Kamis, 22 Maret 2012

BIMBINGAN DAN KONSELING

Perkembangan dan Masa Depan Konseling Oleh : Nelson Sihaloho Konseling saat ini berkembang sesuai dengan tuntutan zaman maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Kondisi dunia yang semakin kompleks dan sarat dengan berbagai persoalan menjadikan manusia cenderung kehilangan pegangan dalam hidup. Bahkan nilai-nilai religius pun semakin hari semakin merosot. Termasuk nilai-nilai spritual pun semakin menipis. Manusia semakin kehilangan arah dan tujuan karena didera persoalan tuntutan ekonomi yang terus merangkak naik. Sektor pendidikan misalnya meskipun telah ada aturan tentang “pendidikan gratis” dan “tidak boleh ada pungutan” nyatanya beban masyarakat khususnya para orangtua yang menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan terus mengeluh sepanjang tahun karena banyaknya tuntutan tentang pengeluaran biaya pendidikan. Bahaya-bahaya narkoba yang kini telah merambah ke kawasan pedesaan semakin lebih mengkhawatirkan. Akibatnya semakin banyak kalangan masyarakat yang mengkonsumsi narkoba. Mata rantai masalah sosial juga muncul semakin merebak karena akibat yang ditimbulkannya bukan hanya menyentuh orang per orang saja tetapi telah merambah ke kalangan komunitas, paguyuban hingga bangsa dan negara pun terkena imbas dari masalah-masalah sosial itu. Ditengah kondisi yang semakin sulit itu masyarakat selain kehilangan kepercayaan dan integritas terhadap masyarakat sekelilingya juga kehilangan kepercayaan terhadap penyelenggara pemerintah. Aparatur-aparatur negara yang diberikan kepercayaan oleh negara untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat juga semakin kehilangan citra ditengah merebaknya kasus-kasus penyelewengan jabatan dan kekuasaan yang dilakukan oleh kalangan oknum kepala daerah hingga pejabat negara. Menyikapi hal demikian tentu berimbas pada kalangan pendidikan. Sekolah misalnya sebagai lembaga pendidikan yang diberikan amanah dan menyelenggarakan pelayanan bermutu juga semakin tidak mendapatkan kepercayaan dari berbagai kalangan masyarakat. Meskipun guru telah mendapatkan tunjangan sertifikasi berbagai pungutan-pungutanpun masih saja terjadi. Oknum-oknum yang melakukan pungutan-pungutan terhadap anak didik selain tidak jelas dasar hukum dan aturannya akhirnya memberatkan pihak orangtua. Dari berbagai persoalan diatas sudah barang tentu akan menimbulkan akibat yang lebih luas, munculnya stress, depresi bahkan sebagian masyarakat memikul beban yang makin berat. Beban berat pada sebagian kalangan masyarakat itu selain membutuhkan pencerahan berkemungkinan juga membutuhkan konseling. Namun tetap saja para Guru Pembimbing r disekolah sering “dianak tirikan” dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Sejarah Konseling Perkembangan konseling dimulai pada awal tahun 1900, ketika terjadi reformasi sosial dan pendidikan karena kondisi masyarakat yang saat itu sedang kurang baik. Di Amerika misalnya pada abad 19 terjadi pergerakan reformasi. Para aktifis sosial menentang dan mendesak agar pemerintah lebih humanis dalam memperlakukan masyarakat terutama para imigran, kaum miskin, para penganggur termasuk orang yang terganggu secara mental. Merunut pada fakta sejarah sebagaimana dinyatakan oleh Nugent, 1994, dalam Gladding, 2000) bahwa Jane Addams dan Dorothea Dix adalah contoh orang-orang yang termasuk dalam pergerakan tersebut meskipun bukan para konselor. Tiga orang pionir yang patut dicatat karena jasanya dalam membangun arah konseling adalah Frank Parson, Jesse Davis, dan Clifford Beer. Frank Parson misalnya adalah orang yang memfokuskan diri pada kepentingan konseling dan pengembangan karir para calon penerbang. Sedangkan Jesse Davis, menekankan pelayanan kepentingan bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah sebagai suatu ukuran yang mendukung pembentukan kewarganegaraan yang baik. Clifford Beers, mulai mereformasi pergerakan kesehatan mental terutama yang bersifat preventif, seperti bagaimana memperlakukan individu yang mengalami gangguan emosional. Ketignya telah memantapkan pertumbuhan konseling. Gagasan-gagasan dan aktifitas-aktifitas mereka dalam tiga bidang keahlian profesional itu menjadi akar munculnya fondasi-fondasi konseling. Secara teoritis konseling terdiri dari 4 teori utama yakni directive (E.G. Williamson), nondirective (Carl Rogers), psychoanalysis, dan behaviorism. Tahun 1950, banyak pendekatan-pendekatan baru diciptakan. Teori-teori tersebut memberikan kepercayaan terhadap konseling dan diterima oleh masyarakat umum. Frank Parson merupakan orang yang pertama mengadakan gerakan Bimbingan Pekerjaan (Vocational GuidanceMovement) di Boston. Kemajuan industri di Amerika Serikat (AS), mengakibatkan banyak siswa sekolah menengah yang mengikuti pendidikan termasuk mengikuti wajib militer. Parson memberi bantuan terhadap orang muda yaitu bimbingan pekerjaan dan pendidikan serta memberikan layanan bimbingan dengan menelusuri aspek-aspek internal di dalam diri siswa seperti minat, bakat, dan kemampuan, menelusuri aspek-aspek eksternal yang berada di sekitar siswa seperti faktor sosial ekonomi, keluarga dan menggali upaya-upaya pengembangan pendidikan dan karir siswa ke masa depan, mengaitkannya dengan masalah lapangan kerja dan pendidikan yang tersedia melalui berbagai informasi. Bukunya yang berjudul “Choosing a Vocation” diterbitkan satu tahun setelah meninggalnya Parson menurut fakta sejarah sangat berpengaruh di Boston. Gerakan bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance) yang dipelopori Parson ini akhirnya berkembang luas ke berbagai negara bagian di AS. Tokoh lainnya adalah Jesse B. Davis merupakan orang pertama yang membuat program bimbingan secara sistematik di sekolah-sekolah publik. Munculnya Gerakan Kesehatan Mental (Mental Hygiene Movement) pada awal abad ke-20 menandakan bahwa perkembangan bimbingan semakin menunjukkan eksistensinya. Gerakan awal kesehatan mental ditandai dengan terbitnya buku “Mind That Found Itself” karangan C.W. Beers (1908). Buku tersebut menekankan mental break down dan mental hospital. Tahun 1909 Beers mendirikan The National Committee for Mental Hygiene. Peran psikologi konseling makin meluas. Apalagi munculnya Gerakan Psikometrika (The Psychometric Movement) yang ditandai dengan munculnya studi tentang perbedaan individu (individual differences) dimana gerakan pertama muncul di Perancis oleh Alfred Binet. Alfred Binet merupakan pelopor yang pertama kali melakukan pengukuran intelegensi pada tahun 1905 yang dikenal dengan test Binet Simon. Kemudian berkembang lagi alat tes psikologi untuk PD I dengan tujuan rekruitmen calon tentara oleh Waltetr Dill Scott yang disebut Army’s Committee on Classification of Personal. Fase berikutnya adalah berkembangnya konseling dan psikoterapi non-medikal dan nonpsikoanalitik oleh Carl R. Roger dengan bukunya yang terkenal “Counseling and Psychotherapy” pada tahun 1942. Pada tahap ini muncul gerakan para ahli psikometrika dengan melakukan assessment dan diagnosis (1930-an) dan pada tahun 1955 Donald Super mengembangkan tes psikologi untuk pekerjaan / karir. Pada era tahun 1960-an terjadi eksplosi profesi konseling sekolah dengan semakin meningkatnya penelitian yang terfokus pada konseling dan ditingkatkannya standar untuk sertifikasi dan kinerja konselor sekolah. Pada masa ini banyak muncul teori-teori humanistik yang baru seperti Abraham Maslow, Dugald Arbuckle, dan Sidney Jourad. Selain itu terjadi pergeseran paradigma dari konseling individual (face to face) menjadi konseling kelompok, serta berdirinya Community Mental Health Centers Act (CMHCA) dan untuk pertama kalinya kode etik konselor dipublikasikan. Dekade Tahun 1970-1990 Pada dekade ini CMHCA memperluas layanan anak dan remaja dengan penyakit mental. Dibentuk American Mental Health Counseling Association (AMHCA), dan terbentuknya badan lisensi konselor yang pertama di Virginia. Terdapat diversifikasi setting dalam layanan konseling, mulai dari sekolah hingga pusat-pusat kesehatan mental maupun pada agen-agen masyarakat sehingga dikenal istilah baru yaitu community counselor. Adanya perkembangan helping skill program yang dikemukakan oleh Truax dan Carkhuff pada tahun 1967 dan Ivey pada tahun 1971. Pada masa ini dibentuk komite untuk menilai dan memberikan izin praktek terhadap konselor yang dikelola oleh APA dan APGA. Pada tahun 1973 Association of Counselor Educators and Supervisors (ACES) mulai menetapkan rambu-rambu terhadap standardisasi program master dan doktoral dalam bidang konseling. Era tahun 1980-an ditandai dengan diterapkan dan ditingkatkannya standardissi pelatihan konselor dan sertifikasi. Tahun 1981 Council of Accreditation of Counselling and Related Educational Programs (CACREP) terbentuk untuk menstandarkan pelatihan terhadap konselor ddan kekhususannya. CACREP ini merupakan organisasi afiliasi APGA dan anggota Counseling on Post Secondary Accreditation (COPA), selanjutnya CACREP membuat standardisasi program master dan doktoral. Sebagai pelengkap CACREP, National Board for Certified Counselors (NBCC) yang dibentuk pada tahun 1983 mulai memberikan sertifikasi terhadap para konselor. Pada masa ini mulai banyak diterbitkan jurnal-jurnal ilmiah di bidang konseling dan dikemukakannya dimensi cross cultural dalam layanan konseling yang berimplikasi pada munculnya multicultural counseling. Pada tahun 1983, APGA berganti nama menjadi American Association of Counseling and Development (AACD). Pada tanggal 1 Juli 1992 AACD berganti nama menjadi American Counseling Association (ACA) untuk merefleksikan hubungan antara anggota asosiasi dan menguatkan kesatuan dan persatuan. Pada masa ini pedoman etik ACA dan standar CACREP direvisi. Pada masa ini terjadi gerakan perubahan dari istilah bimbingan dan perkembangan ke arah program konseling sekolah yang komprehensif. Bahkan terjadi pertumbuhan yang berlanjut dalam permasalahan keragaman dan multikultural dalam konseling serta terdapat penekanan terhadap model spiritual / kebaikan / holistik. Pada tahun 1991, Sears & Coy menekankan kebutuhan konselor sekolah untuk mencapai semua siswa melalui suatu model proaktif alih-alih model remedial. Pada tahun 1997, ASCA mengusulkan standar nasional untuk program konseling sekolah. Masih pada tahun 1997, DeWitt-Wallace-Reader’s Digest Fund mendirikan Transforming School Counseling Initiative (TSCI). Era Tahun 2000 Era tahun 2000 ditandai dengan munculnya berbagai krisis diberbagai belahan dunia. Profesi konseling sudah menjadi profesi yang dikenal secara luas. Pengembangan teori-teori konseling mulai merambah dan berkolaborasi dengan teori-teori lain, seperti dikemukakannya dance theraphy, musical theraphy, art theraphy, traumatic counseling, dan sebagainya. Paradigma konseling bergeser dari yang layanannya bersifat kuratif ke arah developmental dengan diterbitkannya buku “Collaborative, Competency-Based Counseling” pada tahun 2002, dan “Developmental Counseling”. Pada tahun 2011, ekonomi AS mengalami resesi, kemajuan yang terjadi dalam tahun 1990-an belum solid. Pada masa ini program bimbingan dan konseling komprehensif secara cepat menggantikan orientasi tradisional yang berorientasi pada layanan posisi. Selain itu, program bimbingan dan konseling komnprehensif menjadi cara utama untuk menata dan mengelola bimbingan dan konseling sekolah di seluruh AS. Juni 2002, model ASCA yang baru diumumkan sebagai cermin dari perubahan era layanan konseling. Kemudian tahun 2003, ASCA menerbitkan model nasional untuk program konseling sekolah (Model for School Counseling Programs). Pada musim panas 2003, TSCI mengadakan pertemuan di Las Vegas, membicarakan masalah penelitian konseling sekolah. Makin maraknya bencana alam seperti gunung meletus maupun berbagaai bencana lainnya semakin menambah derita dan trauma di berbagai negara termasuk di Indonesia. Sejak awal tahun 2000 telah terjadi banyak bencana Indonesia. Di samping kerusakan fisik bencana juga telah mengakibatkan gangguan psikis pada orang yang mengalaminya. Resiko psikologis yang dialami oleh individu yang mengalami kehilangan sumber daya yang bernilai, seperti kehilangan orang yang dicintai, harta benda yang dimiliki, hubungan sosial dan komunitas atau ketika kehilangan pegangan hidupnya akan menyebabkan stress dan trauma. Menurut Friedman & Schnurr dalam Green (2004) individu-individu yang memiliki pengalaman trauma akan menunjukan persoalan fisik konstan yang lebih besar, termasuk di antaranya rasa sakit yang kronis, gangguan gastrointestional, sakit kepala, dan serangan jantung. Menurut Green (2004) kegagalan coping dan adaptasi terhadap pengalaman traumatik akan menimbulkan efek bola salju yang luas dan mendalam, berjangka panjang dan mungkin tidak dapat diubah (irreversible). Gangguan kecemasan pascatrauma (PTSD) merujuk pada gangguan psikologis dan luka emosional yang dialami oleh individu yang mengalami suatu peristiwa tragis dan luar biasa.(Schiraldi, 2000). Secara formal mengkategorikannya sebagai suatu gangguan kecemasan dengan indikator dan ciri-ciri diagnostik tertentu yang berbeda dengan kecemasan biasa. (The American Psychiatric Association) Menurut Friedman & Schnurr dalam Green (2004) individu-individu yang memiliki pengalaman trauma akan menunjukan persoalan fisik konstan yang lebih besar, termasuk di antaranya rasa sakit yang kronis, gangguan gastrointestional, sakit kepala, dan serangan jantung. Menurut Green (2004) kegagalan coping dan adaptasi terhadap pengalaman traumatik akan menimbulkan efek bola salju yang luas dan mendalam, berjangka panjang dan mungkin tidak dapat diubah (irreversible). Menurut Schiraldi (2000), peristiwa yang menjadi pemicu kecemasan pascatrauma dikategorikan sebagai traumatic stressor, sedangkan yang menjadi pemicu kecemasan biasa disebut “ordinary stressor” atau sebagai “adjustment stressor”. Gangguan kecemasan pascatrauma (PTSD) biasanya terjadi dan membawa akibat pada fisik (physical fatigue), emosi (emotional fatigue), mental (mental fatigue), perilaku (behavioral fatigue), spiritual (spiritual fatigue). Untuk fisik mengakibatkan suhu badan meninggi (tension), menggigil (trembling), badan terasa lesu (fatigue), mual-mual (tingling), pening (nausea), ketidakmampuan menyelesaikan masalah (digestive track problem), sesak napas (rapid breathing), panik (event panic attack). Kebingungan (confussion), tidak dapat berkonsentrasi (inability to concentrate), tidak mampu mengingat dengan baik (remember), tidak dapat menyelesaikan masalah (lack decision making). Sedangkan untuk mental akibatnya sulit tidur, kehilangan selera makan, makan berlebihan, banyak merokok, minum alkohol, menghindar, sering menangis, tidak mampu berbicara, tidak bergerak, gelisah, terlalu banyak gerak, mudah marah, ingin bunuh diri, menggerakkan anggota tubuh secara berulang-ulang, rasa malu berlebihan, mengurung diri, menyalahkan orang lain. Untuk perilaku adalah putus asa (discouragement), hilang harapan (hopeless), menyalahkan Tuhan, berhenti ibadah, tidak berdaya (despair), meragukan keyakinan, dan tidak tulus, dll. Pendekatan untuk menangani anak-anak berpengalaman traumatik menuurt (Bryson, 2005) adalah Cognitif Behavioral Therapy terdiri dari, Exposure Terapy, Brief Psychodinamic Psikoterapy, Eye Movement Decensitization and Reprocessing, Family Terapy and Self-Help or Support Group Terapy. Dimasa depan konseling akan terus menunjukkan eksistensinya sebagai profesi yang akan banyak memberikan kontribusi terhadap penanganan klien. Meskipun saat ini meskipun ada anggapan bahwa profesi konseling “kurang setara” dengan profesi “menggiurkan” lainnya namun ke depan profesi konseling akan semakin menunjukkan eksistensinya. Pihak-pihak yang selama ini beranggapan bahwa konseling tidak memiliki peran strategis dalam pembangunan dan kemajuan bangsa dan ditengah semakin banyaknya tuntutan era global justeru akan memunculkan berbagai persoalan termasuk traumatik, depresi, kekalutan menta bahkan bemacam-macam penyakit mental lainnya.”Korupsi” umpamanya merupakan penyakit mental dilakukan oleh oknum-oknum yang suka mengambil yang bukan haknya. Secara psikologis apabila dilakukan uji mental terhadap pelaku koruptor jelas memiliki penyakit “maling”. Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi konseling di masa depan akan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi, bahkan akan merambah pada instansi-instansi strategis. (dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar