Rabu, 17 Juni 2015

PENTINGNYA KOMITMEN ORGANISASI GURU

Pentingnya Komitmen Organisasi Mendukung Guru Berkinerja Profesional Oleh: Nelson Sihaloho Pendahuluan Seringkali kita mendengar tentang komitmen khususnya dalam komitmen organisasi dalam mendukung kinerja baik itu organisasi karyawan maupun oraganisasi guru. Fakta dan kenyataan dilapangan menunjukkan seringkali organisasi tidak berkomitmen mendukung kinerja profesionalisme individu, maupun kinerja kelompok. Merujuk pada pendapat Dessler, (1994), berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kekuatan identifikasi dari keterlibatan individu dengan organisasi. Buchanan dalam Gibson, (1995) menguraikan pendapatnya bahwa komitmen organisasi melibatkan 3 sikap, yaitu identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi serta perasaan loyalitas terhadap organisasi. Hasil Gibson juga menunjukkan bahwa tidak adanya komitmen bisa berakibat menurunnya efektivitas organisasi. Pendapat Muchinsky, (2001) menunjukkan bahwa komitmen organisasi adalah derajat tingkat dimana seorang karyawan merasakan suatu perasaan, pengertian, serta kesetiaan kepada organisasi. Bagaimana dengan organisasi guru di Indonesia apakah berkomitmen mendukung guru berkinerja profesional sesuai dengan Undang-Undang Guru, Permen PAN RB No. 16 Tahun 2009, Permendiknas No. 35 Tahun 2010, Pengembangan Keprofesiian Berkelanjutan (PKB) maupun Penilaian Kinerja Guru (PKG). Hingga detik ini masih segelintir kegiatan organisasi guru yang melakukan kegiatan pengembangan profesionalisme guru khususnya yang berkaitan dengan kinerja profesionalisme guru. Komitmen organisasi guru dalam menyikapi tuntutan profesionalisme guru memerlukan suatu reformasi dan perubahan total. Saat ini masalah profesionalisme guru merupakan isu yang paling serius diantara permasalahan lain yang dihadapi guru. Perbincangan tentang problematika guru seringkali sampai pada kesimpulan bahwa hingga hari ini sepertinya guru belum percaya diri menyebut profesi mereka sebagai sebuah profesi yang sejajar dengan profesi lainnya baik itu dokter, pengacara, hakim, ataupun profesi lainnya. Guru seringkali menyadari bahwa suatu jenis pekerjaan yang disebut profesi idelnya memiliki kedudukan lebih dibanding dengan pekerjaan lain yang tidak dianggap sebagai profesi. Agar menjadi menjadi profesional, seseorang harus memenuhi kualifikasi minimun, sertifikasi, serta memiliki etika profesi (Nurkholis, 2004). Undang-Undang Guru dan Dosen lahir melengkapi dan menguatkan semangat perbaikan mutu pendidikan nasional yang sebelumnya telah tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mestinya organisasi guru juga harus melakukan perubahan dan peningkatan performa bagaimana meningkatkan kinerja sesuai dengan tuntutan profesionalisme. Komitmen Guru dan Organisasi Kata komitmen berasal dari bahasa latin commitere, to connect, entrust-the state of being obligated or emotionally, impelled adalah keyakinan yang mengikat. Sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakan perilaku menuju arah yang diyakininya (Tasmara, 2006:26). Park (dalam Ahmad dan Rajak, 2007) menjelaskan, komitmen guru merupakan kekuatan bathin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap sikap guru berupa tanggung jawab dan responsive (inavotif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Ashkanasy, et.al, (2000), mengemukakan pendapat Porter bahwa komitmen organisasi maupun union commitment mempunyai pengertian sama. Pengertian ini mengacu pada definisi bahwa komitmen organisasi merupakan keinginan individu untuk mempertahankan keanggotaan dalam kelompok, keinginan untuk berusaha keras demi kepentingan kelompok, mempunyai kepercayaan untuk menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi. Begley dan Czajka, (1993), menguraikan pendapat Mowday, et, al, tentang definisi komitmen organisasi yaitu sebagai suatu keyakinan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, keamanan menggunakan segala upaya untuk mewujudkan kepercayaan pada organisasi, serta sebuah keyakinan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Morrow, (1993), berpendapat bahwa seseorang dapat merasa terikat dan komitmen dengan lingkup organisasi dikarenakan faktor pekerjaan, jabatan, dan keberadaannya. Menurut Louis (dalam Ahmad dan Razak,2007) menjelaskan 4 jenis komitmen guru, yaitu komitmen terhadap sekolah sebagai satu unit sosial, komitmen terhadap kegiatan akademik sekolah, komitmen terhadap siswa-siswi sebagai individu yang unik serta komitmen untuk menciptakan pengajaran bermutu. Glickman (dalam Burhanudin, dkk, 1995 : 124) menggambarkan ciri-ciri komitmen guru profesional, antara lain, tingginya perhatian terhadap siswa-siswi, banyaknya waktu dan tenaga yang dikeluarkan, bekerja sebanyak-banyaknya untuk orang lain. Ada Apa dengan Organisasi Guru? Setiap tahun peringatan Hari Guru di Indonesia rutin dilakukan hingga dari tingkat kecamatan hingga tingkat nasional. Pada level nasional biasanya peringatan Hari Guru akan dihadiri oleh Presiden. Meski demikian kinerja organisasi guru masih perlu dipertanyakan sudah sampai sejauh mana komitmennya dalam mendukung peraturan maupun melaksanakan Undang-Undang tentang komitmen profesionalisme guru. Organisasi guru semestinya harus sejalan dengan tuntutan profesionalisme guru, tuntutan pemerintah maupun tuntutan era globalisasi. Organisai guru harus tanggap terhadap kinerja seorang guru. Kesetiaan menjadi guru mudah kita amati apabila dilihat dari rentang waktu dimana sejak seseorang mulai diangkat menjadi guru hingga sekarang. Persoalannya sekarang apakah kesetiaan terbuka untuk dinilai oleh lingkungan organisasi guru sehingga bisa dinilai memiliki ketekunan yang mengandung aspek loyalitas terhadap profesinya. Organisasi guru seharusnya tidak diperkenankan mempolitisasi sikap guru yang berdaulat. Sebab di tangan guru yang profesional dan baik, kurukulum yang kurang baik akan menjadi baik demikian juga sebaliknya guru yang tidak profesional dan tidak baik meski kurikulum baik tidak akan menjadi baik. Itulah sebabnya peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan termasuk organisasi guru. Organisasi guru harys menyadari bahwa keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya. Organisasi guru harus menyadari bahwa guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru. Organisai guru harus tanggap bagaimana mengatasi hambatan terhadap peningkatan kinerja guru ke arah yang lebih baik. Sudahkah organisasi guru mampu mengukur dan melaksanakan indikato-indikator kinerja guru. Organisasi guru juga harus mampu membuat desain pengembangan profesi guru ke arah yang lebih baik sehingga berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam peningkatan mutu profesionalisme guru. Karena pengembangan profesi guru memiliki hubungan fungsional dan pengaruh terhadap kinerja guru dan memperkuat kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pekerjaannya. Organisasi guru harus menyadari bahwa kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah. Penataan manajemen pendidikan dan upaya mewujudkan manusia terdidik yang mempunyai kecakapan hidup memerlukan guru yang handal (the good high teachers). Guru Profesional Pembicaraan tentang profesionalisme guru tidak bisa lepas dari pentingnya guru yang professional. Menurut Rice dan Bishopirick (1971), guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Profesionalisasi guru dipandang sebagai suatu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain (other-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri. Glickman (1981) juga menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara professional apabila orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Seseorang akan bekerja secara profesional bila memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Seorang guru dapat dikatakan profesional bila memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment). Sudarwan Danim yang mengutip pendapat Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills berpendapat bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut kemampuan intelektual khusus yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai ketrampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Pada dasarnya profesionalisme dan sikap professional itu merupakan motivasi intrinsik yang ada pada diri seseorang sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya menjadi tenaga profesional. Motivasi intrinsik tersebut akan berdampak pada munculnya etos kerja yang unggul (exellence. Bentuk kerja yang ditampilkan oleh seorang profesional yakni keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal. Meningkatkan dan memelihara citra profesi. Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional. Memanfaatkan setiap kesempatan pengembangan profesional. Selain itu mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi serta memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Usaha pengembangan profesi (professionalization) harus bertolak dari konstruk profesi serta bergerak ke arah substansi spesifik bidangnya. Profesi menurut Ritzer (1972), yakni memiliki pengetahuan teoretik (theoretical knowledge). Pekerjaan profesional menikmati derajat otonomi tinggi, yang bahkan cenderung bekerja secara mandiri sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Organisasi profesi juga melakukan transformasi organisasi profesi melalui letak kendali (locus of control) profesi keguruan, seperti kewenangan sertifikasi, evaluasi dan pemberian sanksi, juga bergeser dari ranah politik pemerintah ke ranah profesi keguruan. Karena pergeseran letak kendali dari pemerintah ke organisasi profesi menyangkut kewenangan dan sumberdaya untuk sertifikasi, akreditasi, dan evaluasi, maka persoalan menjadi sangat berdimensi politik serta sarat dengan konflik kepentingan. Menurut Watson Wyatt dalam Ruky (2003: 106) competency merupakan kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya. Kenezevich (1984:17), menjelaskan pengertian kompetensi yaitu kemampuan-kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan tersebut merupakan hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa pengetahuan, keterampilan, kepemimpinan, kecerdasan dan lain-lain yang dimiliki seseorang untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Lyle M.Spenser,Jr dan Signe M.Spenser dalam Ruky(2003:104.), kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia. Selain itu peningkatak profesionalisme guru berkelanjutan dilakukan oleh Lembaga seperti P4TK dengan membentuk Tim Pengembang Materi Pembelajaran bekerjasama denga Perguruan Tinggi bertugas untuk menelaah dan mengembangkan materi untuk kegiatan KKG/MGMP. Memberikan pembekalan materi kepada instruktur pada LMP, mendesain pola dan mekanisme kerja instruktur dalam kegiatan KKG maupun MGMP. Sedangkan tugas LPMP adalah menyeleksi guru utk menjadi Instruktur per jenjang dan per mata pelajaran dengan tugas menjadi nara sumber pada kegiatan KKG/MGMP Mengembangkan/mencari materi untuk kegiatan di KKG dan MGMP dan mengembangkan inovasi pembelajaran untuk KKG dan MGMP.Untuk kabupaten/Kota membentuk Guru Inti per jenjang dan per mata pelajaran dengan tugas, motivator bagi guru untuk aktif dalam KKG dan MGMP serta mengembangkan inovasi pembelajaran. Saat ini tercatat sebanyak 2.783.321 guru di tanah air dengan 30 LPMP, 13 LPTK Negeri, 19 FKIP Universitas Negeri, 234 LPTK Swasta dan 12 PPPG, Apakah dengan jumlah sebanyak itu tidak mampu menghasilkan guru profesional. Dukungan prganisasi guru untuk peningkatan profesionalisme guru wajib diperlukan dan memanfaatkan semua iyuran-iyuran organisasi guru untuk peningkatan kompetensi profesionalisme guru. Semoga. (penulis adalah pendidik tinggal di kota jambi, dihimpun dari sumber-sumber relevan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar