Kamis, 10 Januari 2013

Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial

Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial Oleh: Nelson Siahoho Abstrak: Seringkali kita menemukan banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar bahkan setiap ujian semester dilakukan pada saat pembagian rapor sering kita temukan pada rapor siswa belum tuntas (BT) bahkan tuntas setelah remedial. Namun lain persoalannya apabila dalam satu mata pelajaran banyak nilai siswa yang nilainya anjlok (angka merah) terlebih lagi mencapai angka 50 % siswa tidak tuntas apalagi kelas RSBI. Dapat dibayangkan jika seorang guru profesional dan sudah lulus sertifikasi bila sampai ada ditemukan siswa hampir 50 % tidak tuntas sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM) apalagi ada faktor x dan motivasi lain dibalik tindakannya hingga membuat siswa remedial, kinerja guru yang seperti itu layak dipertanyakansesuai dengan kode etik guru. Berdasarkan hasil survey dan pengalaman penulis banyak faktor yang membuat siswa sering mengalami kesulitan dalam belajar sehingga harus dilakukan remedial (perbaikan). Kata kunci: Diagnosis, belajar dan remedial Pendahuluan Guru perlu berpijak pada fakta dan kenyataan. Seringkali guru tidak menyadari bahwa siswa yang dihadapi dalam suatu kelas tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Siswa menpunyai perbedaan dalam banyak. Perbedaan itu diantaranya, kemampuan, bakat, minat yang mereka miliki, berbeda dalam ketajaman melihat dan mendengar termasuk berbeda latar belakang kehidupannya. Guru tidak boleh menyamaratakan atau beranggapan bahwa semua anak mempunyai kemampuan dan kecepatan belajar yang sama, sehingga dalam waktu yang sama semua siswa diangap akan dapat menyelesaikan isi pelajaran yang sama. Kenyataannya di dalam kelas selalu ada siswa yang cepat dalam belajar, ada yang sedang atau normal dan ada siswa yang lamban dalam mengikuti pelajaran. Siswa yang lambat dalam belajar sering mangalami kesulitan, sebab setiap akhir kegiataan belajar siswa belum mampu untuk menguasai seluruh materi yang seharusnya sudah dikuasai, guru telah melanjutkan pada materi berikutnya. Akibat lain yang timbul pada diri siswa berkemungkinan tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang diajarkan oleh guru atau bisa saja tidak mempunyai minat untuk belajar atau tidak bersemangat untuk belajar. Guru hendaknya dapat memberikan perhatian khusus terhadap siswa yang lambat dalam belajar atau mengalami masalah atau kesulitan dalam mencapai tujuan pelajaran yang ditetapkan. Guru mempunyai tanggung jawab yang lebih luas selain sebagai pengajar atau pembelajar juga sebagai pendidik. Guru sebagai pembelajar bertanggung jawab untuk membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang optimal. Karena itu guru diharapkan dapat menciptakan situasi kegiatan dalam belajar dan pembelajaran di sekolah yang efektif dan efisien, sehingga siswa diharapkan mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal bagi siswa, maka setiap kesulitan atau masalah yang timbul dalam belajar semestinya dapat segera diidentifikasi dan segera diberikan bantuan atau perbaikan. Dalam konteks ini setiap guru dituntut kemampuannya untuk mampu memberikan bantuan pada siswa yang mengalami kesulitan atau masalah dalam belajar. Apalagi jika guru sudah dikatakan profesional dengan embel-embel “Guru Profesional” telah lulus sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi. Layakkah kita disebut guru profesional apabila kinerja kita ketika dilakukan penilaian (ujian semster) hampir 50 % siswa tidak mampu mencapai KKM bahkan harus remedial. Apabila seorang guru menngajar 6 kelas berapa banyak waktu yang tersisa untuk melakukan remedial. Anehnya diduga ada guru tidak menuntaskan pengajaran remedialnya sebelum pembagian rapor dilakukan, sehingga meniumbulkan protes dari orangtua siswa. Jika proses belajar yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, maka banyak faktor yang menyebabkan terjadinya masalah. Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tersebut dapat berkaitan dengan keadaan dirinya berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat dalam belajar tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang pandai atau cerdas. Jenis Masalah Belajar Adapun jenis-jenis masalah belajar di sekolah secara umum dapat dikelompokkan kepada siswa-siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkan secara optimal. Kemudian kecepatan dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademik yang cukup tinggi atau memilki IQ 130 atau lebih, tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi. Ada siswa sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus. Kurang motivasi belajar, yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajar, mereka seolah-olah tampak jera dan malas. Bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatannya tau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya. Sering tidak masuk sekolah, yaitu siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan belajarnya. Menurut Modul Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial, (1983) beberapa ciri-ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain, menunjukan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada murid yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat tetapi nilai yang dicapainya selalu rendah Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari teman-temannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang tersedia. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, menganggu dalam atau di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama dan sebagainya. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu misalnya dalam menghadapi nilai rendah tidak menunjukkan adanya perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya. Menuurt Burton (1952 : 622-624) mengidentifikasi bahwa seorang siswa itu dapat dipandang atau dapat diduga sebagai mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukkan kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar menurut Burton yaitu , pertama, siswa dikatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru (criterion referenced). Dalam kontek sistem pendidikan di Indonesia angka nilai batas lulus (passing grade, grade-standard-basis) itu ialah angka 6 atau 60% atau C (60% dari tingkat ukuran yang diharapkan atau ideal), siswa ini dapat digolongkan kepada lower group. Kedua, siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya ( berdasarkan tingkat ukuran kemampuan : intelegensi : bakat ) ia diramalkan (predicted) akan dapat menyerjakan atau mencapai prestasi tersebut, siswa ini digolongkan kedalam under achievers. Ketiga, siswa dikatakan gagal, kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan termasuk penyesuaian sosisal, dengan pola organismik (his/organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm referenced) siswa yang bersangkutan, dapat dikatagorikan ke dalam slow learners. Keempat, siswa dikatakan gagal, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (mastery level) yang diperlukan sebagai persyaratan (prerequisisi) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya, siswa ini dapat digolongkan kedalam slow learners atau belum matang (immature) sehingga harus menjadi pengulang. Intinya bahwa seseorang siswa dapat diduga mengalami kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu. Seperti ukuran kriteria yang dinyatakan dalam ukuran tingkat kapasitas atau kemampuannya. Prayitno (1997) menyatakan ada masalah-masalah belajar yang lain yang dialami siswa yaitu seperti, tugas-tugas pelajaran tidak dapat dikerjakan dengan baik karena materi pelajaran yang menunjang penyelesaian tugas itu tidak dikuasai. Tidak mengulang kembali materi yang diberikan oleh guru pada pelajaran sebelumnya sebagai persiapan untuk menghadapi pelajaran berikutnya. Apabila terpaksa tidak dapat mengikuti pelajaran, tidak berupaya mengejar ketinggalan agar materi pelajaran berikutnya dapat diikuti dengan baik. Tidak dapat mengkaitkan atau melihat urutan yang teratur dan saling menunjang antara materi pelajaran terdahulu dengan materi pelajaran berikut-nya. Tidak berusaha menguasai materi pelajaran terdahulu sebagai persiapan untuk menghadapi materi berikutnya. Mengalami kesulitan dalam belajar karena materi pelajaran tidak berurutan, sehingga materi pelajaran terdahulu tidak menunjang untuk mempelajari materi pelajaran berikut. Tidak dapat memahami materi pelajaran secara lengkap dan menyeluruh. Mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas pelajaran karena tidak mengerti perintah/petujuk mengerjakan tugas tersebut. Tidak menpelajari kembali materi pelajaran terdahulu untuk menunjang penguasaan materi pelajaran berikutnya. Dalam belajar untuk mempersiapkan ulangan/ujian, materi pelajaran tidak disusun sedemikian rupa sehingga materi yang terdahulu tidak membantu menguasai materi berikutnya. Kesulitan membaca buku pelajaran karena materi tidak berurutan, terhalang untuk mengikuti pelajaran dan /atau kegiatan sekolah tertentu karena tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar untuk menguasai materi pelajaran/kegiatan tersebut. Ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal-soal ulangan/ujian disebabkan karena kurangnya pengetahuan dasar yang menunjang terhadap jawaban soal-soal ulangan/ujian tersebut, mengalami kesulitan memahami bahan pelajaran baru karena bahan-bahan terdahulu tidak atau kurang dikuasai, siswa kesulitan memahami kesulitan pelajaran karena tidak memahami konsep-konsep dasar, ungkapan-ungkapan dan /atau istilah-istilah yang harus dikuasai terlebih dahulu. Menurut Oemar Hamalik (1983:112) secara garis besar faktor-faktor timbulnya masalah belajar pada siswa dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal. Fator internal antara lain gangguan secara fisik, ketidakseimbangan mental, kelemahan emosional dan kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan sekolah, antara lainsifat kurikulum yang kurang fleksibel, terlalu berat beban belajar (siswa) dan untuk mengajar (guru), metode mengajar yang kurang memadai dan tidak menarik, hubungan guru dengan guru, guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa yang kurang harmonis, kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Diagnosis Kesulitan Belajar Diagnosis kesulitan belajar sering diartikan sebagai suatu proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang tidak beres atau bermasalah dimana kegiatan untuk menentukan jenis penyakit dengan meneliti gejala-gejalanya, proses menentukan hakekat kelainan atau ketidakmampuan melalui penelitian terhadap fakta yang dijumpai, selanjutnya untuk menentukan permasalahan yang dihadapi. Diagnosis merupakan penentuan jenis masalah, kelainan atau ketidakmampuan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala yang tampak. Kesulitan Belajar merupakan gejala yang tampak pada peserta didik yang ditandai dengan prestasi belajar yang rendah atau dibawah kriteria yang telah ditetapkan atau kriteria minimal. Prestasi belajarnya lebih rendah dibandingkan prestasi teman-temannya, atau lebih rendah dibandingkan prestasi belajar sebelumnya. Menunjukkan adanya jarak antara prestasi belajar yang diharapkan dengan presiasi yang dicapai serta prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan kapasitas inteligensinya. Kesulitan belajar peserta didik tidak selalu disebabkan oleh inteligensinya yang rendah. Dengan demikian diagnosis kesulitan belajar adalah proses menentukan masalah atau ketidakmampuan peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar belakang penyebabnya dan ataiu dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan atau hambatan belajar yang tampak. Apabila ditinjau dari sisi permasalahan peserta didik kesulitan belajar menurut Warkitri, dkk (2010) adalah kekacauan belajar (learning disorder), belajar anak terganggu karena adanya respon yang bertentangan sehingga anak bingung untuk memahami bahan belajar. Ketidakmampuan belajar (learning disability) atau anak tidak mampu belajar atau menghindari kegiatan belajar dg berbagai sebab atau alasan, learning disfunctions: proses belajar anak tidak berfungsi dengan baik meskipun anak normal, under achiever: prestesi belajar anak rerndah tetapi potensi intelektualnya diatas normal serta lambat belajar (slow learner) yaitu anak lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Menurut Sumadi Suryobrata (2010) terdiri dari grade level yaitu anak tidak naik kelas sampai dua kali, age level yaitu umur anak tidak sesuai dengan kelasnya, inteligence level yaitu anak mengalami under achiever serta general level yaitu anak mengalami gangguan dalam beberapa mata pelajaran. Dengan demikian ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan belajar adalah prestasi belajarnya rendah, usaha yang dilakukan tidak sebanding dengan hasilnya, lamban mengerjakan tugas, sikap acuh dalam mengkiuti pelajaran, menunjukkan perilaku menyimpang serta emosional (mudah marah, tersinggung, rendah diri dan sebagainya. Cara mengenal anak berkesulitan belajar adalah dengan teknik non-tes seperti wawancara, observasi, angket,sosiometri, biografi, pemeriksaan kesehatan, dokumentasi. Dengan teknik tes yaitu psikotes dan achievement. Sedangkan pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar dapat dilakukanb dengan mengidentifikasi anak yang mengalami kesulitan belajar, mengumpulkan data dan analisis data, menentukan masalah belajar yang dirasakan/dialami (diagniosis), saran pemberian bantuan (prognosis), penanganan/ mengatasi kesulitan belajar serta evaluasi dan tindak lanjut. Pengajaran Remedial Pengajaran remedial sering diartikan sebagai bersifat kuratif atau korektif, pengajaran khusus yang bertujuan untuk menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang jadi penghambat atau yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan belajar anak atau pengajaran individual yang diberikan kepada anak yang mengalami kesulitab belajar, agar anak mampu mengikuti pembelajaran secara klasikal sedhingga hasil belajarnya optimal serta pelaksanaan pengajaran remedial harus disesuaikan dengan karakteristik kesulitan belajar yang dialami anak. Pengajaran Remedial penting dilakukan karena dalam proses pembelajaran tidak semua anak didik mencapai hasil belajar sesuai dengan kemampuan-nya. Intinyan dalam setiap pembelajaran pasti ada anak yang mengalami kesulitan belajar. Adanya kresulitan belajar anak berarti belum tercapai perubahan tingkahlaku sebagai hasil belajar serta untuk mengatasi kesulitan belajar diperlukan teknik bimbingan balajar salah satu diantaranya pengajaran remedial. Pengajaran Remedial bertujuan untuk membantu anak mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Secara khusus tujuan pengajaran remedial membantu anak yang mengalami kesulitan belajar agar mencapai prestasi belajar yang diharapkan melalui penyembuhan atau perbaikkan dalam aspek kepribadian atau dalam proses belajar mengajar. Fungsi pengajaran remedial yaitu fungsi korektif, pemahaman, penyesuaian, pengayaan, akselerasi dan fungsi terapeutik. Pendekatan Pengajaran Remedial terdiri pendekatan kuratif yaitu pengulangan, pengayaan dan penguatan serta percepatan. Pendekatan preventif yaitu kelompok belajar homogen, layanan individual, pengajaran kelas khusus serta pendekatan pengembangan. Metode Pembelajaran Remedial terdiri dari metode pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, tutor sebaya serta metode pengajaran individual. Pelaksanaan Pengajaran Remedial dapat dilakukan dengan penelaahan kembali kasus, pemilihan alternatif tindakan, pemberian layanan khusus, pengukuran kembali hasil belajar serta Re-evaluasi dan Re-diagnostik. Studi kasus kesulitan belajar merupakan penelitian awal terhadap siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, sebelum tindakan perbaikan dilakukan. Teknik mempelajari siswa yang berkesulitan belajar secara mendalam untuk membantun penyesuaian dirinya menjadi lebih baik. Ciri khas studi kasus, dalam mengumpulkan data harus lengkap, diperoleh dari berbagai pihak, bersifat rahasia, kontinyu, dan ilmiah serta dalam mengumpulkan data harus integratif dan komprehensif. Integratif artinya menmggunakan berbagai teknik pengumpulan data. Komprehensif artinya data yang dikumpulkan harus lengkap meliputi seluruh aspek pribadi siswa. Adapun data yang diperlukan, identitas siswa, data kesehatan, hasil belajar, hasil psiokotes, cita-cita, data keluarga,lingkungan, pendidikan, ekstra kurikuler, kebiasaan, data aktual mengenai permasalahan yang dirasakan siswa saaat kini. Langkah- Langkah Penyembuhan/Perbaikan yaitu identitas siswa, pengumpulan dan analisis data, menentukan masalah (diagnosis), saran pemecahan masalah (prognosis), pelaksanaan pemecahan masalah (konseling) serta tindak lanjut. Simpulan Guru dituntut memberikan perhatian khusus terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pelajaran yang ditetapkan sebab guru mempunyai tanggung jawab yang lebih luas sebagai pengajar dan pendidik. Beberapa ciri tingkah laku manifestasi gejala kesulitan belajar, menunjukan hasil belajar rendah, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan, menunjukkan sikap yang kurang wajar, menunjukkan tingkah laku yang berkelainan serta menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar. Pengajaran remedial penting dilakukan karena dalam proses pembelajaran tidak semua anak didik mencapai hasil belajar sesuai dengan kemampuannya. Pelaksanaan pengajaran remedial dapat dilakukan dengan penelaahan kembali kasus, pemilihan alternatif tindakan, pemberian layanan khusus, pengukuran kembali hasil belajar serta re-evaluasi dan re-diagnostik. Studi kasus kesulitan belajar merupakan penelitian awal terhadap siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, sebelum tindakan perbaikan dilakukan. (dihimpun dan disarikan dari berbagai sumber).

1 komentar: