sumberdaya manusia merupakan harta yang paling penting dalam suatu organisasi, oleh sebab itu sumberdaya manusia harus mendapatkan perhatian yang sangat serius agar sasaran organisasi sesuai dengan harapan. Supaya SDM dapat meningkat, maka perlu pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumberdaya manusia berhubungan dengan memberikan individu pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang perlu supaya mereka dapat melaksanakan peranan dan tanggung jawab yang lebih besar dan lebih menuntut kemampuan mereka. Pengembangan SDM merupakan hal yang sangat mendasar. Hubungan antara kinerja ditingkat organisasi dan tingkat nasional, serta investasi dibidang pengembangan SDM adalah hal yang nyata dan persuasif.
Mengutip pendapat Christoper Huhne yang menyatakan bahwa pengadaan tenaga kerja yang berkompeten paling menentukan nasib negara maju dibanding faktor lainnya. Cristtoper Huhne membandingkan kemajuan kebijakan pelatihan nasional di Inggris, Francis dan Jerman. Cristoper Huhne menggambarkan grafik perbedaan kritis dalam kuantitas dan kualitas dari investasi jangka panjang di Inggris dibidang Pendidikan, pelatihan dan pengembangan. Meskipun akhir-akhir ini ada usaha Inggris untuk meningkatkannya, ternyata masih jauh terbelakang dibandingkan negara-negara saingan utamanya. Sebagai perbandingan historis yang dilakukan Cristoper Huhne menyatakan antara jumlah mahasiswa di Inggris dan Jerman sangat mengejutkan. Hasil ini mempersulit usaha untuk berkompetisi dengan jumlah orang-orang Perancis dan Jerman yang terlatih dan berkompeten selama beberapa tahun terakhir ini.
Untuk mencapai SDM yang berkualitas tinggi sesuai standar yang diharapkan dan mampu mengelola sekaligus mempertahankan sumber daya alam yang dimiliki ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian. Manusia merupakan unsur utama dari seluruh kepentingan pembangunan yang menempatkan posisinya pada dua peran yaitu sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek pembangunan.
Paradigma baru pembangunan manusia merupakan proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (inlarging choices of people) untuk mengukur pilihan-pilihan tersebut digunakan indext komposit berdasarkan 3 dimensi parameter. Ke tiga parameter itu adalah derajad kesehatan dan usia hidup (longetivity) yang diukur dengan angka harapan hidup (life expectancy rate), pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kombinasi antara melek huruf dan rata-rata lama sekolah serta standar hidup layak (decent living) penduduk dilihat dari daya beli masyarakat (purchasing power parity) dimana dalam perhitungannya menggunakan ukuran GDP (Gross Domestic Product) riil perkapita yang tidak disesuaikan (adjusted GDP real per capita).
Sementara itu bicara pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil, mandiri dan memilikirasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisplin dan berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan, keahlian dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan.
Usaha peningkatan kualitas penduduk dapat dilakukan melalui tiga jalur strategik sasaran, yaitu usaha perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat, peningkatan pendidikan dalam arti luas, serta meningkatkan partisipasi penduduk dalam pekerjaan (labor participation ratio) dan mengurangi tingkat ketergantungan penduduk non produktif (dependency ratio).
Mutu atau kualitas suatu sekolah memiliki banyak makna. Menurut Zamroni (2009) kualitas sekolah memiliki berbagai makna, bisa berupa suatu konsensus tidak tertulis atas kondisi-kondisi sekolah, yang kemudian menjurus sekolah favorit di satu ujung dan dan sekolah “terlihat” di ujung lain, kualitas input yang ada, kualitas proses yang terjadi, kualitas kurikulum yang tercermin dalam kegiatan sekolah sehari-hari, kualitas output, baik dalam bentuk pencapaian ataupun dalam bentuk “gain score” serta value added, dalam, arti sejauh mana sekolah secara totalitas mengalami peningkatan.
Makna mutu hanya diartikan sebagai kemampuan penguasaan pengetahuan merupakan suatu realitas. Secara sadar dan terencana kondisi ini harus diubah. Perubahan dalam kaitan dengan mutu ini merupakan keharusan, khususnya apabila dikaitkan dengan masa depan, era baru abad 21. Mereka yang tidak mau berubah akan menjadi terasing dan tertinggal zaman. Mengutip pendapat puitis, Eric Hoffer (1971) pemikir berkebangsaan Amerika Serikat menyatakan “In times of change, learners inherit the Earth, while the learned find themselves beautifully equipped to deal with a world that no longer.”
Pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan generasi baru mampu hidup dan sukses menjalani kehidupan di masa depan, maka sekolah harus memahami dan mengidentifikasi kompetensi apa yang diperlukan untuk masa depan itu. Jose J. Soto (2005) mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan dalam era globalisasi adalah memiliki integritas pribadi yang kokoh dengan memegang teguh etika bertanggung jawab bagi kemajuan masyarakatnya dan memegang teguh etika dalam perilaku pribadi dan profesionalnya, menjadi a learning person, senantiasa memperluas dan memperdalam pengetahuan dan skills yang dimiliki.
Memiliki kemampuan berkerjasama dengan segala perbedaan yang dimiliki, menguasai dan memanfaatkan ITC serta mampu mengambil keputusan yang senantiasa berlandaskan kepentingan masyarakat luas. UNESCO menekankan pada empat pilar sebagai kemampuan dasar yang harus dihasilkan oleh dunia pendidikan. Keempat pilar tersebut adalah learning to do (solve daily problems), learning to know (keep learning), learning to be (ethically responsible) and learning to live together (the ability to respect and work with others).
Lebih lanjut Kay (2008) menganalisis perkembangan yang akan terjadi di abad 21 dan mengidentifikasi kompetensi apa yang diperlukan dan menjadi tugas pendidikan untuk mempersiapkan warga negara dengan kompetensi itu. Terdapat 5 kondisi atau konteks baru dalam kehidupan berbangsa, yang masing-masing memerlukan kompetensi tertentu. Kelima kondisi itu adalah kondisi kompetisi global (perlu kesadaran global dan kemandirian), kondisi kerjasama global (perlu kesadaran global, kemampuan bekerjasama, penguasaan ITC), pertumbuhan informasi (perlu melek teknologi, critiacal thinking&pemecahan masalah), perkembangan kerja dan karier (perlu Critical Thinking &pemecahan masalah, innovasi&penyempurnaan dan fleksibel & adaptable) serta perkembangan ekonomi berbasis pelayanan jasa, knowledge economy (perlu Melek informasi, Critical Thinking dan pemecahan masalah).
Bahkan Departemen Pendidikan New Zealand melakukan reformasi kurikulum dengan menekankan bahwa para siswa harus menguasai lima kemampuan dasar yakni kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah (critical thinking dan problem solving), kemampuan mempergunakan bahasa, symbol-simbol dan teks, kemampuan mengendalikan diri sendiri (mampu memotivasi diri sendiri, memiliki sikap “bisa mengerjakan” “a can-do attitude”, mampu merencanakan masa depan), kemampuan berhubungan dan bekerjasama (kemampuan untuk mendengarkan, kemampuan mengenali perbedaan pendapat, kemampuan bernegosiasi, kemampuan berpikir bersama) serta kemampuan berpartisipasi dan berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakatnya (kemampuan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, kemampuan berkontribusi, kemampuan menciptakan peluang). (dihimpun dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar