Kamis, 11 November 2010

PSIKOLOGI

Konseling Traumatik Masuki Era Baru
Oleh : Nelson Sihaloho
Abstrak:
Konseling traumatic merupakan salah satu upaya untuk membantu para penderita penyakit traumatik akibat dari bencana alam seperti gempa bumi, angin puting beliung, banjir banding, tsunami dan lain-lain.
Traumatic adalah suatu kondisi emosionil yang berkembang setelah suatu peristiwa yang menjengkelkan atau tidak mengenakkan seperti perkosaan, pertempuran, sergapan, kecelakaan serius, bencana alam dan sebagainya (Hamstra, 1994).
Eth dan Pynoos (Gill,1991) menyatakan bahwa trauma posikis terhadi ketika seseorang dihadapkan pada peristiwa menekan yang akhirnya menyebabkan rasa tidak berdaya dan dirasakannya mengancam.
Banyaknya kejadian bencana alam di Indonesia sejak awal tahun 2000 Konseling Traumatik sangat dibutuhkan untuk menolong para penderita dalam membantu mereka keluar dari peristiwa yang tidak mengenakkan itu.

Kata kunci : Konseling Traumatik

Pendahuluan

Awal tahun 2000 merupakan pengalaman yang kurang mengenakkan bagi bangsa Indonesia, disadari atau tidak akibat bencana membawa akibat yang sangat berat bagi masyarakat yang terkena bencana khususnya kawasan-kawasan yang terkena gempa bencana alam dan sejenisnya.
Yang paling ironis adalah anak-anak khususnya anak sekolah kehilangan orangtua, tempat tinggal bahkan tempat untuk berlindungpun tidak ada lagi. Betapa berat kondisi psikologis yang mereka rasakan.
Fakta gempa di Garut Jawa Barat, Tsunami NAD, gempa Sumbar Kerinci ratusan anak-anak bahkan mencapai ribuan jumlahnya memerlukan uluran tangan bagaimana membantu mereka agar mampu keluar dari masalah yang menghimpit mereka.
Dalam kaitan ini bangsa ini perlu belajar dari berbagai peristiwa itu, garis-garis sempadan pantai yang selama ini kaya dengan hutan mangrove, hutan bakau pun seakan-akan tidak tersisa lagi dan habis dikavling-kavling oleh oknum pengusaha untuk menunjang aktivitas bisnis mereka.
Di satu sisi pemerintah juga “kurang memperhatikan” bahaya yang kelak mengancam apabila hutan-hutan mangrove, bakau sudah keropos. Padahal hutan-hutan bakau itu merupakan salah satu penahan yang paling mujarab untuk menahan getaran gempa. Berdasarkan fakta yang terjadi selama ini gempa selalu berada dilokasi laut akibat patahan lempengan laut dan getarannya mampu menerjang hingga puluhan kilometer ke kawasan darat.
Selain itu para oknum pemimpin di negeri ini sibuk dengan urusannya masing-masing, termasuk oknum anggota DPR juga disibukkan dengan berbagai aktivitas yang tidak ada hubungan dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat termasuk beban-beban berat yang menghimpit rakyat akibat bencana alam itu.
Meski demikian penulis dalam konteks ini hanya mengulas tentang pelaksanaan konsleing tarumatik dalam dunia pendidikan khususnya sekolah sebagai upaya membantu siswa meringankan masalah yang menghimpit mereka.
Berbagai persoalan sering dihadapi oleh siswa disekolah dengan gejala menutup diri terhadap orang lain merupakan salah satu gejala dari akibat traumatic. Berkemungkinan bisa menimpa anak-anak pejabat yang dirundung berbagai masalah seperti dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat berakibat terhadap anak-anak mereka.
Akibat diekspose diberbagai media televisi (elektronik) maupun media massa termasuk lingkungan maka anak-anak mereka terkena akibat dari perbuatan oknum-oknum pejabat yang tersandung dugaan kasus-kasus korupsi.
Hal demikian adalah normal dan wajar bila anak-anak oknum pejabat yang diduga terlibat kasus dugaan korupsi terkena imbasnya. Anak-anak oknum pejabat yang tidak pernah melakukan perbuatan korupsi bahkan tidak tahu sama sekali apa yang diperbuat oleh orangtuanya menjadi mengalami trauma. Anak-anak yang dulunya ceria berubah menjadi tertutup bahkan selalu curiga pada orang lain termasuk temannya.
Kasus-kasus perkosaan yang menimpa anak-anak akibatnya lebih berat fatal lagi mengguncang sisi psikologis maupun kejiwaan mereka. Anak-anak yang mengalami kasus perkosaan selain tertekan psikologisnya, juga akan mengalami trauma yang hebat. Tidak jarang akibat dari tekanan yang memuncak pada sisi psikogis mereka nekad melakukan perbuatan yang tidak wajar seperti bunuh diri atau melarikan diri dengan terjerumus pada aktivitas yang tidak normal.
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga seperti perlakuan orangtua yang sangat keras (seperti dipukul, dikurung dalam kamar) terhadap anak-anak mereka juga berpotensi mengakibatkan terjadinya trauma psikologis.
Masalahnya sekarang bagaimana agar anak-anak ataupun siswa-siswa dikalangan rumah tangga dan sekolah maupun lingkungan mereka bisa terhindar dari tekanan psikologis. Bentuk upaya apa yang bisa dilakukan agar anak-anak atau siswa-siswa bias menadapatkan rasa aman menjadi pelaku “ Learning is Fun”.

Lima Solusi Utama

Adanya konflik antara keinginan untuk mengingkarinya secara terbuka merupakan dialektika dari trauma psikologis. Apabila apa yang sebenarnya terjadi akhirnya diketahui umum maka mereka yang menjadi korban dari kejadian itu dapat memulai proses penyembuhannya. Namun seringkali kejadian tersebut ditutupi atau dikemas sedemikian rupa sehingga penuturan tentang kejadian yang traumatic tidak muncul dalam bentuk narasi verbal, melainkan bentum simpton-simpton fisik dan psikis (Nani Nurachman, 2002).
Peristiwa-peristiwa bencana alam sebagaimana diuraikan diatas maka dalam lingkungan informal (sekolah) Konselor harus melangkah-langkah solusi dengan Bimbingan Konseling agar peserta didik dibantu keluar dari peristiwa traumatic yang dialaminya. Belum lama ini penulis mengikuti Diklat Konseling Traumatic di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling di Parung Bogor selama 50 jam dimana instruktur dan pemakalah materi berasal dari kalangan Akaemisi seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Nandang Rusmana, Universitas Negeri Airlangga, Untung Rifai, Universitas Negeri Padang Gito Setyohutomo, Widyaiswara PPPPTK Penjas BK A. Zainuddin, Naharus Surur, Akur Sudianto ditambah dengan materi Dinamika Kelompok.
Banyak sekali fakta yang terungkap atas kejadian maupun peristiwa bencana alam dimana peristiwa traumatic sangat sulit disembuhkan bahkan membutuhkan jangka panjang sehingga para penderita traumatic mampu hidup dengan normal. Beban berat kehilangan orang-orang dekat yang disayangi banyak siswa yang kehilangan gairah hidup dan mentalnya down.
Berdasarkan hasil dari matreri Diklat ada lima solusi atau kunci utama supaya penderita traumatic dapat kembali hidup normal. A. Zainuddin (2009) menawarkan 13 solusi yaitu empat, attending, pembukaan (opening), penerimaan, pengulangan kembali, pemantauan perasaan, klarifikasi, praprase, pembatasan, penguatan, penolakan, nasihat serta kesimpulan.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan konseling terdiri dari lima tahap yaitu tahap penghantaran (introduction), tahap penjajagan (investigation), tahap penafsiran (interpretatio), tahap pembinaan (intervention) serta tahap penilaian (inspection).
Lebih lanjut A. Zainuddin (2009) mengungkapkan bahwa teknik Konseling Traumatic dapat dilakukan dengan metode permainan, menggunakan humor, mengkonfrontasi dan menolak dalih apapun, membantu merumuskan rencana-rencana yang spesifik terhadap tindakan, modeling, memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi, menggunakan sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasi serta melibatkan diri dengan klien dalam upaya mencari kehidupan yang lebih efektif.
Nanda Rusmana (2009) mengungkapkan dalam mengatasi trauma yang dialami oleh penderita traumatic dapat dilakukan dengan menggunakan metode A.P.P.L.E yaitu 5 strategi yang dikenal dengan Five Steps to Adventure Leadership yaitu Asiss, plan prepar, lead and evaluate.
Gito Setyohutomo (2009) mengungkapkan akibat traumatic maka terjadi 5 (lima) kondisi individu yaitu rasa aman-terancam, Kompetensi-Mentok, Aspirasi-Terkungkung, Semangat-Layu serta Kesempatan-Terbuang.
Lima dimensi manusia menurut Gito Setyohutomo adalah dimensi Fitrah, keindividualan, kesosialan, kesusilaan serta keberagaman. Terasuk manusia juga memiliki lima potensi yaitu daya taqwa, cipta, rasa, karsa serta karya.
Lebih lanjut Gito Setyohutomo menjelaskan bahwa akibat dari trauma maka panca daya juga mengalami gangguan yaitu daya taqwa – terputus, Daya Cipta-Lemah, Daya Rasa-Tumpul, Daya Karsa- Mandeg serta Daya Karya-Mandul.
Selain itu Gito Setyohutomo menjelaskan perlunya 5 pilar belajar diterapkan disekolah sehingga penderita traumatic dapat menerima dirinya menjadi yang seutuhnya. Lima pilar itu adalah Learning to Know, belajar untuk mengembangkan kemampuan dan memperoleh ilmu pengetahuan, Learning to do, belajar untuk mengembangkan kemampuan kreativitas/ketrampilan bekerja. Learning to be to live together adalah belajar untuk mengembangkan kemampuan hidup bersama dengan orang lain, keluarga, kelompok dan masyarakat luas.
Selanjutnya adalah Learning to be belajar untuk mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin agar menjadi manusia yang seutuhnya serta Learning to believe in God yaitu belajar untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha esa dalam kerangka kehidupan beragama.
Karena itu Cekatan Setia Keutamaan harus diterapkan dengan menggunakan pola 5 B yaitu bertingkahlaku baik kepada siapa saja, berbicara baik kepada siapa saja, berbuat baik kepada siapa saja, belajar dan bekerja keras serta meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Strategi kesehatan mental adalah kemandirian dengan pola 5 M yaitu mengenal diri sendiri dan liungkungan, menerima diri sendiri dan lingkungan secara positip, mampu mengambil keputusan sendiri, mampu mengarahkan diri serta mampu mewujudkan diri.
Dalam kegiatannya maka diperluka Lima I yaitu Iman dan Taqwa, Inisiatif, Individual, Industrial serta Interaksi ditambah dengan Masidu yaitu kondisi individu yang membutuhkan rasa aman, aspirasi, kompetensi, semangat serta pemanfaatan kesempatan.

Penutup

Dari hasil Diklat Konseling Traumatic di PPPPTK Penjas BK Lebakwangi Parung Bogor tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam menghadapi perubahan era global konselor disekolah harus mampu memberikan bantuan kepada siswa penderita traumatic sehingga bisa berkembang dengan optimal sebagai manusia seutuhnya.
Konseling traumatic secara massal dapat dilakukan dengan model permainan karena bisa melibatkan banyak peserta. Meski demikian sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) maka guru Bimbingan dan Konseling harus menjunjung tinggi kode etik profesionalismenya sebagai konselor yang kompetitif.
Pengembangan ke depan semoga pemerintah menempatkan para konselor-konselor diberbagai Departemen seperti Departemen Sosial yang bertugas untuk menangani masalah sosial seperti para wanita yang menjalani dan terjerumus profesi yang kurang baik. Tidak menutup kemungkinan Konselor-konselor juga ditempatkan dijajaran Kepolisian untuk membina para anggota Kepolisian yang melakukan disersi, perbuatan-perbuatan tercela.
Bahkan Pejabat-Pejabat departemen pun membutuhkan Konselor supaya perilakunya tidak menyimpang. Saat ini banyak oknum-oknum pejabat yang perilakunya abnormal sehingga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi. Hal demikian mengindikasikan bahwa kesehatan mental para oknum pejabat yang suka melakukan perbuatan tindak pidana korupsi harus dilakukan terapy psikologis atas motivasi apa mereka melakukan perbuatan tindak pidana korupsi tersebut sehingga mereka mengambil dan menggerogoti yang bukan hak mereka. Semoga.

Referensi dari tulisan ini dihimpun dari Diklat Konseling Traumaticdi PPPPTK Penjas BK Lebakwangi Parung Bogor dari 7 s/d 11 Desember 2009 dan referensi yang relevan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar