Rabu, 17 Juni 2015
GURU BERPRESTASI BAGAIMANA SESUNGGUHNYA
Guru Berprestasi Bagaimana Sesungguhnya?
Oleh: Nelson Sihaloho
Abstrak:
Seringkali muncul dikalangan umum bahwa guru berprestasi itu adalah guru yang sangat cerdas, menguasai 3 bahasa atau lebih, selalu berhasil membawa siswa juara pada event-evet internasioal bahkan guru berprestasi bisa diraih bila dekat dengan penguasa ataupun kenal dengan pejabat-pejabat tertentu. Paling ironis guru tidak naik pangkat lebih 10 tahun pun layak menyandang “guru berprestasi atau guru teladan, guru favorit”. Tatkala guru dihadapkan pada aturan baru yang berkaitan dengan memacu kompetensi guru akan muncul sentimen negatif terhadap perilaku guru yang enggan mengikuti aturan baru yang diberlakukan.
Fakta dan kenyataan dilapangan berdasarkan pengamatan dan pemantauan dalam kegiatan sehari-hari sering kita lihat guru kurang disiplin dalam menjalankan tugasnya, oknum kepala sekolah yang sering “menabrak aturan”. Bahkan diduga pemicu terjadinya ketimpangan dalam penetapan guru berprestasi adalah Permendiknas No. 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Padahal apabila dikaji secara lebih mendalam Permendiknas No. 28 itu sedikit banyaknya akan menimbulkan pro-kotra terhadap aturan kepegawaian.
Masih layakkah Permendiknas No. 28 Tahun 2010 itu dipertahankan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan aturan dan undang-undang kepegawaian. Mengapa kementrian yang berwenang berani mengeluarkan dan mengesahkan aturan itu untuk dilaksanakan? Hingga kapankah Permendinas No. 28 Tahun 2010 itu akan bertahan?
Sekilas Juklak Peraturannya
Kementrian Pendidikan Nasional- Badan Kepegawaian Negara (BKN) melakukan penandatanganan peraturan bersama tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Penandatanganan dilakukan oleh mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh bersama dengan Kepala BKN Edi Topo Ashari, Kamis (6/5/2010) silam. Peraturan bersama ini juga berisi juklak jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran dan angka kreditnya, serta juklak jabatan fungsional pranata laboratorium pendidikan dan angka kreditnya.
M. Muh (2010) mengungkapkan bahwa, juklak diterbitkan guna memberikan penghargaan terhadap prestasi yang diraih. M. Nuh,et.el menyatakan bahwa pengakuan, sangat penting karena ada orang yang prestasinya bagus, tetapi prestasi itu tidak diapresiasi. Prestasi seakan-akan tidak bisa kita kenal karena rumusnya tidak ada dan karena tidak dikenal tidak bisa kita berikan apresiasi.
Namun faktanya dilapangan belum semua pejabat yang berkepentingan dapat melaksanakan peraturan bersama ini dengan baik dan tertib. Lebih khusus yang berkaitan dengan prosedur penilaian dan penetapan angka kredit pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan jabatan atau pangkat perpindahan dalam dan dari jabatan, serta pembebasan sementara dan pemberhentian dalam dan dari jabatan.
Dalam aturan itu juga ditegaskan bahwa upaya yang dilakukan dapat dihasilkan pejabat fungsional yang profesional dan mandiri, serta mempunyai uraian tugas yang jelas penilaian, kinerja terukur, serta jalur karir jabatan dan pangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permen PAN RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya belum berjalan dengan baik. Bahkan Permendiknas No. 35 Tahun 2010 juga belum berjalan efektif karena Penilaian Kinerja Guru (PKG) menuntut guru untuk memiliki dokumen-dokumen otentik terhadap kinerjanya.
Sementara itu guru berprestasi sering disebutkan adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan, yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan mampu menghasilkan karya inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional; dan secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
Pada bulan Mei setiap tahunnya selalu diadakan kompetisi antar guru se-Indonesia dalam Pemilihan Guru Berprestasi mulai dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi dan final di tingkat nasional. Adapun puncak dari kegiatan tersebut adalah diserahkannya piala dan penghargaan bagi para pemenang pada tanggal 2 Mei tepat saat peringatan Hari Pendidikan Nasional. Pemilihan Guru Berprestasi menjadi ajang kompetisi positif dan sharing antar peserta dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme mereka. Pemilihan Guru Berprestasi dimaksudkan pemerintah untuk memberi dorongan motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesionalisme guru yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya (Depdiknas, 2009). Selain itu, ajang kompetisi ini dilaksanakan dalam rangka memberikan perhatian dan penghargaan kepada para guru. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 14 tahun 2005, pasal 36 ayat (1) “Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan”.
Ada tiga kriteria yang menjadi acuan penilaian dalam pemilihan guru berprestasi, yakni: pertama, unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; kedua, menghasilkan karya kreatif dan inovatif; dan ketiga secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
Bagaimana Motivasi Guru Berpretasi?
Guru sebagai pelaksana pendidikan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan guru mengemban tanggung jawab operasional pengajaran, sedangkan unsur-unsur lainnya adalah penunjang kelancaran tugas guru dalam mencapai tujuan. Unsur-unsur meningkatkan kemampuan secara teknis guru sudah banyak dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti penataran, lokakarya, seminar dan lain sebagainya, namun keluhan-keluhan masyarakat tentang ketidakpuasan terhadap guru masih banyak bermunculan.
Motivasi berprestasi erat kaitannya dengan motivasi diri bagaimana kita untuk melakukan sesuatu (will to do) (Hersey dan Blauchard, 1996:16). Houston merumuskan motivasi sebagai faktor yang menjadikan perilaku bekerja dengan inisiatif, terarah, intensif dan gigih. (Houston, 1995:5). Teori motivasi yang dikemukakan oleh Maslow diklasifikasikan motivasi menurut hierarki kebutuhan dimana bila suatu kebutuhan telah terpenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi merupakan motivator (Hersey, 1996:32).
Motivasi berprestasi pertama-tama dikemukakan oleh McClelland yang didasarkan dari hasil penelitian selama lima tahun bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan untuk bekerja dengan baik, tetapi untuk mencapai perasaan keberhasilan diri (McClelland, 1993:76). Hasil terbaik sesuai pendapat Atkinson bahwa kecenderungan berprestasi dapat dijadikan dalam formula Ts = MsXPsxIs (Atkinson, 1988:12)Ts (Tendecy of Success) adalah kekuatan kecenderungan untuk berprestasi, MS (Motive to Achieve Success) ialah perbedaan-perbedaan bentuk sukses yang diinginkan atau disenangi individu, PS (Probability of Success) diistilahkan juga dengan expectency of success merupakan tinggi rendahnya pengharapan individu untuk mencapai kesuksesan, sedangkan Is (Incentive value of success) adalahnilai insentif kesuksesan bagi individu.
McClelland mengasosiasikan motivasi berprestasi itu sebagai Virus Metal yang bila berjangkit pada seseorang akan mengakibatkan orang itu berprilaku yang sangat energetik dalam bekerja (McClelland, 1971:31). Pendapat ini didukung oleh House dan Kerr bahwa individu yang punya motivasi berprestasi memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas, sukadengan tugas yang menantang, berorientasi ke depan, dan gigih dalam bekerja (House & Kerr, 1996:190).
Agar guru dapat mengajar dengan efektif dan wajib melaksanakan pengajaran dengan baik. Ada tiga kriteria dalam menilai efektivitas pengajaran yaitu proses, karakteristik guru dan hasil (Mc Neil, 1999:248). Perilaku pengajaran dalam pembelajaran ini ditinjau dari kemampuan-kemampuan guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajaran sebagaimana dikemukakan Cooper kemampuan yang perlu dimiliki guru dalam perilaku pengaj aran adalah, kemampuan merencanakan pengajaran; kemampuan mengimplementasikan; dan kemampuan mengevaluasi (Cooper, 1990:18).
Moully, 1887:85, menambahkan kemampuan yang bersifat psikologis yaitu mengarahkan dan memotivasi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan; memberikan pengalaman belajar yang berguna melalui pengajaran dalam rangka mencapai tujuan; dan mengembangkan aspek-aspek kepribadian siswa secara menyeluruh.
Sekait dengan itu teori Maslow juga menekankan peranan guru sebagai fasilitator, dan mengajukan terciptanya kondisi lingkungan belajar yang menciptakan kondisi lingkungan belajar yang menjamin siswa pada rasa aman dan bebas mewujudkan dirinya (Munandar, 1995:81-90). Menurut Freire dialog (komunikasi dialogik) merupakan faktor esensial dalam keterampilan mengajar (Freire, 1997:56). "Only dialoque, which requires critical thinking, is also capable of generating critical thinking. Without dialoque there is no communication, and without communication there can be no true education'. (Freire, 1997 : 65). Intinya penekanan pada keterampilan mengajar yang dialogikal berarti juga menyangkut peranan siswa dalam partisipasinya dalam mengorganisir aktivitas pembelajaran.
Motivasi berprestasi merupakan dorongan bagi seorang untuk bekerja sebaik-baiknya agar mencapai hasil yang terbaik. Seorang yang memiliki motivasi berprestasi akan mempunyai semangat kerja tinggi, gigih, optimis, berorientasi ke depan, ingin mendapatkan umpan balik dari hasil kerjanya, berusaha untuk berprestasi dengan usaha sendiri dan lebih mementingkan karya daripada insentif. Motivasi berprestasi guru akan menimbulkan, mengarahkan, mengintensifkan dan memperteguh perilaku pengajaran guru ke arah pencapaian prestasi belajar siswa dan akan memberikan dampak positif terhadap perilaku pengajaran. Semakin tinggi motivasi berprestasi guru maka semakin baik dalam perilaku mengajar, dengan punya peran yang besar terhadapperilaku mengajar guru.
Keller (1993) menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut dengan model ARCS (Attention, Relevance,
Confidence dan Satistaction). Guru seringkali berasumsi bahwa motivasi belajar siswa merupakan masalah siswa itu sendiri dan guru yang bertanggung jawab untuk mengusahakan agar mempunyai motivasi tinggi. Namun sebenarnya guru dapat berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip motivasi dalam proses dan cara mengajar, untuk merangsang, meningkatkan dan memelihara motivasi siswa dalam belajar.
Menurut McClelland kebutuhan manusia mencakup tiga hal yaitu, kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement); kebutuhan untuk memiliki kuasa (need for power); dan (c) kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation) (McClelland, 1993 : 71). Kebutuhan kedua adalah nilai yang bersifat instrumental, dimana keberhasilan dalam mengerjakan suaru tugas dianggap sebagai langkah untuk mencapai kebutuhan lebih lanjut. Ketiga nilai kultural, apabila tujuan yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh kelompok.
Maslow merumuskan kebutuhan manusia yang bersifat hirarki yaitu, kebutuhan fisik, kebutuhan aman, kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. (Griffore, 1981:68). Analisis yang dikemukakan oleh Romiszowski (1984) bahwa kinerja atau performance yang rendah dapat disebabkan oleh motivasi dari dalam maupun dari luar individu. Pembicaraan secara mendalam mengenai keterampilan mengajar guru tidak cukup apabila hanya sekedar membicarakan aspek upaya. Pembicaraan akan menjadi bermakna apabila menyentuh aspek mengapa dan bagaimana sebab seperti apa yang dikatakan Bruner bahwa teori pembelajaran (instruction) berbeda dengan teori belajar. Teori belajar menjelaskan apa yang terjadi, sedangkan kalau teori pembelajaran menjelaskan bagaimana untuk membuat agar belajar terjadi secara efisien (Patterson, 1997 Ip. 154).
Keterampilan berkomunikasi guru terhadap siswa yang dipakai sebagai suatu istilah perangkat peristiwa yang dilakukan guru terhadap murid kerap kali diartikan hanya sebagai memberitahu (to inform) sehingga proses pembelajaran kurang berjalan baik. Komunikasi sebagai esensi peristiwa pembelajaran harus dikaitkan dengan tujuan membantu proses belajar (Gagne, 1994:35). Sebagai guru yang mempunyai keterampilan pemahaman bahwa pembelajaran sebagai aktivitas menolong anak yang belajar.
Guru harus menghindari memperlakukan siswa secara semaunya sebagai obyek yang memiliki perbedaan individual. Guru berpretasi bukan hanya guru yang mengikuti komptisi guru berprestasi melainkan guru yang secara terus menerus mengembangkan mutu dan kualitas profesionalnya. Semakin tinggi motivasi guru dalam untuk mencapai sesuatu maka semakin tinggi motivasinya untuk berprestasi. (Disarikan dari berbagai sumber: Penulis tinggal di Kota Jambi).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar