KTSP RSBI dan Arah Pengembangannya
Oleh: Nelson Sihaloho
Berbicara masalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (KTSP) RSBI bagaimanapun
tidak bisa dipisahkan dari KTSP dalam suatu kerangka sistem pendidikan
nasional. Adanya persyaratan suatu sekolah yang memperoleh predikat RSBI
sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang suatu sekolah. Tidak
menutup kemungkinan ada suatu sekolah yang telah berdiri lebih dari 30 tahun
silam dan baru ditetapkan sebagai RSBI beberapa tahun belakangan ini. Intinya
suatu sekolah harus melewati berbagai jenjang akreditasi mulai dari rencana
sekolah standar nasional (RSSN), sekolah standar nasional (SSN) dan setelah
lolos SSN maka ditetapkan sebagai RSBI.
RSBI sebenarnya baru masuk pada fase merintis
berbagai bentuk kurikulum RSBI. Suatu sekolah mungkin diberikan waktu selama 6
tahun untuk menjadi RSBI penuh setelah lolos mencapai berbagai tahapan-tahapan
baru bisa mencapai jenjang sekolah bertaraf internasional (SBI). Banyak yang harus
dipenuhi oleh RSBI selain standar nasional pendidikan (SNP) yang kelak diukur
sesuai dengan indikator kinerja kunci minimal (IKKM) juga kelak harus mampu
memenuhi indikator kinerja kunci tambahan (IKKT).
Asumsi yang berkembang dewasa ini bahwa KTSP yang unggul
diperkaya dengan kurikulum negara maju. Bahkan banyak diadopsi dan mengadaptasi kurikulum negara-negara maju
seperti kurikulum Cambridge.
Mengutip pendapat Bill
Lucas (2002) dalam bukunya Power Up Your
Mind menjelaskan bahwa kapasitas belajar siswa selama ini
pengembangan kepasitas berpikir melalui 3R, yaitu Reading, wRiting, dan
aRithmetic atau membaca, menulis, dan menghitung. Pada saat ini muncul
kebutuhan baru untuk meningkatkan kapasitas belajar siswa dengan 5R, yaitu
Remembering, Resourcefulness, Resilience, Reflectiveness and Responsiveness.
Berbagai kajian para ahli
menyatakan bahwa Pendidikan formal pada abad 21 perlu mengembangkan kompetensi
siswa dalam menguasi materi pelajaran yang beradaptasi
dengan perkembangan ilmu. Meningkatkan
keterampilan belajar dengan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan berpikir memecahkan masalah, mengembangkan keterampilan mengelola teknologi
informasi yang meliputi penguasaan informasi, media, dan teknologinya, meningkatkan kesadaran
internasional serta keterampilan berkarir.
Dalam Panduan Penyusunan KTSP BSNP misalnya, pengembangan kurikulum dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk
menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya
kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Prinsip-prinsip dasar
penyusunan KTSP pada dasarnya merupakan bagian dari sistem pendidikan untuk
menghasilkan lulusan yang memenuhi standar sebagaimana yang ditetapkan dalam
Pemendiknas Nomor 23 tahun 26 tentang standar
kompetensi lulusan (SKL).
Keterampilan belajar abad-21 merupakan produk kolaborasi tim kerja
tingkat dunia yang mengidentifikasi sejumlah keterampilan penting yang
diperlukan dalam dunia ekonomi berbasis pengetahuan. Adapun keterampillan itu
meliputi empat kategori besar yaitu meningkatkan akademik, meningkatkan
keterampilan belajar dan berinovasi,
meningkatkan keterampilan mendayagunakan informasi,
media, dan teknologi informasi komunikasi (TIK) serta meningkatkan keterampilan hidup dan berkarir.
Masalahnya sekarang bagaimana kita menyusun KTSP
suatu sekolah apabila dihadapkan dengan era persaingan global?. Bagaimana
implementasi KTSP diberlakukan pada
sekolah RSBI?.
Tuntutan
era global
Era globalisasi memang sarat dengan persaingan kompetitif.
Negara-negara didunia berlomba untuk menjadi yang terbaik dalam mempersiapkan
sumber daya manusia (SDM) yang unggul sehingga mampu terus bertahan menjadi
negara-negara yang unggul dalam berbagai bidang. Sebenarnya fokus utama pengembangan keterampilan dalam belajar pada RSBI
setidaknya mampu memberikan keterampilan belajar
meliputi aspek kreasi, berpikir kritis, inovasi, dan pemecahan masalah, keterampilan menggunakan
pengetahuan atau infomasi, keterampilan mendayagunakan media, keterampilan mendayagunakan TIK, keterampilan mengarahkan diri, keterampilan berkolaborasi serta keterampilan
memimpin. Dengan kondisi riil demikian berarti sekolah
dituntut untuk mempertajam program peningkatan mutu sekolah kearah yang lebih
baik bahkan berorientasi pada tatanan global. Termasuk didalamnya dalam hal
penentuan dan pemenuhan standar, pengembangan kurikulum
dan pembelajaran, pengembangan kemampuan
profesi guru serta lingkungan belajar.
Intinya pembaharuan yang diharapkan oleh suatu
sekolah sekecil apapun perlu didukung dengan
meningkatnya keterampilan guru untuk melasanakannya. Proses penyempurnaan KTSP untuk menjawab
tantangan abad-21, mengandung konsekuensi terhadap sekolah untuk memprogramkan peningkatan
mutu profesi guru secara berkelanjutan. Meski suatu sekolah juga dituntut untuk
melaksanakan pendidikan karakter pada
sekolah RSBI tidak akan menjadi beban sebab melaksanakan pendidikan
karakter sudah menjadi kewajiban kita bersama. Sekolah memiliki tanggung jawab
supaya lulusannya minimal memiliki enam karakter yaitu berahlak mulia, berisiplin, bersikap terbuka, memiliki kesadaran sosial
yang tinggi, ramah
, memiliki
stabilitas emosi yang tinggi, selalu ingin tahu serta penuh percaya diri.Pendidikan karakter akan berhasil efektif jika
didukung dengan tujuan yang dirumuskan dengan jelas, target yang terukur,
pelaksanaan yang terpantau efektivitasnya, dan evaluasi yang terlaksana secara
berkala dan berkelanjutan sehingga menghasilkan data perkembangan karakter
siswa. Pengembangan karakter siswa hendaknya tidak dipandang sebagai
sesuatu yang terpisah dari pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Semuanya harus terintegrasi sebagai proses perkembangan mental yang tidak
terlepas dari pembawaan seseorang dengan pengaruh dari lingkungan.
Pengembangan Profesionalisme Guru
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama
pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi
masyarakat. Menurut Sumargi (1996) menyatakan bahwa profesionalisme
guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai khususnya dalam hal bidang keilmuannya. Naisbit (1995) mengemukakan ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi
pada pendidikan di abad 21. Dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, teknologi yang
dipaksakan ke teknologi tinggi, ekonomi nasional ke ekonomi dunia, perencanaan
jangka pendek ke perencanaan jangka panjang,
sentralisasi ke desentralisasi, bantuan institusional ke bantuan diri, demokrasi perwakilan ke
demokrasi partisipatoris, hierarki-hierarki ke penjaringan, utara ke selatan dan dari atau/atau ke pilihan majemuk. Lebih lanjut Naisbitt
(1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi
dunia yaitu dari negara bangsa ke
jaringan, dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, dari pengaruh Barat ke
cara Asia, dari kontrol pemerintah ke tuntutan pasar, dari desa ke metropolitan,
dari padat karya ke teknologi canggih, dari dominasi kaum pria ke munculnya
kaum wanita serta dari Barat ke Timur.
Makagiansar (1996) menyatakan memasuki abad
21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi
pergeseran paradigmadari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, dari
belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar
holistik, dari citra
hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, dari pengajar yang
menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus
pendidikan nilai.
Kemudian dari kampanye
melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan
komputer, dari penampilan
guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, dari konsentrasi eksklusif
pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang
digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan
antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada
diri sendiri. Guru dalam konteks abad pengetahuan khususnya
dalam mengimpelementasikan KTSP dalam tugas-tugas profesionalismenya dituntut
untuk mampu menjadi asilitator,
pembimbing, konsultan, sebagai
kawan belajar, belajar diarahkan oleh siswa, belajar
secara terbuka, ketat dengan
waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan, berdasarkan
proyek dan masalah. Kemudian dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survey, penyelidikan dan perancangan, penemuan
dan penciptaan, Kolaboratif, berfokus pada masyarakat, hasilnya
terbuka,
keanekaragaman yang kreatif, komputer
sebagai peralatan semua jenis belajar, interaksi multi media yang dinamis, komunikasi tidak
terbatas ke seluruh dunia serta unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri
sendiri. Di Amerika Serikat dari berbagai sumber
mengungkapkan bahwa pengembangan profesional guru harus
memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC
(1996).
Guru
Memahami Teknologi Pembelajaran
Dalam pembelajaran di kelas RSBI guru dituntut
untuk menguasai konsep teknologi. Menurut Galbraith (1967) menyatakan bahwa konsep
teknologi “… the
systematic application of scientific knowledge and other organized knowledge to
practical. Sedangkan
Evans dan Nation
(2000)
menyatakan “Technology
is not a tool – it is an art or science of how to use a tool for a purpose.” Apabila konsep
pengajaran dipadukan dengan konsep teknologi oleh guru dalam pembelajaran maka
kecenderungan keberhasilan siswa dalam menguasai kurikulum dalam proses belajar
mengajar akan tercapai. Menurut Ramsden 1993; Trigwel, Prosser, & Lyons 1997 menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan konsep pengajaran adalah
“ Proses bekerja bersama pelajar
untuk membantu mereka berkebolehan dan berkemungkinan untuk belajar.” Ramsden (1988) menyatakan: “Belajar
atau pembelajaran di sekolah seharusnya merupakan satu pergerakan ke arah
pembentukan insan yang berupaya menyelesaikan persoalan yang kompleks,
mengiktiraf kuasa dan keelokan konsep-konsep sesuatu bidang pelajar, dan
menggunakan ilmu yang dipelajari di dalam kelas dalam menyelesaikan masalah di
luar kelas.” Pullias dan
Young (1968): “Pengajaran itu keseluruhannya merupakan cara
membimbing murid untuk memperoleh sejumlah pengalaman yang cukup bermutu hingga
mampu sejauh mungkin menolong pembinaan kemungkinan-kemungkinan sebagai
manusia”. Oakeshott berkata: “Nobody is born a human being. A human being is the
inhabitant of a world composed not of things, but of meaning”. Teknologi pengajaran adalah satu
bidang yang berusaha meningkatkan
ke arah kualitas atau
keberkesanan pengajaran dan pembelajaran”. Seels & Reechy (1994) menyatakan “Instructional technology is the
theory and practice of designing, development, utilization, management and
evaluation of processes and resources for learning”. Reiser (2001):
“The field of instructional design and
technology encompasses the analysis of learning and performance problems, and
the design, development, implementation, evaluation and management of
instructional and non-instructional processes and resources intended to improve
learning and performance in a variety of settings, particularly
educational institutions and the workplace. Professionals in the field of instructional design and technology often
use systemic instructional design procedures and employ a variety of
instructional media to accomplish their goals. Moreover, in recent years, they
have paid increasing attention to non-instructional solutions to some
performance problems. Research and theory related to each of the aforementioned
areas is also an important part of the field”.
Sedangkan Definisi TP AECT 1977 menyatakan teknologi pengajaran merupakan satu proses yang kompleks dan
berpesapadu yang melibatkan manusia, prosedur, idea, peralatan dan organisasi
untuk menganalisis masalah-masalah serta mereka bentuk, menilai dan menyelesaikan masalah-masalah
dalam keadaan dimana proses pembelajaran itu adalah mencapai tujuan dan
terkawal. Rowntree
(1974): “Educational technology is concerned with the design and evaluation
of curricula and learning experiences and with the problems of implementing and
renovating them. Essentially, it is rational, problem-solving approach to
education, a way of thinking sceptically and systematically about learning and
teaching”. Definisi TP oleh AECT 1994: “Teknologi pengajaran adalah teori dan amalan
tentang mereka bentuk , membangun, menggunakan, dan menilai proses serta sumber untuk
pembelajaran”. Dick & Reiser (1989): “Suatu proses sistematik untuk mereka bentuk,
membangun, melaksanakan dan menilai pengajaran”. Richey (1986): “Sains untuk mencipta
spesifikasi pengajaran dengan terperinci untuk penegembangan, penilaian dan
penyelenggaraan suatu keadaan yang boleh memudahkan pembelajaran sesuatu unit
pelajaran tidak dapat dinilai dari
besar kecilnya
sesuatu mata pelajaran”, dimana kegiatannya adalah untuk menghasilkan
pengajaran yang berkesan. Dick and Reiser (1989): menyatakan
bahwa Pengajaran
yang berkesan membolehkan siswa
untuk memperoleh kemahiran, pengetahuan dan
sikap yang diharapkan serta membantu mewujudkan keyakinan, kepercayaan dan perasaan hormat para siswa terhadap
pengajar, sekaligus membantu pembinaan disiplin yang positif.
Intinya KTSP RSBI harus diimplementasikan dalam bentuk penguatan dengan
memadukan khasanah dan tantangan di masa depan. Sebab tidak semua bentuk era
globalisasi sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Pendidikan karakter dalam
era global adalah kemampuan suatu bangsa untuk tetap bertahan pada nilai-nilai
kebudayaan yang dianut dan diyakininya sebagai
nilai-nilai budaya luhur bangsa yang harus dilestarikan. Budaya
Indonesia harusnya lebih unggul dari budaya-budaya bangsa-bangsa manapun
didunia karena ratusan ribu hasil-hasil kebudayaan belum dipublikasikan ke
dunia internasional. KTSP RSBI adalah tugas kita mentransformasikan
budaya-budaya bangsa Indonesia ke berbagai belahan dunia. (dihimpun dari
berbagai sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar