Kamis, 17 Januari 2013

Uji Kompetensi Menguji Profesionalisme Guru dan Dosen

Uji Kompetensi Menguji Profesionalisme Guru dan Dosen Oleh: Nelson Sihaloho Abstrak: Uji kompetensi awal (UKA) dan uji kompetensi guru (UKG) merupakan program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di negeri ini khususnya guru. Guru memang dituntut untuk bekerja profesional dalam mengjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Persoalannya mengapa mucul berbagai rumor dan opini negatif terhadap UKA dan UKG itu. Apakah benar ada relevansi UKA dan UKG dengan kompetensi profesionalisme guru. Apabila memang UKA dan UKG memiliki relevansi dan signifikan terhadap kompetensi profesionalisme guru mengapa guru banyak terbentur pada pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Bagaimana pola dan bentuk penilaian UKA dan UKD serta PKB yang akan dilakukan terhadap para kalangan dosen-dosen dinegeri ini?. Secara prinsip UKA dan UKG memang menjadi tolok ukur dalam pemetaan guru terutama menyangkut kinerja para guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Kata kunci: Kompetensi dan Profesionalisme. Pendahuluan Saat ini banyak rumor dan opini negatif yang berkembang bahwa program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) khususnya uji kompetensi guru (UKG) maupun uji kompetensi dosen (UKD) dinilai tidak sesuai dengan aturan perundangan yang ada. Bahkan disejumlah daerah banyak guru yang menolak Uji Kompetensi Awal (UKA) termasuk Uji Kompetensi Guru (UKG) dan menyusul kemudian akan dilakukan Uji Kompetensi Dosen (UKD). Munculnya penolakan UKA/G memang memiliki dasar karena tidak dalam Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 pasal 12. Pasal tersebut menyebutkan bahwa Guru Dalam Jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4 dapat langsung mengikuti pelatihan untuk memperoleh sertifikat. Sementara untuk ikut pelatihan di Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) cukup dengan portofolio yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru. Bahkan ada rumor yang berkembang uji kompetensi itu justru membuat guru-guru stres. Sebab prosesnya menjadi dipersulit untuk mendaftarnya. Guru yang sudah senior merasa masa mengajar tidak diindahkan sama sekali oleh pemerintah. UK yang disahkan melalui Permendiknas No 11 tahun 2011 semestinya tidak berlaku dengan peraturan diatasnya yakni UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pada 2015 guru yang sudah 10 tahun mengajar harus sudah mendapat sertifikasi pendidik. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh (2012) mengatakan uji kompetensi bagi guru penting untuk mendapatkan sertifikasi mengajar. Sertifikasi itu sebagai bagian dari pengakuan terhadap profesi seseorang, jika dianggap telah profesional dengan profesinya maka harus memenuhi kompetensinya. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh (2012) menyatakan ada empat kompetensi yang harus dipenuhi seorang profesional seperti kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesi dan uji kompetensi tidak perlu dirisaukan, yang terpenting ujian itu tidak melampaui batas dimana sang guru ditempatkan. Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Lebih tegas dinyatakan bahwa kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung. Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Merefleksi Kembali Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwa kompetensi pedagogik Guru merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah terhadap anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Diantara upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kemampuannya adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada perencanaan dan solusi atas masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar anak dapat meningkat dan target perencanaan guru dapat tercapai. Intinya semua aspek kompetensi paedagogik senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan kajian masalah dan alternative dan solusi. Jabatan guru sebagai profesi menuntut guru mengutamakan profesionalismenya dan memenuhi seluruh persyaratan dan harus di-certified. Empat ranah diujikan, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi akademik, kompetensi institusional, dan kompetensi profesi merupakan refleksi atas hasil-hasil profesionalismenya sebagai guru. Uji kompetensi dilakukan untuk melihat kompetensi seseorang apakah sudah memenuhi empat ranah itu. Uji kompetensi juga dilakukan untuk memastikan orang yang masuk ke dalam PLPG, apakah sudah memenuhi persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Jika peserta sudah memenuhi standar minimal dan mendapat sertifikasi, berarti dia dianggap sudah profesional secara administratif. Berdasarkan data Kemdikbud telah mengucurkan anggaran untuk tunjangan profesi guru. Pada 2010, tunjangan profesi guru mencapai Rp 14 triliun dan tahun 2011 mencapai Rp 29 triliun. Berarti dalam setahun terdapat ada tambahan anggaran Rp 15 triliun dan untuk tahun 2012 Rp 33 triliun serta tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp 47 triliun. Jika setiap tahun penambahan anggaran untuk sertifikasi guru mencapai minimal Rp 14 triliun rupiah, maka diperkirakan pada tahun 2014, anggarannya mencapai Rp 41 triliun. Dari perspektif anggaran, kementerian harus bertanggung jawab atas pengeluaran anggaran yang dikeluarkan, sehingga uji kompetensi harus bisa berjalan dengan baik dan bisa dipertanggungjawabkan. Uji kompetensi yang akan diberlakukan terhadap guru sebelum mengikuti program sertifikasi bukan untuk menyulitkan guru, tetapi untuk menciptakan guru yang benar-benar berkualitas sesuai bidangnya. Dalam dunia dunia pendidikan, apabila guru tidak berkompetensi, maka masa depan bangsa ini akan semakin terombang-ambing bahkan dikhawatirkan akan melahirkan generasi bangsa yang juga tidak berkompetensi. Guru yang sudah lulus sertifikasi tidak lagi diwajibkan untuk mengikuti uji kompetensi melainkan akan ada pendampingan dan guru akan semakin semakin terasah kemampuannya dalam mengajar. Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana guru-guru yang sudah lebih duluan mendapatkan sertifikasi namun tidak dilakukan uji kompetensi awal meskipun pada akhirnya pemerintah melakukan uji kompetensi guru (UKG). Banyak pihak berharap agar dana sertifikasi guru yang telah dikucurkan kepada guru yang selama ini telah mendapatkan dana sertifikasi harus dilakukan verifikasi ulang secara menyeluruh khususnya kompetensi profesionalisme guru. Fakta dilapangan menunjukkan pengembangan profesi berkelanjutan (PKB) dan penilaian kinerja guru (PKG) yang kelak diberlakukan terhitung sejak 1 Januari 2013 akan diketahui lebih lanjut tentang program pemetaan guru. Uji Kompetensi Dosen (UKD) Banyak kalangan berpendapat uji kompetensi terhadap dosen juga diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kompetensi para dosen-dosen di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, apakah benar para dosen-dosen itu profesional. Namun persoalannya akan muncul apabila uji kompetensi dosen tidak berkaitan dengan profesi guru. Selama ini produk guru identik dengan out put perguruan tinggi terutama yang bersentuhan langsung dengan bidang pendidikan profesi guru. Bila memang dilakukan uji kompetensi dosen maka semua hasil out put perguruan tinggi harus dievaluasi sesuai dengan bidang masing-masing. Dosen fakultas ekonomi misalnya sudah sejauh mana para alumni fakultas ekkonomi di negeri ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Tentu penilaiannya akan lebih sulit dilakukan. Begitu juga dengan dosen fakultas hukum sudah sampai sejauh mana para dosen-dosen dan para alumni fakultas hukum memberikan kontibusi pada penegakan hukum dinegeri ini. Itulah pada akhirnya akan memberikan penilaian beragam dikalangan masyarakat apabila dibandingkan uji kompetensi guru yang memang bersentuhan langsung dengan pendidikan khususnya siswa. Beragam penilaian pada akhirnya akan muncul dilapangan khususnya dalam mengkritisi tentang pelaksanaan uji kompetensi dosen. Jika selama ini banyak tudingan miring yang dialamatkan kepada guru yang berkutat dalam dunia pendidikan khususnya mendidik, membimbing, mengajar serta melatih siswa kini persoalannya akan kembali kepada masyarakat. Apakah kelak uji kompetensi dosen akan memiliki relevansi yang signifikan dalam meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia (SDM) pendidikan dinegeri ini. Tidak dapat dipungkiri selama ini dosen lebih ringan tugasnya apabila dibandingkan dengan tugas guru. Di perguruan tinggi yang diajar adalah mahasiswa tentu sudah memiliki kematangan dalam menyerap ilmu yang diberikan serta diajarkan oleh para dosen-dosen. Para dosen juga membimbing para mahasiswa yang lazim disebut dosen pembimbing dan seorang dosen juga bisa mengampu beberapa mata kuliah. Apabila SDM dosen tinggi tidak menutup kemungkinan akan banyak mendapat job mengajar di perguruan tinggi swasta. Selama ini itulah yang banyak dilakukan oleh para dosen-dosen kedokteran yang mengajar di Universitas Negeri. Selain mengajar para dosen di fakultas kedokteran bisa melakukan praktik dokter, bekerja di rumah sakit bahkan sambil praktek dokter bisa sekaligus melakukan penelitian sesuai dengan spesialisasi dan bidangnya. Kita tidak perlu heran jika para dokter-dokter saat ini banyak yang mengambil spesialis sehingga kompetensinya pun benar-benar kompetitif, bahkan kini semakin banyak para dokter mengambil spesialisasi dibidang pengobatan herbal. Penulis berkeyakinan para dosen meskipun kelak diuji kompetensinya hasilnya akan lebih baik apabila dibandingkan dengan kompetensi guru. Diperkirakan hanya sebagian kecil para dosen yang terbentur pada pengembangan profesi berkelanjutan khususnya pada bidang publikasi ilmiah. Perkuatan Penelitian Guru Guru memang sulit melakukan penelitian karena tugasnya adalah mengajar. Ditambah dengan berbagai program pemerintah dalam sektor pendidikan yang memberikan label dan predikat terhadap suatu sekolah maka semakin banyak guru-guru yang waktunya tersita disekolah. Sekolah RSBI misalnya saat ini guru-guru sebagian besar pulang pukul 15.30 Wib. Tenaga yang telah terforsir dan tersita disekolah mengakibatkan guru banyak yang malas melakukan penelitian terutama dalam mengembangkan profesi berkelanjutannya. Bagi guru-guru yang memiliki motivasi yang kuat dalam mengembangkan profesi berkelanjutannya tidak masalah. Sebab guru yang profesional selalu dituntut untuk belajar dan belajar. Guru juga dituntut untuk merencanakan karirnya secara matang sehingga kelak akan mampu mencapai jenjang karir yang lebih tinggi memiliki kompetensi yang tinggi dan kompetitif dibidangnya. Ihwal penelitian inilah yang selalu menjadi momok bagi guru dalam menjalankan tugas profesionalismenya. Diduga banyak guru yang menjalankan tugas profesionalismenya selama 20 tahun diduga tidak mampu “menelorkan” satu buah karyapun selama bertugas. Padahal dalam aturan sudah ditegaskan agar guru mengembangkan profesinya dengan membuat karya tulis ilmiah, penelitian tindakan kelas, publikasi ilmiah hingga membuat buku diktat pelajaran. Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut “penelitian tindakan kelas” atau sering disebut PTK. McNiff, Lomax dan Whitehead (2003) mengatakan agar terjadi perubahan dalam penelitian maka guru harus menjadi kolaborator serta murid-murid harus memiliki tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dimana komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Guru dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai, tindakan yang dilakukan guru hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya. Guru mesti mamantau secara sistematik agar guru mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Guru perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional. Guru perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya. Mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya serta teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu. Guru perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri, percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut, narasi dan cerita, dan bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Guru perlu memvalidasi pernyataan guru tentang keberhasilan tindakan lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi publik). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras antara satu sama lain. Sebab semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Apabila ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali. Kinerja Guru Bersirtifikasi dan PTK/KTI Perlu dicermati bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kinerja guru (PKG) dibutuhkan suatu kerangka dan acuan penilaian termasuk indikator-indikator penilaian khususnya dalam pengembangan profesi berkelanjutan. Intinya uji kompetensi guru (UKG) harus ada output yang relevan dengan kompetensi profesionalisme yaitu adanya suatu hasil karya penelitian tindakan kelas (PTK) atau karya tulis ilmiah (KTI) yang dihasilkan oleh guru minimal 1 karya setiap tahun. Pada konteks ini akan terlihat kompetensi guru dimana bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab guru sekaligus melibatkan siswa/i dalam proses pembelajaran. Cohen dan Manion, 1980) mengatakan bahwa guru harus meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman terhadap praktik pembelajaran dan situasi pembelajaran kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Grundy & Kemmis, (1982: 84) juga mengemukakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran guru, perilaku siswa di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas yang menjadi tanggungjawab guru. PTK umumnya bertujuan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung pada ruang kelas. Cohen dan Manion ( 1980:211) menyatakan bahwa PTK dapat berfungsi sebagai alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas, alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat. Selain itu sebagai alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif, alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti, alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada beberap hal yang perlu menjadi perhatian yaitu hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya serta penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata dimana pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait maupun peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian dan sekaligus pengembangan. Kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang hakikat kompetensi komunikatif, pembelajaran yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif, metodologi dan teknik-tekniknya, karakteristik siswa. Shumsky (1982) menyatakan bahwa PTK memiliki kelebihan yaitu tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK, tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK, dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah serta meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK sebagaimana dikuatkan oleh pendapat Passow, Miles dan Draper (1985). Menurut Hodgkinson (1988) menyatakan agar PTK berhasil, persyaratan yang harus dipenuhi adalah kesediaan untuk mengakui kekurangan diri, kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru, dorongan untuk mengemukakan gagasan baru, waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan, kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat serta pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian. Simpulan Uji Kompetensi Awal (UKA) dan Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan terhadap para guru di Indonesia memiliki makna yang penting untuk memetakan kemampuan dan profesionalisme guru. UKG juga berfungsi dan menjadi acuan serta penilaian bagi guru-guru untuk melakukan refleksi atas kompetensi profesionalismenya. Evaluasi yang berkelanjutan terhadap kinerja guru dalam berbagai bentuk diantaranya pengembangan profesi berkelanjutan akan menjadikan guru untuk terus belajar dan belajar. Pengembangan profesi berkelanjutan memilki makna yang mendalam apabila guru selalu menyadari tugas pokok dan fungsinya dan tanggungjawabnya sebagai tenaga profesional dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), karya tulis ilmiah (KTI), publikasi ilmiah, membuat diktat pelajaran serta mengembangkan kurikulum. Uji Kompetensi Dosen (UKD) juga diperlukan karena telah diatur dalam Undang-undang Guru dan Dosen. Bahkan diperlukan suatu penilaian profesi berkelanjutan (PKB) terhadap dosen-dosen di negeri ini secara berkala. Dosen-dosen juga perlu dinilai kinerjanya, bukan hanya dari titel atau gelar yang diperolehnya melainkan dari pengembangan profesinya seperti publikasi ilmiah, menulis artikel, penelitian research termasuk merencanakan karir dan kepangkatannya dengan tepat waktu. Apabila ditemukan ada dosen yang tidak mampu merencanakan karir dan kepangkatannya maka harus diberikan sanksi sebagaimana berlaku untuk guru. (* dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan, penulis adalah pemerhati pendidikan tinggal di kota jambi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar