Senin, 21 November 2011

KURIKULUM


KTSP RSBI dan Arah Pengembangannya
Oleh: Nelson Sihaloho
Berbicara masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (KTSP) RSBI bagaimanapun tidak bisa dipisahkan dari KTSP dalam suatu kerangka sistem pendidikan nasional. Adanya persyaratan suatu sekolah yang memperoleh predikat RSBI sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang suatu sekolah. Tidak menutup kemungkinan ada suatu sekolah yang telah berdiri lebih dari 30 tahun silam dan baru ditetapkan sebagai RSBI beberapa tahun belakangan ini. Intinya suatu sekolah harus melewati berbagai jenjang akreditasi mulai dari rencana sekolah standar nasional (RSSN), sekolah standar nasional (SSN) dan setelah lolos SSN maka ditetapkan sebagai RSBI.
RSBI sebenarnya baru masuk pada fase merintis berbagai bentuk kurikulum RSBI. Suatu sekolah mungkin diberikan waktu selama 6 tahun untuk menjadi RSBI penuh setelah lolos mencapai berbagai tahapan-tahapan baru bisa mencapai jenjang sekolah bertaraf internasional (SBI). Banyak yang harus dipenuhi oleh RSBI selain standar nasional pendidikan (SNP) yang kelak diukur sesuai dengan indikator kinerja kunci minimal (IKKM) juga kelak harus mampu memenuhi indikator kinerja kunci tambahan (IKKT).
Asumsi yang berkembang dewasa ini  bahwa KTSP yang unggul diperkaya dengan kurikulum negara maju. Bahkan banyak diadopsi dan mengadaptasi kurikulum negara-negara maju seperti kurikulum Cambridge.
Mengutip pendapat Bill Lucas (2002)  dalam bukunya Power Up Your Mind  menjelaskan  bahwa kapasitas belajar siswa selama ini pengembangan kepasitas berpikir melalui 3R, yaitu Reading, wRiting, dan aRithmetic atau membaca, menulis, dan menghitung. Pada saat ini muncul kebutuhan baru untuk meningkatkan kapasitas belajar siswa dengan 5R, yaitu Remembering, Resourcefulness, Resilience, Reflectiveness and Responsiveness.
Berbagai kajian para ahli menyatakan bahwa Pendidikan formal pada abad 21 perlu mengembangkan kompetensi siswa dalam  menguasi materi pelajaran yang beradaptasi dengan perkembangan ilmu. Meningkatkan keterampilan belajar dengan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan berpikir memecahkan masalah, mengembangkan keterampilan mengelola teknologi informasi yang meliputi penguasaan informasi, media, dan teknologinya, meningkatkan kesadaran internasional serta keterampilan berkarir.
 Dalam Panduan Penyusunan KTSP BSNP misalnya, pengembangan kurikulum dilakukan dengan   melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan  kemasyarakatan, dunia usaha dan  dunia kerja. Prinsip-prinsip dasar penyusunan KTSP pada dasarnya merupakan bagian dari sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang memenuhi standar sebagaimana yang ditetapkan dalam Pemendiknas Nomor 23 tahun 26 tentang standar kompetensi lulusan (SKL).
Keterampilan belajar abad-21 merupakan produk kolaborasi tim kerja tingkat dunia yang mengidentifikasi sejumlah keterampilan penting yang diperlukan dalam dunia ekonomi berbasis pengetahuan. Adapun keterampillan itu meliputi empat kategori besar yaitu  meningkatkan  akademik, meningkatkan keterampilan belajar dan berinovasi, meningkatkan keterampilan mendayagunakan informasi, media, dan teknologi informasi komunikasi (TIK) serta  meningkatkan keterampilan hidup dan berkarir.
Masalahnya sekarang bagaimana kita menyusun KTSP suatu sekolah apabila dihadapkan dengan era persaingan global?. Bagaimana implementasi  KTSP diberlakukan pada sekolah RSBI?.
Tuntutan era global
Era globalisasi memang sarat dengan persaingan kompetitif. Negara-negara didunia berlomba untuk menjadi yang terbaik dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul sehingga mampu terus bertahan menjadi negara-negara yang unggul dalam berbagai bidang. Sebenarnya fokus utama pengembangan keterampilan dalam belajar pada  RSBI setidaknya mampu memberikan keterampilan belajar meliputi aspek kreasi, berpikir kritis, inovasi, dan pemecahan masalah, keterampilan menggunakan pengetahuan atau infomasi, keterampilan mendayagunakan media, keterampilan mendayagunakan TIK,  keterampilan mengarahkan diri, keterampilan berkolaborasi serta keterampilan memimpin. Dengan kondisi riil demikian berarti sekolah dituntut untuk mempertajam program peningkatan mutu sekolah kearah yang lebih baik bahkan berorientasi pada tatanan global. Termasuk didalamnya dalam hal penentuan dan pemenuhan standar, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, pengembangan kemampuan profesi guru serta lingkungan belajar.
Intinya pembaharuan yang diharapkan oleh suatu sekolah sekecil apapun perlu didukung dengan meningkatnya keterampilan guru untuk melasanakannya.  Proses penyempurnaan KTSP untuk menjawab tantangan abad-21, mengandung konsekuensi terhadap sekolah untuk memprogramkan peningkatan mutu profesi guru secara berkelanjutan. Meski suatu sekolah juga dituntut untuk melaksanakan pendidikan karakter pada  sekolah RSBI tidak akan menjadi beban sebab melaksanakan pendidikan karakter sudah menjadi kewajiban kita bersama. Sekolah memiliki tanggung jawab supaya lulusannya minimal memiliki enam karakter yaitu  berahlak mulia,  berisiplin,  bersikap terbuka, memiliki kesadaran sosial yang tinggi, ramah , memiliki stabilitas emosi yang tinggi, selalu ingin tahu serta penuh percaya diri.Pendidikan karakter akan berhasil efektif jika didukung dengan tujuan yang dirumuskan dengan jelas, target yang terukur, pelaksanaan yang terpantau efektivitasnya, dan evaluasi yang terlaksana secara berkala dan berkelanjutan sehingga menghasilkan data perkembangan karakter siswa. Pengembangan karakter siswa hendaknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Semuanya harus terintegrasi sebagai proses perkembangan mental yang tidak terlepas dari pembawaan seseorang dengan pengaruh dari lingkungan.
Pengembangan Profesionalisme Guru
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.  Menurut Sumargi (1996) menyatakan bahwa profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai khususnya dalam hal bidang keilmuannya.  Naisbit (1995) mengemukakan  ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21.  Dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, ekonomi nasional ke ekonomi dunia, perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang,  sentralisasi ke desentralisasi,  bantuan institusional ke bantuan diri, demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, hierarki-hierarki ke penjaringan, utara ke selatan  dan  dari atau/atau ke pilihan majemuk. Lebih lanjut Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu dari negara bangsa ke jaringan, dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, dari pengaruh Barat ke cara Asia, dari kontrol pemerintah ke tuntutan pasar,  dari desa ke metropolitan, dari padat karya ke teknologi canggih, dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita serta dari Barat ke Timur.
Makagiansar (1996) menyatakan memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigmadari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik,  dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan,  dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai.
Kemudian dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer,  dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja,  dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Guru dalam konteks abad pengetahuan khususnya dalam mengimpelementasikan KTSP dalam tugas-tugas profesionalismenya dituntut untuk  mampu  menjadi asilitator, pembimbing, konsultan, sebagai kawan belajar, belajar diarahkan oleh siswa, belajar secara terbuka, ketat dengan waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan, berdasarkan proyek dan masalah. Kemudian dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survey, penyelidikan dan perancangan, penemuan dan penciptaan, Kolaboratif, berfokus pada masyarakat, hasilnya terbuka, keanekaragaman yang kreatif, komputer sebagai peralatan semua jenis belajar,  interaksi multi media yang dinamis, komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia serta  unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri. Di Amerika Serikat dari berbagai sumber mengungkapkan bahwa pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996).
Guru Memahami Teknologi Pembelajaran
Dalam pembelajaran di kelas RSBI guru dituntut untuk menguasai konsep teknologi. Menurut Galbraith (1967) menyatakan bahwa konsep teknologi “… the systematic application of scientific knowledge and other organized knowledge to practical. Sedangkan Evans dan Nation (2000) menyatakan “Technology is not a tool – it is an art or science of how to use a tool for a purpose.” Apabila konsep pengajaran dipadukan dengan konsep teknologi oleh guru dalam pembelajaran maka kecenderungan keberhasilan siswa dalam menguasai kurikulum dalam proses belajar mengajar akan tercapai. Menurut Ramsden 1993; Trigwel, Prosser, & Lyons 1997 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep pengajaran adalah  Proses bekerja bersama pelajar untuk membantu mereka berkebolehan dan berkemungkinan untuk belajar.” Ramsden (1988) menyatakan:             “Belajar atau pembelajaran di sekolah seharusnya merupakan satu pergerakan ke arah pembentukan insan yang berupaya menyelesaikan persoalan yang kompleks, mengiktiraf kuasa dan keelokan konsep-konsep sesuatu bidang pelajar, dan menggunakan ilmu yang dipelajari di dalam kelas dalam menyelesaikan masalah di luar kelas.” Pullias dan Young (1968):   “Pengajaran itu keseluruhannya merupakan cara membimbing murid untuk memperoleh sejumlah pengalaman yang cukup bermutu hingga mampu sejauh mungkin menolong pembinaan kemungkinan-kemungkinan sebagai manusia”.  Oakeshott berkata: “Nobody is born a human being. A human being is the inhabitant of a world composed not of things, but of meaning”. Teknologi pengajaran adalah satu bidang yang berusaha meningkatkan ke arah kualitas atau keberkesanan pengajaran dan pembelajaran”. Seels & Reechy (1994) menyatakan “Instructional technology is the theory and practice of designing, development, utilization, management and evaluation of processes and resources for learning”. Reiser (2001):
“The field of instructional design and technology encompasses the analysis of learning and performance problems, and the design, development, implementation, evaluation and management of instructional and non-instructional processes and resources intended to improve learning and performance in a variety of settings, particularly educational institutions and the workplace.  Professionals in the field of instructional design and technology often use systemic instructional design procedures and employ a variety of instructional media to accomplish their goals. Moreover, in recent years, they have paid increasing attention to non-instructional solutions to some performance problems. Research and theory related to each of the aforementioned areas is also an important part of the field”.
Sedangkan  Definisi TP AECT 1977 menyatakan teknologi pengajaran merupakan satu proses yang kompleks dan berpesapadu yang melibatkan manusia, prosedur, idea, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah-masalah serta mereka bentuk, menilai dan menyelesaikan masalah-masalah dalam keadaan dimana proses pembelajaran itu adalah mencapai tujuan dan terkawal. Rowntree (1974): “Educational technology is concerned with the design and evaluation of curricula and learning experiences and with the problems of implementing and renovating them. Essentially, it is rational, problem-solving approach to education, a way of thinking sceptically and systematically about learning and teaching”. Definisi TP oleh AECT 1994: “Teknologi pengajaran adalah teori dan amalan tentang mereka bentuk , membangun, menggunakan, dan menilai proses serta sumber untuk pembelajaran”. Dick & Reiser (1989): “Suatu proses sistematik untuk mereka bentuk, membangun, melaksanakan dan menilai pengajaran”. Richey (1986): “Sains untuk mencipta spesifikasi pengajaran dengan terperinci untuk penegembangan, penilaian dan penyelenggaraan suatu keadaan yang boleh memudahkan pembelajaran sesuatu unit pelajaran tidak dapat dinilai dari besar kecilnya sesuatu mata pelajaran”, dimana kegiatannya adalah untuk menghasilkan pengajaran yang berkesan. Dick and Reiser (1989): menyatakan bahwa  Pengajaran yang berkesan membolehkan  siswa  untuk memperoleh kemahiran, pengetahuan dan sikap yang diharapkan serta membantu mewujudkan keyakinan, kepercayaan dan perasaan hormat para siswa terhadap pengajar, sekaligus membantu pembinaan disiplin yang positif.
Intinya KTSP RSBI harus diimplementasikan dalam bentuk penguatan dengan memadukan khasanah dan tantangan di masa depan. Sebab tidak semua bentuk era globalisasi sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Pendidikan karakter dalam era global adalah kemampuan suatu bangsa untuk tetap bertahan pada nilai-nilai kebudayaan yang dianut dan diyakininya sebagai  nilai-nilai budaya luhur bangsa yang harus dilestarikan. Budaya Indonesia harusnya lebih unggul dari budaya-budaya bangsa-bangsa manapun didunia karena ratusan ribu hasil-hasil kebudayaan belum dipublikasikan ke dunia internasional. KTSP RSBI adalah tugas kita mentransformasikan budaya-budaya bangsa Indonesia ke berbagai belahan dunia. (dihimpun dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar