Kamis, 17 Januari 2013
Sumberdaya Manusia dan Persaingan Global
Sumberdaya Manusia dan Persaingan Global
Oleh: Nelson Sihaloho
Banyak kalangan berpendapat bahwa sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi khususnya strategi yang diterapkan dalam menciptakan SDM yang berkualitas, memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global.
Secara umum dua hal penting yang perlu diperhatikan tentang SDM Indonesia saat ini yaitu adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Data tahun 1998 menunjukkan jumlah angkatan kerja nasional sewaktu krisis ekonomi sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja hanya tersedia sekitar 87,67 juta orang serta sebanyak 5,06 juta orang menjadi penganggur terbuka (open unemployment).
Angka tersebut terus meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kemudian tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa adanya kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi setiap tahun cenderung meningkat. Hingga tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas terhadap lulusan perguruan tinggi menimbulkan akibat semakin banyaknya angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemdiknas (Kemdikbud-red) angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Meningkatnya angka pengangguran sarjana sudah semestinya perguruan tinggi yang meluluskan para sarjana-sarjana di negeri ini wajib bertanggungjawab. Sebab penganguran sarjana merupakan kritik terhadap PT diduga akibat dari ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Persoalan SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang telah berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Keberhasilan pembangunan selama 32 tahun yang dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung.
Intinya, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Indonesia harus dengan benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional di masa depan. Tiga hambatan utama dihadapi bangsa ini yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah dan pasar kerja. Hambatan kultural menyangkut budaya dan etos kerja. Masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja serta pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Tantangan Berat
Menghadapi eraglobalisasi di masa mendatang kita dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Ketatnya persaingan dalam berbagai bidang sudah menjadi hal yang lumrah. Reformasi memang menjadi kunci utama dalam melakukan perubahan. Namun perlu diwaspadai bahwa perubahan dalam tatanan globallah yang kelak menjadi ancaman paling berat dihadapi oleh bangsa ini karena dihadapkan pada suatu keharusan.
Peningkatan SDM yang bermutu tinggi menjadi tanggungjawab kita bersama. Pemerintah harus memiliki komitmen yang tingi untuk menyediakan layanan dan anggaran pendidikan yang memadai agar sektor pendidikan benar-benar mampu memiliki kualitas SDM yang andal.
Menurut Edison A. Jamli dkk, (2005), globalisasi ditandai oleh ambivalensi yaitu yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal.
Munculnya istilah globalisasi/liberalisasi pendidikan tinggi bermula dari WTO yang menganggap pendidikan tinggi sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105).
Globalisasi seperti gelombang yang akan menerjang, tidak ada kompromi, kalau kita tidak siap maka kita akan diterjang, kalau kita tidak mampu maka kita akan menjadi orang tak berguna dan kita hanya akan jadi penonton saja. Akibatnya banyak desakan dari orang tua yang menuntut sekolah menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional dan desakan dari siswa untuk bisa ikut ujian sertifikasi internasional.
Akibatnya sekolah yang masih konvensional banyak ditinggalkan siswa dan pada akhirnya banyak yang gulung tikar karena tidak mendapatkan siswa.
Implikasinya, maka muncullah, home schooling, yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena tuntutan global. Virtual School dan Virtual University yaitu munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan, model Cross Border Supply, yaitu pembelajaran jarak jauh (distance learning), pendidikan maya (virtual education) yang diadakan oleh Perguruan Tinggi Asing seperti United Kingdom Open University dan Michigan Virtual University.
Kemudian Model Consumption Aboard, lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain seperti hadirnya banyak para pemuda Indonesia menuntut ilmu membeli jasa pendidikan ke lembaga-lembaga pendidikan ternama yang ada di luar negeri. Model Movement of Natural Persons yaitu lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen dengan mendatangkan dosen tamu dari luar negeri bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia serta model Commercial Presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh lembaga di suatu negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut.
Dalam bidang ekonomi misalnya, dengan topik percepatan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan pada Rabu (21/7/2010) lalu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi keynote speaker pada Sidang Pleno ISEI XIV dengan tema ” Revitalisasi UMKM untuk Menggerakkan Perekonomian Nasional” di Savoy Homann Hotel Bandung.
Dalam paparannya yang berjudul ”Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyampaikan beberapa hal. Diantaranya, agenda pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat telah termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasiomal (RPJMN) 2010-2014 yang tercermin dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya. Tema RKP 2010 adalah ”Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, sedangkan tema RKP 2011 adalah ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah.
RPJMN 2010-2014 juga telah menetapkan sasaran pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, antara lain pertumbuhan ekonomi, dengan proyeksi 7.00-7.7% pada tahun 2014, tingkat pengangguran, dengan target 5-6 % pada akhir 2014, dan kemiskinan, dengan target 8-10 % pada akhir 2014.
Kabinet Indonesia Bersatu II memiliki sebelas prioritas nasional dan tiga prioritas lainnya. Kesebelas prioritas nasional itu adalah reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, Pendidikan, Kesehatan, Penanggulangan Kemiskinan (Ketahanan Pangan), Infrastruktur, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, Energi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pascakonflik dan Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi.
Tiga prioritas lainnya mencakup prioritas Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Bidang Perekonomian, dan Bidang Kesejahteraan Rakyat serta ada sepuluh direktif Presiden yang disampaikan pada Raker dengan Menteri, Gubernur, Ekonom dan Teknolog di Istana Tampak Siring 2010, yaitu Ekonomi Harus Tumbuh Lebih Tinggi, Pengangguran Harus Menurun Dengan Menciptakan Lapangan Kerja Yang Lebih Banyak, Kemiskinan Harus Makin Menurun, Pendapatan Per Kapita Harus Meningkat, Stabilitas Ekonomi Terjaga, Pembiayaan (Financing) Dalam Negeri Makin Kuat dan Meningkat, Ketahanan Pangan dan Air Meningkat, Ketahanan Energi Meningkat, Daya Saing Ekonomi Nasional Menguat dan Meningkat, Kita Perkuat “Green Economy” (Ekonomi Ramah Lingkungan).
Peningkatan kesejahteraan rakyat dilakukan dengan tetap menerapkan triple track strategy, yakni strategi pembangunan yang pro-growth, pro-poor, dan pro-job. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan tidak hanya merupakan hasil dari pelaksanaan Prioritas 4 RPJMN 2010-2014 tentang Penanggulangan Kemiskinan, namun juga sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, perlu terjadi pada bidang kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja (pertumbuhan harus pro-job), pertumbuhan ekonomi (pendapatan) juga terjadi pada sektor-sektor mikro ekonomi yang menjadi bidang usaha masyarakat kelompok bawah, misalnya usaha kecil, mikro, dan usaha informal serta berbagai kebijakan lokal yang langsung berakibat pada masyarakat.
Adapun kebijakan dan program pada prioritas lainnya adalah merupakan bentuk afirmasi atau keberpihakan kepada masyarakat yang meskipun sudah bekerja dan berusaha (sebagai hasil kebijakan dalam butir 1 di atas), namun masih berada di bawah garis kemiskinan. Kebijakan untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin karena mereka meskipun miskin berhak untuk terpenuhi kebutuhan dasarnya sebagaimana warga negara lainnya. Strategi Penanggulangan Kemiskinan meliputi pemberdayan masyarakat masyarakat miskin, peningkatan partisipasi masyarakat untuk peningkatan produktivitas/ kapasitas; program Keluarga Berencana, dan program-program lainnya untuk pengendalian jumlah penduduk; pertumbuhan yang berkualitas (pro-poor dan pro-job), pengendalian inflasi, stabilisasi harga kebutuhan pokok, kebijakan subsidi, bantuan social untuk peningkatan daya beli; ketersediaan fasilitas (Supply): Kesehatan, Pendidikan, Air bersih, Hukum, Infrastruktur lainnya untuk peningkatan akses terhadap pelayanan dasar dan ketersediaan informasi pasar, akses terhadap sumber daya produktif (modal, kredit), pemberdayaan UMK untuk peningkatan akses pasar
Program Penanggulangan Kemiskinan dikelompokkan menjadi tiga klaster, yakni Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga,Program-program Pemberdayaan masyarakat, Program-program pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
Pro Job Strategy mencakup peningkatan kapasitas tenaga kerja, perlindungan tenaga kerja, dan kebijakan /program sector riil didukung dengan perbaikan iklim investasi dan kerangka regulasi, kerangka anggaran, kerja sama dengan swasta (PPP) dan sebagainya. Pro Growth Stategy mencakup stategi permberdayaan koperasi dan UMKM yang meliputi usaha mikro dengan fokus pada kesempatan berusaha dan stabilitas pendapatan, usaha kecil yang berfokus pada kualitas produk dan jasa, efisiensi usaha dan daya saing dan usaha menengah dengan fokus pada kontribusi pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Triple track strategy tersebut ditambah dengan strategy pembangunan yang Pro Environment untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim.
SDM Indonesia Saat Ini
Era Glogalisasi memiliki banyak tantangan yang harus siap dan sigap dilakukan oleh segenap umat manusia untuk bisa berbenah diri dalam peningkatan SDM termasuk upaya meningkatan kualitas dan kuantitas ekonomi.
SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yaitu bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Ada dua hal penting menyangkut SDM di Indonesia yaitu ktimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja serta tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.
Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Sementara itu pengaruh IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalam persaingan global dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap tatanan masyarakat. Aspek-aspek yang dipengaruhi, antara lain akibat yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi. Khususnya teknologi informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini dapat menghilangkan batas geografis pada tingkat negara maupun dunia.
Kemudian aspek ekonomi, adanya Iptek maka SDM Indonesia akan semakin meningkat dengan pengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan kemajuan SDM ini, tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan ekonomi di Indonesia. Berkaitan dengan pasar global dawasa ini, tidak mungkin jika suatu negara dengan tingkat SDM rendah dapat bersaing.
Untuk itul penguasaan Iptek sangat penting. Tidak dipungkiri globalisasi telah menimbulkan pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat. Dari sisi aspek sosial budaya, juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan manusia, diantaranya masalah hak asasi manusia (HAM), melestarikan lingkungan hidup serta berbagai hal yang menjanjikan kemudahan hidup yang lebih nyaman, efisien dan security pribadi yang menjangkau masa depan.
Munculnya ikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang logis dan membosankan mengakibatkan timbulnya fenomena-fenomena paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham kebangsaan atau nasionalisme. Salah satu contihnya dapat dibuktikan dengan meningkatnya tanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan didasarkan norma-norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang berlaku secara umum (universal).
Pengembangan SDM mutlak dilakukan jika bangsa ini ingin berperan aktif dalam era persaingan global. Program pengembangan mutu sumberdaya manusia sebagai fokus sentral yang semakin tajam akan membawa pengaruh yang besar terhadap berbagai sisi kehidupan. (*:dihimpun dari berbagai sumber-sumber relevan).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar