Butuh Kepemimpinan Visioner
Di dalam lingkungan globalisasi terjadi interkoneksi pengaruh dari faktor-faktor politik, teknologi, budaya dan ekonomi. Hal itu difasilitasi oleh dominasi kemajuan peningkatan komunikasi dan teknologi sedemikian rupa sehingga menghasilkan uncertainty, complexity dan competition (Silalahi, 2010). Pagon et al. (2008) menyatakan kepemimpinan membutuhkan kompetensi (yakni individu (antecendent), kognitif (cognitive), fungsional (fuctional) dan sosial (personal and social). Kompetensi individu merupakan atribut yang melekat kepada diri seseorang pemimpin. Kompetensi individu misalnya pendidikan, memberikan pengaruh yang kuat kepada misalnya kompetensi kognitif. Kompetensi kognitif memberikan landasan penguasaan pengetahuan umum, hukum, teori dan konsep. Kompetensi fungsional merupakan penguasaan ketrampilan untuk problem solving dalam kegiatan sehari-hari. Sementara kompetensi sosial merupakan kebutuhan untuk pembinaan hubungan dengan individu atau sosial. Seluruh kompetensi tersebut harus dipadukan dengan karakter organisasi antara lain visi, misi, value, dan tujuan. Perpaduan kompetensi kepemimpinan dan karakter organisasi akan menghasilkan keberhasilan dalam perubahan (change management). Pagon et al. (2008) menyatakan institusi publik perlu terus mengimplementasikan budaya baru di dalam organisasi. Hal ini dilakukan dengan menggantikan budaya lama melalui program antara lain training atau on-the-job training; agar tumbuh dan berkembang proses pembelajaran untuk peningkatan aspek multikultural (multicultural skills), memahami proses perubahan organisasi, peningkatan pengendalian kepribadian (emotional intelligence and self-control), dan peningkatan kerjasama dan hubungan (people skills). Untuk kepemimpinan nasional yang visioner untuk menjalankan reformasi birokrasi misalnya ada tiga masalah pokok seperti kualitas kepemimpinan belum memadai, reformasi birokrasi belum seluruhnya diterapkan dan masih sedang berjalan serta, penegakan hukum belum efektif. Dinamika politik pada tahun 2014 mendatang menjelang pemilu diprediksikan akan terjadi konflik komunal/horizontal. Pada tahun 2013 ini masih berpotensi terjadinya kejahatan yang bersifat transnasional. Kejahatan transnasional seperti narkoba, perdagangan manusia, imigran gelap dan juga penyeludupan senjata api. Tahun 2013 adalah tahun politik menjelang pesta demokrasi pada 2014. Berbagai kasus hukum, berbagai kasus politisi yang tengah pencitraan, dan bisa juga saling serang akan makin ramai. Jelas tujuannya adalah memenangkan Pemilu 2014. Baik menang dalam pemilu legislatif maupun pemilihan Presiden. Kegaduhan politik akan dimulai dari kasus-kasus lama seperti Century, Hambalang, dan lainnya yang hingga akhir 2012 belum tuntas. Kasus-kasus hukum baru yang melibatkan politisi akan dimunculkan. Sejumlah menteri dari kalangan politisi bahkan ada yang kurang beruntung pada tahun 2013. Menurut data berbagai sumber ada lima isu politik krusial yang bakal mewarnai dinamika politik Indonesia pada 2013. Isu di seputar pemilu legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden, isu krusial seputar calon presiden, isu krusial terkait badai politik yang masih membelenggu partai terbesar, isu politik lama terkait skandal bailout Bank Century yang terus mencari ”mangsa” baru serta sebagai konsekuensi logis dinamika politik nasional dan lokal yang hanya berporos pada persaingan kepentingan di antara para elite politik dan cenderung mengabaikan aspirasi rakyat. Ironisnya sangat mungkin skala unjuk rasa dan demonstrasi yang mengarah pada tindak anarkistis dan kekerasan massa meningkat dan meluas yang mengakibatkan dinamika politik yang mengarah pada kegaduhan tahun 2013 diduga cenderung lebih keras dan personal. Penyebab utama dari kecenderungan ini adalah mendekatnya momentum persaingan hidup mati para elite politik menjelang Pemilu 2014. Persaingan kepentingan para elite politik, baik secara internal parpol maupun antarparpol, akhirnya bermuara pada perjuangan mempertahankan kekuasaan pada pemilu mendatang. Kita berharap pemimpin visioner hendaknya mampu mengedepankan kepentingan rakyat dan negara diatas kepentingan parpol dan golongan. Apabila pemimpin tidak mampu menjalankan amanah kepemimpinan yang telah diberikan oleh rakyat maka akan terjadi goro-goro politik di negeri yang mengarah pada kehancuran maupun tindakan anarkis lainnya.
10 Parpol Merebut Simpati Rakyat
Sepuluh partai politik yang lolos verifikasi faktual telah mendapatkan nomor urut peserta Pemilu 2014. Pengundian nomor yang dilakukan di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Senin (14/1/2013)). Petinggi partaipun berbondong-bondong datang ke KPU Pusat itu. Hasil pengundian nomor urut parpol itu yakni Nasional Demokrat, PKB, PKS, PDI-P, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP dan Hanura. Bahkan KPU Pusat yang di ketuai oleh Husni Kamil Manik telah mengusulkan anggaran dana Rp. 7,3 trilyun untuk mensukseskan perhelatan Pemilu 2013 itu. Anggaran tersebut, rencananya, akan dibagi untuk tugas teknis, sebesar Rp5,8 triliun, dan penguatan program sebesar Rp 1,5 triliun. Anggrana sebesar itu digunakan untuk tugas teknis sebesar Rp5,8 triliun dengan alokasi tertinggi ada pada pelaksanaan manajemen perencanaan dan data sebesar Rp4,6 triliun. Untuk penguatan program sebesar Rp 1,5 triliun. Dengan alokasi tertinggi digunakan untuk pedoman, petunjuk teknis dan bimbingan teknis, supervisi, publikasi, sosialisasi penyelenggaraan pemilu dan pendidikan pemilih yakni sebesar Rp1,4 triliun. Menelisik kekuatan partai politik yang akan berlaga pada Pemilu 2014 peluang parpol sangat berat. Sebab selama ini banyak kekecewaan yang muncul di hati rakyat akibat perilaku oknum parpol yang tidak menepati janji-janji politiknya kepada rakyat. Sejumlah elit parpol saat ini sibuk memperjuangkan elektabilitas partainya baik itu melalui media maupun dalam bentuk kunjungan simpati-simpati kepada rakyat. Sistem pendekatan dengan pola simpati merupakan langkah awal parpol untuk mendekati rakyat. Aktivitas yang dilakuka melalui media adalah dengan melakukan pencitraan terhadap pemimpin partai. Untuk saat ini sejumlah elit politik sudah mulai dielus dan digadang-gadang untuk calon presiden emskipun perhelatan Pemilu masih lama. Aburizal Bakrie dari Golkar, Prabowo Subianto (Gerindra), Wiranto (Hanura), Hatta Rajasa (PAN) serta sejumlah kandidat lainnya dari kalangan tua seperti Megawati Soekarno Putri, Jusuf Kalla. Salah satu hal yang perlu dicermati adalah politik dinasti masih mewarnai Pemilu 2014. Tensi perpolitikkan yang kian memanas jelang 2014, diyakini akan masih diwarnai dengan perpolitikkan antar kekerabatan. Politik kekerabatan atau politik dinasti masih sulit ditanggalkan di peta perpolitikan di Indonesia. Bahkan partai politik pasca demokrasi telah melahirkan implikasi yang beragam, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Di Indonesia pasca demokrasi tidak lagi di arahkan pada esensi yang sesungguhnya sepanjang itulah demokrasi akan lebih terlihat dengan wajah yang sangat garang, penuh teka teki, dan tidak jarang juga di penuhi dengan wajah destruktif dan anarki. Parpol adalah salah satu dari infrastruktur politik, sedangkan infrastruktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan di bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkenaan dengan asal mula, bentuk dan proses pemerintahan pada sebuah Negara. Adanya trend fenomena yang terjadi dalam era reformasi banyak kita temukan politkus “Bajing Loncat” atau Kutu Loncat, parpol mengusung nilai-nilai keagamaan, politikus yang indisipliner semakin merajalela dan tak terkendali lagi keberaniannya serta konsentrasi politkus kita kebanyakan mengurusi obyek-obyek yang memberikan pemasukan ketimbang mengutamakan visi dan misi yang dibebankan kepadanya sebelum mereka mencapai posisi anggota dewan, bahkan cenderung menghasilkan “rombongan” politikus bermasalah di negeri ini. Padahal fungsi parpol menurut ilmuwan politik Miriam Budiardjo yakni sarana komunikasi politik, sosialisasi politik (political socialization), sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan pengatur konflik (conflict management). Artinya sesuai dengan istilah Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup fungsi mobilisasi dan integrasi, sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns), sarana rekruitmen politik serta sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan. Menurut Mac Iver, fungsi parpol adalah suatu perkumpulan terorganisasi untuk menyokong suatu prinsip atau kebijaksanaan, yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan cara-cara yang sesuai dengan konstitusi atau UUD agar menjadi penentu cara melakukan pemerintahan. Hal yang sama dinyatakan oleh Roger F Saltou yang mendefinisikan partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat. Mengacu pada dua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa partai politik merupakan hasil pengorganisasian dari sekelompok orang agar memperoleh kekuasaan untuk menjalankan program yang telah direncanakan. Sedangkan menurut Miriam Budiardjo partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Mengutip pendapat Schattscheider (1942), “Political parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties”.
SBY Terbaik dan Siap Legowo
Tidak dapat dipungkiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan secara langsung merupakan pemimpin yang terbaik untuk saat ini. Meski demikian SBY untuk saat ini akan memberikan kesempatan kepada semua calon-calon presiden untuk bersaing secara fair. Hal itu dibuktikan SBY dengan action yang meminta penegak hukum untuk mengusut kasus-kasus pelanggaran hukum tanpa pandang bulu. Sejak awal SBY memang merupakan pemimpin yang bersih memiliki visi yang jauh ke depan. Namun karena kesibukannya sebagai pemimpin negara “oknum kader partai SBY” banyak melakukan penyimpangan dan tersandung kasus hukum. Citra SBY sebagai pemimpin negara yang bersih tidak pudar dan partai binaan SBY memang menurun popularitasnya dimata publik. Meski demikian apabila SBY masih diberikan kepercayaan oleh rakyat untuk menjadi Presiden tahun 2014-2019 diprediksikan akan ditolak dan SBY pun legowo. Sebab proses regenerasi kepemimpinan harus berjalan sesuai dengan dinamikan dan tuntutan era globalisasi. Tidak menutup kemungkinan akan pada calon lain selain Abu Rizal Bakrie, Prabowo Subianto, Wiranto dan Hatta Rajasa. Berkemungkinan besar dari partai Golkar akan mencuat nama Sultan Hamengku Buwono X dan Akbar Tanjung sebagai calon presiden paling dibidik sebagai alternatif pengganti Abu Rizal Bakrie. Kalangan militer masih memiliki kans yang besar untuk dipasangkan dengan kalangan elit partai. Intinya duet militer sipil atau sipil militer akan peluangnya lebih besar memenangkan pemilu Presiden 2014 mendatang. Kegaduhan politik cenderung akan muncul dan bersumber dari intern partai poltik itu sendiri karena tersangkut kasus hukum, pencalegan dan ketidakpuasan pada kepemimpinan/kepengurusan parpol. Sejumlah kegaduhan poltik juga akan muncul dengan adanya desakan pengusutan kasus-kasus hukum yang diduga melibatkan pengurus partai. Kita tunggu saja perhelatan Pemilu 2014 mendatang. (disarikan dari berbagai sumber). Tulisan ini telah dipublikasikan pada majalah "HOLONG"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar