Kamis, 11 November 2010

PSIKOLOGI

Soft Skill dan Kunci Sukses Dalam Pendidikan
Oleh: Nelson Sihaloho

Banyak tulisan yang dapat kita simak dan kita dalami tentang pandangan para ahli dan pakar tentang Soft Skill. Hardskill menggambarkan perilaku dan keterampilan yang dapat dilihat mata (eksplisit). Hardskill adalah skill yang dapat menghasilkan sesuatu sifatnya visible dan immediate.
Menurut Fachrunnisa, kemampuan hardskill adalah semua hal yang berhibungan dengan pengayaan teori yang menjadi dasar pijakan analisis atau sebuah keputusan. Hardskill dapat dinilai dari technical test atau practical test.
Santoso dan Fachrunissa menyatakan bahwa elemen hardskill dapat terlihat dari intelligence quotion thinking yang mempunyai indikator kemampuan untuk menghitung, menganalisa, mendesain, wawasan dan pengetahuan yang luas, membuat model dan kritis. Sedangkan softskill merujuk kepada indikator seperti kreativitas, sensitifitas, intuisi yang lebih terarah pada kualitas personal yang berada di balik prilaku seseorang.
Menurut sumber lain Soft Skill adalah, ”A sociological term which refer to the cluster of perdonality traits, social graces, facilty with language, personal habits, frendliness, and optimism that mark people to varying degress. Soft skill complement hard skills, which are technical requirement of o job” Personal Qualities. (Kualitas Individu): Responbility (Bertanggungjawab), sociability (Berjiwa social), self-management (Manajemen diri), integrity (Integritas), honesty (kejujuran). Interpersonal Skill (Keterampilan Interpersonal): Participates as member of the team (Berpartisipasi sebagai anggota tim), teaches others (Mendidik orang lain), serves client/customers (Melayani klien), exercise leadership (Melatih Kepemimpinan), negotiates (kemampuan bernegoisasi), works with cultural diversity (Bekerja dengan pendekatan budaya) .
Interpersonal skill mencakup beberapa kemampuan diantaranya kemampuan seseorang dalam menghangatkan hubungan, membuat pendekatan yang mudah, membangun hubungan secara konstruktif, menggunakan diplomasi dan teknik untuk mencairkan situasi yang sedang tegang, menggunakan gaya yang dapat menghentikan permusuhan.
Thomas F. Mader dan Diane C. Mader , membedakan antara impersonal dan interpersonal communication. Komunikasi impersonal masing-masing saling memahami namun tidak ada keterlibatan emosi, interpersonal punya kualitas kedekatan yang lebih tinggi dari impersonal. Interpersonal adalah komunikasi antara dua orang atau lebih masing-masing punya keterlibatan emosi dan komitmen dalam menjalin hubungan. Interpersonal skill adalah kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam teori kompetensi, keahlian interpersonal diartikan sebagai keinginan untuk memahami orang lain. Kualitas personal dan interpersonal pada hakekatnya adalah karakter.
Menuurt Berthal mendefinisikan kualitas personal adalah,“personal and interpersonal behaviors that develop and maximize human performance (e.g. coaching, team, building, decision making, initiative). Soft skill, such as financial, computer or assembly skills”.
Dalam kaitan ini ada dua kecerdasan berkaitan dengan kemampuan mengembangkan kepribadian yaitu kecerdasan interpersonal (interpersonal Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara dan gerak tubuh orang lain (isyarat), dan kemampuan untuk menjali relasi dan komunikasi dengan berbagai orang lain.
Sedangkan kecerdasan interpersonal (intrapersonal intelligence) adalah kemampuan memahami diri dan bertindak adaptif berdasarkan pengetahuan tentang diri. Kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri, kesadaran diri tinggi, inisiatif dan berani.
Studi yang dilakukan oleh Philip Humbert (1996) mengatakan hampir semua pemimpin di dunia memiliki keahlian interpersonal yang bagus seperti kemampuan mereka dalam menjaga hubungan yang cukup lama dengan kenalan, sahabat, dan mitranya. Orang-orang yang prestasinya bagus di bidangnya juga rata-rata memiliki keahlian interpersonal yang bagus. Mereka mampu menjaga kesepakatan, perasaan, menghormati orang lain, menempatkan orang lain.
Abraham Maslow dalam hasil telaahnya sebagaimana dikutip dalam buku Journey of Adulthood (1996) mengungkapkan sebagian ciri orang-orang orang yang telah atau sedang mengaktualkan diri, memiliki potensi: deep loving relationship (hubungan yang mendalam), memiliki privasi tetapi tidak angkuh, memiliki humor tinggi yang mengandung pelajaran.
Hasil penelitian Harvard University, Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill), tetapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 % dengan hard skill dan sisanya 80 % dengan soft skill.
Buku Neff dan Citrin (1999) yang berjudul “Lesson From The Top” yang memuat sharing dan wawancara 50 orang tersukses di Amerika mengtaakan bahwa mereka sepakat yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak (softskills) atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills).
Survey Majalah Mingguan Tempo juga mengungkapkan hal yang sama bahwa keberhasilan seseorang mencapai puncak karirnya karena memiliki karakter mau bekerja keras, kepercayaan diri tinggi, mempunyai visi ke depan, bisa bekerja dalam tim, memiliki kepercayaan matang, mampu berpikir analitis, mudah beradaptasi, mampu bekerja dalam tekanan, cakap berbahasa inggris, dan mampu mengorganisir pekerjaan.
Bagaimana dengan kondisi pendidikan kita?. Ditengah persaingan era globalisasi sektor pendidikan kita kini justeru dihadapkan pada persoalan tentang kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum mampu memenuhi harapan semua pihak. Disatu sisi adanya berbagai bentuk cluster-cluster pendidikan baru seperti kelas regular, standar nasional, rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI) semakin mengkotak-kotakkan sistem pendidikan di negeri ini.
Sistem Penerimaan Siswa Baru (PSB) yang tidak seragam sebagaimana yang terjadi sekarang ini menunjukkan semakin meningkatnya ego sektoral dalam mengelola lembaga pendidikan. Prinsip pemerataan semakin menjauh dari harapan bahkan semakin memperlebar gap dan jurang soal pemerataan kesempatan dalam memperoleh pendidikan bermutu.
Penguatan Mutu Pendidikan
Menurut UNESCO, tujuan belajar yang dilakukan oleh peserta didik harus dilandaskan pada empat pilar yaitu learning how to know, learning how to do, learning how to be, dan learning how to live together. Dua landasan yang pertama mengandung maksud bahwa proses belajar yang dilakukan peserta didik mengacu pada kemampuan mengaktualkan dan mengorganisir segala pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masing-masing individu dalam menghadapi segala jenis pekerjaan berdasarkan basis pendidikan yang dimilikinya (memilik Hard Skill). Artinya peserta didik memiliki kompetensi yang memungkinkan mereka dapat bersaing untuk memasuki dunia kerja. Sedangkan dua landasan yang terakhir mengacu pada kemampuan mengaktualkan dan mengorganisir berbagai kemampuan yang ada pada masing-masing individu dalam suatu keteraturan sistemik menuju suatu tujuan bersama. Maksudnya bahwa untuk bisa menjadi seseorang yang diinginkan dan bisa hidup berdampingan bersama orang lain baik di tempat kerja maupun di masyarakat maka harus mengembangkan sikap toleran, simpati, empati, emosi, etika dan unsure psikologis lainnya yang disebut dengan Soft Skill.
Saat ini semua lembaga pendidikan diwajibkan untuk mengedepankan mutu dalam penyelenggaraan proses pendidikan. Tenner dan De Toro (1992) mendefinisikan mutu “ uality, a basic business strategy that provides and services that completely satisfy both internal and external customers by meeting their explicit expectation,”. Penjaminan ini berkaitan dengan proses, sumber daya manusia dan material termasuk alat yang digunakan, yang dikenal dengan penjaminan mutu (quality assurance). Penjaminan mutu ini tidak hanya dilaksanakan pada saat barang itu selesai diproduksi, tetapi mulai dari bahan (masukan mentah), proses dan alat yang digunakan, hingga kepada produk yang dihasilkan. Penerapan pendekatan manajemen mutu itu tidak lagi memerlukan pengendalian mutu setelah produk dihasilkan, melainkan semua sumber daya dan fakor yang terkait dengan proses produksi dikelola agar terjamin dihasilkannya produk yang bermutu.
Dalam bidang pendidikan logika inipun dapat diterapkan yang memerlukan suatu upaya pengelolaan mutu dalam bentuk jaminan atau assurance, bahwa semua aspek yang terkait dengan layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah mencapai standar mutu tertentu sehingga keluaran yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Konsep yang terkait dengan hal ini dalam manajemen mutu dikenal dengan Quality Assurance (QA) atau Penjaminan Mutu.
Pada penjaminan mutu terdapat langkah-langkah yang satu sama lainnya saling berkaitan. Proses penjaminan mutu terdiri atas tujuh langkah yaitu penetapan standar, pengujian/audit mengenai sistem pendidikan yang sedang berlangsung, penyimpulan tentang ada tidaknya kesenjangan antara sistem yang ada dengan standar yang ditetapkan. Bila terdapat kesenjangan maka akan ditempuh langkah identifikasi kebutuhan dalam upaya untuk memenuhi standar yang ditetapkan, dilanjutkan dengan pengembangan sistem perbaikan dan memadukan perbaikan dengan sistem yang berlangsung. Pelanggan pendidikan meliputi pelanggan internal dan pelangan eksternal. Pelanggan internal adalah pengajar atau guru dan tenaga kependidikan serta tenaga administratif, sedangkan pelanggan eksternal dipilah-pilah menjadi pelanggan primer, sekunder dan tersier. Pelanggan eksternal primer sekolah adalah siswa, pelanggan sekunder adalah pemerintah, orang tua atau masyarakat yang membiayai pendidikan, dan pelanggan tersier adalah lembaga pendidikan pada jenjang berikutnya atau para pemakai lulusan. Dengan berpegang pada konsep ini maka mutu suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh sejauh mana pelanggan-pelanggan baik internal maupun eksternal itu merasa puas terhadap layanan yang diberikan oleh lembaga pendidikan itu.Untuk ini perlu ada kriteria penilaian pada masing-masing dimensi mutu, seperti hasil belajar, pembelajaran, materi pembelajaran, dan pengelolaan. Dimensi hasil belajar dapat dipandang sebagai dimensi keluaran atau output, sedangkan dimensi pengelolaan dan pembelajaran dapat dipandang sebagai dimensi proses, sementara bahan pembelajaran merupakan dimensi masukan atau input.
Manajemen mutu merupakan satu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat konprehensif dan terintegrasi yang diarahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan secara konsisten, mencapai peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek aktivitas organisasi.
Menurut Herman dan Herman (1995), perubahan harus dilakukan dalam tiga elemen, yaitu filosofi. tujuan, proses pendidikan. Dalam menerapakan penjaminan mutu diperlukan pembakuan mutu dan quality standard. Dalam bidang industri manufaktur maupun jasa, misalnya pembakuan mutu telah dilakukan secara internasional. Pembakuan ini pada mulanya bernama quality sistem yang dikeluarkan oleh British Standard 5750 atau BS 5750, yang terutama digunakan departemen pertahanan Inggris dan NATO dengan AQAP (Allied Quality Assurance Prosedures). Dewasa ini pembakuan mutu telah dilakukan terhadap industri, baik manufaktur maupun jasa melalui ISO (International Standard Organization) yang dikeluarkan oleh International Organization For Standartdization yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 ini merupakan aplikasi dari prinsip penjaminan mutu yang didalamnya membakukan proses dan sistem yang harus dipedomani oleh satu perusahaan untuk menjamin mutu produk sesui dengan kebutuhan pelanggan. Sistem manajemen mutu dengan menerapkan pembakuan mutu model ISO 9000 bisa diterapkan dalam bidang pendidikan. Menurut Sallis (1993) dinegara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris pemikiran untuk menerapkan mutu model ISO telah dilakukan. Dalam rangka penerapan model ini filosopi pendidikan disesuaikan dengan ISO, diantaranya bahwa mutu pendidikan harus menjadi bagian dari sistem manajemen. Dalam rangka menuju kearah pembakuan mutu pendidikan sebagaimana yang dilakukan melalui sertifikasi ISO perlu ditetapkan terlebih dahulu apa yang menjadi fokus penjaminan mutu. Departemen For Education and Children,s Sevices (1996), menekankan agar penjaminan mutu difokuskan pada proses dan hasil pendidikan.
Beberapa contoh penerapan sistem penjaminan mutu dalam pendidikan adalah New South Wales Department of School Education, Australia, menerapkan suatu program penjaminan mutu sekolah dengan nama Quality Assurance School Review. Sistem ini diterapkan dalam upaya mendukung peningkatan mutu sekolah dalam berbagai aspek, dengan tujuan untuk menjamin bahwa sekolah yang bersangkutan memiliki keefektifan yang tinggi dalam mencapai tujuan dan hasil belajar siswa. Terdapat tiga komponen sistemik dari penjaminan mutu yang dikembangkan oleh Directorate of Quality Assurance, yaitu belajar dan mengajar, kepemimpinan dan budaya serta pengembangan dan manajemen sekolah. Komponen belajar dan mengajar meliputi: lingkungan belajar, proses belajar siswa, proses mengajar, perencanaan dan penerapan mengajar, penugasan dan pelaporan, serta penilaian dan refleksi. Kepemimpinan dan budaya meliputi kepemimpinan kontekstual, kepemimpinan untuk perubahan, kepemimpinan inklusif, kepemimpinan untuk belajar, konteks budaya, mengembangkan rasa memiliki, budaya belajar, budaya peningkatan. Pengembangan sekolah dan Tatalaksana meliputi tujuan sekolah, penetapan prioritas, perencanaan, tatalaksana peningkatan yang terencana, tatalaksana perubahan fundamental.
Selanjutnya adalah Quality Assurance Framework Hongkong dikenal penerapannya dengan nama Kerangka kerja penjaminan mutu pendidikan sekolah (School Education Quality Assurance Framework). Dalam kerangka kerja ini mutu pendidikan di sekolah diupayakan melalui pengembangan (school improvement) dan akuntabilitas. Ini merupakan arah yang akan dituju melalui proses penjaminan mutu. Pelaksanaannya meliputi dua kegiatan utama, yaitu penilaian yang dilakukan melalui evaluasi diri sekolah (school self evaluation) dan inspeksi penjaminan mutu (QA inspection). (* Dihimpun dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar