Guru Profesional dan Tuntutan
Pendidikan Bermutu
Oleh: Nelson
Sihaloho
Pendidikan
berkualitas bertaraf internasional (a world class education) saat ini sudah
mulai berkembang di kalangan pengelola pendidikan di pusat dan daerah.
Pemerintah, sejak empat tahun terakhir sudah memperkenalkan model pengelolaan
sekolah bertaraf internasional (SBI) dan sekolah mandiri (SM). Upaya pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui berbagai penyempurnaan sistem
administrasi dan pengelolaan pendidikan patut diapresiasi. Penataan institusi (institutional
building), kurikulum, dan penilaian itu hendaknya juga didukung dan dapat
diselaraskan dengan program penguatan kapasitas guru (teachers capacity
building) dan kepala sekolah.
Saat ini,
kebutuhan akan pendidikan bermutu sudah menjadi tuntutan dalam proses
pendidikan. Lembaga pendidikan mendapatkan tugas cukup berat untuk menyiapkan
peserta didik yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan pada
abad ke-21. Ketrampilan itu adalah teknologi informasi, berpikir kritis dan
kreatif, pemecahan masalah, dan kompetensi sosial agar mereka dapat hidup dan
bekerja sama untuk kesejahteraan masyarakat dunia.
Model pembinaan
guru saat ini telah diarahkan pada kebutuhan dan tuntutan perubahan. Kurikulum
penataran yang selama ini hanya berfokus pada pengetahuan generik diubah dan
difokuskan pada penguatan substansi mata pelajaran (subject knowledge),
termasuk peningkatan kemampuan guru (teachers capacity building). Berbagai
kegiatan, seperti rapat-rapat sekolah/guru, konferensi, lokakarya, presentasi,
forum guru mata pelajaran sejenis, belajar mandiri (independent learning),
dan continuous self-reflection harus dipahami sebagai bagian dari upaya
pembinaan kemampuan guru.
Sebagai
fasilitator pembelajaran, guru dituntut memiliki keinginan untuk senantiasa
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya (continuous learners).
Banyak hasil
studi menunjukkan, seorang guru akan dapat bekerja secara baik dan profesional
apabila yang bersangkutan memiliki beberapa kemampuan. Daintaranya menguasai mata pelajaran yang
diajarkan dengan baik (academic competence). Mampu menerjemahkan
kurikulum menjadi paket-paket pembelajaran, yang tersusun secara sistematis,
tematis, dan menunjukkan relevansinya dengan mata pelajaran lain dan kehidupan
keseharian. Mampu menyampaikan materi pembelajaran itu kepada siswa dengan
menggunakan pendekatan yang menarik, inspiratif, dan menantang (methodological
competence) serta memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan siswanya
secara baik.
Metode Pelatihan Guru
Banyak metode
dan desain pelatihan guru digulirkan oleh pemerintah. Namun secar konseptual
metode dan desai pelatihan maupun peningkatan kompetensi profesionalisme guru
sering salah arah dan tidak menyentuh substansi penegmbangan profesionalisme guru
secara berkelanjutan.
Daniels (2007)
menegaskan bahwa ’the most effective programs put content at the center,
focusing professional development squarely in the curriculum: on math, or
science, or writing, social studies, or reading. Broader concerns such as
classroom management then is quite naturally covered in the context of content
learning, not vice versa’.
Desain pelatihan
hendaknya juga dapat diarahkan pada upaya untuk meningkatkan pemikiran kritis (critical
thinking), kemampuan komunikasi, dan pemanfaatan teknologi informasi.
Dengan demikian guru, sebagai fasilitator pembelajaran, dapat merespons
tuntutan perubahan dengan cepat dan tepat dimanakemampuan dan keterampilan itu
haruslah disampaikan sebagai bagian dari
diskusi dan pembahasan tentang mata pelajaran (content knowledge).
Pelatihan yang
berkaitan dengan penguatan content knowledge dan pengelolaan kelas, guru
dan pimpinan sekolah juga harus diberi keterampilan dan pengetahuan tentang
bagaimana mengembangkan dan menggunakan alat ukur pendidikan dengan benar. Dukungan
dan program pembinaan terhadap guru secara berkesinambungan dari pemerintah
pusat dan daerah akan menjadi prasyarat utama untuk dapat menciptakan
pendidikan bermutu (quality education) sebagaimana menurut Daniels, ’simply
trusting that structural and learning is wishful thinking’.
Penguatan KTSP
Sebagaimana
target Departemen Pendidikan Nasional (Kemdikbud) pada tahun ajaran 2009/2010,
seluruh sekolah menengah harus sudah menerapkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Meski demikian
membutuhkan proses yang cukup panjang untuk bisa memahami kurikulum baru
itu. KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya,
beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni. Kemudian relevan dengan
kebutuhan kehidupan, menyeluruh dan berkesinambungan, belajar sepanjang hayat
serta seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah.
Banyak kesulitan
terutama akan dialami oleh para pendidik terutama para guru yang belum merasakan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK 2004).
Sebenarnya KTSP
memberikan otonomi kepada pendidik dan sekolah untuk menyusun atau menjabarkan
sendiri kurikulum. Semangat pemberian kekuasaan atau wewenang untuk
mengembangkan kurikulum kesatuan pendidikan itu mirip dengan konsep school based
curriculum development (SCBD) di Australia yang mulai diterapkan pada
pertengahan 1970-an.
Karena itu
program penguatan penerapan KTSP perlu dilaksanakan secara berkelanjutan. Hal
yang sangat penting adalah evaluasi KTSP terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Apakah dengan diberlakukannya KTSP tersebut kualutas mutu pendidikan dan
profesionalisme guru semakin meningkat. Perlu kajian lebih mendalam oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan tentang pelaksanaan KTSP dan hasilnya harus
dipublikasikan kepada publik untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan
penerapan KTSP itu terhadap peningkatan mutu pendidikan termasuk
profesionalisme guru.
Penilaian Profesionalisme Guru Bersertifikasi
Jika tidak ada
aral melintang pada tahun 2012 mendatang akan dilakukan penilaian terhadap
profesionalisme guru bersertifikasi. Paling tidak para guru-guru yang pertama
sekali mendapatkan tunjangan sertifikasilah yang akan dinilai kinerja dan
profesionalismenya.
Menurut Nanik Setiaji (2005) menyatakan guru menjadi mata rantai terpenting yang menghubungkan
antara pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan di sekolah yang
lebih baik.
Sumber permasalahan pendidikan di Indonesia,
sebenarnya bukan hanya pada ”persoalan guru” saja, tetapi persoalan perhatian
pemerintah dan masyarakat, dana, kurikulum, metologi, manajemen, pimpinan
sekolah yang memiliki kemampuan profesional dan integritas dalam mengelola
pendidikan. Tuntutan sumber daya pendidikan yang berkualitas dan profesional
menjadi suatu keharusan pada era global, informasi dan reformasi pendidikan bahkan kita
dihadapkan pada persaingan yang semakin kompetitif.
Menurut Laporan
Bank Dunia (1999) bahwa salah satu
penyebab makin menurunnya mutu pendidikan di Indonesia adalah “kurang
profesionalnya” para kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkat
lapangan.
Jurnal Education Leadership (1994) ada lima ukuran seorang guru
dinyatakan profesional, yaitu, memiliki
komitmen pada siswa dan proses belajarnya, secara mendalam menguasai bahan ajar
dan cara mengajarkan, bertanggung jawab memantau kemampuan belajar siswa
melalui berbagai teknik evaluasi, mampu berpikir sistematis dalam melakukan
tugas dan menjadi bagian dari masyarakat
belajar di lingkungan profesinya.
Guru saat ini dituntut untuk menguasai kemampuan
akademik, pedagogik, sosial dan budaya, teknologi informasi, mampu berpikir
kritis, mengikuti dan tanggap terhadap setiap perubahan serta mampu menyelesaikan
masalah.
Profesi guru di abad 21 ini sangat dipengaruhi
oleh pendayagunaan teknologi komunikasi dan informasi. Guru dengan kemampuan artifisialnya
dapat membelajarkan siswa dalam jumlah besar, bahkan dapat melayani siswa
yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Maka muncul distributed intelligence
(distributed knowledge) menuju
suatu proses long life
learning, learning based sebagai
pengembangan sumber daya manusia.
Kemajuan teknologi informasi juga akan mempengaruhi
profesionalisme dan kinerja guru. Dalam era teknologi informasi dan komunikasi
guru dituntut untuk lebih inovatif dalam
melaksanakan tugas profesionalismenya. Upaya peningkatan profesionalisme guru
pada akhirnya memang berpulang dan ditentukan oleh guru itu sendiri. Tuntutan peningkatan
kualitas profesionalisme guru, maka guru harus memahami tuntutan standar
profesi yang ada, yaitu guru berupaya memahami tuntutan standar profesi yang
ada dan ditempatkan sebagai prioritas utama. S ebagai profesional seorang guru
harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan
masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik. Untuk memenuhi standar
profesi ini, guru harus belaiar secara terus menerus sepanjang hayat, membuka
diri, mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya.
engan demikian, guru harus siap dan bersedia untuk diuji
kompetensinya secara berkala untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi
syarat profesional yang terus berkembang. Sebab, di masa depan dapat dipastikan
bahwa profil kelayakan guru akan ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan
membelajarkan siswa yang dimulai dari merencanakan atau merancang,
menganalisis, mengembangkan, mengimplementasikan dan menilai pembelajaran yang
berbasis pada penerapan teknologi pendidikan.
Masalah mutu profesionalisme
guru yang masih belum memadai sebagaimana diuraikan diatas memerlukan upaya
peningkatan. Diperlukan upaya penilaian terhadap kinerja guru secara berkala
untuk menjamin agar kinerja guru tetap memenuhi syarat profesionalisme. Wacana
yang mencuat saat ini adalah adanya rencana evaluasi terhadap para guru ber- sertifikasi melalui evaluasi kinerja.
Tujuannya adalah Lisensi Sertifikasi Guru yang telah melakat itu berbanding lurus dengan
prestasi ataupun kinerja profesionalismenya.
Bila memang benar Pemerintah khususnya Kementerian
Pendidikan Kebudayaan akan melakukan evaluasi terhadap kinerja guru sertifikasi
jelas akan memberikan umpan balik terhadap penilaian kinerja guru. Guru yang
kinerjanya asal-asalan diperkirakan Lisensi Sertifikasinya akan dicabut.
Apalagi jika berbuat kesalahan dan melanggar kode etik akibatnya lebih fatal
lagi.
Pada intinya setiap ada program baru pada akhirnya
akan selalu dievaluasi. Termasuk sertifikasi gurupun kelak para guru-guru yang
pertama sekali mendapatkan tunjangan sertifikasi selama 3 tahun mereka
menyandang predikat guru bersertifikat akan dimintakan pertanggungjawabannya
oleh negara. Kita tentu berharap adanya kegiatan evaluasi itu memberikan
pencerahan dan momentum terhadap guru bahwa profesionalisme guru saat ini bukan
lagi profesi asal-asalan. Pada intinya jika guru ingin profesinya dihargai dan
bermartabat harus menjalankan semua kegiatan-kegiatan pengembangan profesi
berkelanjutan secara bermutu. Terhadap peserta didik guru juga dituntut untuk
menjunjung tinggi integritas kepribadiannya, profesionalismenya, kompetensinya
serta kompetensi sosialnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tuntutan
profesionalisme guru dengan tuntutan pendidikan bermutu adalah saling terkait
dalam menghadapi era globalisasi. Bangsa yang kompetitif adalah bangsa yang
memiliki sumber daya manusia (SDM) yang andal. Kompetitifnya suatu bangsa dapat
dinilai dari prestasi maupun produk-produk yang mereka produksi membanjiri
pasaran-pasaran serta mereka mampu menguasai segmen pasar secara luas. Meski
tantangan cukup berat kita harus optimis bahwa kita masih memiliki peluang
besar untuk mampu engejar ketertinggalan kita dengan bangsa lain. Sepanjang
pemerintah memiliki komitmen tinggi untuk memajukan sektor pendidikan dan
meminimalisir semua persoalan-persoalan yang menghambat kemajuan pendidikan
akan mampu mengungguli bangsa lain. Semoga. (disarikan dan dihimpun dari
berbagai sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar