Selasa, 19 Oktober 2010

PENGANGGURAN

Pengangguran  dan Faktor yang Mempengaruhinya
Oleh: Nelson Sihaloho

Abstrak:
Pengangguran saat ini  merupakan salah satu agenda Pemerintah yang mendesak untuk ditanggulangi bahkan sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997, jumlah pengangguran terus menunjukkan angka yang siginifikan. Dalam beberapa tahun terakhir meskipun  terjadi penurunan  pada saat ini jumlah penganggur  diperkirakan sekitar 9,5 juta orang.
Di tengah kinerja perekonomian Indonesia yang terus membaik, ditandai dengan stabilitas kondisi ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi berkisar 5 %-6% kenyataan juga bahwa jumlah pengangguran terus bertambah suatu hal yang menjadi ancaman serius munculnya gejolak-gejolak social ditengah-tengah masyarakat.
Selain itu terjadi  pergeseran yang cukup signifikan atas struktur perekonomian Indonesia dimana  beberapa sektor usaha mengalami peningkatan share terhadap total GDP, sementara sektor-sektor usaha lainnya mengalami penurunan bahkan relatif konstan.

Pendahuluan

Sebagaiamana berdasarkan data dari berbagai sumber mengungkapkan bahwa sektor usaha yang mengalami peningkatan share antara lain sektor industri pengolahan dimana semula sebesar 23,46 % pada tahun 1993 meningkat menjadi 27,84 % pada tahun 2006, sektor pengangkutan dan komunikasi 4,52 % pada tahun 1993 meningkat  menjadi 6,74 % pada tahun 2006.
Adapun sector yang mengalami penurunan itu adalah  sektor pertanian  dari sebesar 16,77 % pada tahun 1993 menurun menjadi  14,15 % pada tahun 2006. Perubahan struktur perekonomian itu akhirnya secara signifikan memicu timbulnya pengangguran. Perubahan struktur perekonomian juga mengakibatkan terjadinya
pergeseran seperti semakin banyaknya tenaga kerja bekerja di super market, semakin tingginya persyaratan keahlian serta perubahan produktivitas kerja pada masing masing sektor usaha.
Kemudian  besarnya upah (riil) di masing-masing sektor usaha dimana factor tersebut saling berinteraksi. Persoalannya sekarang bagaimana langkah-langkah konkrit dan upaya nyata yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran yang terus meningkat tersebut. Perlu dilakukan diversifikasi usaha serta peningkatan kualitas produk Indonesia di dunia internasional. Meskipun skill dan SDM tersedia sementara lapangan pekerjaan semakin sulit didapatkan tenaga-tenaga skill tersebut tetap akan dihargai murah demi memenuhi kebutuhan serta menyambung hidup mereka.
Persoalan dasar dan riil inilah yang sering diabaikan oleh pemerintah  sehingga jumlah pengangguran terus menunjukkan angka yang signifikan dari tahun ke tahun. Sementara elit politik sibuk dengan urusan politiknya, mereka para elit politik yang kini duduk di DPR diduga tumbuh melanggengkan sistem dengan membentuk  “kantong-kantong pemulung intelektual”.
Selain itu munculnya berbagai  kegiatan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kalangan pengusaha mengalihkan usahanya kepada teknologi dan melakukan modernisasi manajemen usaha berbasis teknologi tinggi dengan sedikit menggunakan tenaga kerja.
Adanya modernisasi manajemen usaha berbasis teknologi ini sudah barang tentu membawa akibat terhadap semakin meningkatnya angka pengangguran di tanah air. Tenaga-tenaga kerja produktif seakan-akan kehilangan motivasi dan pesimistis dengan agenda pemerintah yang akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya kepada rakyat.
Apabila dikaji dan dianalisis rasio tingkat pengangguran sektoral terhadap tingkat pengangguran nasional,  porsi angkatan kerja sektoral  dan kontribusi sektoral atas besaran pengangguran agregat maka akan semakin ditemukan suatu kesimpulan sementara bahwa mendapatkan kesempatan kerja sudah semakin sulit.
Sebenarnya pengangguran terjadi karena adanya pergeseran permintaan tenaga kerja inter-sektoral dan proses realokasi tenaga kerja antar sektor usaha yang lambat. Bahkan beberapa faktor struktural  lain yang berpengaruh berupa faktor demografi, asuransi pengangguran, labor market hysteresis, upah minimum, serikat pekerja  dan pajak penghasilan.
Menurt  Helwege, 1992  menyebutkan bahwa perbedaan upah antar sektor usaha antara lain terjadi karena adanya industri-specifik  shocks atas permintaan tenaga kerja yang bersifat temporer. Lee dan Pesaran (1993) dalam  analisisnya tentang penentuan upah menyebutkan bahwa perubahan upah relatif (sektoral) merefleksikan perubahan struktural yang tengah berlangsung dalam suatu perekonomian. Perbedaan upah antar sektor usaha yang antara lain disebabkan oleh perubahan struktur perekonomian.
Sedangkan Blien dan Sanner, 2006 menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas pada industri-industri tertentu dapat mempunyai efek positif atau pun negatif terhadap employment, tergantung pada besaran labor-saving dan labor-augmenting effect-nya. Peningkatan produktivitas melalui technological progress, yang berdampak pada labor-saving, dapat menyebabkan tingginya pengangguran, bila besarannya tidak dapat dikompensasi oleh laboraug menting effect atas peningkatan permintaan agregat dengan turunnya harga barang seiring dengan naiknya produktivitas.

Analisis dan Kajian

Semakin besarnya pengangguran di Indonesia apabila dianalisis dari tingkat pendidikan berkemungkinan besar jumlahnya lebih banyak pada kalangan sarjana (intelektual), disusul kemudian dengan jenjang pendidikan SMA serta berkemungkinan besar lebih kecil persentasenya terhadap siswa SMK. Perlu dilakukan analisis dan penelitian lebih lanjut tentang ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap semakin sempitnya lapangan pekerjaan khususnya bagi kalangan sarjana.
Berkemungkinan besar untuk lima tahun mendatang jenjang pendidikan magister (S2) juga akan semakin sulit mendapatkan lowongan pekerjaan karena pertumbuhan sektor lapangan pekerjaan mengalami stagnan. Menyusul kemudian gelar Doktoral (S3) hingga Professor pun dua puluh tahun mendatang semakin tidak memiliki tempat kecuali memiliki skill yang langka dan benar-benar skill yang dimilikinya langka.
Sektor-sektor usahapun hingga kini tidak mudah untuk menyerap tenaga kerja hal itu seiring dengan dilakukannya modernisasi manajemen lapangan usaha berbasis teknologi tinggi.
Suatu hal yang terus terjadi adalah bahwa tenaga kerja memerlukan waktu untuk mengembangkan kemampuan/keahlian. Ibarat seorang guru dituntut untuk terus meningkatkan kemampuannya meskipun tinggal beberapa tahun lagi pensiun. Begitu kurikulum berganti guru harus mampu menguasai kurikulum yang diberlakukan itu untuk diterapkan pada tingkat satuan kerjanya.
Sama halnya dengan pekerja yang bekerja pada sector industri pengolahan meskipun seorang sarjana/tekhnisi memiliki skill yang tinggi wajib mengembangkan kemampuannya secara terus menerus karena tingkat persaingan usaha disektor pengolahan selalu mengutamakan mutu.
Menuurt Jovanovic dan Moffitt, 1990  dan  Thomas , 1996  mengemukakan bahwa  tenaga kerja cenderung berpindah dalam sektor usaha yang sama, hal itu berkaitan dengan tingginya tingkat upah tenaga kerja yang berpengalaman di suatu sektor usaha.
Kini telah terjadi trend di beberapa sector usaha yang terlihat semakin negative pengaruhnya adalah sektor pertanian, penggalian dan pertambangan serta  jasa-jasa.  Bahkan sektor pertanian kurang menarik bagi pelaku ekonomi termasuk tenaga kerja beralih ke sektor usaha lainnya.
Perusahaan-perusahaan besar yang berorientasi pada profit keuntungan hanya memerlukan peningkatan produktivitas perusahaan dengan memberlakukan sistim pendidikan dan latihan bagaimana meningkatkan produktivitas dan mutu produk mereka. Semua lini yang tergabung dalam suatu sistem manajemen perusahaan benar-benar mengacu pada prinsip-prinsip profesionalisme yang tinggi.
Bahkan tidak jarang selama 5 -10 tahun perusahaan tidak melakukan penambahan tenaga kerja baru karena tenaga-tenaga kerja yang telah direkruit masih memiliki kemampuan yang dapat diandalkan. Satu sisi masyarakat kalangan sekitar justru selalu menganggap “miring” suatu perusahaan bila tidak melakukan penerimaan atau membuka lowongan pekerjaan kepada masyarakat sekitar.

Solusi dan terobosan

Untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia memang tidak mudah serta membutuhkan suatu terobosan baru khususnya niat baik dari pemerintah untuk melakukan diversifikasi usaha sektor tenaga kerja.
Perguruan tinggi yang menerima para mahasiswa, kurikulumnya harus benar-benar mengacu pada kondisi nyata  di lapangan serta perubahan-perubahan yang kelak muncul di kemudian hari. Proyeksi-proyeksi perubahan struktur tenaga kerja harus dilakukan penelitian-penelitian empiric serta hasilnya dipublikasikan kepada public.
Bursa-bursa tenaga kerja juga harus lebih  sering melakukan promosi tentang sector-sektor tenaga kerja yang dibutuhkan baik itu dalam negeri maupun di luar negeri. Mengingat semakin sempitnya lapangan pekerjaan serta dilakukannya modernisasi manajemen tenaga kerja  integritas dengan menjunjung tinggi kejujuran dari pihak lembaga-lembaga penyelur tenaga kerja juga diminta peran aktifnya dalam menyalurkan tenaga kerja Indonesia (TKI).
Pengalaman selama ini banyak TKI-TKI yang disiksa oleh majikan mereka di luar negeri mengindikasikan para pengerah tenaga kerja Indonesia kurang professional dalam menjalankan aktivitas mereka. Mereka seakan-akan berpangku tangan bila terjadi sesuatu yang kurang baik menimpa para TKI di luar negeri.
Padahal para pengerah jasa TKI memperoleh jasa atas pengiriman dan penyaluran para TKI itu ke luar negeri. Dalam konteks ini juga sector perekonomian di pedesaan yang mampu membuka lapangan kerja baru harus terus ditumbuhkan dengan mengacu pada prinsip-prinsip berbasis keunggulan.
Banyak kini oknum sarjana pertanian (SP) yang malu pulang ke pedesaan dan keinginan mereka untuk bekerja menjadi PNS atau pada perusahaan perkebunan lebih besar dari pada menjadi petani professional. Jadi untuk apa para oknum sarjana pertanian itu dididik?. Pengangguran-pengangguran intelektual itulah yang sering menjadi beban karena mereka memiliki “gengsi” yang tinggi namun pada kenyataan dilapangan para sarjana-sarjana dari berbagai perguruan tinggi sudah bertumpuk. Anehnya para pencari kerja tidak seimbang dengan lowongan pekerjaan yang tersedia.
Mengacu pada semua yang dikemukakan diatas memang berat mengatasi masalah pengangguran di negeri. Sektor investasi harus lebih dikembangkan sehingga jumlah tenaga kerja yang terserap semakin lebih banyak. Home-home industry harus menjadi agenda penting yang harus dikembangkan dengan mengembangkan usaha-usaha produktif berbasis keunggulan. Unit-unit usaha yang sudah melampaui unit usaha serta produk-produk mereka membanjiri pasaran perlu dibatasi unit produksinya sehingga tidak menanggung beban kerugian yang semakin besar.
Tidak kalah pentingnya adalah menjalin kerjasama yang kuat dengan Negara-negara berkembang yang membutuhkantenaga kerja dalam jumlah besar. Namun perlu digaris bawahi sebelum para TKI itu dikirim ke luar negeri semua yang menyangkut prosedur pengiriman, dokumen-dokumen, kontrak kerja, kompensasi, asuransi maupun prosedur lainnya harus diikat dengan jelas sehingga para TKI memiliki kepastian usaha dan bekerja di luar negeri.  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar