Kamis, 11 November 2010

PSIKOLOGI


Penerapan RET Dalam Konseling
Oleh : Nelson Sihaloho
Abstrak:
Saat ini banyak teori-teori maupun ilmu terapan dibidang psikologi/psikoterapy menjadi incaran para kalangan elit dunia yang ingin mengubah pola hidupnya kearah yang lebih baik. Tidak jarang begitu suatu ilmu terapan berhasil diterapkan pada kawasan tertentu cepat menyebar kekawasan lain di berbagai belahan dunia.
Salah satu teori yang berkembang saat ini adalah Rational Emotive Teraphy (RET) hasil temuan psikolog terkenal bernama Albert Ellis. Kunci utama teori RET mengacu pada tiga pilar utama yaitu  Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Dalam perkembangan hasil penelitian selanjutnya, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Komonenanya adalah bahwa seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati akibat-akibat (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Pengembangan teori RET ini terus berlanjut dilakukan oleh ahli-ahli psikologi, psikoteraphy maupun ahli-ahli pendidikan untuk menteralisir perilaku-perilaku siswa yang tidak rasional khususnya di sekolah.

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik dimana memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional, manusia akan efektif, bahagia serta kompeten.  Sebaliknya ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.  Hambatan psikologis atau emosional itulah yang merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, dimana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal  dan irasional. Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Komponen Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami oleh individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang. Belief (B) merupakan suatu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana dan menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan tidak produktif. Emotional Consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variabel antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB. Selain itu, Ellis juga menambahkan komponen D dan E dalam rumus ABC. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati fakta-fakta (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sebagai contoh adalah “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri. Meskipun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional itu, namun harus dimengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengkondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Ciri-ciri orang yang berpikir irasional adalah, tidak dapat dibuktikan, menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu, menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif. Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh,  individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi, individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain, orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media. Indikator sebab keyakinan irasional adalah, manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan, banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan dan dihukum serta kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya. Selain itu lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya, penderitaan emosional seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut, pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang, untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural, nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengkondisian-pengkondisian” semacam itu. Keyakinan-keyakinan irasional biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, diantaranya mengabaikan hal-hal yang positif, terpaku pada yang negatif serta terlalu cepat menggeneralisasi. Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional yaitu  “saya harus mempunyai kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”,  “orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”. “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
Tujuan Konseling
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah. Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif  yaitu insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu. Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya. Insight akan dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan/masalah emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional. Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal minat pada diri sendiri,  minat sosial, pengarahan diri,  toleransi terhadap pihak lain, fleksibel,  menerima ketidakpastian,  komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,  penerimaan diri,  berani mengambil risiko serta menerima kenyataan. Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Ellis mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Ellis juga mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya. Menurut Ellis, memang ada alasan-alasan tertentu mengapa orang mengedepankan diri atau egonya, yaitu kita ingin menegaskan bahwa kita hidup dan dalam keadaan baik-baik saja, kita ingin menikmati hidup dan lain se­bagainya.
Akan tetapi, apabila hal ini dilihat lebih jauh, ternyata mengedepankan diri atau ego sendiri malah me­nyebabkan ketidaktenangan, seperti yang diperlihatkan oleh keyakinan-keyakinan irasional. Contoh berikut adalah merupakan fakta. Aku ini punya kelebihan atau tak berguna. Aku ini harus dicintai atau orang yang selalu diperhatikan. Aku harus abadi.  Aku harus jadi orang baik atau orang jahat. Aku harus membuktikan diriku.  Aku harus mendapatkan apa pun yang saya inginkan. Ellis berpendapat bahwa evaluasi-diri yang keterlaluan akan menyebabkan depresi dan represi, sehingga orang akan mengingkari perubahan. Upaya yang harus dilakukan manusia demi kesehatan jiwanya adalah berhenti menilai-nilai diri sendiri.
Analisis penulis tehadap pandangan  Ellis dalam Teori RET nampaknya terlalu skeptis akan keberadaan diri yang “sebenarnya” seperti yang diyakini Homey atau Rogers . Mereka sangat tidak sepakat dengan gagasan tentang adanya konflik antara diri yang teraktualisasi dengan citra diri yang dituntut masyarakat. Menurut Homey dan Rogers, diri me­nurut seseorang dan diri menurut masyarakat bukanlah saling bertentangan, sebaliknya saling menopang.  Ellis juga tidak sepakat dengan gagasan yang menyata­kan bahwa ada kesatuan transpersonal daIam diri atau jiwa. Ellis juga tidak percaya akan adanya alam bawah sadar mistis seperti yang diajarkan berbagai tradisi atau psikologi transpersonal yang dikemukakan ilmu psikologi.  Ellis menganggap keadaan kejiwaan semacam ini lebih bersifat tidak otentik dari pada transenden. Pada bagian lain Ellis menganggap bahwa pendekatannya lahir dari tradisi kuno kaum Stoik dan didukung oleh pemikiran filo­sofis, terutama pemikiran Spinoza. Ellis juga melihat adanya kemiripan tertentu antara pendekatannya dengan eksisten­sialisme dan psikologis eksistensial. Artinya, pendekatan apa pun yang menempatkan tanggung jawab ke pundak diri individual beserta keyakinan yang dipegangnya lebih mirip dengan pendekatan RET temuan Elli.
Deskripsi Proses Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien. Tugas konselor menunjukkan bahwa masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional serta usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Adapun Operasionalisasi tugas konselor adalah  lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung. Selanjutnya adalah menggunakan pendekatan yang mampu memberikan semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki diri mereka sehingga mampu mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien. Selanjutnya adalah, mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya, menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis dengan metode humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional. Adapun  Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif adalah  aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya. Kemudian kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
Emotif-ekspreriensial, adalah suatu hubungan konseling yang dikembangkan dengan memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan keliru yang membuat klien terganggu. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku pada diri  klien.
Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah  Teknik-Teknik Emotif (Afektif). Teknik Emotif yaitu Assertive adaptive, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien. Bermain peran, teknik ini adalah untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien mampu secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu. Imitasi merupakan teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negative tersebut. Teknik-teknik Behavioristik terdiri dari Reinforcement, Sosial Modeling. Reinforcemen merupakan suatu teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan mampu menginternalisasikan sistem nilai yang akan dilakukannya. Social modeling merupakan suatu teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien mampu hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor. Teknik-teknik Kognitif terdiri dari  home work assignments dan Latihan assertive. Home work assignment adalah suatu teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Biasanya pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor. Latihan assertive merupakan suatu teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya, membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain. Mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan dirinya serta meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri. (*dihimpun dari sumber-sumber yang relevan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar