Jumat, 02 Desember 2011

GURU PROFESIONAL


Guru Profesional  dan  Tuntutan Pendidikan Bermutu
Oleh: Nelson Sihaloho
Pendidikan berkualitas bertaraf internasional (a world class education) saat ini sudah mulai berkembang di kalangan pengelola pendidikan di pusat dan daerah. Pemerintah, sejak empat tahun terakhir sudah memperkenalkan model pengelolaan sekolah bertaraf internasional (SBI) dan sekolah mandiri (SM). Upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui berbagai penyempurnaan sistem administrasi dan pengelolaan pendidikan patut diapresiasi. Penataan institusi (institutional building), kurikulum, dan penilaian itu hendaknya juga didukung dan dapat diselaraskan dengan program penguatan kapasitas guru (teachers capacity building) dan kepala sekolah.
Saat ini, kebutuhan akan pendidikan bermutu sudah menjadi tuntutan dalam proses pendidikan. Lembaga pendidikan mendapatkan tugas cukup berat untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan pada abad ke-21. Ketrampilan itu adalah teknologi informasi, berpikir kritis dan kreatif, pemecahan masalah, dan kompetensi sosial agar mereka dapat hidup dan bekerja sama untuk kesejahteraan masyarakat dunia.
Model pembinaan guru saat ini telah diarahkan pada kebutuhan dan tuntutan perubahan. Kurikulum penataran yang selama ini hanya berfokus pada pengetahuan generik diubah dan difokuskan pada penguatan substansi mata pelajaran (subject knowledge), termasuk peningkatan kemampuan guru (teachers capacity building). Berbagai kegiatan, seperti rapat-rapat sekolah/guru, konferensi, lokakarya, presentasi, forum guru mata pelajaran sejenis, belajar mandiri (independent learning), dan continuous self-reflection harus dipahami sebagai bagian dari upaya pembinaan kemampuan guru.
Sebagai fasilitator pembelajaran, guru dituntut memiliki keinginan untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya (continuous learners).
Banyak hasil studi menunjukkan, seorang guru akan dapat bekerja secara baik dan profesional apabila yang bersangkutan memiliki beberapa kemampuan.  Daintaranya menguasai mata pelajaran yang diajarkan dengan baik (academic competence). Mampu menerjemahkan kurikulum menjadi paket-paket pembelajaran, yang tersusun secara sistematis, tematis, dan menunjukkan relevansinya dengan mata pelajaran lain dan kehidupan keseharian. Mampu menyampaikan materi pembelajaran itu kepada siswa dengan menggunakan pendekatan yang menarik, inspiratif, dan menantang (methodological competence) serta memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan siswanya secara baik.
Metode Pelatihan Guru
Banyak metode dan desain pelatihan guru digulirkan oleh pemerintah. Namun secar konseptual metode dan desai pelatihan maupun peningkatan kompetensi profesionalisme guru sering salah arah dan tidak menyentuh substansi penegmbangan profesionalisme guru secara berkelanjutan.
Daniels (2007) menegaskan bahwa ’the most effective programs put content at the center, focusing professional development squarely in the curriculum: on math, or science, or writing, social studies, or reading. Broader concerns such as classroom management then is quite naturally covered in the context of content learning, not vice versa’.
Desain pelatihan hendaknya juga dapat diarahkan pada upaya untuk meningkatkan pemikiran kritis (critical thinking), kemampuan komunikasi, dan pemanfaatan teknologi informasi. Dengan demikian guru, sebagai fasilitator pembelajaran, dapat merespons tuntutan perubahan dengan cepat dan tepat dimanakemampuan dan keterampilan itu haruslah disampaikan sebagai bagian dari diskusi dan pembahasan tentang mata pelajaran (content knowledge).
Pelatihan yang berkaitan dengan penguatan content knowledge dan pengelolaan kelas, guru dan pimpinan sekolah juga harus diberi keterampilan dan pengetahuan tentang bagaimana mengembangkan dan menggunakan alat ukur pendidikan dengan benar. Dukungan dan program pembinaan terhadap guru secara berkesinambungan dari pemerintah pusat dan daerah akan menjadi prasyarat utama untuk dapat menciptakan pendidikan bermutu (quality education) sebagaimana menurut Daniels, ’simply trusting that structural and learning is wishful thinking’.
Penguatan KTSP
Sebagaimana target Departemen Pendidikan Nasional (Kemdikbud) pada tahun ajaran 2009/2010, seluruh sekolah menengah harus sudah menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Meski demikian  membutuhkan proses yang cukup panjang untuk bisa memahami kurikulum baru itu. KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.  Kemudian relevan dengan kebutuhan kehidupan, menyeluruh dan berkesinambungan, belajar sepanjang hayat serta  seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Banyak kesulitan terutama akan dialami oleh para pendidik terutama para guru yang belum merasakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK 2004).  
Sebenarnya KTSP memberikan otonomi kepada pendidik dan sekolah untuk menyusun atau menjabarkan sendiri kurikulum. Semangat pemberian kekuasaan atau wewenang untuk mengembangkan kurikulum kesatuan pendidikan itu mirip dengan konsep school based curriculum development (SCBD) di Australia yang mulai diterapkan pada pertengahan 1970-an.
Karena itu program penguatan penerapan KTSP perlu dilaksanakan secara berkelanjutan. Hal yang sangat penting adalah evaluasi KTSP terhadap peningkatan mutu pendidikan. Apakah dengan diberlakukannya KTSP tersebut kualutas mutu pendidikan dan profesionalisme guru semakin meningkat. Perlu kajian lebih mendalam oleh Badan Standar Nasional Pendidikan tentang pelaksanaan KTSP dan hasilnya harus dipublikasikan kepada publik untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan penerapan KTSP itu terhadap peningkatan mutu pendidikan termasuk profesionalisme guru.
Penilaian Profesionalisme Guru Bersertifikasi
Jika tidak ada aral melintang pada tahun 2012 mendatang akan dilakukan penilaian terhadap profesionalisme guru bersertifikasi. Paling tidak para guru-guru yang pertama sekali mendapatkan tunjangan sertifikasilah yang akan dinilai kinerja dan profesionalismenya.
Menurut Nanik Setiaji (2005) menyatakan guru menjadi mata rantai terpenting yang menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan di sekolah yang lebih baik.
Sumber permasalahan pendidikan di Indonesia, sebenarnya bukan hanya pada ”persoalan guru” saja, tetapi persoalan perhatian pemerintah dan masyarakat, dana, kurikulum, metologi, manajemen, pimpinan sekolah yang memiliki kemampuan profesional dan integritas dalam mengelola pendidikan. Tuntutan sumber daya pendidikan yang berkualitas dan profesional menjadi suatu keharusan pada era global, informasi dan reformasi pendidikan bahkan kita dihadapkan pada persaingan yang semakin kompetitif.
Menurut  Laporan Bank Dunia (1999)  bahwa salah satu penyebab makin menurunnya mutu pendidikan di Indonesia adalah “kurang profesionalnya” para kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkat lapangan.
Jurnal Education Leadership (1994) ada lima ukuran seorang guru dinyatakan profesional, yaitu,  memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan, bertanggung jawab memantau kemampuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas dan  menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya.
Guru saat ini dituntut untuk menguasai kemampuan akademik, pedagogik, sosial dan budaya, teknologi informasi, mampu berpikir kritis, mengikuti dan tanggap terhadap setiap perubahan serta mampu menyelesaikan masalah.
Profesi guru di abad 21 ini sangat dipengaruhi oleh pendayagunaan teknologi komunikasi dan informasi. Guru dengan kemampuan artifisialnya dapat membelajarkan siswa dalam jumlah besar, bahkan dapat melayani siswa yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Maka muncul distributed intelligence (distributed knowledge) menuju suatu  proses long life learning, learning based sebagai pengembangan sumber daya manusia.
Kemajuan teknologi informasi juga akan mempengaruhi profesionalisme dan kinerja guru. Dalam era teknologi informasi dan komunikasi guru dituntut untuk lebih inovatif  dalam melaksanakan tugas profesionalismenya. Upaya peningkatan profesionalisme guru pada akhirnya memang berpulang dan ditentukan oleh  guru itu sendiri. Tuntutan peningkatan kualitas profesionalisme guru, maka guru harus memahami tuntutan standar profesi yang ada, yaitu guru berupaya memahami tuntutan standar profesi yang ada dan ditempatkan sebagai prioritas utama. S ebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik. Untuk memenuhi standar profesi ini, guru harus belaiar secara terus menerus sepanjang hayat, membuka diri, mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya.
engan demikian, guru harus siap dan bersedia untuk diuji kompetensinya secara berkala untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi syarat profesional yang terus berkembang. Sebab, di masa depan dapat dipastikan bahwa profil kelayakan guru akan ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa yang dimulai dari merencanakan atau merancang, menganalisis, mengembangkan, mengimplementasikan dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan.
Masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai  sebagaimana diuraikan diatas memerlukan upaya peningkatan. Diperlukan upaya penilaian terhadap kinerja guru secara berkala untuk menjamin agar kinerja guru tetap memenuhi syarat profesionalisme. Wacana yang mencuat saat ini adalah adanya rencana evaluasi terhadap para guru ber- sertifikasi melalui evaluasi kinerja. Tujuannya adalah Lisensi Sertifikasi Guru yang telah melakat itu berbanding lurus dengan prestasi ataupun kinerja profesionalismenya.
Bila memang benar Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan Kebudayaan akan melakukan evaluasi terhadap kinerja guru sertifikasi jelas akan memberikan umpan balik terhadap penilaian kinerja guru. Guru yang kinerjanya asal-asalan diperkirakan Lisensi Sertifikasinya akan dicabut. Apalagi jika berbuat kesalahan dan melanggar kode etik akibatnya lebih fatal lagi.
Pada intinya setiap ada program baru pada akhirnya akan selalu dievaluasi. Termasuk sertifikasi gurupun kelak para guru-guru yang pertama sekali mendapatkan tunjangan sertifikasi selama 3 tahun mereka menyandang predikat guru bersertifikat akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh negara. Kita tentu berharap adanya kegiatan evaluasi itu memberikan pencerahan dan momentum terhadap guru bahwa profesionalisme guru saat ini bukan lagi profesi asal-asalan. Pada intinya jika guru ingin profesinya dihargai dan bermartabat harus menjalankan semua kegiatan-kegiatan pengembangan profesi berkelanjutan secara bermutu. Terhadap peserta didik guru juga dituntut untuk menjunjung tinggi integritas kepribadiannya, profesionalismenya, kompetensinya serta kompetensi sosialnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tuntutan profesionalisme guru dengan tuntutan pendidikan bermutu adalah saling terkait dalam menghadapi era globalisasi. Bangsa yang kompetitif adalah bangsa yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang andal. Kompetitifnya suatu bangsa dapat dinilai dari prestasi maupun produk-produk yang mereka produksi membanjiri pasaran-pasaran serta mereka mampu menguasai segmen pasar secara luas. Meski tantangan cukup berat kita harus optimis bahwa kita masih memiliki peluang besar untuk mampu engejar ketertinggalan kita dengan bangsa lain. Sepanjang pemerintah memiliki komitmen tinggi untuk memajukan sektor pendidikan dan meminimalisir semua persoalan-persoalan yang menghambat kemajuan pendidikan akan mampu mengungguli bangsa lain. Semoga. (disarikan dan dihimpun dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar